Abstract Civil society, it`s role and development in democracy development. Espsecially when conducted into liberal democracy tranIormation. In Indonesia, civil society is in process to be better in contributing democracy transIormation. Keywords : civil society, democracy, indonesia. A. !ENDAHULUAN Civil society dideIinisikan oleh Nancy Thede (The Democratic Development Exercise, 1996) sebagai kumpulan seluruh institusi dan asosiasi sosial non-keluarga dalam suatu negara yang mandiri, independen dari negara dan mampu secara eIektiI mempengaruhi kebijakan publik. Sedangkan menurut Larry Diamond (Developing Democracy, 1999: 221) civil society adalah alam kehidupan sosial yang terorganisir dengan ciri-ciri terbuka, sukarela, bergerak sendiri, mandiri/berdikari, dan taat hukum. Sejarah civil society Sejarah pemikiran tentang civil society terbagi dalam lima Iase, dimulai dari 1. ase pertama Diawali dari IilsuI Yunani yaitu Aristoteles yang memandang civil society (masyarakat sipil) sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pada masa Aristoteles, civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia pilitikke, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis di mana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum. 2. ase kedua Pada tahun 1767 Adam erguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, erguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok. 3. ase ketiga Pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesis negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah tampilan dari keburukan belaka. Menurut Paine terdapat batas-batas wilayah otonom masyarakat sehingga negara tidak diperkenankan memasuki wilayah sipil. Dengan demikian menurutnya, civil society adalah ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas tanpa paksaan. 4. ase keempat Menurut G. W. . Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci, civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan. Pemahaman ini adalah reaksi atas pandangan Paine yang memisahkan civil society dari negara. Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatiI terhadap negara. Marx sendiri memandang civil society sebagai masyarakat borjuis. Dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaan civil society merupakan kendala terbesar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemilik modal. Demi terciptanya proses pembebasan itu, civil society harus dilenyapkan untuk mewujudkan tatanan masyarakat tanpa kelas. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi lebih pada sisi ideologis. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis material, Gramsci meletakkannya pada superstruktur yang berdampingan dengan negara. Pandangan Gramsci memberikan peran penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik. 5. ase kelima Wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville. Ia memandang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. Menurutnya, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi mempunyai daya tahan yang kuat. Pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun tersuborninatiI dari lembaga negara. Sebaliknya, civil society bersiIat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Dapat disimpulkan bahwa pandangan ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan individual, tetapi juga mempunyai komitmen terhadap kepentingan publik. Perkembangan civil society tersebut memberikan pandangan baru, bahwa ternyata civil society merupakan penyokong berlangsungnya demokrasi dalam suatu negara. Dengan adanya civil society yang baik, tentu saja akan berdampak baik pada perkembangan demokrasi dari demokrasi elektoral, menjadi demokrasi liberal.Dan bagaimanakah perkembangan civil society di Indonesia, hal tersebut akan kita bahas pada bab berikutnya. . !EMAHASAN Demokrasi di Indonesia mulai bergejolak ketika masa awal reIormasi, saat runtuhnya rezim orde baru. Tepatnya pada tahun 1998 ketika pemerintahan presiden Soeharto lengser, yang disebabkan oleh adanya tekanan dari masyarakat dan mahasiswa. Disini dapat kita lihat bahwa civil society mempunyai peran dalam proses tersebut, walaupun tidak signiIikan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Larry Diamond dalam bukunya Developing Democracy (1999: 239), yang menyatakan bahwa civil society berperan dalam pembangunan demokrasi, yang antara lain berupa; 1. Memberikan dasar-dasar bagi pembatasan kekuasaan negara; 2. Melengkapi peran partai politik dalam mendorong partisipasi politik masyarakat, meningkatkan pemahaman masyarakat atas demokrasi dan sekaligus hak serta kewajiban warga negara; 3. Menjadikan pendidikan demokrasi sebagai proyek organisasi-organisasi civil society di negara-negara demokrasi baru maupin dalam masyarakat internasional; 4. Menciptakan saluran-saluran politik baru diluar partai politik dalam mengartikulasikan, mengagergasikan serta merepresentasikan berbagai kepentingan; 5. Menghilangkan patron client relations terutama di tingkat lokal serta daerah- daerah pedesaan; 6. Menjembatani perbedaan-perbedaan politik yang mengarah kepada konIlik terbuka. Peran ini banyak dimainkan oleh civil society di negar-negara maju, karena di sana muncuk banyak kepentingan sesuai dengan perkembangan jaman dan sebagai akibatnya di sana bertebaran konIlik kepentingan; 7. Menyebarluaskan inIormasi dan sekaligus memperkuat masyarakat dalam mencari dan mengembangkan nilai-nilai politiknya; 8. Ikut serta menciptakan stabilitas dan kokohnya negara. Civil society merupakan hal yang sangat mempengaruhi pelaksanaan politik di Indonesia. Civil society saat ini merupakan acuan kerangka berpikir ketika kita ingin membicarakan mengenai aktivitas-aktivitas politik di negara ini. Berdasarkan pada penelitian mengenai civil society di Indonesia (Harney, 2003: 3) civil society di Indonesia dideIinisikan sebagai sarana untuk mencapai keadilan sosial. Civil society dipahami sebagai suatu wadah yang aktivitas lebih luas dari hanya sekedar wadah politik. Karena juga mewadahi kegiatan-kegiatan sosial dan kebudayaan yang tentu saja bertujuan memperkaya society itu sendiri. Istilah civil society di Indonesia ternyata memiliki makna lebih luas, karena lebih dari hanya sekedar aktivitas politik. Civil society lebih dipahami sebagai suatu wadah untuk mempertahankan dan memperjuangkan nilai-nilai seperti individualisme, kebebasan pribadi (dan properti), dan rasionalisme (jika tidak sekularis), dan hak asasi manusia dalam kerangka politik. Civil society adalah wadah yang melindungi nilai- nilai tersebut, dan pendukung untuk nilai tersebut dalam negara dan ekonomi. Pernyataan dari International NGO orum on Indonesian Development (INID), pada konIerensi ke 12 tahun 1999, mewujudkan ide bahwa O Pertama, kelompok civil society memainkan peran penting dalam reIormasi negara dan ekonomi. O Kedua, civil society membutuhkan ruang politik untuk melakukan peran ini dengan benar. Perkembangan civil society di Indonesia saat ini cukup signiIikan. Apabila dilihat dari jumlah, saat ini Indonesia memiliki cukup banyak civil society (baik yang terdaItar, maupun yang tidak). Jenis-jenis kelompok civil society di Indonesia antara lain; 1. Ekonomi (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia/APLI, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI); 2. Kebudayaan (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia/PSMTI, ront Pembela Islam/PI); 3. Pendidikan dan InIormasi (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia/GMNI, Badan EksekutiI Mahasiswa/BEM, Persatuan Wartawan Indonesia/PWI); 4. Kepentingan (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia/SPSI, Legiun Veteran Republik Indonesia/LVRI); 5. Pembangunan (Lembaga Studi Pembangunan/LSP); 6. Berorientasi pada isu-isu tertentu (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/WALHI, KAPAL Perempuan/Women Learning Center Ior Gender Justice and Pluralism, Yayasan Pembinaan Anak Cacat/YPAC); 7. Kewarganegaraan (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan/KONTRAS, Indonesian Corruption Watch/ICW); Namun apabila dilihat dari besarnya kontribusi terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia, civil society belum begitu banyak berpengaruh. Pertama, karena sistem politik di Indonesia yang sangat resistan untuk bisa dirubah. Bahkan, ketika perwakilan dari civil society mencoba merubah sistem yang ada, dengan ikut masuk terlebih dahulu ke dalam sistem tersebut, tidak bisa bebrbuat apa-apa. Dan bahkan terjerumus dalam sistem tersebut. Kedua, masyarakat Indonesia yang masih memandang demokrasi sebagai demokrasi elektoral. Sehingga dengan pemahaman seperti itu, kontribusi masyarakat pada jalannya demokrasi tidak akan menyentuh sisi esensial dari demokrasi itu sendiri (demokrasi liberal), Ketiga, civil society di Indonesia belum berkembang dengan baik. Karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat plural, atau sangat tinggi tingkat Iragmentasi sosialnya. Yang tentu saja menyebabkan tidak selarasnya tujuan dari masing-masing civil society, karena banyaknya konIlik kepentingan. C. !ENUTU! Proses pembentukan civil society di Indonesia saat ini masih sedang dalam proses menuju ke arah sempurna, sehinga perannya dalam mewujudkan negara yang demokratis belum begitu dominan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik nasional. Pemerintah hendaknya memahami dan mendukung adanya civil society, dengan jalan mendukung setiap kegiatannya tanpa disertai maksud-maksud tertentu. Karena tanpa adanya civil society yang baik, kontribusi masyarakat (sebagai inti dari demokrasi) terhadap proses demokrasi menjadi tidak maksimal, dan akhirnya demokrasi tidak berjalan dengan baik karena tidak ada kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
DAFTAR !USTAKA GaIIar, AIIan.2005. Politik Indonesia, Transisi menuju Demokrasi. Jakarta: Pustaka Pelajar Harney, SteIano dan Rita Olivia. 2003. Civil Society and Civil Society Organi:ations in Indonesia. Geneva: ILO Muhammad AS Hikam. 1996. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia Pradhanawati, Ari. 2001. Ekonomi dan Politik Pembangunan. Handout . Magister Administrasi Publik Undip. Pradhanawati, Ari & Tri Cahyo Utomo. 2009. Pemilu dan Demokrasi. Semarang: ISIP-Undip & JALANMATA. Subono, Nur Iman. 2003. Civil Society, Patriarki, dan Hegemoni. Jakarta.