Вы находитесь на странице: 1из 10

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN OPERASI PENJUMLAHAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SD NEGERI

3 NOTOHARJO KELAS 3 Pendahuluan Tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif (Puskur, 2002). Di samping itu, siswa diharapkan dapat menggunakan Matematika dan pola pikir Matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan Matematika. Oleh karena itu, pengetahuan Matematika harus dikuasai sedini mungkin oleh para siswa baik di tingkat dasar maupun menengah. Bagaimana dengan praktek pembelajaran Matematika di sekolah? Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam proses belajar mengajar Matematika di SDN 3 Notoharjo, diperoleh suatu kesimpulan bahwa pembelajaran Matematika masih menerapkan pola pembelajaran dengan paradigma lama. Pembelajaran dengan paradigma lama merupakan cara mengajar yang menganggap siswa sebagai objek belajar dan bukan subjek belajar. Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diketahui informasi bahwa secara umum siswa berasumsi pelajaran Matematika sulit sehingga menjadi mata pelajaran yang sangat menyulitkan bagi siswa yang akhirnya berpengaruh pada interaksi proses belajar mengajar. Kondisi proses belajar mengajar seperti tersebut diatas sudah barang tentu juga berdampak pada hasil belajar Matematika. Perolehan rata-rata prestasi belajar Matematika siswa masih sangat rendah. Nilai rata-rata Tes Kendali Mutu (TKM) semester Gasal tahun 2010/2011 pada siswa kelas 3 SDN Notoharjo tercatat hanya mencapai 43,07. Sebuah pencapaian yang jauh dari yang diharapkan untuk mata pelajaran Matematika. Kondisi ini perlu ditindaklanjuti oleh guru kelas dengan memperbaiki proses belajar mengajar sehingga pembelajaran Matematika yang bermakna harus menjadi prioritas utama.

Hasil Belajar dan Pemahamannya Menurut Sudjana (1990: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Berdasarkan pengalaman tersebut seseorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar, akan mampu mengalami perubahan, yaitu adanya kemampuan-kemampuan yang tadinya tidak ada menjadi ada. Kemampuan-kemampuan inilah yang dinamakan hasil belajar. Mitzell (1982) dalam Caray (2009:12) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi, maka siswa akan mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan pengajaran Matematika, karena tanpa pengertian orang tidak dapat mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah segala kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Dalam pengukuran sukses atau tidaknya proses belajarmengajar, syarat utama adalah hasil, tetapi dalam menterjemahkan hasil belajar ini harus memperhatikan bagaimana prosesnya. Dalam proses belajar-mengajar inilah siswa beraktivitas. Dengan proses yang tidak benar mungkin hasil yang diperoleh tidak akan baik atau dengan kata lain hasil itu adalah hasil semu. Sementara itu, menurut Sardiman dalam Ciptaningsih (2006:22) mengatakan bahwa hasil pengajaran dikatakan baik bila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam hal ini guru akan senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian. Kalau hasil pengajaran itu tidak tahan lama dan lekas menghilang, maka hasil pengajaran itu berarti tidak efektif. b. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar-mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat mempengaruhi

pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Hal senada juga dikatakan Fitriani (2005: 29) bahwa hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut: a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya. d. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh. e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses belajar mengajar tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga bagi para siswa yang pada saatnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya. Penggunaan Model/Pendekatan Belajar Yang Efektif Sebagai Sebuah Solusi Dari beberapa hasil penelitian, antara lain yang dilakukan Caslam (2007), mengungkapkan bahwa hasil pembelajaran bilangan rasional tentang pecahan siswa kelas 3 SD dengan pendekatan Matematika realistik pada tes akhir lebih tinggi daripada pembelajaran secara tradisional. Demikian juga yang dilakukan Turmudi (2004) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran Matematika dengan pendekatan Matematika Realistik telah mengubah minat siswa menjadi lebih positif dalam belajar Matematika. Hal ini berarti bahwa pendekatan Matematika Realistik dapat mengakibatkan adanya perubahan pandangan siswa terhadap Matematika, dari Matematika yang menakutkan dan membosankan ke Matematika yang menyenangkan sehingga keinginan untuk mempelajari Matematika semakin besar. Sejalan dengan beberapa hasil penelitian di atas, Ruseffendi (1992) berpendapat bahwa untuk membudayakan berpikir ilmiah serta bersikap kritis dan

kreatif proses pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan kontekstual. Selanjutnya dikatakan, jika kita (guru) rajin memperhatikan lingkungan dan mengaitkan pembelajaran dengan lingkungan maka besar kemungkinan berpikir ilmiah siswa itu akan tumbuh. Oleh karena itu, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan tingkat kognitif siswa, dimulai dengan cara-cara informal melalui pemodelan sebelum dengan cara formal. Hal ini sesuai dengan karakteristik pendekatan pembelajaran realistik. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Matematika Realistik dikembangkan berdasarkan ide Hans Freudenthal, seorang ahli Matematika asal Belanda (Tarigan, 2006:3). Menurutnya Matematika adalah proses, dan merupakan kegiatan manusia (human activity). Siswa harus aktif membangun sendiri pengetahuannya dengan bantuan orang dewasa (secara mental). Marpaung (2006) mengemukakan bahwa Matematika itu harus bermakna bagi siswa, jadi harus berkaitan dengan dunia nyata. Oleh karena itu pembelajaran harus dimulai dengan menyodorkan kepada siswa masalah-masalah realistis (bagi siswa). Paradigma pembelajaran Matematika harus belajar dari hal yang konkret dan terkait dengan kehidupan nyata siswa, baru kemudian ke hal-hal abstrak (rumus-rumus). Dengan demikian siswa akan lebih mudah dalam mengkonstruksi pemahamannya (Ari Benawa, 2006:35). Jadi, Pembelajaran Matematika Realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran Matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan Matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Matematika Realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa

dalam belajar Matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep Matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Strategi Pengajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik Pembelajaran Matematika pada anak-anak, terutama pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap keseluruhan proses mempelajari matematika di tahun-tahun berikutnya (Ariesandi, 2007: 15). Oleh karena itu strategi pengajaran menjadi factor penting demi menciptakan pengetahuan matematika yang bermakna bagi anak. Pengajaran Matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut (Marpaung, 2006): 1) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna; 2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut; 3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan; 4) Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan jawaban alasan terhadap jawaban yang diberikannya, mencari memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap temannya, menyatakan ketidaksetujuan, alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. Sedangkan karakteristik PMR menurut Marpaung (2006) adalah sebagai berikut; 1). Murid aktif, guru aktif (Matematika sebagai aktifitas manusia) 2). Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual (realistik) 3). Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara sendiri

4). Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan 5). Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok 6). Pembelajaran tidak selalu di dalam kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data) 7). Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi 8). Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model) 9). Guru bertindak sebagai fasilitator (Tutwuri Handayani) 10). Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (motivasi) Melalui PMR yang pengajarannya berangkat dari persoalan dalam dunia nyata, diharapkan pelajaran tersebut menjadi bermakna bagi siswa. Dengan demikian mereka termotivasi untuk terlibat dalam pelajaran. Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran Matematika yang difokuskan kepada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa, serta penggunaan metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran. Dalam pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya. Daitin Tarigan (2006: 3) mengemukakan bahwa, di Negeri Belanda telah dikembangkan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Dalam pendekatan PMR, pembelajaran Matematika lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Langkah-langkah Penelitiannya Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) atau disingkat PTK. Menurut Suharsimi Arikunto dkk (2006:58) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan dengan

tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya, PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas, bukan pada input kelas atau pun output. Dengan penelitian tindakan kelas guru akan lebih terampil dalam menanggulangi masalahmasalah yang dihadapinya di kelas sekaligus memperbaiki dan meningkatkan kualitas unjuk kerjanya. Halhal yang kurang memuaskan dalam pembelajaran dapat disempurnakan untuk menuju keadaan yang lebih memuaskan tanpa mengganggu atau meninggalkan tugas pokoknya. Atas dasar itu penelitian tindakan ini dipilih oleh peneliti dengan alasan ingin mengadakan perbaikan dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas dengan cara memberikan tindakan-tindakan untuk memperoleh peningkatan kualitas pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research) kolaborasi. Artinya peneliti tidak melakukan penelitian sendiri, tetapi berkolaborasi atau bekerjasama dengan guru mata pelajaran Matematika kelas V. Desain penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaanpertanyaan penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain putaran spiral yang dikembangkan oleh Kemmis & Mc Taggart (Basuki Wibawa, 2004: 14). Dalam perencanaan Kemmis & Mc Taggart menggunakan sistem spiral yang dimulai dengan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Data dalam penelitian ini dikumpulkan oleh tim peneliti melalui tes formatif dan observasi. Selain itu juga peneliti akan menggunakan catatan lapangan demi penyempurnaan data yang diperoleh selama penelitian. Data penelitian diperoleh dari siswa kelas 3 SDN Notoharjo Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. Jenis data yang digunakan adalah data hasil observasi terhadap siswa dan guru, catatan lapangan dan data berupa hasil tes siklus I dan siklus-siklus selanjutnya. Sesuai dengan metode pengumpulan data yang digunakan, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal tes formatif dan Lembar pengamatan atau observasi. Selain kedua instrument tersebut, peneliti juga akan menggunakan catatan lapangan sebagai pelengkap kedua instrument sebelumnya.

Dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui secara kualitatif proses yang berlangsung selama penelitian tindakan kelas dilakukan. Analisis data kuantitatif dimulai sejak awal sampai akhir pengumpulan data. Data yang diperoleh berdasarkan perhitungan prosentasi hasil penilaian observasi dan berdasarkan rerata (nilai mean) hasil tes siswa pada saat tindakan dilakukan. Tujuan analisis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk memperoleh data kepastian apakah terjadi perbaikan, peningkatan sebagaimana diharapkan. Observasi langsung dilaksanakan pada kondisi awal pembelajaran di dalam kelas dan pada saat tindakan kelas berupa penerapan pendekatan matematika realistik. Sedangkan untuk menganalisis tes hasil belajar siswa pada saat tindakan, diakukan dengan cara menghitung rata-rata (mean) dari nilai yang terkumpul. Secara deskriptif rumus rata-rata (mean) yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah dari keseluruhan angka yang ada dibagi dengan banyaknya angka tersebut. Hasil Penelitian Peranan pendekatan matematika realistik (PMR) dalam pembelajaran matematika telah memberikan kontribusi yang cukup besar. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan ini sangat efektif. Hasil belajar serta keaktifan siswa dalam belajar pun telah mengalami perubahan dan peningkatan yang cukup signifikan. Dari hasil analisis data hasil penelitian, mengungkapkan data-data sebagaimana diuraikan berikut ini: 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam penelitian ini, tindakan dikatakan berhasil dengan baik apabila siswa memperoleh nilai minimal 60 dan tolak ukur keberhasilan kelas secara keseluruhan mencapai 65 % keatas. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tes Kendali Mutu (TKM) mata pelajaran Matematika siswa kelas 3 SD N 3 Notoharjo yang dijadikan kondisi awal dalam penelitian ini, diperoleh nilai

rata-rata kelas hanya mencapai 43, 07 dengan ketuntasan 20 %. Pada siklus I terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas menjadi 75,3 dengan ketuntasan 73,33 %. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata lagi menjadi 82,46 dengan ketuntasan 86,67 %. Artinya bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Dari analisis hasil belajar siklus I dan siklus II, ada 2 orang siswa yang belum mencapai target ketuntasan standar minimal keberhasilan pelajaran matematika. Saat peneliti menanyakan kepada guru terkait kemampuan belajar keduanya sebelum dilakukan tindakan penelitian, diperoleh informasi bahwa kedua siswa tersebut memang sangat lemah dalam pemahaman matematika. Meski demikian keduanya mengalami perubahan dalam hal semangat dan motivasi belajar. Hal tersebut diakui oleh guru mata pelajaran matematika. Selain kedua siswa tersebut, ada 2 siswa lain lagi yang mengalami penurunan hasil belajarnya dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Setelah ditelusuri akan penyebab turunnya hasil belajar mereka, diperoleh informasi bahwa terjadi kekurang-telitian saat mengerjakan soal tes. 2. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik mampu merubah gaya belajar siswa dan dapat meningkatkan semangat dan motivasi belajarnya. Siswa tidak lagi merasa malu atau takut ketika bertanya tentang materi dan lebih berani untuk mengemukakan gagasan, ide dan permasalahannya. Sikap saling mengahargai, menghormati, dan bekerjasama yang baik tampak pada saat siswa diminta melakukan kerja kelompok. Penggunaan media realistic juga membawa pengaruh terhadap kemampuan mereka memahami materi pelajaran. Masalah nyata dan real dalam kehidupan mereka sehari-hari telah membawa mereka untuk semakin mencintai pelajaran matematika. Matematika bagi mereka bukan lagi sebuah mata pelajaran yang harus dihindari, apalagi membawa kesan menakutkan. Sebaliknya, pelajaran matematika menjadi pelajaran yang

selalu ditungu-tunggu oleh siswa. Dari catatan yang diperoleh selama penelitian, ada beberapa hal menarik yang menggambarkan tentang perubahan sikap dan pandangan siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa merasa penasaran akan apa yang akan mereka lakukan dan apa yang akan mereka gunakan pada pembelajaran matematika pertemuan berikutnya. Mereka juga berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dari gurunya serta selalu berkeinginan untuk ditunjuk baik sekedar menjawab pertanyaan atau pun mengerjakan soal di depan kelas. Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan senang selama proses pembelajaran berlangsung. Lebih dari itu, siswa menyadari bahwa matematika bukanlah sebuah mata pelajaran yang dipenuhi dengan rumus-rumus (abstraksi), melainkan sebuah mata pelajaran yang real dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2005: 38) mengatakan bahwa anak usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) kemampuan berpikir dan bernalarnya masih berada pada tahap operasional konkret. Pandangan ini sangat relevan dengan karakteristik pembelajaran matematika realistik yang menghendaki agar permasalahan dalam matematika harus berasal dari dunia real siswa. Sejalan dengan pandangan yang dikemukan oleh Piaget tersebut, Nana Sudjana (2000: 99) mengungkapkan bahwa alat peraga merupakan unsur yang tidak bisa dilepasakan dari unsur lainnnya dalam menyampaikan materi pelajaran agar sampai kepada siswa.

Вам также может понравиться