Вы находитесь на странице: 1из 6

Nusirwan Acang Sub Bagian Petri, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unand/RS Dr. M.

Djamil Padang
PENDAHULUAN Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak. Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat dan wilayah terjangkit semakin luas. (10.14) Pada beberapa dekade terakhir ini, jumlah penderita DBD di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 1998 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), dengan jumlah kasus 71.776 dan 2.441 kasus diantaranya meninggal, Case Fatality Rate (CFR) adalah 3.4 %. (2) Pada awal tahun 2004 kembali terjadi KLB DBD secara nasional, dengan jumlah kasus sampai bulan Maret 2004 mencapai 26.015 orang, kematian terjadi pada 389 orang (CFR = 1.53 %). (3). Di Sumatera Barat, dari bulan Januari sampai dengan April 2004, telah dilaporkan kasus DBD sebanyak 318 kasus. (4). Di SMF Penyakit Dalam R.S Dr. M. Djamil Padang, selama periode bulan Januari sampai dengan April tahun 2004, telah dirawat sebanyak 60 kasus DBD. (8). Manifestasi klinis infeksi virus dengue pada dewasa bervariasi, mulai dari yang paling ringan yaitu demam dengue (DD) yang dapat sembuh sendiri, sampai kepada yang berat yaitu DBD. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi. (13) Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit karena terjadi leakage plasma. Pemberian cairan pada pengobatan DBD/DSS sebagai pengganti kehilangan plasma harus dengan jumlah dan konsentrasi elektrolit yang tepat. Pemberian cairan yang diberikan berlebihan dan tidak terkontrol, artinya tetap diberikan walaupun leakage plasma telah berhenti, akan menimbulkan overload dan penumpukan cairan di rongga serosa, yang mengakibatkan timbulnya efusi pleura, ascites dan edema paru yang bisa menimbulkan kematian. Pada makalah ini akan dibahas mengenai manifestasi klinis dan pemberian cairan pada demam berdarah dengue. MANIFESTASI KLINIK A. Demam Dengue (DD) Demam dengue mempunyai 3 gejala utama yang disebut sebagai trias of symptoms, yaitu : (5.11.12) 1. demam tinggi 2. nyeri otot dan sendi pada anggota badan 3. timbulnya ruam (rash). B. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Manifestasi klinis DBD adalah sebagai berikut : (5.11.12.13) 1. Trias of symptoms 2. Adanya perdarahan, terutama perdarahan kulit 3. Hepatomegali 4. Kegagalan sirkulasi dan hemokonsentrasi. Patofisiologi terjadinya gejala klinis yang timbul pada penyakit DBD/ DSS adalah sebagai berikut : (5.6) 1. Adanya proses peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sebagai respon imun infeksi virus, yang mengakibatkan terjadinya leakage dari plasma, sehingga terjadi penurunan volume plasma. 2. Terjadinya Trombositopenia yang disebabkan oleh infeksi virus secara langsung dan adanya proses Disseminated Intravascular Coagulation. Berdasarkan gejala-gejala klinis yang ditemukan, penyakit DBD dibagi atas 4 derajat, yaitu : (5.6.13) Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain. Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang), atau hipotensi, ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah. Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. DIAGNOSIS Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan. (12) Kriteria Klinis adalah : (12) 1. Demam tinggi mendadak tanpa diketahui penyebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: ? Uji tourniquet positif ? Ptekie, ekimosis, purpura ? Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi ? Hematemesis dan/atau melena 3. Pembesaran hati 4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. Kriteria Laboratoris adalah : 1 Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) 2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih Diagnosis DBD ditegakkan : - Apabila terdapat minimal 2 kriteria klinis + 1 kriteria laboratoris Diagnosis definitif penyakit dengue, adalah dengan ditemukannya antibodi spesifik, isolasi virus atau deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh pasien. (1.7)

PEMBERIAN CAIRAN SEBAGAI RESUSITASI DAN MAINTENANCE DENGUE FEVER Penatalaksanaan Dengue fever adalah dengan pemberian terapi simptomatik dan suportif, yaitu : (9.10.12) - Istirahat, selama fase demam - Pemberian antipiretik, analgetik dan sedatif kalau dibutuhkan - Monitor yang ketat terhadap timbulnya DBD/DSS dengan memantau : - Pemeriksaan fisik : tanda vital dan pembesaran hati - Pemeriksaan laboratorium : hematokrit dan jumlah trombosit Indikasi pemberian cairan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penderita, yaitu sebagai berikut : a. Peroral . Cairan peroral diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang disebabkan oleh demam tinggi, banyak keringat, nafsu makan dan minum kurang, dan muntah-muntah. Jumlah cairan yang diberikan adalah sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan penderita, diminum sedikit-sedikit tapi sering. Oleh karena tubuh tidak hanya kehilangan cairan, akan tetapi juga kekurangan elektrolit, maka jenis cairan yang terbaik diberikan adalah oralit atau jus buah-buahan dibandingkan dengan air putih biasa. (13) WHO, menganjurkan cairan yang diberikan adalah seperti pada pengobatan diare, yaitu cairan yang terdiri dari 3,5 gr sodium chloride, 2,9 gr trisodium citrate dihydtrate, 1,5 gr potassium chloride, dan 20,0 gr glucose, dilarutkan didalam 1 liter air. (13) b. Parenteral. (10.13) Cairan secara parenteral diberikan pada keadaan : - Pasien tidak dapat makan dan minum - Muntah-muntah hebat sehingga memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi - Terjadi peningkatan hematokrit 10-20%, atau penurunan jumlah trombosit Jenis cairan yang terbaik diberikan adalah : Kristaloid (Cairan pilihan adalah Ringer lactat atau acetat), diberikan 4 jam/kolf sampai keadaan membaik. Apabila pasien muntah-muntah hebat dan memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi, koreksi keadaan dehidrasi dengan memberikan cairan sebanyak 10 ml/KgB.B, selama 1-2 jam, dan dipantau tiap 4 jam sampai keadaan dehidrasi membaik. Pemberian cairan ini dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan pasien dapat dipulangkan kalau keadaan homeostatik sudah stabil, dengan anjuran berobat ke poliklinik sesudah 2x24 jam kemudian. DEMAM BERDARAH DENGUE Cara pemberian cairan pada DBD adalah sebagai berikut : A. Jenis cairan. (9.13) Jenis cairan yang diberikan pada DBD adalah 2 pilihan, yaitu : 1. Kristaloid : Ringer lactate (R.L) dan Ringer Acetate (R.A), diberikan pada fase permulaan syok. 2. Koloid : Dextran 40 dan plasma, diberikan pada keadaan syok berulang atau syok

berkepanjangan). Cairan kolloid pilihan adalah dextran 40 karena : - Dextran-40 (10% dekstran dalam normal saline), cairan ini bersifat hiperonkogenitas (osmolaritas 3x dari plasma), sehingga dapat mengikat cairan lebih baik. Cairan koloid lain, atau plasma pengganti mempunyai osmolaritas 1-1,4 x dari pada plasma. Cara pemberian adalah : - Tetesan dekstran-40 minimal harus 10 ml/kg/jam sehingga dapat mempertahankan osmolaritas maksimum ketika diberikan kepada pasien. - Dosis maksimum dekstran-40 adalah 30 ml/kg/jam. Jangan memberikan lebih dari sejumlah ini oleh karena dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Lama pemberian adalah : - Jangan melebihi 24-48 jam. B. Pemberian cairan : (10.13) 1. DBD tanpa perdarahan dan syok (derajat I). Masa kritis DBD/DSS terjadi pada hari ke 3-5, yaitu pada saat pasien mulai bebas demam. Pada DBD tanpa perdarahan atau syok, cairan yang diberikan adalah R.L sebanyak 500 cc (4 jam/kolf), kemudian dilakukan kontrol tanda-tanda vital setiap 1-2 jam dan hematokrit tiap 4 jam, dan dicatat produksi urine. Apabila nilai hematokrit masih tetap tinggi, dapat diberikan kembali cairan R.L 4 jam/kolf. Pemberian cairan diteruskan sampai keadaan pasien stabil, dan pasien dapat dipulangkan. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan pada pemberian cairan adalah kondisi pasien, seperti penampilan umum, nafsu makan dan kemampuan minum pasien. 2. DBD dengan perdarahan tanpa syok. (derajat II) Pada DBD dengan perdarahan tanpa disertai syok, diberikan R.L 4 jam/kolf, kemudian diperiksa darah perifer lengkap (DPL) dan faal hemostase. Apabila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr%, diberikan transfusi packed red cell, dan kalau jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3, diberikan transfusi trombosit. Apabila terjadi DIC dilakukan heparinisasi. Kemudian dilakukan kontrol DPL dan faal hemostase tiap 4 jam, sampai keadaan membaik. Apabila terjadi syok, penatalaksanannya dilakukan seperti dibawah ini. 3. DBD dengan syok (DBD derajat III/IV). (DSS). (Skema) DSS adalah merupakan keadaan emergensi yang memerlukan ruangan dan penanganan khusus. Untuk resusitasi diberikan cairan R L 10-20 ml/kg/BB/jam dengan tetesan lepas secepat mungkin kalau perlu dengan tekanan positif, sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian turunkan sampai 10 ml/ kg/jam. Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-2 jam setelah resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat dikurangi menjadi 10 ml/kg/jam, oleh karena tanda vital tidak stabil (tekanan nadi sempit, nadi teraba cepat dan lemah), syok belum teratasi, maka segera diberikan cairan koloidal plasma atau plasma ekspander (dextran 40 ), 10-20 ml/ Kg B.B/jam. Sebagian besar kasus hanya membutuhkan 30 ml/ Kg B.B cairan koloidal. Pada kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa diatasi dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka perlu dicurigai adanya perdarahan internal. Untuk keadaan ini diberikan transfusi darah segar. Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu masuk rumah sakit nilai awal hematokritnya rendah, dipikirkan kemungkinan perdarahan internal, sehingga pemantauan nilai

Ht harus lebih sering. Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah segar, koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Apabila terjadi asidosis, cairan infus sebaiknya diberikan Ringer Acetate. Enam sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi merupakan parameter penting untuk pemberian cairan selanjutnya. Akan tetapi kemudian, semua parameter sekaligus harus diperhatikan sebelum mengatur jumlah cairan yang akan diberikan. Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah : - Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan dan kemampuan minum pasien. - Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas. - Hematokrit. - jumlah urine Indikasi transfusi darah adalah : - Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total. (Total volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Apabila packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat diberikan sediaan darah segar. - Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar 10 ml/kg/kali atau PRC 10 unit/kali. Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul keadaan overload cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus diberikan dalam jumlah minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila jumlah cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke dalam rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres pernafasan yang berakibat fatal. Pemberian cairan untuk maintenans ini diberikan selama 24-48 jam. Fase penyembuhan Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah : - Keadaan umum membaik. - Meningkatnya nafsu makan - Tanda vital stabil - Ht stabil dan menurun sampai 35-40%. - Diuresis cukup Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini. Jus buah atau larutan oralit dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit. Kesimpulan : 1. Infeksi virus dengue mempunyai menifestasi klinik yang bervariasi, mulai dari yang paling ringan yang bisa sembuh sendiri, sampai kepada yang paling berat yang memerlukan penatalaksanaan yang khusus 2. Diagnosis penyakit demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan atas kriteria klinis dan laboratoris 3. Penatalaksanaan demam dengue adalah secara simptomatis dan suportif, serta memantau

dengan ketat akan timbulnya DBD dan DSS 4. Peningkatan hematokrit menunjukkan adanya leakage dari plasma yang dapat menimbulkan syok, sehingga memerlukan pemberian cairan dan elektrolit secepat mungkin dengan jumlah dan komposisi ysng tepat 6. Jenis cairan yang diberikan adalah kristaloid seperti R.L dan R.A, atau kolloid seperti dextran 40. 7. Pemberian cairan harus dengan monitor yang ketat sehingga tidak terjadi overload cairan yang memperberat keadaan penderita.

Kepustakaan : 1. Aman AK. (2004). Aspek pemeriksaan laboratorium dalam menunjang diagnostik demam berdarah DD/DBD/DSS. Majalah Kedokteran Nusantara 37 (Suplemen): 19 22. 2. DepKes RI. (2001). Tatalaksana demam dengue/ demam berdarah dengue. Jakarta: Depkes. 11 23. 3. DepKes RI. (2004). Laporan awal sero survei KLB demam berdarah dengue pada 10 rumah sakit di DKI Jakarta. 4. DinKes Tk.I. Prop. Sumbar. (2004). Data DBD Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000 2004. 5. Gibbons RV, Vaughn DW. (2002). Dengue: an escalating problem. BMJ 2; 324: 1563 1566. 6. Ginting Y. (2004). Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah dengue/ sindroma syok dengue. Majalah Kedokteran Nusantara. 4; 37 (Suplemen): 23 25. 7. Nisalak A, Endy TP, Nimmannitya S. (2003). Serotypespesific dengue virus circulation and dengue disease in Bangkok, Thailand from 1973 to 1999. Am J Trop Med Hyg. 68: 191 202. 8. R.S Dr.M.Djamil Padang. (2004). Laporan Bulanan Catatan Medik tahun 2004. 9. Soedarmo SP. (1999). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Hadinegoro SRS, Satari HI. eds. Naskah lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit FKUI :1 - 13. 10. Sukri NC, Laras K, Wandra T, Didi S. (2003). Transmission of epidemic dengue hemorrhagic fever in eastern most Indonesia. Am J Trop Med Hyg ; 68: 529 535. 11. Wasis Santoso. (2003). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Dewasa di Perjan R.S Persahabatan Jakarta. 12. WHO. (1986). Dengue haemorrhagic fever, diagnosis, treatment and control. WHO, Geneve, 1986. WHO. Dengue Haemorrhagic fever, diagnosis, treatment and control. Geneve. 13. WHO. (1997). Dengue haemorrhagic fever : Diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd edition. 12-47. Geneva 14. WHO. (1999). Dengue haemorrhagic fever : Regional Guitlines on DHF Prevention and Control. Regional Publication, 29. Tags: makalah ilmiah

Вам также может понравиться