Вы находитесь на странице: 1из 3

Membumikan Energi Rahmat Allah Oleh Wiyanto Suud Apakah bencana gempa bumi yang beruntun menimpa kita,

dari Tasikmalaya, Padang, hingga Ujung Kulon, merupakan tanda-tanda dari hilangnya rahmat dan kasih sayang Allah? Padahal Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis qudsi bersabda, Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku" (HR. Bukhari dan Muslim) Memang, setiap muslim wajib berada di antara dua kondisi, yaitu takut kepada azab Allah dan mengharap rahmat-Nya. Janganlah rasa cemas terlalu menguasai diri sehingga menjadi putus asa dari rahmat-Nya. Jangan pula rasa harap terlalu mendominasi sehingga ia merasa aman dari murka-Nya. Apa yang kita nikmati dalam hidup ini, baik itu nikmat kesehatan, nikmat dapat bekerja dan menghasilkan nafkah untuk keluarga, maupun nikmat-nikmat lainnya, bukanlah semata-mata karena diri kita, melainkan karena curahan rahmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya di muka bumi ini. Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang masuk surga bukan karena amalnya tetapi karena rahmat Allah Swt. Karena itu, bertindaklah yang lurus (baik dan benar)." (HR. Muslim) Berdasarkan hadis di atas, rahmat sering diartikan sebagai kebaikan dari Allah, baik yang sifatnya lahir maupun batin, atau bisa juga diartikan dengan kasih sayang Allah. Dan kepengasihan Allah itu tidak memandang tingkat ketaatan makhluk dalam menjalankan perintah-Nya. Allah mengasihi setiap makhluk yang diciptakan-Nya secara meratabaik itu manusia, hewan, tumbuhan, iblis, malaikat, maupun makhluk lainnya. Di samping itu, kita juga sering mendengar sebuah hadis masyhur yang menyatakan, Perbedaan di antara umatku itu rahmat. Dengan demikian, "perbedaan" adalah sebuah kondisi yang menjadi peluang bagi kita untuk saling mengisi, saling

Dimuat di Tabloid Assalamu'alaikum, edisi November 2009

melengkapi, saling belajar, saling mengerti, saling memahami, saling berbagi dan saling menghormati. Semua itu didasarkan pada asas kebaikan, kemaslahatan, kemakmuran, dan ibadah. Demikian pula sikap kita seharusnya kepada saudara-saudara kita yang terkena bencana. Seyogianya, janganlah berhenti pada perbedaan atau bencana yang melanda, tapi sampailah kepada rahmat-Nya, karena di balik perbedaan dan bencana itu ada rahmatNya. Yakni dengan cara melihat bahwa semua peristiwa dan tragedi itu terkandung hikmah, pembelajaran, dan kesempatan untuk berbuat kebajikan sebagai bentuk rahmat-Nya. Di sinilah rahmat Allah membumi menjadi sebuah energi. Karena itu, Allah melarang hamba-Nya untuk berputus asa, "Katakanlah. Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah" (QS. az-Zumar: 53). Sebaliknya Allah mengecam keras orang-orang yang berputus asa. Seperti disebutkan dalam ayat, Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir (QS. Yusuf: 87). Dan diperkuat dengan ayat, Dia (Ibrahim berkata), 'Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Rab-nya kecuali orang-orang sesat.' (QS. Al-Hijr: 56) Allah Swt. mempunyai alasan lain di balik semua cobaan, ujian, peringatan dan atau azab yang diberikan kepada kita, yakni agar kita sadar bahwa sekali-kali tidak ada tempat berlindung dari segala mara bahaya kecuali kepada-Nya. Allah berfirman, "Dan Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya." (QS. al-Kahfi: 58) Allah Swt. juga Berfirman, "Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain." (QS. al-An'am: 133)

Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk menyerah dan berputus asa dari rahmat Allah. Kita bisa mengubah bencana menjadi rahmat, tantangan (challenge) menjadi peluang (opportunity), dan kesengsaraan membawa kenikmatan. Insya Allah.

Вам также может понравиться