Вы находитесь на странице: 1из 10

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK DALAM MANA1EMEN

KEBIDANAN
A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK
Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses
pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya.

1. Pengertian dan Kegunaan
Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat
menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi
mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan
keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang.
Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan inIormasi, tetapi
tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menaIsirkan dan mengambil
tindakan atas dasar inIormasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam
pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan
latihan praktik. Ketiga Iaktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas
kesehatan berikan pada klien.

Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan
panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus
emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya
mencari suatu solusi.

Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan
pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami
kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu
tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil
melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya.
Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen
kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk
mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang
dihadapi klien cepat teratasi.

Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan
langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan
pemecahan masalah.

2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali
keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting
atau merupakan dasar dari masalahnya.

contohnya :
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan . susah tidur
dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sefak 6 fam yang lalu.

Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi , tenaga
kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya.

contohnya :
Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan
diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu
menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan
utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung
contoh . anamnesa , pusingnya dirasakan sefak kapan ? dalam kondisi yang
bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanfutkan
dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data
diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya

Oleh karena itu untuk mengidentiIikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu
mengumpulkan inIormasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal ini akan
membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada.
InIormasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan Iisik, pengujian diagnosis dengan
pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada
pengunpulan inIormasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan inIormasi yang
tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara inIormasi yang relevan dan mana
yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu
pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila
dalam kondisi kegawatdaruratan

28alnya :
pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT, riwayat
penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkafian ini sangat tidak relevan,
karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit keluarga (penyakit
keturunan).

Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan eIektiI,
maka harus menggunakan Iormat pengumpulan inIormasi yang standar. Tenaga yang
berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang
lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terIokus pada bagian yang paling
relevan.

b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)
Setelah mengumpulkan beberapa inIormasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan
suatu diagnosis deIIerensial (diagnosa banding). Diagnosis deIIerensial ini merupakan
kemungkinan kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.

contohnya:
diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa
banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi
atau pre eklamsi.

Dari diagnosa diIIerensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau
hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk
membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada/

contoh :
bila ditemukan hB 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang dapat diambil
. anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerfa).

Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga
kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.

$alah 8atu contoh ;
seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya
mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran
serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial.
Daftar diagnosis ini akan berisi. atonia uteri , laserasi vaginal atau sisa placenta .

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan
pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan Iisik kearah pengumpulan inIormasi
yang terIokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis-
diagnosis di dalam daItar tersebut.

Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami
komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai
penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan Iisik bisa dibuktikan adanya
uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan bahwa perdarahan tersebut
disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian
lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong
persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu
diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri , maka
pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan
Iaktor-Iaktor lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya.

c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )
Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih
perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan
beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah .
Pengalaman tenaga kesehatan
Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.

ontoh :
Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan ,
anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah
memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan
didasarkan pada fumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia, keberhasilan
pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi
informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang
bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan.

d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )
Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan
pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan
yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol
atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan
pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang
diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah
berikutnya.

e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )
Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan
yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah
eIektiI atau tidak

contoh
dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi uterus
menfadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika belum efektif maka
pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan perencanaan, intervensi dan
evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat sirkuler (berulang) yang banyak
persamaannya dengan proses penilaian dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan
perdarahan banyak, maka tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual.

Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan
diagnosis akhir diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh inIormasi objektiI yang
lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan dengan diagnosis kerja atau
diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan akan menggunakan rincian dari kasus
tersebut didalam memori simpanan pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu
intervensi dilihat apabila terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada
penyebab masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska
persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang
membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih belum
terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil.

$u2-07
1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta. PP
IBI.2004
3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995

Strategi Membantu Pengambilan
Keputusan Klien

Teori Pengambilan Keputusan


Pola dasar berpikir dalam konteks organisasi meliputi: (1) Penilaian situasi (Situational
Approach): untuk menghadapi pertanyaan 'apa yg terjadi?. (2) Analisis persoalan (Problem
Analysis): dari pola pikir sebab-akibat. (3) Analisis keputusan (Decision Analysis):
didasarkan pada pola berpikir mengambil pilihan. (4) Analisis persoalan potensial (Potential
Problem Analysis): didasarkan pada perhatian peristiwa masa depan, yang mungkin & dapat
terjadi.
Inti Pengambilan Keputusan
Berarti memilih alternatiI, alternatiI yg terbaik (the best alternative). Pengambilan keputusan
terletak dlm perumusan berbagai alternatiI tindakan sesuai dengan yang sedang dalam
perhatian & dalam pemilihan alternatiI yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan
setelah evaluasi/ penilaian mengenai eIektiIitasnya dlm mencapai tujuan yang dikehendaki
pengambil keputusan.

Lingkungan Situasi Keputusan
Lingkungan eksternal meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, alam dan pembatasan-
pembatasan suatu negara berupa 'quota. Sedangkan lingkungan internal meliputi mutu
rendah, kurangnya promosi, pelayanan konsumen tidak memuaskan dan sales/ agen tidak
bergairah.
Upaya-Upaya Pengambilan Keputusan
(1) Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya; (2) Membantu klien dalam
mempertimbangkan keputusan pilihan; (3) Membantu klien mengevaluasi pilihan; (4)
Membantu klien menyusun rencana kerja.
Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Fisik
Didasarkan pada rasa yang alami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan.
Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang,
sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
Emosional
Didasarkan pd perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjective.
Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan inIormasi, memahami situasi dan
berbagai konsekuensinya.
Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan
menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.
Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang
lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil
yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.
1enis-jenis Keputusan
Jenis-jenis keputusan diklasiIikasikan dalam 2 kategori, yaitu keputusan yang direncanakan/
diprogram dan keputusan yang tidak direncanakan/ tidak terprogram.
Keputusan yang diprogram
Keputusan yang diprogram merupakan keputusan yang bersiIat rutin dan dilakukan secara
berulang-ulang sehingga dapat dikembangkan suatu prosedur tertentu. Keputusan yang
diprogram terjadi jika permasalahan terstruktur dengan baik dan orang-orang tahu bagaimana
mencapainya. Permasalahan ini umumnya agak sederhana dan solusinya relatiI mudah. Di
perguruan tinggi keputusan yang diprogram misalnya keputusan tentang pembimbingan KRS,
penyelenggaraan Ujian Akhir Semester, pelaksanaan wisuda, dan lain sebagainya
(Gitosudarmo, 1997).
Keputusan yang tidak diprogram
Keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan baru, tidak terstrutur dan tidak dapat
diperkirakan sebelumnya. Tidak dapat dikembangkan prosedur tertentu untuk menangani
suatu masalah, apakah karena permasalahannya belum pernah terjadi atau karena
permasalahannya sangat kompleks dan penting. Keputusan yang tidak diprogram dan tidak
terstruktur dengan baik, apakah karena kondisi saat itu tidak jelas,metode untuk mencapai
hasil yang diingankan tidak diketahui,atau adanya ketidaksamaan tentang hasil yang
diinginkan(Wijono,1999).
Keputusan yang tidak diprogram memerlukan penanganan yang khusus dan proses
pemecahan masalah dengan intuisi dan kreatiIitas. Tehnik pengambilan keputusan kelompok
biasanya dilakukan untuk keputusan yang tidak diprogram. Hal ini disebabkan oleh karena
keputusan yang tidak diprogram biasanya bersiIat unik dan kompleks, dan tanpa kriteria yang
jelas, dan umumnya dilingkari oleh kontroversi dan manuver politik (Wijono, 1999). Gillies
(1996), menyebutkan bahwa keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan kreatiI yang
tidak tersusun, bersiIat baru, dan dibuat untuk menangani suatu situasi dimana strategi/
prosedur yang ditetapkan belum dikembangkan.
Tujuan analisis keputusan (Decision Analysis):
MengidentiIikasi apa yg harus dikerjakan, mengembangkan kriteria khusus untuk mencapai
tujuan, mengevaluasi alternatiI yg tersedia yg berhubungan dg kriteria & mengidentiIikasi
risiko yg melekat pd keputusan tsb.
Keputusan dalam Uncertainty (ketidakpastian):
Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian menunjukkan suasana keputusan dimana
probabilitas hasil-hasil potensial tidak diketahui (tak diperkirakan). Dalam suasana
ketidakpastian pengambil keputusan sadar akan hasil-hasil alternatiI dalam bermacam-macam
peristiwa, namun pengambil keputusan tidak dapat menetapkan probabilitas peristiwa.
Keputusan dalam situasi risk (dengan probability):
Tahap-tahap: Diawali dengan mengidentiIikasikan bermacam-macam tindakan yang tersedia
dan layak; Peristiwa-peristiwa yang mungkin dan probabilitas terjadinya harus dapat diduga
dan Pay oII untuk suatu tindakan dan peristiwa tertentu ditentukan.
Persoalan inventori sederhana dalam keadaan ada resiko:
Kriteria nilai harapan (expected value) yang telah digunakan di atas juga diterapkan untuk
memecahkan persoalan inventori sederhana.
Pengambilan keputusan dalam suasana konIlik (game theory):
Adalah memusatkan analisis keputusan dalam suasana konIlik dimana pengambil keputusan
menghadapi berbagai peristiwa yang aktiI untuk bersaing dengan pengambil keputusan
lainnya, yang rasional, tanggap dan bertujuan memenangkan persaingan/ kompetisi.

1enis-1enis Pengambilan Keputusan
(1) Pengambilan keputusan karena ketidak sanggupan: memberikan kajian berlalu, tanpa
berbuat apa-apa. (2) Pengambilan keputusan intuitiI bersiIat segera, terasa sebagai keputusan
yang paling tepat dalam langsung diputuskan. (3) Pengambilan keputusan yang terpaksa,
karena sudah kritis: sesuatu yang harus segera dilaksanakan. (4) Pengambilan keputusan yang
reaktiI: kamu telah melakukan hal itu untuk saya, karenanya saya akan melakukan itu
untukmu sering kali dilakukan dalam situasi marah atau tergesa-gesa. (5) Pengambilan
keputusan yang ditangguhkan: dialihkan pada orang lain, memberikan orang lain yang
bertanggung jawab. (6) Pengambilan keputusan secara berhati-hati: dipikirkan baik-baik,
mempertimbangkan berbagai pilihan.

Elemen-Elemen Dasar Pengambilan Keputusan
Menetapkan tujuan
Pengambilan keputusan harus memiliki tujuan yang akan mengarahkan tujuannya, apakah
spesiIik dapat diukur hasilnya ataupun sasaran bersiIat umum. Tanpa penetapan tujuan,
pengambil keputusan tidak bisa menilai alternatiI atau memilih suatu tindakan. Keputusan
pada tingkat individu, tujuan ditentukan oleh masing-masing orang sesuai dengan sistem nilai
seseorang. Pada tingkat kelompok dan organisasi, tujuan ditentukan oleh pusat kekuasaan
melalui diskusi kelompok, konsensus bersama, pembentukan kualisi dan berbagai macam
proses yang mempengaruhi. Ditambahkan oleh Wijono, bahwa tujuan harus dibagi menurut
pentingnya, ada tujuan yang bersiIat harus atau tidak bisa ditawar, dan ada tujuan yang
bersiIat keinginan, yang mana masih bisa ditawar.
MengidentiIikasi permasalahan
Proses pengambilan keputusan umumnya dimulai setelah permasalahan diidentiIikasi.
Permasalahan merupakan kondisi dimana adanya ketidaksamaan antara kenyataan yang
terjadi dengan apa yang diharapkan. Permasalahan dalam organisasi dapat berupa rendahnya
produktivitas, adanya konIlik disIungsional, biaya operasional yang terlalu tinggi, pelayanan
tidak memuaskan klien, dan lain-lain. Pengambilan keputusan yang eIektiI memerlukan
adanya identiIikasi yang tepat atas penyebab permasalahan. Jika penyebab timbulnya
permasalahan tidak dapat diidentiIikasi dengan tepat, maka permasalahannya yang ada tidak
dapat diselesaikan dengan baik. Ada tiga kesalahan yang sering terjadi dalam
mengidentiIikasi permasalahan, yaitu mengabaikan permasalahan yang ada, pemusatan
perhatian pada gejala dan bukan pada penybab permasalahan yang sebenarnya, serta
melindungi diri karena inIormasi dianggap mengancan harga diri.
Mengembangkan sejumlah alternatiI
Setelah permasalahan diidentiIikasi, kemudian dikembangkan serangkaian alternatiI untuk
menyelesaikan permasalahan. Organisasi harus mengkaji berbagai inIormasi baik intern
maupun ekstern untuk mengembangkan serangkaian alternatiI yang diharapkan dapat
memecahkan permasalahan yang terjadi. Pengembangan sejumlah alternatiI memungkinkan
seseorang menolak untuk membuat keputusan yang terlalu cepat dan membuat lebih mungkin
pencapaian keputusan yang eIektiI. Proses pengambilan keputusan yang rasional
mengharuskan pengambil keputusan untuk mengkaji semua alternatiI pemecahan masalah
yang potensial. Akan tetapi dalam kenyataannya seringkali terjadi bahwa proses pencarian
alternatiI pemecahan masalah seringkali terbatas.
Penilaian dan pemilihan alternatiI
Setelah berbagai alternatiI diidentiIikasi, kemudian dilakukan evaluasi terhadap masing-
masing alternatiI yang telah dikembangkan dan dipilih sebuah alternatiI yang terbaik.
AlternatiI-alternatiI tindakan dipertimbangkan berkaitan dengan tujuan yang ditentukan,
apakah dapat memenuhi keharusan atau keinginan. AlternatiI yang terbaik adalah dalam
hubungannya dengan sasaran atau tujuan yang hendak dicapai. Bidang ilmu statistik dan riset
operasi merupakan model yang baik untuk menilai berbagai alternatiI yang telah
dikembangkan.
Melaksanakan keputusan
Jika salah satu dari alternatiI yang terbaik telah dipilih, maka keputusan tersebut kemudian
harus diterapkan. Sekalipun langkah ini sudah jelas, akan tetapi sering kali keputusan yang
baik sekalipun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan dengan benar. Keberhasilan
penerapan keputusan yang diambil oleh pimpinan bukan semata-mata tanggung jawab dari
pimpinan akan tetapi komitmen dari bawahan untuk melaksanakannya juga memegang
peranan yang penting (Gillies, 1996; Gitosudarmo, 1997). Dalam mengevaluasi dan memilih
alternatiI suatu keputusan seharusnya juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari
keputusan tersebut. Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit
diterapkan maka keputusan itu tidak ada artinya. Pengambil keputusan membuat keputusan
berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan penerapan
operasionalnya (Gitosudarmo, 1997).
Evaluasi dan pengendalian
Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja menganggap
bahwa hasil yang diinginkan akan tercapai. Mekanisme sistem pengendalian dan evaluasi
perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari keputusan tersebut dapat terealisir. Penilaian
didasarkan atas sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang bersiIat khusus dan
mudah diukur dapat mempercepat pimpinan untuk menilai keberhasilan keputusan tersebut.
Jika keputusan tersebut kurang berhasil, dimana permasalahan masih ada, maka pengambil
keputusan perlu untuk mengambil keputusan kembali atau melakukan tindakan koreksi.
Masing-masing tahap dari proses pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan hati-
hati, termasuk dalam penetapan sasaran tujuan (Wijono, 1999; Gitosudarmo, 1997).

Proses dan Praktik KIP/K dalam
Pelayanan Kebidanan
Pengertian KIP/K
Komunikasi Interpersonal adalah interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal.
Saling berbagi inIormasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di
dalam kelompok kecil.
Konseling kebidanan adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang menuntut adanya
komunikasi interaksi yang mendalam, dan usaha bersama bidan dengan pemecahan masalah,
pemenuhan kebutuhan, ataupun perubahan tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup
pelayanan kebidanan.
Konselor adalah orang yang memberi nasehat, memberi arahan kepada orang lain (klien)
untuk memecahkan masalahnya. Sedangkan konseli adalah orang yang mencari
(membutuhkan) advis atau nasehat.
Tujuan Konseling meliputi mencapai kesehatan psikologi yang positiI; memecahkan masalah
meningkatkan eIektiIitas pribadi individu; membantu perubahan pada diri individu yang
bersangkutan; membantu mengambil keputusan secara tepat dan cermat; adanya perubahan
prilaku dari yang tidak menguntungkan menjadi menguntungkan.
Hal-hal yang harus diperhatikan bidan sebagai konselor adalah (1) membentuk kesiapan
konseling, (2) memperoleh inIormasi, (3) evaluasi psikodiagnostik.
(1) Kesiapan Konseling
Faktor yang mempengaruhi kesiapan konseling adalah motivasi memperoleh bantuan,
pengetahuan klien tentang konseling, kecakapan intelektual, tingkat tilikan terhadap masalah,
dan harapan terhadap peran konselor.
Hambatan dalam persiapan konseling: (1) penolakan, (2) situasi Iisik, (3) pengalaman
konseling yang tidak menyenangkan, (4) pemahaman konseling kurang, (5) pendekatan
kurang, (6) iklim penerimaan pada konseling kurang.
Penyiapan klien
(a) Orientasi pra konseling; (b) teknik survey terhadap masalah klien;(c) memberikan
inIormasi pada klien; (d) pembicaraan dengan berbagai topik; (e) menghubungi sumber-
sumber reIeral.
(2) Memperoleh Riwayat Kasus
Riwayat kasus merupakan kumpulan inIormasi ssistematis tentang kehidupan sekarang dan
masa lalu. Riwayat kasus kebidanan, biasanya tercatat dalam rekam medis.
(3) Psikodiagnostik
Psikodiagnostik meliputi pernyataan masalah klien, perkiraan sebsb-sebab kesulitan;
kemungkinan teknik konseling; perkiraan hasil konseling.
Langkah-Langkah Konseling
Langkah-langkah konseling terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
(a) Pendahuluan
Merupakan kegiatan untuk menciptakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan
penyebab masalah dan menentukan jalan keluar.
(b) Bagian Inti/ Pokok
Bagian ini mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar dan
melaksanakan jalankeluar tersebut.
(c) Bagian Akhir
Merupakan kegaitan akhir dari konseling yang meliputi penyompulan dari seluruh aspek
kegiatan. Langkah ini merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan penetapan untuk
pertemuan berikutnya.
Tujuan/ harapan dari pelayanan konseling yang telah dilakukan adalah :
(a) Peningkatan kemampuan klien dalam upaya mengenal masalah, merumuskan alternatiI
pemecahan masalah, dan manilai hasil tindakan secara tepat dan cermat. (b) Klien memeiliki
pengalaman dalam menghadapi masalah dan pelaksanaan pemecahan masalah kesehatan. (c)
Adanya kemandirian dalam pemecahan masalah.
Perbedaan Konseling dengan Nasehat
Nasehat
Memberitahukan klien apa yang sebaiknya klien lakukan, menghakimi perilakunya di masa
lalu dan sekarang.
Konseling
Memberikan Iakta-Iakta sehingga klien dapat membuat keputusan, membuat klien bertanya
dan mendiskusikan masalah pribadinya.
Proses Konseling
Hubungan antara konselor dan klien adalah inti proses konseling. Proses konseling meliputi :
1) Pembinaan dan pemantapan hubungan baik (rapport)
'En rapport mempunyai makna saling memahami dan mengenal tujuan bersama. Tujuannya
adalah menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat
yang mendalam terhadap klien dan masalahnya. Beberapa teknik untuk menguasai rapport
adalah memberikan salam; memperkenalkan diri; topik pembicaraan yangs sesuai;
menciptakan suasanan yang aman dan nyaman; sikap hangat, realisasi tujuan bersama,
menjamin kerahasiaan, kesadaran terhadap hakekat klien.
2) Pengumpulan dan pemberian inIormasi
Pengumpulan dan pemberian inIormasi merupakan tugas dari konselor. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara: mendengar keluhan klien, mengamati komunikasi non verbal klien,
bertanya riwayat kesehatan, latar belakang keluarga, masalah, memberikan penjelasan
masalah yang dihadapinya.
3) Perencanaan, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Apabila data telah lengkap, maka bidan membantu klien untuk memecahkan masalah atau
membuat perencanaan dalam pemecahan masalahnya. Tahapan dalam memecahkan masalah
adalah: menjajagi masalah (menetapkan masalah yang dihadapi klien); memahami masalah
(mempertegas masalah yang sesungguhnya); membatasi masalah (menetapkan batas-batas
masalah); menjabarkan alternatiI pemecahan masalah; mengevaluasi alternatiI (menilai setiap
alternatiI dg analisis SWOT); memilih alternatiI terbaik; menerapkan alternatiI dan
menindaklanjuti pertemuan.
Sumber :
Tyastuti, dkk., 2008, Komunikasi & Konseling Dalam Praktik Kebidanan, Yogyakarta:
Fitramaya.

Вам также может понравиться