Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KELOMPOK VI
KHAIRUL UMAM (0405040392)
NUR HIMAWAN A (0405040538)
NURMAWATI (0405040546)
b. Branched Polymer
Branched polymer terdiri atas satu rantai utama yang mempunyai rantai molekul lebih
kecil sebagai cabang. Sebuah struktur rantai bercabang cendrung menurunkan
tingkat kristanilitas ( cristanility ) dan kepadatan ( density ) polymer tersebut. Susunan
geometrik dari ikatan bukan merupakan penyebab bervariasinya stuktur polymer.
Branched polymer terbentuk ketika terdapat rantai cabang yang menempel pada
rantai utama.contoh sederhana dari branched polymer seperti terlihat pada gambar di
bawah.
Terdapat berbagai jenis branched polymer yang dapat terbentuk. Salah satunya yang
dinamakan dengan star-branching. Star-branching terbentuk ketika polimerisasi
dimulai dengan single monomer dan mempunyai cabang radial keluar. Polymer
dengan tingkat kecabangan yang tinggi disebut dendrimers. Sering kali pada molekul
ini, tiap cabangnya mempunyai cabang lagi. Ini menyebabkan keseluruhan
molekulnya mempunyai bentuk spherical.
c. Cross-Linking
Cross-linking dalam polymer terjadi ketika ikatan valensi primer terbentuk antara
moleku-molekul rantai polymer yang terpisah. Selain ikatan dimana monomer
membentuk rantai polymer, ikatan polymer yang lain terbentuk diantara polymer
tetangganya. Ikatan ini dapat terbentuk secara langsung diantara rantai tetangganya,
atau dua rantai dapat terikat menjadi rantai yang lain. Walupun tidak sekuat ikatan
pada rantai, cross-links mempunyai peran yang sangat pentin pada polymer. Polymer
mempunyai ikatan cross-links yang banyak mempunyai "memory." Ketika polymer
diregangkan, ikatan cross-links mencegah rantai untuk berpisah. Ikatan ini
memperkuat, namun ketika tegangan dihilangkan maka struktur akan kembali ke
bentuk semula dan objek pun demikian.
b. Random copolymers
monomer yang berbeda tersusun acak
c. Block copolymers
monomer yang sama membentuk grup dan 2 grup yang berbeda tersusun berurutan.
d. Graft Copolymers
Rantai-rantai cabang terdiri dari monomer yang berbeda dengan rantai utama.
b. Orientation
Perbedaan dimana atom dalam polimer dapat dihubungkan, muncul dari dua cara
penambahan dari monomer yang sama untuk pertumbuhan rantai polimer.6
c. Geometric isomerism
Sebagai contoh, polimerisasi dari 1,3-diena mempunyai dua ikatan rangkap yang
berbeda yang dapat mengalami tiga isomer geometri.
CH2 C
1,2-Addition
CH CH2
n
CH CH2
3,4-Addition
CH CH2
n
d. Tacticity 2
BAB II
SIFAT-SIFAT POLIMER
II.1.3. Modulus
Modulus diukur dengan menghitung tegangan dibagi dengan elongasi. Satuan
modulus sama dengan satuan kekuatan (N/cm2)
Pada kurva tegangan-regangan 4:
Untuk beberapa polimer, terutama flexible plastics, kurvanya adalah sebagai
berikut 4:
Slope diatas tidak constant seiring dengan penambahan tegangan seperti pada
kurva sebelumnya. Pada kasus seperti ini, biasanya digunakan initial slope sebagai
modulus, seperti yang terlihat pada kurva diatas. Secara umum, fiber mempunyai
tensile moduli yang paling tinggi dan elastomer paling rendah, dan plastic berada
diantara keduanya.
II.I.4. Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan adalah pengukuran sebenarnya dari energi yang dapat diserap oleh
suatu material sebelum material tersebut patah. Pengukuran dibawah kurva stress-
strain berikut ini 4, yang diberi warna merah, menunjukkan toughness (ketangguhan)
Apakah perbedaan dari ketangguhan dan kekuatan? Dari segi fisika, kekuatan
(strength) adalah gaya yang dibutuhkan untuk mematahkan sampel, dan ketangguhan
(toughness) adalah berapa banyak energi yang dibutuhkan untuk mematahkan sampel.
Pada kurva diatas 4, kurva yang berwarna biru menunjukkan sampel yang kuat
tetapi tidak tangguh. Seperti yang dapat dilihat, sampel tersebut membutuhkan gaya
yang besar untuk mematahkan sampel, tapi tidak banyak energi. Demikian pula,
sampel tersebut tidak dapat merentang jauh sebelum patah. Material seperti ini, kuat
tetapi tidak dapat banyak terdeformasi sebelum patah disebut material yang getas
(brittle).
Disisi lain, kurva berwarna merah, menunjukkan material yang kuat dan tangguh.
Material ini tidak sekuat material yang digambarkan oleh kurva biru, tetapi memiliki luas
daerah dibawah kurva yang lebih besar, menunjukkan bahwa material ini dapat
menyerap energi lebih banyak dari pada sampel sebelumnya. Material merah memiliki
elongasi yang lebih besar dibandingkan dengan material biru sebelum patah. Karena
deformasi yang diikuti energi disipasi (energi yang tersimpan). Jika material tidak
berdeformasi maka tidak ada energi dissipasi sehingga material patah
• PFA : 260oC
• PEEK : 260oC
• FEP : 200oC
• PEI : 180oC
• PET/PBT : 170oC
Polimer-polimer tersebut mampu mengcover wide-range temperatures dan dapat
digunakan dengan baik pada temperatur tinggi. Selain itu, polimer-polimer ini juga tidak
membutuhkan pemrosesan khusus (selain PTFE karena koefisien friksinya rendah) bila
dibandingkan dengan commodity polymers. Hal ini berarti proses ekstrusi yang
digunakan pada commodity polymers dapat pula digunakan untuk membuat polimer
yang cocok untuk aplikasi pada suhu tinggi.
Di bawah ini adalah beberapa aplikasi dari polimer pada temperatur tinggi :
• Interior pesawat udara / pesawat ulang-alik
• Komponen elektrik pesawat udara / pesawat ulang-alik
• Industri otomotif (under-hood)
• Insulator kabel untuk aplikasi pada extremely high temperature, coupling kabel, dan
connectors
• Industri elektrik / elektronik pada temperatur aplikasi tinggi
• Medical tubing atau produk lain yang memerlukan sterilisasi
• Monofilament untuk proses produksi filter, belting, serta meshes
II.2.2. Sifat Polimer Pada Temperatur Rendah
Pada umumnya, polimer pada suhu ruang menunjukkan sifat fleksibilitas dan
ketahanan yang tinggi terhadap cracking, tetapi pada penurunan suhu, sifat tersebut
dapat berubah drastis dan polimer menjadi getas hanya dengan beban kegagalan yang
rendah.
Polimer memiliki rantai molekul yang panjang dan saling tumpang-tindih satu sama
lain. Jika polimer berada pada suhu ruang, gerakan antar rantai polimer dapat saling
menyesuaikan dan meregang. Namun, jika polimer itu didinginkan, rantai tersebut akan
menempel satu sama lain dan tidak dapat meregang lagi. Polimer tersebut akan
menjadi kaku dan melewati temperatur transisi gelas menjadi material yang keras dan
rapuh. Temperatur transisi gelas biasanya tidak memiliki transisi yang jelas antara
rubbery state dan glass regions. Temperatur transisi gelas biasanya berkisar antara 10-
50oC. Jika polimer didinginkan di bawah Tg, polimer menjadi stabil dan tidak terjadi
transisi lagi. Dengan demikian, temperatur rendah pada polimer dapat didefinisikan
sebagai suhu di bawah Tg.
Ada dua usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan chemical resistance pada
Polyester:
1. meningkatkan steric-hindrance pada gugus ester.
2. mengurangi jumlah gugus ester per satuan panjang rantai.
Kedua langkah ini meningkatkan sifat hidrofobik dari Polyester.
Dibandingkan dengan polimer amorphous, polimer dengan kristalinitas yang tinggi
memiliki chemical rasistance yang lebih baik. Hal ini dikarenakan ikatan rantai pada
polimer kristalin yang saling berdekatan sehingga mengurangi permeabilitas. Polimer
dengan ikatan cross-link memiliki solvent resistance yang baik.
REFERENSI
1. http://polychem.kaist.ac.kr/bk_home/lecture2005/Chap4.pdf
2. http://www.eng.uwo.ca/es021/ES021a_2006/Lecture%20Notes/Chap%2014-15%20-
%20Polymers.pdf
3. http://faculty.uscupstate.edu/llever/Polymer%20Resources/Mechanical.htm
4. http://www.pslc.ws/mactest/mech.htm#strength
5. www.eng.uwo.ca/es021/ES021a_2006/Lecture%20Notes/Chap%2014-15%20-
%20Polymers.pdf
6. www.polymer.uu.se/K3/2007/Polymer%20stereochemistry-2.ppt
7. http://www.zeusinc.com/newsletter/low_temp.asp
8. http://www.zeusinc.com/newsletter/chemical_resistance.asp