Вы находитесь на странице: 1из 6

SEJARAH SENI RUPA INDONESIA

MOOI INDIE DAN SUDJOJONO








Disusun oleh:
Marshela
1164012

Mooi Indie
Pada mulanya istilah Mooi Indie pernah dipakai untuk memberi judul reproduksi
sebelas lukisan pemandangan cat air Du Chattel yang diterbitkan dalam bentuk portIolio
di Amsterdam tahun 1930. Namun demikian istilah itu menjadi popular di Hindia
Belanda semenjak S. Sudjojono memakainya untuk mengejek pelukis-pelukis
pemandangan dalam tulisannya pada tahun 1939. Dia mengatakan bahwa lukisan-lukisan
pemandangan yang serba bagus, serba enak, romantis bagai di surga, tenang dan damai,
tidak lain hanya mengandung satu arti: Mooi Indie (Hindia Belanda yang Indah).
Lukisan-Iukisan Mooi Indie
dapat dikenali dari penampilan Iisiknya.
Bentuk atau subyek maternya adalah
pemandangan alam yang dihiasi
gunung, sawah, pohon penuh bunga,
pantai atau telaga. Selain itu kecantikan
dan eksotisme wanita-wanita pribumi,
baik dalam pose keseharian, sebagai penari, atau pun dalam keadaan setengah busana.
Laki-Iaki pribumi juga sering muncul sebagai obyek lukisan, biasanya sebagai orang
desa, penari atau bangsawan yang direkam dalam setting suasana Hindia Belanda.
Menurut M. Agoes Burhan, warna yang dipakai untuk mengungkapkan obyek-
obyek itu kebanyakan cerah dan mengejar cahaya yang menyala. Karakter garisnya
lembut sebagaimana lukisan Du Chattel, sampai lincah dan spontan seperti Isaac Israel,
tetapi tidak ada yang sampai liar sebagaimana goresan orang-orang ekspresionis. Mereka
menempatkan obyek-obyek dalam komposisi yang Iormal, seimbang, sehingga
menghasilkan suasana tenang.
Konsekuensinya, komposisi yang mengarah pada struktur diagonal atau bloking
objek-objek dari sudut kanvas untuk menimbulkan suasana tegang dan dramatis jarang
dipakai. Ciri-ciri Iisik yang demikian itu merupakan maniIestasi dari ide pelukisnya yang
ingin merealisasikan impian untuk melihat negeri Timur, yang bagi pelukis-pelukis
Belanda merupakan dunia dongeng sejak masa kanak-kanak mereka.
Terdapat empat kelompok pelukis dari aliran Indie Mooi ini yang mulai
berkembang pada awal abad ke-20 ini, yaitu:
(a) Orang asing yang datang dari luar negeri yang jatuh cinta
pada keindahan negeri ini dan menemukan obyekobyek yang cocok di
tanah Hindia. Misalnya F.J. du Chattel, Manus Bauer, Nieuwkamp, Isaac
Israel, PAJ Moojen, Carel Dake, Romualdo Locatelli (Itali), dll.
(b) Orang-orang Belanda kelahiran Hindia Belanda, misalnya
Henry van Velthuijzen, Charles Sayers, Ernest Dezen~e, Leonard Eland,
Jan Frank, dll.
(c) Orang pribumi yang berbakat melukis dan mendapat
ketrampilan dari dua kelompok di atas, misalnya Raden Saleh, Mas
Pirngadi, Abdullah Surisubroto, Wakidi, Basuki Abdullah, Mas Soeryo
Soebanto, Henk Ngantunk;
(d) Orang-orang Cina yang mulai muncul pada dasawarsa
ketiga abad 20, khususnya Lee Man Fong, Oei Tiang Oen dan Biau Tik
Kwie. Pada umurnnya, dalam melakukan publikasi karya-karyanya
mereka mengadakan pameran selama di Jakarta bertempat di Bataviasche
Kuntkringgebouw, TheosoIie Vereeniging, Kunstzaal KolII & Co, Hotel
Des Indes, dll.





$ $:djojono
Tokoh seni lukis Indonesia bernama lengkap
Sindudarsono Sudjojono, lahir di Kisaran, Sumatera Timur,
1913 dan meninggal di Jakarta 25 Maret 1986. Pelukis
terkemuka, salah seorang pendiri Persagi (1937).
Pendidikannya di tempuh di Kweekschool Goenoengsari
Bandung dan Sekolah Guru Taman Siswa. Belajar melukis
pada pelukis Mooi Indie, seperti Mas Pringadie; kemudian
pada seorang pelukis Jepang Chioyi Yasaki, yang singgah di
Jakarta dalam perjalanannya mengelilingi dunia awal 1930-an, untuk melukis
pemandangan kota-kota besar seluruh dunia dalam media pastel.
Bahkan ketika dekat dengan Bataviasche Kunstkring (lembaga lingkaran seni
milik seniman-seniman Belanda) ia sempat belajar dengan Jan Frank. Banyak berdiskusi
dengan kritikus (dan pelukis) Henry van Velthuysen serta penulis-peneliti Nyonya De
Loos-Haaxman. Dalam sejumlah pengakuan, ia sangat dipengaruhi oleh lukisan- lukisan
cantik pelukis Belanda, Jan Sluijter.
Tahun 1937 Sudjojono ikut dalam pameran bersama pelukis-pelukis di Jakarta,
yang terdiri dari pelukis-pelukis Indonesia, Cina, dan Belanda, di Gedung Kunstkring
Batavia. Karya-karyanya yang terkenal ketika itu: Anak-anak Sunter, Jungkatan, Orang
Tua, Depan Kelambu Terbuka, Cap Gomeh. Kemudian ditunjuk sebagai pemimpin
latihan melukis pada Pusat Kebudayaan Jepang Keimin Bunka Sidosho bagian Seni
Rupa, yang diketuai Agus Djaya. Karya-karya seni lukis Sudjojono yang terkenal ketika
itu antara lain: Sayang, Aku Bukan Anjing, Suasana, Jalan Lurus, Bermain Judi di Bawah
Salib.
Tahun 1946 pindah ke Yogyakarta dan mendirikan SIM (Seniman Indonesia
Muda) dengan tujuan ikut menegakkan Indonesia Merdeka dalam menentang agresi
tentara kolonial. Lukisan-lukisannya yang terkenal masa di Yogyakarta ialah:
Prambanan, Mengungsi, Tetangga. Selama 1955-1962 ia juga giat mematung.
Lukisannya yang berjudul Mr. UNO and the Golden Princess, dihadiahkan pemerintah RI
kepada PBB (1970).
Tahun 1970 menerima medali emas dari pemerintah atas jasa-jasanya di bidang
seni lukis Indonesia. Lukisan raksasa Pertempuran Sultan Agung melawan Jan Pieterzoon
Coen, pesanan Gubernur DKI Jaya (1973), sekarang tergantung di Museum Fatahillah,
Jakarta. Lukisannya Pasar Ikan dihadiahkan oleh Pemerintah DKI Jaya pada Ratu
Elizabeth (1973). Ia juga banyak menulis tentang perkembangan seni lukis Indonesia dan
dunia, di antaranya sebuah brosur Kami Tahu, Kemana Seni Lukis Indonesia Hendak
Kami Bawa.
Selain itu Sudjojono juga aktiI dalam politik. Ketika Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat, organisasi kebudayaan di bawah PKI) kuat berjaya, ia ikut di
dalamnya. Di samping itu ia juga aktiI di Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menjadi
salah seorang wakil partai itu di DPR(S). Kemudian ia keluar dari PKI dan Lekra, karena
partai itu terlampau mengurusi urusan pribadi nya. Di sisi lain PKI sangat marah kepada
Sudjojono, karena ia diketahui menghasut masyarakat untuk benci terhadap D.N. Aidit,
pimpinan tertinggi PKI.
Pada bulan September 1997, biro lelang Christie's Singapore, melelang
lukisannya Pura Kembar, Sanur (1972) dengan harga 124.750 dollar Singapura. Sebuah
harga yang luar biasa untuk karyanya yang berukuran sedang. Sekadar bukti, betapa
maniIestasi seni Sudjojono dihargai dan diperebutkan dari waktu ke waktu. Sudjojono
selalu menandatangani lukisannya dengan tulisan dan kode 101 (dalam kurung) dan
tulisan SS. Angka 101 adalah nomor kode selimut ketika ia berdiam di barak, di daerah
perkebunan Kisaran. SS adalah singkatan dari namanya, Sindudarsono Sudjojono.





DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/SindoesoedarsonoSoedjojono
http://www.google.co.id
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/1931
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2629

Вам также может понравиться