Disusun oleh : Robby Maulana 0609 4041 1344 Seren Novita H 0609 4041 1346
Dosen Pembimbing : Ir. Irawan Rusnadi, M.T
TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI D IV TEKNIK ENERGI POLITEKNIK NEGERI SRIWI1AYA 2011/2012 PEMBAKARAN BATUBARA UNTUK PLTU DAN PEMANFAATAN BATUBARA DALAM INDUSTRI SEMEN
PULVERIZED COAL COMBUSTION
PENGERTIAN PULVERIZED COAL COMBUSTION Pada pembakaran pulverized coal, partikel-partikel batubara harus cukup halus agar bisa dimasukkan oleh udara pembakaran. Ukuran batubara untuk pembakaran bahan bakar pulverized adalah -200 mesh (-74 m), dengan jumlah partikel batubara berukuran -200 mesh semakin banyak dari 65-70 untuk lignit dan sub-bituminus yang mudah terbakar sampai 80-85 untuk batubara bituminus. Untuk menjaga nyala api yang stabil mencegah berbaliknya burner, batubara harus diinjeksikan ke dalam tanur pada kecepatan yang tinggi, sekitar 15m/detik.
Secara praktis, batubara diumpankan bersama sebagian udara pembakaran. Udara yang dimasukkan dibagi dua, yaitu udara primer dan udara sekunder. Udara primer dimasukkan bersama-sama dengan batubara sementara udara sekunder dimasukkan secara terpisah dari udara primer melewati dua pipa konsentrik ke dalam boiler atau tanur. Pada umumnya udara primer bersama batubara dimasukkan lewat pipa ditengah, sementara usara sekunder dimasukkan lewat anulus.
Dibandingkan dengan jenis pembakaran yang lain, metoda pembakaran pulverized coal hampir tidak tergantung pada karakteristik batubara. Tentu saja ada beberapa instalasi yang terbatas pada beberapa jenis batubara tertentu, tetapi secara umum hampir semua batubara bisa digunakan dalam sistem pulverized coal dengan desain sistem yang tepat.
Berdasarkan abu yang dikeluarkan apakah dalam keadaan kering atau bentuk leburan (molten) oleh tanur pembakarannya, maka unit proses pembakaran pulverized coal ini dibagi menjadi dua jenis. Tanur dengan abu yang dikeluarkan kering (dry bottom Iiring) dan tanur dengan abu yang dikeluarkan dalam bentuk leburan (wet bottom Iiring atau slag tap).
UNIT PROSES PEMBAKARAN PULVERIZED COAL COMBUSTION 1. Dry Bottom Firing Operasi unit abu kering lebih sederhana dan Ilexibel terhadap perubahan jumlah dan siIat-siIat batubara dibandingkan dengan unit wet bottom Iiring. Kerugian utama unit dry bottom Iiring ini adalah karena ukurannya lebih besar (sehingga lebih mahal) dan sekitar 80-90 abu harus dikeluarkan dari boiler dan presipitator hopper dalam bentuk debu yang sangat halus. Sistem ini hanya mengahasilkan panas paling tinggi 150.000 Btu/jam It 3 .
2. Wet Bottom Firing Unit ini dikembangkan untuk mengatasi masalah penanganan debu dengan cara membuat abu lebih berat, berbentuk granular dan tinggal dalam tanur lebih banyak dibandingkan dalam unit abu kering. Dalam unit ini aliran leburan abu yang mengalir dari tanur disemprot dengan air dingin sehingga terbentuk produk dengan ukuran yang diinginkan. Sekitar 80 abu bisa tinggal dalam tanur untuk beberapa unit desain tertentu. Dibandingkan dengan dry bottom Iiring, unit ini mempunyai kerugian-kerugian seperti diantaranya kurang Ilexibel dalam pemilihan batubara, lebih banyak terjadi Iouling dan korosi eksternal, pembentukan NO- X yang lebih tinggi dan uap yang diperoleh juga lebih sedikit. Sistem ini hanya mengahasilkan panas paling tinggi 400.000 Btu/jam It 3 .
3. Slurry Firing Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan agar bahan bakar lebih mudah ditransportasikan, disimpan dan digunakan dibandingkan dalam bentuk padat. PEMBAKARAN BATUBARA UNTUK PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara adalah salah satu jenis instalasi pembangkit tenaga listrik dimana tenaga listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap yang dihasilkan melalui pembakaran batubara. Siklus di PLTU dapat dibedakan menjadi 1. Siklus Udara, sebagai campuran bahan bakar 2. Siklus Air, sebagai media untuk menghasilkan uap air (steam) 3. Siklus Batubara, sebagai bahan bakar
PLTU batubara adalah sumber utama dari listrik dunia saat ini. Sekitar 60 listrik dunia bergantung pada batubara, hal ini dikarenakan PLTU batubara bisa menyediakan listrik dengan harga yang murah. Kelemahan utama dari PLTU batubara adalah pencemaran emisi karbonnya sangat tinggi, paling tinggi dibanding bahan bakar lain.
Pendahuluan KlasiIikasi kualitas batubara secara umum terbagi 2, yaitu pembagian secara ilmiah dalam hal ini berdasarkan tingkat pembatubaraaan, dan pembagian berdasarkan tujuan penggunaannya. Berdasarkan urutan pembatubaraannya, batubara terbagi menjadi batubara muda (brown coalatau lignite), sub bituminus, bituminus, dan antrasit. Sedangkan berdasarkan tujuan penggunaannya, batubara terbagi menjadi batubara uap (steam coal), batubara kokas (coking coal atau metallurgical coal), dan antrasit. Batubara uap merupakan batubara yang skala penggunaannya paling luas. Berdasarkan metodenya, pemanIataan batubara uap terdiri dari pemanIaatan secara langsung yaitu batubara yang telah memenuhi spesiIikasi tertentu langsung digunakan setelah melalui proses peremukan (crushing/milling) terlebih dulu seperti pada PLTU batubara, kemudian pemanIaatan dengan memproses terlebih dulu untuk memudahkan penanganan (handling) seperti CWM (Coal Water Slurry), COM (Coal Oil Mixture), dan CCS (Coal Cartridge System), dan selanjutnya pemanIataan melalui proses konversi seperti gasiIikasi dan pencairan batubara Pada PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang terdiri dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara berkualitas rendah.
Gambar 1. Skema pembangkitan listrik pada PLTU batubara (Sumber: The Coal Resource, 2004)
Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan untuk mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin dan memutar generator.
Gambar 2. Skema pembangkitan listrik pada PLTU batubara
Coal Supply (pengumpan batu bara). Batu bara dari tambang di kirim ke 'coal hoper dan dihaluskan sampai ukuran 5 cm. Setelah itu dikirim ke pembangkit melalui konveyor ke pulverizer. Pulverizer (Alat penghancur). Batu bara dihaluskan lagi sampai menjadi bubuk dan di campur dengan udara kemudian ditiupkan ke tungku pembakaran. Boiler. Batu bara yang dibakar di ruang pembakaran digunakan untuk memanaskan air didalam boliler sampai menjadi uap. Uap ini yang digunakan untuk memutar rotor dan membangkitkan energi listrik Precipitator, stack (alat penangkap debu) . Pembakaran batu bara akan menghasilkan karbon dioksida (CO2), sulpur dioksida (SO2) dan Nitrogen oksida. Gas gas ini keluar dari boiler melalui Precipitator dan stack . Precipitator mampu mengolah 99.4 debu sebelum gas dibuang ke udara. Sedangkan sisa pembakaran yang lebih berat akan mengendap ke bawah boiler dan dibuang lagoon. Turbin dan Generator. Uap bertekanan tinggi dari boiler digunakan untuk memutar bilah turbin yang dihubungkan dengan generator dengan bantuan poros. Poros yang berputar ini akan menghasilkan energi listrik di dalam generator. Condensers (kondensor). Uap panas yang keluar dari turbin dialirkan ke kondensor. Di kondensor uap didinginkan sehingga terkondensasi menjadi air, air ini di pompakan lagi ke boiler untuk dipanaskan dan proses ini terus berulang (resirkulasi). Water treatment plant. Untuk mengurangi korosi pada pipa pipa boiler, air yang digunakan untuk boiler harus dibersihkan. Air yang mengandung lumpur akan dibuang keluar dari sistem. Substation, transformer, transmission lines. Energi listrik yang di hasilkan oleh generator harus di naikan voltasenya melaui transIormer (travo step up) sebelum di kirim melalui jalur transmisi (transmisi line). Tujuan untuk menaikan voltase ini untuk mengurangi energi yang terbuang selama proses pengiriman.
Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan oleh eIisiensi panas pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain berpengaruh pada eIisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan. Kemudian dari segi lingkungan, diketahui bahwa jumlah emisi CO 2 per satuan kalori dari batubara adalah yang terbanyak bila dibandingkan dengan bahan bakar Iosil lainnya, dengan perbandingan untuk batubara, minyak, dan gas adalah 5:4:3. Sehingga berdasarkan uji coba yang mendapatkan hasil bahwa kenaikan eIisiensi panas sebesar 1 akan dapat menurunkan emisi CO 2 sebesar 2,5, maka eIisiensi panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban lingkungan secara signiIikan akibat pembakaran batubara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi pembakaran (combustion technology) merupakan tema utama pada upaya peningkatan eIisiensi pemanIaatan batubara secara langsung sekaligus upaya antisipasi isu lingkungan ke depannya.
KRITERIA DESAIN FASILITAS PEMBANGKIT LISTRIK Untuk membangun Iasilitas pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, maka hal terpenting yang harus diperhatikan dalam mendesain Iasilitas tersebut adalah siIat-siIat dan gambaran batubara (ditunjukkan oleh parameter kualitasnya) yang digunakan. Pemilihan teknologi pembakaran yang tepat didasarkan pada siIat-siIat batubara yang digunakan merupakan sesuatu yang penting untuk mendapatkan pembakaran yang eIisien dan teknologi yang ramah lingkungan. Boiler yang didesain untuk batubara peringkat rendah seperti batubara lignit dan sub-bituminus, tidak membutuhkan teknologi yang khusus dan dapat ditangani dengan mengkombinasikan teknologi-teknologi yang ada. Meskipun demikian, ukuran boiler mau tidak mau lebih besar sebagai akibat dari adanya masalah slagging dan nilai kalor yang lebih rendah.
SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK KELAS MENENGAH DAN KECIL Disamping boiler pembakarn batubara pulverized, boiler jenis Iluidized bed juga digunakan untuk sistem pembangkit listrik kelas menengah dan kecil. Boiler jenis Iluidized-bed dapat digunakan dengan rentang jenis batubara lebih besar dibandingkan dengan sistem boiler pembakaran batubara pulverized skala besar. Berbagai jenis pembakaran seperti bubling, sirkulasi, dan pressurized telah dan sedang dikembangkan pada metoda pembakaran Iluidized-bed. Operasi boiler Iluidized-bed tipe bubling (ekivalen dengan 350 MW) telah digunakan pada beberapa pembangkit listrik. Kapasitas boiler ini dapat digunakan untuk sistem yang ekivalen dengan skala kelas menengah.
BOILER PEMBAKARAN BATUBARA Kebanyakan boiler stasiun pembangkit tenaga yang berbahan bakar batubara menggunakan batubara halus, dan banyak boiler pipa air di industri yang lebih besar juga menggunakan batubara yang halus. Teknologi ini berkembang dengan baik dan diseluruh dunia terdapat ribuan unit dan lebih dari 90 persen kapasitas pembakaran batubara merupakan jenis ini. Untuk batubara jenis bituminous, batubara digiling sampai menjadi bubuk halus, yang berukuran 300 micrometer (m) kurang dari 2 persen dan yang berukuran dibawah 75 microns sebesar 70-75 persen. Harus diperhatikan bahwa bubuk yang terlalu halus akan memboroskan energi penggilingan. Sebaliknya, bubuk yang terlalu kasar tidak akan terbakar sempurna pada ruang pembakaran dan menyebabkan kerugian yang lebih besar karena bahan yang tidak terbakar. Batubara bubuk dihembuskan dengan sebagian udara pembakaran masuk menuju plant boiler melalui serangkaian nosel burner. Udara sekunder dan tersier dapat juga ditambahkan. Pembakaran berlangsung pada suhu dari 1300 - 1700 C, tergantung pada kualitas batubara. Waktu tinggal partikel dalam boiler biasanya 2 hingga 5 detik, dan partikel harus cukup kecil untuk pembakaran yang sempurna. Sistem ini memiliki banyak keuntungan seperti kemampuan membakar berbagai kualitas batubara, respon yang cepat terhadap perubahan beban muatan, penggunaan suhu udara pemanas awal yang tinggi dll. Salah satu sistem yang paling populer untuk pembakaran batubara halus adalah pembakaran tangensial dengan menggunakan empat buah burner dari keempat sudut untuk menciptakan bola api pada pusat tungku.
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap (1ixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulveri:ed coal combustion /PCC), dan pembakaran lapisan mengambang (1luidi:ed bed combustion / FBC). Gambar 3 di bawah ini menampilkan jenis jenis boiler yang digunakan untuk masing masing metode pembakaran.
Gambar 3. Tipikal boiler berdasarkan metode pembakaran (Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Pembakaran Lapisan Tetap Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan berukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah 1ine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling 1ire grate) pada stoker boiler. Bila kadar abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang disukai untuk tipe boiler ini adalah sekitar 10 15. Adapun tebal minimum lapisan abu yang diperlukan untuk pembakaran adalah 5cm.
Gambar 4. Stoker Boiler (Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa 1ly ash jumlahnya sedikit, hanya sekitar 30 dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya seperti pembakaran NOx dua tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga sekitar 250 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih diperlukan tambahan Iasilitas berupa alat desulIurisasi gas buang.
Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC) Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan metode PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super critical steam, serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang menggunakan teknologi USC adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik J-Power di teluk Tachibana, Jepang, yang boilernya masing masing berkapasitas 1050 MW buatan Babcock Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 25 MPa (254.93 kgI/cm 2 ) dan suhunya mencapai 600/610 ( stage reheat cycle). Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulveri:er (coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74m), kemudian bersama sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitiI terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama siIat ketergerusan (grindability), siIat slagging, siIat 1auling, dan kadar air (moisture content). Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki siIat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30, serta rasio bahan bakar (1uel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15 dan sisanya berupa 1ly ash.
Gambar 5. PCC Boiler (Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd) Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam batubara akan beroksidasi membentuk NOx yang disebut dengan 1uelNOx, sedangkan Nitrogen pada udara pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi membentuk NOx pula yang disebut dengan thermalNOx. Pada total emisi NOx dalam gas buang, kandungan 1uel NOx mencapai 80 90. Untuk mengatasi NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran berlangsung, dengan memanIaatkan siIat reduksi NOx dalam batubara.
Gambar 6. Proses denitrasi pada boiler PCC (Sumber: Coal Science Handbook, 2005)
Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada menurunnya kadar thermalNOx. Selain itu, sebagaimana terlihat pada gambar 6 di atas, bahan bakar tidak semuanya dimasukkan ke zona pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah atas burner utama. NOx yang dihasilkan dari pembakara utama selanjutnya dibakar melalui 2 tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran tingkat pertama atau disebut pula pembakaran reduksi (reducing combustion), kandungan Nitrogen dalam bahan bakar akan diubah menjadi N 2 . Selanjutnya, dilakukan pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidi:ing combustion), berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan tindakan ini, NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 200 ppm. Sedangkan untuk desulIurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat desulIurisasi gas buang.
Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC) Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti Iluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan mencukupi untuk proses pembakaran. Karena siIat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesiIikasi bahan bakar yang akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan bakar (1uel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di permukaannya (1ree moisture) diharapkan tidak lebih dari 4. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari metode FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak. Bila suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 1500, maka pada FBC, suhu pembakaran berkisar antara 850 900 saja sehingga kadar thermal NOx yang timbul dapat ditekan. Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat seperti pada PCC, kadar NOx total dapat lebih dikurangi lagi. Kemudian, bila alat desulIurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx pada metode pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulIurisasi dapat terjadi bersamaan dengan proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara mencampur batu kapur (lime stone, CaCO 3 ) dan batubara kemudian secara bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses pembakaran, akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulIat). Selain untuk proses desulIurisasi, batu kapur juga berIungsi sebagai media untuk 1luidi:ed bed karena siIatnya yang lunak sehingga pipa pemanas (heat exchanger tube) yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.
Gambar 7. Tipikal boiler FBC (Sumber: Coal Science Handbook, 2005)
Berdasarkan mekanisme kerja pembakaran, metode FBC terbagi 2 yaitu Bubbling FBC dan Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada gambar 7 di atas. Dapat dikatakan bahwa Bubbling FBC merupakan prinsip dasar FBC, sedangkan CFBC merupakan pengembangannya. Pada CFBC, terdapat alat lain yang terpasang pada boiler yaitu cyclone suhu tinggi. Partikel media 1luidi:ed bed yang belum bereaksi dan batubara yang belum terbakar yang ikut terbang bersama aliran gas buang akan dipisahkan di cyclone ini untuk kemudian dialirkan kembali keboiler. Melalui proses sirkulasi ini, ketinggian 1luidi:ed bed dapat terjaga, proses denitrasi dapat berlangsung lebih optimal, dan eIisiensi pembakaran yang lebih tinggi dapat tercapai. Oleh karena itu, selain batubara berkualitas rendah, material seperti biomasa, sludge, plastik bekas, dan ban bekas dapat pula digunakan sebagai bahan bakar pada CFBC. Adapun abu sisa pembakaran hampir semuanya berupa 1ly ash yang mengalir bersama gas buang, dan akan ditangkap lebih dulu dengan menggunakan Electric Precipitator sebelum gas buang keluar ke cerobong asap (stack).
RENCANA PLTU-BATUBARA DALAM NEGERI TAHUN 2000 PLTU Kapasitas (MW) Batubara/Tahun (juta ton) Asal Batubara Paiton Jawa Tengah Suralaya Jawa Barat Tarahan Bukit Asam Sibolga Ombilin Pontianak Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Ujung Panjang 3.200 1.320 3.400 400 200 260 200 200 200 130 50 130 9.600 3.960 10.200 1.200 600 780 600 600 600 390 150 390 Kalimantan Kalimantan Bukit Asam Kalimantan Bukit Asam Bukit Asam Sumatera Barat Ombilin Kalimantan Kalimantan Kalimantan Kalimantan TOTAL 9.690 29.070 *) Atas dasar nilai kalor batubara 6000 kcal/kg Sumber : Indonesian Coal Industry, Asia Coal ConIerence, 1994
PEMANFAATAN BATUBARA DALAM INDUSTRI SEMEN
BATUBARA DAN SEMEN Semen terbuat dari campuran kalsium karbonat (umumnya dalam bentuk batu gamping), silika, oksida besi dan alumina. Suatu oven suhu tinggi, seringkali menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, memanaskan bahan mentah menjadi senyawa parsial pada suhu 1450C, dan mengubah senyawa tersebut secara kimiawi dan Iisika menjadi zat yang disebut batu klinker. Material seperti batu koral abu-abu ini terdiri dari senyawa khusus yang memberikan kandungan pengikat pada semen. Batu klinker dicampur dengan gipsum dan tanah sampai menjadi bubuk halus untuk membuat semen. Batu bara digunakan sebagai sumber energi dalam produksi semen. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oven biasanya membakar batu bara dalam bentuk bubuk dan membutuhkan batu bara sebanyak 450g untuk menghasilkan semen sebanyak 900g. Batu bara mungkin akan tetap menjadi masukan penting untuk industri semen dunia di tahun-tahun yang mendatang.
Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type pembakaran batubara pada industri listrik yaitu dry bottom boilers, wet-bottom boilers dan cyclon Iurnace. Apabila batubara dibakar dengan type dry bottom boiler, maka kurang lebih 80 dari abu meninggalkan pembakaran sebagai Ily ash dan masuk dalam corong gas. Apabila batubara dibakar dengan wet-bottom boiler sebanyak 50 dari abu tertinggal di pembakaran dan 50 lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon Iurnace, di mana potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-80 dari abu tertahan sebagai boiler slag dan hanya 20-30 meninggalkan pembakaran sebagai dry ash pada corong gas. Dahulu Ily ash diperoleh dari produksi pembakaran batubara secara sederhana, dengan corong gas dan menyebar ke atmosIer. Hal ini yang menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan, karena Ily ash hasil dari tempat pembakaran batubara dibuang sebagai timbunan. Fly ash dan bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas ekosistem.
FLY ASH Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara (lihat Gambar 2). Pada intinya Ily ashmengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), Iero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulIur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan carbon. Faktor-Iaktor yang mempengaruhi siIat Iisik, kimia dan teknis dari Ily ash adalah tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan. Menurut ASTM C618 Ily ash dibagi menjadi dua kelas yaitu Ily ash kelas F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ashtersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan Ily ash yang memenuhi spesiIikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua Ily ash dapat memenuhi persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut harus dipenuhi. Fly ash kelas F: merupakan Ily ash yang diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai siIat pozzolanic dan untuk mendapatkan siIat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO 10). Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous selain mempunyai siIat pozolanic juga mempunyai siIat selI-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan siIat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) ~ 20.
PROSES PEMBUATAN SEMEN Semen portland merupakan ikatan hidrolik yang mengeras jika dicampur dengan air. Semen portland diperoleh jika klinker portland digerus sampai halus dengan gipsum. Klinker portland adalah campuran mineral dengan siIat-siIat hidrolik yang terbuat dari pembakaran material calcareous dan argillaceous pada tempereatur klinking.
KOMPOSISI KIMIA SEMEN Komposisi utama klinker : O CaO (gamping) O SiO 2 (silika/pasir kwarsa) O Al 2 O 3
O Fe 2 O 3 (pasir besi) Disamping itu mengandung komponen minor seperti Mg, Na, K, Ti, Mn, P, dsb. Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai serta merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan, plesteran,bahan penambal, adukan encer (grout) dan sebagainya.Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat dengan tulangan atau tanpa tulangan. Selanjutnya semen portland itu digunakan dalam segala macam adukan seperti Iundasi,telapak, dam,tembok penahan, perkerasan jalan dan sebagainya.Apa bila semen portland dicampur dengan pasir atau kapur, dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan bata atau batu,atau sebagai bahan plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah dalam. Bilamana semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air,maka terdapatlah beton. Semen portland dideIinisikan sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang pada umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulIat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama dengan bahan utamanya. Perbandingan- perbandingan bahan utama dari semen portland adalah sebagai berikut:
TAHAPAN PROSES PEMBUATAN SEMEN Dalam Pembuatan semen ada beberapa jenis proses yang dipergunakan,adapun dari beberapa jenis proses tersebut masing-masing memiliki ke unggulan dan kelemahan. Jenis-jenis proses pembuatan Semen, adalah : 1) Proses pembuatan semen dengan proses basah wet process) Kadar air (H2O) luluhan (slurry) 25-40 Keuntungan dan kelemahan proses basah a. Kualitas semen lebih homogen b. Lebih boros bahan bakar, karena dipakai juga untuk penguapan air c. Heat consumption Energy consumption ~ 1500 kcal/kg Klinker d. Kiln yang dipakai panjang dan diameter kecil e. Kapasitas produk terbatas 2) Proses pembuatan semen dengan proses semi basah (semi wet process) 1. Kadar Air (H2O) raw meal 15-25 2. Heat consumption Energy consumption) ~1100 kcal/kg klinker 3) Proses pembuatan semen dengan proses semi kering ( semi dry process) a. Proses umpan kiln berupa tepung dengan alat granulator pelleti:er) b. Disemprot dengan air untuk granular dengan alat ukuran 10-12 mm kadar air 10-12 c. Dilengkapi dengan grate preheater, sehingga kapasitasnya tinggi d. Heat consumption Energy consumption) sekitar 1000 kcal/ kg klinker 4) Proses pembuatan semen dengan proses kering dry process) Kadar air (H2O) raw meal maksimum 1 a. Kiln lebih pendek dan ditambah suspension cyclone preheater (banyak pilihan teknologi yang dapat digunakan) b. Heat consumption Energy consumption) 850 kcal/ kg klinker c. Kapasitas produksi lebih besar dengan adanya new suspension preheater (NSP) yang dilengkapi dengan kalsiner (secondary burner) d. Investasinya tinggi/ mahal
1.1Penyediaan Bahan Baku Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan semen antara lain batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi. 1. Penambangan batu kapur (limestone) Batu kapur di PT. Semen Baturaja (Persero) terletak di permukaan, sehingga proses penambangannya bersiIat terbuka. Model tempat kerja (1ront) digali ke arah bawah sehingga membentuk cekungan (pit). Metode ini disebut pit type quarry. Daerah penambangan batu kapur terdapat di Desa Pusar 1400 m arah barat daya pabrik, dengan luas area 51, ha dengan ketebalan tanah penutup (over burden) rata- rata empat meter. Aktivitas penambangan meliputi : a. Clearing Merupakan kegiatan pembersihan semak belukar maupun bongkahan- bongkahan batu yang terdapat di atas lokasi yang menghalangi penambangan dengan buldoser tipe D76. a. $tripping of over burden Pengupasan tanah penutup permukaan penambangan dengan back hoe UH 20, dan kemudian tanah kupasan tersebut ditimbun dan ditata di tempat lain untuk reklamasi bekas penambangan. .. Drilling Pembuatan lubang ledak (blast hole) dengan geometri terdiri dari burden 2,5 meter, kedalaman lubang ledak rata-rata sembilan meter, posisi kemiringan lubang 80 0 dan spacing tiga meter. d. Blasting Proses peledakan lapisan batu kapur bertujuan agar batu kapur mudah diambil dari lapisannya. Standar penggunaan bahan peledak adalah 130 gram per ton batu kapur. Perlengkapan peledakan secara umum terbagi antara lain: Penggalak awal (detonator listrik, sumbu ledak) Penggalak utama (primer,booster) Penggalak nyala/panas atau arus listrik (kabel listrik, sumbu bakar) Sumber nyala atau arus listrik (blasting machine) Bahan peledak yang dipakai: Damotion 805 Bahan peledak seperti dodol yang pekat dengan melarutkan nitro catton dengan nitro ANFO Campuran amoniun nitrat dengan bahan bakar solar dengan perbandingan berat 94 - 6 Blasting ratio atau standar penggunaan bahan peledak adalah 130 gram/ton batu kapur. Urutan pekerjaan yang dilaukan selama pengisian bahan peledak adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan bahan peledak, detonator, listrik, dan peralatan lain 2. Pengecekan kedalaman lubang 3. Mengontrol detonator dengan Ohm meter 4. Memesukan drtonator kedalam demotin 5. Memasukan primer bahan peledak kedalam lubang 6. Memasukkan pekerjaan stemming (pemadatan lubang tambang) 7. Menghubungkan detonator listrik sehingga menjadi rangkaian yang tersusun baik. 8. Menguji rangkaian dengan alat blasting Ohm meter untuk mengetahui apakah sudah sempurna 9. Memberikan tanda serine sebagai tanda awal mulanya peledakan e. Loading Merupakan proses pengangkatan batu kapur hasil peledakan ke dalam dump truck dengan menggunakan Hydrolic shovel, Back hoe, dan whell Loader. Setelah batu kapur digali dengan alat muat lalu dimasukkan kedalam Dump truck f. Hauling Merupakan prosespe mindahan batu kapur hasil ledakan dari lokasi tambang ke tempat penggilingan dengan dump truck. g. Crushing Limestone dimasukkan ke dalam hopper, dan kemudian oleh appron 1eeder dimasukkan ke dalam alat pemecah single sha1t hammer wall linning. Prinsip alat pemecah ini berdasarkan putaran (rotation) dan pukulan (impact) dari hammer yang membentuk impact wall linning. Produk yang lolos dari saringan (grate basket) masuk discharge steel conveyor, sedangkan material jatuhan dari appron 1eeder ditampung oleh drag chain dan masuk ke dalam discharge steel conveyor. Selanjutnya batu kapur yang sudah sedikit halus diangkut dengan belt conveyor untuk dihomogenisasi membentuk layer-layer di limestone storage dengan dua bagian stock pile I dan II.
2. Penambangan Tanah Liat Penambangan tanah liat terletak di Desa Air Gading 400 meter arah barat daya dari pabrik. Lapisan over burden berkisar antara 0,2-0,5 meter dengan luas area penambangan 27,4 ha. Penambangan dilakukan dengan sistem penggalian di atas bench. Kegiatan penambangan tanah liat sama dengan penambangan batu kapur, hanya saja proses penambangan tanah liat tidak membutuhkan proses pengeboran dan peledakan, tetapi langsung digali dengan back hoe. Dalam proses penambangan ini, peralatan yang digunakan meliputi hidraulic exavator/back hoe dengan kapasitas 2,4 m 3 dan untuk alat hauling menggunakan rear dump truck (kapasitas angkut 20 ton). Proses clearing dan stripping dilakukan dengan buldo:er. Pada proses crushing, tanah liat dituang ke dalam clay hopper, kemudian appron 1eeder akan mentransIer tanah liat dengan speed tertentu ke double roller crusher. Selanjutnya double roller crusher yang dilengkapi dengan kuku baja (teeth) yang berputar berlawanan arah akan memecahkan tanah liat yang keras, hasilnya appron 1eeder akan mengalirkan kembali tanah liat yang telah hancur ke drag chain. Belt conveyor selanjutnya mengangkut ke stock pile menjadi dua bagian.
. Penyediaan Bahan Koreksi Bahan koreksi pasir silika dapat diperoleh dari hasil tambang rakyat, sedangkan bahan koreksi berupa pasir besi dapat diperoleh dari PT.Aneka Tambang, Tbk. di Cilacap.
1.2 Penggilingan Bahan Mentah (#aw Material Crinding) Penggilingan adalah proses untuk menghaluskan bahan, bahan yang dihaluskan adalah bahan baku . Setelah proses prehomogene:ing, seluruh material mentah dicampur dengan komposisi tertentu selanjutnya dialirkan menggunakan belt conveyor menuju losche mill untuk digiling. Alat penggilingan berupa vertical mill dengan sistem penggilingan close circuit dan keluaran material menggunakan sistem air swept mill. Dengan memanIaatkan kiln exhaust gas maka air dalam material yang mencakup air bebas, air kapiler, dan air adsorpsi dapat diuapkan hingga 1 . Agar reaktiI material dapat dicapai pada proses selanjutnya, standar kehalusan raw meal harus memiliki sieving di atas 90 (14-20 ), maka material yang terhisap harus melewati separator dengan putaran tertentu dan selanjutnya gas panas dipisahkan dengan menggunakan empat cyclon. Bahan baku yang telah memenuhi standar kehalusan dengan menggunakan 1loxoslide dan belt bucket elevator dimasukkan ke dalam continous 1low silo untuk mengalami homogene:ing terakhir sebelum diumpankan ke dalam kiln. Produk atas dari cyclon separator adalah uap air, gas panas, dan sebagian debu yang terikut pada waktu pemisahan. Sebelum keluar, gas yang mengandung debu tersebut dilewatkan dalam alat penangkap debu (Electric Precipitator) yang bekerja dengan menggunakan elektroda-elektroda bertegangan tinggi. kemudian debu yang berhasil ditangkap dialirkan dengan alat transport 1luxoslide dan belt bucket elevator menuju CF Silo. Sedangkan gas panas dari kiln, uap air, dan sebagian debu yang tidak tertangkap oleh alat penangkap debu ditransportasikan ke cerobong (stack) dengan bantuan Iilter Ian.
1.Penggilingan Batubara batubara dari gerbong dibongkar didaerah unloading dan melalui serangkaian alat transport, batubara diangkut ke raw coal storage. Sebelum masuk ke raw coal stroge batubara yang berukuran besar dipisahkan dengan menggunakan screener kemudian dipecahkan selanjutnya bercampur kembali dengan batubara yang halus. Dari raw coal storage batubara dimasukkan ke raw coal silo dengan batubara menggunakan reclainer, belt conveyor dan bucket elevator. Selanjutnya batubara dari raw coal silo diumpankan kedalam coal mill dengan menggunakan chain conveyor. Didalam coal mill, batubara mengalami proses penggilingan dan pengeringgan dimana prosesnya sama denggan penggilingan bahan mentah. Hanya saja untuk memisahkan batubara yang telah halus (Iine coal) dari gas panasnya digunakan penyaring berupa dust collector berukuran besar. Fine coal yang tersaring kemudian disimpan dalam pIister bin dan siap untuk digunakan sebagai bahan bakar.
1.4Pembakaran #aw meal yang telah dihomogenisasi dilam CF Silo dikeluarkan dan dengan menggunakan serangkaian peralatan transport, raw meal diumpankan ke kiln. Raw meal yang diumpankan ke kiln disebut umpan baku atau umpan kiln (Kiln 1eed). Proses pembakaran yang terjadi meliputi pemanasan awal umpan baku di preheater (pengeringan dan kalsinasi), pembakaran di #otary Kiln (kilnkerisasi) dan pendinginan di grate cooler (quenching). Untuk keperluan proses pembakaran dibutuhkan bahan bakar. Jadi dilakukanlah proses penyiapan bahan bakar. - Bahan Bakar Batubara (Coal) Meskipun bahan bakar batubara memerlukan persiapan khusus dengan peralatan Coal mill, seperti yang telah dijelaskan pada proses penggilingan batubara. Namun karena harga batubara relative murah maka akan lebih untung bila menggunakan bahan bakar batubara. Proses pembakaran di pabrik PT. Semen Baturaja (Persero) dilakukan di dalam kiln dan kalsiner. Bahan bakar yang digunakan adalah batubara, kecuali pada saat star dibantu dengan diessel oil. a) Proses Pemanasan awal (.alsinasi) Proses pemanasan awal adalah proses penguapan air dan proses kalsinasi pada umpan kiln (raw meal) pada temperatur 600 800 o C
CaCO 3 CaO CO 2
MgCO 3 MgO CO 2 Proses ini terjadi dalam peralatan preheater. Di PT. Semen Baturaja (Persero). Peralatan preheater yang digunakan terdiri atas dua unit (two String), mesing-masing terdiri atas empat cyclone salah satu string dilengkapi dengan burner precalciner (secondary burner). Maka akan terjadi peningkatan atau percepatan proses kalsinasi, sehingga sebagian besar proses kalsinasi, sehingga sebagian besar proses kalsinasi sudah yerjadi didalam preheater sehingga bebas kalsinasi didalam kiln lebih ringan. a) Proses Kilnkerisasi Rotary kiln sebagai peralatan utama pembakaran di PT. Semen Baturaja (Persero) yang dilengkapi dengan suspensi preheater. Kecepatan pembakaran dan rotary kiln adalah sangat ditentukan oleh kecepatan putaran kiln, panjang kiln, diameter kiln, dan kemiringan kiln (Agus Yulianto, 1995). Raw meal dari continous Ilow silo yang telah melaui proses aerasi untuk homogenezing terakhir keluar melalui serangkaian alat transport selanjutnya diumpankan ke dalam suspension preheater. Proses pembakaran yang terjadi didalam suspension preheater meliputi pengeringan dehidrasi dan dekomposisi. Sedangkan secara garis besar proses pembakaran sendiri dikelompokan dalam empat bagian yaitu: O Calcining Zone Pada zone ini raw meal dari preheater akan mengalami pemanasan hingga 1200 0 C dan proses yang terjadi adalah proses penguraian secara maksimum dari unsur-unsur reaktiI yang terkandung dalam material. Pada kondisi ini material masih berbentuk bubuk, dan bagian dalam kiln digunakan lapisan brick alumina. O Transition Zone Karena adanya slope kiln ke arah outlet dan bergerak memutar, maka material dari calcining zone akan bergerak ke daerah transition zone. Pada daerah ini material mengalami pemanasan hingga 1500 0 C. Proses yang terjadi adalah mulai terbentuk reaksi sedikit demi sedikit antara CaO dengan senyawa SiO 2 , Al 2 O 3 , dan Fe 2 O 3 . Material mulai berubah menjadi cair dan pada daerah ini lapisan dinding kiln berupa brick alumina. O Sintering Zone Pada daerah ini material mulai mendekati sumber panas yang terpancar dari burner. Pemansan yang terjadi hingga 1800 0 C. Proses yang terjadi adalah pelelehan dari seluruh material dan reaksi maksimum antara CaO dengan unsur SiO 2 , Al 2 O 3 , dan Fe 2 O 3 membentuk mineral compound senyawa utama klinker yaitu C 2 S (belite), C 3 S (alite), C 3 A (celite), dan C 4 AF (Ielite). Reaksi ini disebut reaksi klinkerisasi. Lapisan yang terpasang pada dinding kiln adalah brick jenis basic yang mempunyai siIat dapat mengikat coating, sehingga kiln shell lebih terlindungi terhadap perlakuan panas yang sangat tinggi. Reaksi klinker adalah : 4 CaO (s) Al 2 O 3 (s) Fe 2 O 3 (s) 4 CaO. Al 2 O 3 .Fe 2 O 3 (s): (C4AF) 3CaO (s) Al 2 O 3 (s) 3CaO. Al 2 O 3 (s) : (C3A) 2CaO(s) SiO 2 (s) 2CaO.SiO 3 (s) : (C2S) CaO (s) 2CaO. SiO 3 (s) 3CaO. SiO 3 (s) : (C3S) Mekanisme perpindahan panas yang terjadi di kiln sebagian besar adalah dengan cara radiasi. Jika temperature rendah (under burn) maka klinker yang terjadi tidak memenuhi standar. O Cooling Zone Material yang berbentuk cair di sintering zone akan mengalir ke cooling zone dan akan mengalami perubahan Iasa karena material menjauhi burner gun. Temperature akan turun hingga mencapai 1200 0 C, dan karena adanya gerakan rotasi kiln, maka sebagian besar material akan berbentuk butiran. Proses ini adalah proses terakhir yang terjadi di dalam kiln, selanjutnya material akan keluar menuju alat pendingin. Proses klikerisasi dalam pembuatan semen adalah proses pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung dalam material untuk membuat senyawa-senyawa dalam klinker yaitu C 3 S, C 2 S, C 3 A dan C 4 AF. Reaksi-reaksi pengikat oksida dapat berlangsung pada suhu sebagai berikut :
Tabel Proses Klinkerisasi Temperatur ( o ) Reaksi Yang Terjadi 0 100 Penguapan air dalam Raw Meal 100 - 600 Penguapan air hidrat dari tanah liat 600 800 Penguraian senyawa karbonat (Calsination), terutama jenis magnesium karbonat. Sedangkan karbonat dari senyawa kalsium akan terurai pada suhu 900 o C. Mulai terbentuknya senyawa C 3 A, C 2 S, dan C 2 AF. 700 900 Pembentukan senyawa C2S, C4AF, dan C3A maksimum 1100 1200 Pembentukan senyawa C3S dan pengurang CaO bebas 1200 - 1450 Pada temperatur 1260oC terbentuk Iase cair (liquid) yang apabila didinginkan menjadi terak atau klinker. Sumber : Agus Yulianto (1995)
b) Proses Pendinginan (Quenching) "uenching adalah proses pendinginan klinker secara mendadak setelah reaksi klinkerisasi selesai. "uenching dilakukan di dalam grate cooler dengan media pendinginnya berupa udara luar yang dihembuskan ke dalam grate cooler dengan menggunakan 1an. Klinker panas keluaran dari kiln akan jatuh pada grate plate di bagian depan (mulden plate) membentuk suatu tumpukan (bed), selanjutnya udara bebas dihembuskan oleh sejumlah 1an melalui bagian bawah grate plate menembus lubang- lubang pada grate plate sehingga terjadilah pendinginan klinker. Gerakan grate plate maju mundur menyebabkan klinker terdorong ke bagian belakang menuju outlet. Klinker yang halus akan lolos melalui lubang grate plate dan ditampung oleh hopper, selanjutnya dikeluarkan oleh drage chain. Sedangkan ukuran besar akan dipecah oleh crusher pada keluarannya. Tujuan quenching yaitu untuk mendapatkan klinker dengan mutu yang baik, diantaranya : - Mencegah terjadinya reaksi inversi 3CaO. SiO 3
3CaO. SiO 3 (s)
2CaO. SiO 3 (s)
2 CaO(s) terjadi pada pendinginan lambat pada temperatur 1200 o C - Mencegah terjadinya pembentukan struktur kristal beta 2CaO. SiO 3 yang bersiIat hidraulis menjadi kristal alIa 2 CaO.SiO 2 yang bersiIat kurang hidraulis. Keberhasilan quenching dapat dilihat dari temperature klinker dan temperature udara sisa pendinginan. Jika temperature klinker tinggi dan temperature udara pendingin rendah, maka proses quenching tidak baik.
1.5 Penggilingan Semen Klinker yang disimpan dalam silo dikeluarkan dan dihandling dengan pan conveyor masuk ke dalam klinker bin, demikian juga gypsum disimpan dalam bin. Dengan perbandingan tertentu, klinker dan gypsum dikeluarkan dari bin masing-masing dan akan tercampur di belt conveyor. Dari belt conveyor campuran ini kemudian dihancurkan dengan roller press sehingga memiliki ukuran tertentu yang selanjutnya digiling dengan menggunakan tube mill yang berisi ball stell sebagai media penghancur. Dengan menggunakan sebuah 1an, material yang sudah halus dihisap dan dipindahkan dari udara pembawanya dengan menggunakan beberapa perangkat pemisah debu. Hasil penggilingan ini disimpan dalam semen silo yang kedap udara. Cement silo ini terdiri dari dua buah cement silo dengan kapasitas masing-masing 20.000 ton. Cement mill di PT. Semen Baturaja (persero) terdapat di tiga tempat, yaitu di Baturaja dengan kapsitas 75 ton/jam, sedangkan di Palembang dan Panjang dengan kapasitasnya masing-masing 50 ton/jam. Semen yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu Iisik semen dengan kehalusan minimal 3000cm 2 /g (SNA mempersyaratkan min 2800 cm 2 /g).
KESIMPULAN
Meski batubara termasuk sumber energi tak terbarukan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa cadangan batubara di dunia saat ini masih sangat melimpah. Terhitung pada tahun 1990, jumlah cadangan batubara dunia diperkirakan mencapai 1.079 milyar ton dan masih dapat diandalkan sebagai sumber energi dunia hingga lebih dari 230 tahun, bahkan diperkirakan dapat mencapai hingga 300 tahun mendatang. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data pada P.T. Tambang Batubara Bukit Asam, hingga tahun 1991 jumlah batubara yang ditambang baru sebesar 14.478 ribu ton, dari total cadangan yang diperkirakan sebesar 34 milyar ton. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara memiliki dua reputasi yang saling bertolak belakang. Di satu Iihak PLTU betubara mempunyai reputasi baik karena mampu memproduksi listrik dengan biaya paling murah dibandingkan sistim pembangkit listrik lainnya. Biaya operasi PLTU batubara kurang lebih 30 ebih rendah dibandingkan sistim pembangkit listrik yang lain. Namun di lain Iihak, PLTU batubara juga mempunyai reputasi buruk karena merupakan sumber pencemar utama terhadap atmosIer kita. Penggunaan batubara sebagai sumber energi akan menghasilkan abu yaitu berupa abu layang (Ily ash) maupun abu dasar (bottom ash). Kandungan abu layang sebesar 84 dari total abu batubara. Produksi abu layang batubara dunia yang diperkirakan tidak kurang dari 500 juta ton per tahun dan ini diperkirakan akan bertambah. Hanya 15 dari produksi abu layang yang digunakan. Sisa dari abu layang cenderung sebagai reklamasi (Tanaka dkk., 2002). Hal ini dapat menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu masalah abu layang batubara harus segera diselesaikan agar tidak terjadi penumpukan dalam jumlah yang besar baik di Indonesia maupun di dunia. Salah satu alternatiI untuk memanIaatkan abu layang batubara adalah dengan mengubah abu layang tersebut menjadi zeolit. Zeolit dapat dimanIaatkan untuk beragam kegunaan seperti katalis, absorben, sumber kation penyaring molekul (Smart dkk., 1993) dan yang tidak kalah pentingnya lagi adalah sebagaibuilder detergent (Hui dkk., 2006).