Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
UNIVERSITAS
ISLAM
INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
STATUS PASIEN UNTUK U1IAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Imelda Ika Aprilia Tanda Tangan
NIM 06711071
Tanggal Presentasi Oktober 2011
Rumah Sakit RSU Kardinah Tegal
Gelombang Periode September - November 2011
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp.M
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 56 tahun
Alamat : Bandasari RT 05/RW08, Tegal
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Tanggal masuk : 9 Oktober 2011
No. CM : 584658
Ruang : rosella
Tanggal Diperiksa : 10 Oktober 2011 / Pada pukul 14.00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2011 dengan autoanamnesis dan
alloanamnesis (istri pasien).
KELUHAN UTAMA : Muntah - muntah
KEBIASAAN
Pasien mempunyai kebiasaan minum jamu-jamuan untuk mengobati kencing manis
dan hipertensi serta pegal pegal badan (dulu sebelum terdiagnosis gagal ginjal), minum air
putih sehari 2-5 gelas. Pasien merokok, sering mengkonsumsi makanan yang asin-asin dan
gorengan, pasien juga mempunyai kebiasaan habis makan langsung tidur. Dulu sebelum
sakit kencing manis pasien sering minum minuman extra joss 3 bungkus/hari sehabis kerja
sebagai buruh.
SOSIAL EKONOMI
Pasien adalah buruh yang tinggal bersama istri dan tiga orang anak, biaya rumah
sakit ditanggung oleh Jamkesmas.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : sadar, baik, tampak pucat, tampak odem
Kesadaran : compos mentis, GCS 15
Tanda Vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Suhu tubuh : 36,6 C, axillar.
Frekuensi denyut nadi : 98 x/menit isi dan tekanan cukup kanan kiri,
Frekuensi napas : 20 x/menit
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan :160 cm
IMT (Indeks Masa Tubuh) : 22,65
Kesan : normoweight
Kepala : mesochepal, simetris (), rambut hitam lurus, distribusi merata, mudah
dicabut (-), rontok (-) alopesia (-)
Mata : alis mata simetris, rontok (-), kelopak mata oedem (-), konjungtiva
palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), reIlek cahaya(/),
pupil isokor() dengan diameter 2 mm, ptosis(-)
Hidung : sianosis (-), napas cuping hidung (-) deviasi septum(-), sekret(-)
Telinga : deIormitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan mastoid(-
/-), sekret(-/-)
Mulut : bibir kering (-), lidah hiperemis(-), papil atroIi(-), tremor(-), stomatitis(-),
karies gigi (+), gusi berdarah(-), bengkak(-), Iaring hiperemis(-) tonsil
T1/T1
Leher : deviasi trachea(-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
limIonodi (-), JVP R0 cmH2O
Thoraks
Inspeksi : Dinding dada kanan dan kiri simetris, statis dan dinamis, sela
intercosta melebar (-), retraksi supraklavikular (-), retraksi
intercosta, massa (-)
Paru :
Anterior Dextra Sinistra
Inspeksi simetris statis dinamis simetris statis dinamis
Palpasi vocal Iremitus () vocal Iremitus ()
Perkusi sonor seluruh lapangan paru sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
Suara dasar vesikuler vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
wheezing (-) wheezing (-)
Posterior
Dextra Sinistra
Inspeksi simetris statis dan dinamis simetris statis dan dinamis
Palpasi vocal Iremitus () vocal Iremitus ()
Perkusi sonor seluruh lapangan paru sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi
Suara dasar vesikuler vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
wheezing (-) wheezing (-)
1antung
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 2cm ke lateral dari linea midclavikularis
sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 2cm ke lateral dari linea midclavikularis
sinistra, diameter ictus 2cm, kuat angkat (-), trill (-)
Perkusi :
- Batas kanan : SIC 5, linea parasternalis dextra
- Batas kiri : SIC 5, 2 cm ke lateral dari linea midklavikula sinistra
- Batas atas : SIC 3 linea sternalis sinistra
- Batas pinggang : datar
Kesan : konfigurasi jantung membesar
Auskultasi :
Suara dasar : SI-SII murni, reguler
Suara tambahan : bising (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut Ilat (-), protuberant (-), jaringan parut(-),massa (-)
Auskultasi : bunyi peristaltik (), Irekuensi 10 x/menit
Palpasi : supel (), nyeri tekan(-) , massa(-), ballotemen ginjal(-/-), hepar
teraba (-), lien teraba (-)
Perkusi : timpani (), hepar 10 cm, lien : area trob timpani, ginjal : nyeri
ketok costovertebra (-/-), pekak alih (-) pekak sisi () normal
Inguinal : tampak hematom
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior Inferior
dex/sin dex/sin
Pucat +/+ +/+
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
ReIleks Iisiologis n/n n/n
Kekuatan motorik 5/5 5/5
Sensibilitas n/n n/n
Clubbing Iinger -/- -/-
Pruritus +/+ +/+
PEMERIKSAAN PENUN1ANG
10 Oktober 2011
4 Hematoanalisis :
Leukosit (10,45.10/UL),
Eritrosit (2,21.10
6
/Ul) ,
Hb (8,9 g/dL) ,
Hematokrit (27,2),
MCV (87,3),
MCH (30,3),
MCHC (34,7),
Trombosit 256.10
3
/UL,
LED 1 : 126mm/jam ,
LED 2 : 131mm/jam
4 Kimia klinik :
SGOT 15,8 U/L
SGPT 13,1 U/L
Ureum 131,5 mg/dL
Creatinin 5,05 mg/dL
Gula 235 mg/dL
HbsAg negatiI
Albumin 3,46 g/dl
ALUR PIKIR
Keterangan
dapat mengakibatkan
Diabetes
melitus
Chronic
Renal
Hipertensi
Anemia
PEMBAHASAN
HIPERTENSI
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dideIinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya
dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The
Seventh Report oI The Joint National Committee on Preyention, Detection, Evaluation,
and Treatment oI High Blood Pressure (JNC 7) klasiIikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, Hipertensi derajat I dan derajat II
KlasiIikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal 120 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajad 1 140-159 90-99
Hipertensi derajad 2 ~160 ~100
PATOGENESIS
Hipertensi esensial adalah penyakit multiIaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara Iaktor-Iaktor risiko tertentu. Faktor-Iaktor risiko mendorong timbulnya
kenaikan tekanan darah tersebut adalah:
1. Iaktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis
2. sistem saraI simpatis: tonus simpatis, variasi diurnal
3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel pembuluh
darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium
juga memberikan kontribusi akhir
4. pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan
aldosteron
Parenteral
Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian
khusus
Klonidin IV
150 ug
6 amp/250cc
glukosa 5
mikrodrip
30-60 menit 24 jam Ensepalopati
dengan
gangguan
koroner
Nitrogliserin IV 10-50 ug
100ug/cc per
500cc
2-5 menit 5-10 menit
Nikardipin IV 0,5 6
ug/kg/menit
1-5 menit 15-30 menit
Diltiazem 5-15
ug/kg/menit lalu
sama 1-5
ug/kg/menit
Sama
Nitroprusid 0,25
ug/kg/menit
Langsung 2-3 menit Selang inIuse
lapis perak
DIABETES MELITUS TIPE 2
DEFINISI
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolik
akibat hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron.
DIAGNOSIS DM TIPE 2
Kecurigaan terhadap DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM :
O Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, poliIagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
INSULIN
Insulin diperlukan pada keadaan:
O penurunan berat badan yang cepat
O hiperglikemia berat disertai ketosis
O ketoasidosis diabetik
O hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
O hipperglikemia dengan asidosis laktat
O gagal dengan kombinasiOHO dosis hampir maksimal
O stres berat (inIeksi sistemik , operasi besar, IMA Stroke)
O kehamilan dengan DM yang tidak terkendali dengan TGM
O gangguan Iungsi ginjal atau hati yang berat
O kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin
terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang
berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai
puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali
suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10
jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari
dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang
malam.
3. Insulin kerja lama. EIeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
C. Penghambat glukoneogenesis (metIormin)
MetIormin
Obat ini mempunyai eIek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa periIer.
Terutama dipakai diabetisi gemuk. MetIormin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan Iungsi ginjal (kreatinin serum ~ 1,5) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). MetIormin dapat memberikan
eIek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Glukoside AlIa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai eIek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan
GAGAL GIN1AL KRONIK/CRONIC RENAL FAILURE
DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau stadium akhir penyakit ginjal adalah
kemunduran Iungsi ginjal secara progresiI dan irreversibel yang mana kemampuan
tubuh gagal memelihara keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang ditandai
dengan uremia.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan Iaal ginjal yang menahun, yang
umumnya tidak reversibel dan cukup lanjut.
ETIOLOGI
Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinis
GGK dan terhadap penanggulangannya, untuk itu etiologi GGK yang sering
ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.
Klasifikasi Etiologi CCK
GAMBARAN KLINIS
1. Sistim SyaraI Sentral
Perubahan terbanyak akibat uremia adalah perubahan perilaku syaraI. Kelainan
perilaku dapat sebagai kelainan personalitas. Penderita cenderung berbicara dengan
kalimat pendek. Penderita mempunyai perhatian dan mental yang menurun.
Perkembangan berikutnya sering disorientasi dan delirium, akhirnya dapat menjadi
koma. Gambaran EEG gelombang pendek dapat sebagai enseIalopati metabolik. Sistem
syaraI periIer dapat terkena atau menimbulkan sindrom kaki, rasa terbakar pada telapak
kaki atau lemah.
Kandung kemih dapat menunjukkan residu banyak yang dapat diakibatkan
neuropati autonom. Miopati dapat dijumpai akibat sindrom uremia. Penderita dapat
mengalami bencara cerebrovaskuler akibat trombosis cerebral, emboli atau perdarahan
akibat aterogenesis aselerasi.
2. Perubahan Mata
Kehilangan visus atau akibat kebutaan kortikal diduga merupakan maniIestasi
uremia. Deposit kalsium dapat dijumpai pada kornea akibat metastase kalsiIikasi
sebagai sindrom mata merah. Endapan asam amino di lateral kornea akan berakibat
'penguinculae.
Fundus dapat mengalami perubahan akibat hipertensi. Papil edema dapat
diakibatkan hipertensi aselerasi atau maligna. Penemuan makula bintang pada Iundus
menunjukkan kemungkinan gagal ginjal kronik.
3. Saluran Pencernaan
Mual muntah merupakan sindrom klasik pada uremia. Kelainan ini disebabkan
ketidakmampuan merubah urea menjadi amonia oleh Ilora usus akibat iritasi saluran
pencernaan. Erosi lambung akut dapat disebabkan colitis ulcerativa yang berakibat
diare atau perdarahan intestinal bawah. ManiIestasi lain dapat ditemukan sebagai
hiccups, parotis dan kadang pancreatitis.
4. Kelainan Kulit
Pruritus uremia umumnya disebabkan kulit kering dan bersisik akibat kelenjar
keringat atroIi oleh keringat yang menurun. Gatal uremia dapat disebabkan oleh
hiperkalsemia. Bekuan uremia di kulit akibat kristalisasi ukemia di kulit, sekarang
jarang ditemukan akibat higiene sanitasi penderita. Kuku kecoklatan akibat timbunan
lipokrom dan urokrom di ujung kuku. Gatal yang berat menimbulkan luka garukan dan
adanya disIungsi trombosit serta Iragilitas kapiler menimbulkan memar dan luka
garukan di kulit. Kulit penderita uremia mudah terinIeksi bakteri, virus dan jamur
akibat penurunan sel immune mediator.
5. Sistim Kardiovaskuler
Dekompensasi jantung kongestiI dapat disebabkan oleh anemia berat, hipertensi
berat atau oleh kombinasi hipertensi tidak terkontrol dengan kelebihan cairan.
Perikarditis uremia dapat menimbulkan nyeri dada. Apabila nyeri dada menghilang,
kemungkinan akan timbul eIusi perikardial. Tamponade perikardial merupakan
keadaan yang membahayakan penderita dengan eIusi. Keadaan ini khususnya dijumpai
pada penderita dengan hemodialisis rutin yang menggunakan heparin rutin. Pengeluaran
cairan perikardial mungkin diperlukan bila disertai dengan eIusi perikardial yang
sedang.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan dekompensasi jantung kiri
dengan disparoksismal noturnal akibat edema paru akut. Kelebihan cairan yang berat ini
dapat menimbulkan edema paru. Edema paru diperberat dengan penurunan
permeabilitas kapiler dan dengan Ioto rontgen ditemukan gambaran yang khas pada
kedua lapangan akibat uremia.
6. Sistim Hematologi
Anemia pada CRF adalah anemia normostik normokromik yang disebabkan oleh
penurunan produksi eritropoetin akibat uremia. Kekurangan asam Iolat disebabkan
lekosit pmn bersegmen banyak. Kemampuan sel eritrosit pada uremia akan memendek,
karena toksin uremia. Perdarahan pada gagal ginjal disebabkan kelainan Iungsi
trombosit yang berupa adhesi dan agregasi trombosit.
7. Sistim Respirasi
Respirasi yang dalam dapat disebabkan oleh asidosis metabolik yang berat
(pernaIasan Kussmaul) sering ditemukan pada penderita dengan uremia. Udema paru
dapat menimbulkan sesak naIas berat dan dengan sinar Ro thorax ditemukan gambaran
khas pada kedua lapangan paru. Penderita uremia mudah timbul pneumonia oleh
penurunan adanya tahanan terhadap inIeksi (gangguan immunitas sel mediated dengan
penurunan Iagositosis leukosit).
8. OsteodistroIi Ginjal
Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi GGK.
Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk Iungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos
yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
Pielografi Intra Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan Iaal ginjal
pada keadaan tertentu, misalnya pada : usia lanjut, diabetes melitus dan neIropati asam
urat.
USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat.
Renogram
Menilai Iungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskular, parenkim,
ekskresi) serta sisa Iungsi ginjal.
Pemeriksaan Radiologi 1antung
Mencari kardiomegali, eIusi perikardial.
Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
EKG untuk melihat kemungkinan :
- hipertroIi ventrikel kiri
- tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah)
- aritmia
perdarahan kecil-kecil. Pemeriksaan nitrogen urea darah malah sering dipakai untuk
menilai hubungan Iaal ginjal dengan diet yang diberikan pada penderita.
Asam urat darah perlu diperiksa karena dapat meningkat sekunder oleh karena
GGK sendiri tetapi dapat pula meningkat karena gout yang dapat menyebabkan
neIropati dan batu saluran kemih.
Kegawatan dinilai dengan melihat kadar K dalam serum dan analisis gas darah
untuk menentukan ada tidaknya asidosis metabolik yang berat. Hipokalsemia jarang
menimbulkan kegawatan kecuali pada stadium terminal. Kalsium darah khususnya
dalam bentuk ion dan kadar IosIor darah serta pemeriksaan IosIatase lindi, berguna
untuk menilai HPT (hormon paratiroid), tulang dan metabolisme vitamin D
3
.
Pemeriksaan magnesium darah hanya perlu dilaksanakan bila ada neuropati.
Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan anemia, dan harus ditetapkan
dengan pemeriksaan lanjutan bahwa anemia ini memang hanya berasal dari GGK.
Pemeriksaan hemostasis hanya perlu dilaksanakan bila secara klinis ada tanda-tanda
perdarahan.
Pemeriksaan protein serum bersama albumin diperlukan untuk menentukan
aturan makan yang harus diberi.
Hipernatremia dapat menambah perburukan Iaal ginjal sehingga perlu
disingkirkan kemungkinannya.
Aterosklerosis dan arteriosklerosis sering timbul dini pada GGK sehingga
Iraksi lemak seruma perlu diperiksa. Trigliserid kadang-kadang dapat pula meningkat
karena kandungan asetat pada cairan dialisis.
Gangguan metabolisme karbohidrat dapat terjadi pada GGK sehingga kadar
glukosa darah perlu dinilai.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan
adanya suatu :
1. Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh darahnya anemia dan
hipoalbuminemia.
2. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
3. Ureum dan kreatinin meninggi.
Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1.
Perbandingan ini bisa meninggi (ureum ~ kreatinin) pada perdarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat dengan hiperkatabolisme,
azotemia. Sedapat mungkin berusaha menentukan penyebab utama gagal ginjal dan
menyelidiki setiap Iaktor yang masih reversibel seperti :
1. Penurunan volume cairan ekstra sel akibat penggunaan diuretika yang berlebihan
atau pembatasan garam yang terlalu ketat.
2. Obstruksi saluran kemih akibat kalkuli, pembesaran prostat atau Iibrosis
retroperitoneal.
3. InIeksi, terutama inIeksi saluran kemih.
4. Hipertensi berat atau maligna.
Tahap kedua pengobatan dimulai pada saat tindakan konservatiI tidak lagi eIektiI.
Pada keadaan ini laju Iiltrasi glomerulus (GFR) biasanya kurang dari 2 ml/menit,
dan satu-satunya pengobatan yang eIektiI adalah dialisis intermiten atau transplantasi
ginjal.
PENATALAKSANAAN KONSERVATIF
Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatiI adalah sangat sederhana dan
didasarkan pada pemahanan mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh
ginjal yang terganggu. Bila hal ini sudah diketahui maka diet solut dan cairan dapat
diatur dan disesuaikan dengan batasan tersebut selain itu terapi diarahkan untuk
mencegah dan mengobati komplikasi yang terjadi.
Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Penderita
dengan azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya, pembatasan ini tidak hanya
mengurangi kadar BUN tapi juga bisa memetabolisme hasil protein toksik yang belum
diketahui dan juga dapat mengurangi asupan kalium dan IosIat, serta mengurangi
produksi ion hidrogen yang berasal protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti
menormalkan kembali kelainan dan memperlambat terjadinya gagal ginjal.
Sebelum dialisis dilakukan maka berdasarkan laju Iiltrasi glomerulus
dianjurkan untuk dilakukan pembatasan asupan protein sebagai berikut :
GRF, ml/menit Pembatasan protein, g
10
5
3 atau kurang
40
25 sampi 30
20
Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan hingga 60-80 g/hari (1,0 kg perhari)
apabila penderita mendapatkan pengobatan hemodialisis yang terakhir.
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal kronik dan dalam
keadaan demikian asupan kalium juga harus dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah
40-80 mEq/hari. Harus diperhatikan jangan sampai makan makanan atau obat yang
tinggi kadar kaliumnya, termasuk semua garam pengganti (yang mengandung
amonium klorida dan kalium klorida). Penggunaan makanan atau obat-obatan yang
tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia yang serius.
Pengaturan diet natrium penting sekali pada gagal ginjal. Jumlah natrium yang
dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari (1 sampai 29 natrium), tetapi asupan
natrium maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi
yang baik dapat tetap dipertahankan. Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema periIer, edema paru-paru, hipertensi dan gagal
jantung kongestiI. Retensi natrium umumnya merupakan masalah pada penyakit
glomerulus dan gagal ginjal yang lanjut. Sebaliknya, bila natrium dikurangi,
keseimbangan natrium dalam tubuh negatiI, maka dapat terjadi hipovolemia.
Penurunan GFR dan gangguan Iungsi ginjal.
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal kronik harus diawasi dengan
seksama karena asupan yang terlalu bebas dapat mengakibatkan beban sirkulasi
menjadi berlebih, edema dan intoksikasi air, sedangkan asupan yang terlalu sedikit
akan mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan Iungsi ginjal. Aturan umum
yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah jumlah
kemih yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir 500 ml, ini untuk menggantukan
kehilangan air yang tidak disadari.
ANEMIA
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab yaitu pada dasarnya di sebabkan oleh karena 1) gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang 2) Kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan) 3) proses
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Klasifikasi anemia bermacam macam, berdasarkan gambaran morIologik yang
melihat dari indeks eritrosit atau hapusan darah tepi dan ada juga yang di klasiIikasikan
berdasarkan etiopatogenesis.
Pemeriksaannya diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorik
yang terdiri dari : pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri anemia, pemeriksaan sumsum
tulang, pemeriksaan khusus.
Pengelolaannya yaitu dengan memperhatikan beberapa hal :
1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis deIinitive yang telah
ditegakkan terlebih dahulu
2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3. Pengobatan anemia dapat berupa :
4. Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat
anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien atau pada anemia pasca
perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik
5. Terapi suportiI
6. Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
7. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut.
8. Dalam keadaan diagnosis deIinitiI tidak dapat ditegakkan, terpaksa
memberikan terapi percobaan, tetapi harus dipantau dengan ketat terhadap
respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi
terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis.
9. TransIusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transIuse hanya diberikan jika
anemia bersiIat simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Disini
diberikan packed red cell, jangan whole -lood. Pada anemia kronik sering
dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transIuse diberikan dengan
tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti Iurosemid
sebelum transIusi.