Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia sedang menuju industrialisasi, artinya industri
merupakan sarana utama untuk menunjang pembangunan. Hasil positiI yang
diperoleh dibarengi dengan dampak negatiI proses industrialisasi itu sendiri
berupa berbagai gangguan kesehatan akibat kerja.
1
Salah satu penyakit akibat kerja itu ialah penyakit kulit akibat kerja
(PKAK). Gangguan kesehatan berupa PKAK akan mengurangi kenyamanan
dalam melakukan tugas dan akhirnya akan mempengaruhi proses produksi; secara
makro akan mengganggu proses pembangunan secara keseluruhan. Di Indonesia,
PKAK belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin
perusahaan walaupun jenis dan tingkat prevalensinya cukup tinggi.
1
Sumamur (1986) memperkirakan bahwa 50-60 dari seluruh penyakit
akibat kerja adalah penyakit kulit akibat kerja. Dari data sekunder ini terlihat
bahwa PKAK memang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, walaupun jenis
tidak sama pada semua perusahaan. Variasi penyakit kulit di setiap perusahaan
sangat berbeda, karena setiap perusahaan/industri proses produksi dan lingkungan
dalam perusahaan serta bahan yang dipergunakan di setiap perusahaan berbeda-
beda. Untuk itu perlu kejelian dan keterampilan petugas kesehatan termasuk
dokter perusahaan untuk menilai dan melihat proses produksi dalam perusahaan,
serta menilai bahan yang dipergunakan/dipakai/diperoleh dalam perusahaan
tersebut, yang mungkin dapat menimbulkan PKAK.
1
1.2Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas
masalah yang berhubungan dengan penyakit kulit akibat kerja, sehingga dapat
meningkatkan kesehatan kerja pada tenaga kerja.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan program kesehatan yang penting. Seorang
kepala keluarga merupakan kekuatan utama ekonomi sebuah keluarga. Apabila
kepala keluarga yang bekerja tersebut jatuh sakit maka bisa dipastikan
penghasilan keluarganya juga akan berkurang, sehingga status ekonomi keluarga
juga akan menurun. Pada masyarakat miskin akan berdampak langsung terhadap
status gizi dan kesehatan keluarganya. Apabila masyarakat pekerja sehat dan
produktiI akan berdampak pada produktiIitas suatu perusahaaan atau masyarakat
dan akhirnya berujung pada produktiIitas bangsa dan negara. Dengan demikian
pekerja yang sehat menentukan kesejahteraan suatu bangsa dan negara.
2
Dari data BPS tahun 2005, tercatat jumlah penduduk usia kerja (15-54
tahun) berjumlah 22.214.459 jiwa atau 10,2 dari jumlah penduduk. Dengan
rincian tempat bekerja pada sektor perdagangan (26,1), sektor industri (18,5),
jasa (17), angkutan (13,3), pertanian (11), bangunan (9,7) sektor listrik,
minyak dan gas (0,5). Dengan demikian sasaran kesehatan kerja sangat banyak
dan harus ditangani secara serius.
2
Masalah kesehatan kerja yang juga harus ditangani secara serius adalah
pekerja anak pada usia 10-17 tahun. Data Sakernas tahun 2004 pekerja anak usia
10-17 tahun mencapai 2.865.073 jiwa. Tersebar di sektor pertanian, kehutanan,
perburuan dan perikanan (55,1), pertambangan (1,3), industri pengolahan
(13,2), listrik, gas dan air (0,04), bangunan (1,9), perdagangan besar, eceran
rumah makan dan hotel (17,1), angkutan, pergudangan dan komunikasi (2,4 ),
keuangan, asuransi dan usaha persewaan (0.08) serta jasa kemasyarakatan
(8,2).
2
International Labour Organization (ILO) tahun 2002 melaporkan bahwa
setiap tahun 2 (dua) juta orang meninggal dan terjadi 160 juta kasus PAK serta
270 juta kasus kecelakaan akibat kerja. Kejadian ini mengakibatkan dunia
3
mengalami kerugian setara dengan 1, 25 trilun dolar atau 4 GNP dunia. Dari 27
negara yang dipantau ILO (2001), data kematian pekerja di Indonesia berada pada
posisi 26.
2
Data Jamsostek (2003) menunjukkan bahwa setiap hari kerja terjadi 7
kematian pekerja dari 400 kasus kecelakaan akibat kerja dengan 9,83 (10.393
kasus) mengalami cacat dan terpaksa tidak mampu bekerja lagi. Data lain
menyebutkan, hingga triwulan pertama 2004, tercatat 20.937 kasus kecelakaan
kerja, sehingga setiap hari terjadi 49 kasus kecelakaan kerja dengan lima korban
meninggal per hari. Hingga Agustus 2004 jumlah tersebut meningkat menjadi
86.880 kasus. Angka ini hanya merupakan angka yang dilaporkan sedangkan
angka yang sesungguhnya belum diketahui secara pasti. Hal ini seperti Ienomena
puncak gunung es.
2
Dengan Iakta-Iakta data-data dan uraian inIormasi diatas tidak bisa
dipungkiri bahwa kesehatan kerja sangat layak menjadi program unggulan yang
akan datang di Indonesia.
2
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan eIisiensi dan produktivitas kerja.
2
4
- Penyakit Akibat Kerja Occupational Disease
3
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesiIik atau asosiasi
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
- Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan Work Related Disease
3
Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana Iaktor
pekerjaan memegang peranan bersama dengan Iaktor risiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks
- Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja Disease oI Fecting Working
Populations
3
Adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan
yang buruk bagi kesehatan.
2.2.2. IdentiIikasi Penyakit Akibat Kerja
Sebelum menentukan penyakit tersebut disebabkan karena risiko
pekerjaan, dibutuhkan diagnosis yang tepat dan untuk menunjang diagnosis
tersebut, maka diperlukan beberapa sumber dalam menyelidiki secara adekuat
hubungan antara pekerjaan dengan penyakit.
3
Keberhasilan identiIikasi PAK diberbagai kelompok pekerjaan tergantung
dari riwayat pasien secara keseluruhan. Untuk mempertegas diperlukan
pemeriksaan laboratorium (biomonitoring dan tes klinik), penilaian paparan
lingkungan secara tepat dengan memperhatikan legalitas, etika dan Iaktor
sosioekonomi. Selain itu juga perlu diketahui garis besar riwayat pekerjaan, serta
gambaran pekerjaan saat ini dan saat yang lalu.
3
7
5. Kanker
3
Adanya presentase yang signiIikan menunjukan kasus kanker yang disebabkan
oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen
sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada
Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai ~ 20 tahun sebelum diagnosis.
6. Coronary artery disease
3
Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.
7. Penyakit liver
3
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis
karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8. Masalah neuropsikiatrik
3
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.
Neuropati periIer, sering dikaitkan dengan diabetes, pemakaian alkohol atau tidak
diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau
masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I
solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,
timah, merkuri,methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati periIer.
Carbon disulIide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
9. Penyakit yang tidak diketahui sebabnya
3
- Alergi.
- Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan.
- Sick building syndrome.
- Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis: parIum, derivat petroleum,
rokok.
10
per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis
penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 merupakan dermatitis kontak,
sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak,
dan tumor kulit.
2
Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat
pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering
terkena, yakni 50 dari jumlah seluruh penderita Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Dari suatu penelitian epidemiologik di luar negeri mengemuka, PAK dapat
berdampak pada hilangnya hari kerja sebesar 25 dari jumlah hari kerja. Secara
umum, tampaknya hingga kini kelengkapan data PAK masih menjadi salah satu
tantangan, karena PAK acapkali tidak teramati atau tidak teridentiIikasi dengan
baik akibat banyaknya Iaktor yang harus dikaji dalam memastikan jenis penyakit
ini.
2
2.3.1. Insidensi dan Prevalensi PKAK
Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar
didapat, termasuk dari negara maju, demikian pula di Indonesia. Umumnya
pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak
terlaporkannya penyakit tersebut. Hal lain yang menyebabkan terjadinya variasi
besar antarnegara adalah karena sistem pelaporan yang dianut berbeda. EIIendi
(1997) melaporkan insiden dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per
tahun atau 11,9 dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di
Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
4
Di AS angka statistik berasal dari survei yang dilakukan oleh Bureau oI
Labor Statistic pada industri swasta yang didata secara random. Di Inggris
pelaporan melibatkan dokter spesialis kulit yang bekerja pada beberapa pusat
kesehatan. Diagnosis ditetapkan secara sederhana termasuk menetapkan jenis
pekerjaan yang dilaksanakan. Pengamatan yang dilaksanakan pada berbagai jenis
pekerjaan di berbagai negara barat mendapatkan insiden terbanyak terdapat pada
penata rambut 97,4, pengolah roti 33,2 dan penata bunga 23,9.
4
12
Apabila ditinjau dari masa awitan penyakit, maka masa awitan terpendek
adalah dua tahun untuk pekerjaan penataan rambut, tiga tahun untuk pekerjaan
industri makanan, dan empat tahun untuk petugas pelayanan kesehatan dan
pekerjaan yang berhubungan dengan logam.
4
Ditemukan pula pengaruh gender, perempuan dikatakan lebih berisiko
mendapat penyakit kulit akibat kerja dibandingkan dengan laki-laki. Berkaitan
dengan umur, maka umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insidens penyakit
kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengalaman
yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung
diri. Sensitisasi sesuai dengan jenis pekerjaan terjadi pada 52 persen kasus.
4
Di beberapa negara maju telah berhasil mendata PAK, misalnya di
Swedia prosentase PAK 50 dari seluruh jenis PAK. Sedang di Singapura, angka
ini berkisar 20. Ada dua kelompok besar dalam penggolongan PAK ini, yakni
PAK eksematosa dan PAK non-eksematosa.
4
2.3.2. Bentuk-Bentuk PKAK
Di dalam Ilmu Kesehatan Kulit, istilah eksematosa sama dengan
dermatitis. Pengertian dermatitis akibat kerja adalah proses patologis kulit berupa
peradangan yang ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan/bintil
kemerahan, multipel mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair dan
lainnya. Akibat permukaan kulit terkena bahan atau unsur-unsur yang ada di
lingkungannya (Iaktor eksogen) pada waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh-
pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja. Namun demikian, untuk
terjadinya suatu jenis dermatitis atau beratnya gejala dermatitis, kadang-kadang
dipengaruhi pula oleh Iaktor kerentanan kulit seseorang (Iaktor endogen).
4
Lebih dari 90 PKAK merupakan jenis PKAK eksematosa, sedang
sisanya kira-kira 10 berupa PKAK non-eksematosa. Termasuk di dalam PKAK
eksematosa adalah Dermatitis Kontak Iritan (DKI), Dermatitis Kontak Alergi
(DKA), serta Urtikaria. Di antara ketiga jenis ini, umumnya DKI lebih sering
terjadi.
4
13
Pada kondisi tertentu di tempat kerja, yakni udara panas dan pengap, atau
suhu ruang yang amat dingin, berpakaian nilon dan lain-lain dapat meningkatkan
kepekaan kulit atau memudahkan kulit pekerja terkena DKI. DKI itu sendiri
adalah penyakit kulit yang terjadi akibat menempelnya sesuatu bahan atau unsur
yang disebut sensitizer pada permukaan kulit. Proses terjadinya penyakit
tergantung sistem kekebalan seseorang yang ditandai dengan kulit gatal
kemerahan, mungkin bengkak, terdapat bintil merah, bintil berair berjumlah
banyak yang tampak tidak hanya terbatas pada area kulit yang terkena bahan
penyebab, tetapi dapat meluas di luar area kulit yang terkena bahan penyebab,
bahkan dapat ke seluruh permukaan kulit. Untuk mengantisipasi hal ini perlu
pembersih kulit yang tidak bersiIat iritatiI atau melukai permukaan kulit. Untuk
pencegahannya, perlu alat pelindung yang tepat di tempat kerja, setelah dilakukan
pengamatan oleh petugas yang berkompeten.
4
2.3.2.2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila bahan LMW seperti lateks dan nickel,
sebagai hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit dan menimbulkan
dermatitis kontak alergi Tipe IV.
4
Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap.
Alergen lengkap diIagosit oleh makroIag dan merangsang limIosit yang ada di
kulit yang mengeluarkan limIosit aktivasi Iaktor (LAF). Sel limIosit kemudian
berdiIerensiasi membentuk subset sel limIosit T memori (sel Tdh) dan sel limIosit
Thelper dan sel Ts uppr es or. Sel T memori ini bila menerima inIormasi alergen
yang sudah dikenal masuk ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan
limIokin (Iaktor sitotoksis, Iaktor inhibisi migrasi, Iaktor kemotaktik dan Iaktor
aktivasi makroIag.
4
Dengan dilepaskannya berbagai Iaktor ini maka akan terjadi pengaliran
sel mas dan sel basoIil, ke arah lesi, dan timbullah proses radang yang merupakan
maniIestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran klinis umumnya berupa
papul, vesikel dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal.
4
16
Daerah tubuh yang terkena terutama bagian tubuh yang terpajan matahari
seperti dahi, pipi, dan lengan bagian luar. Reaksi Iotoalergi dapat timbul
karena bahan seperti ter kayu, obat antihistamin topikal, zat warna, dan
lain-lain.
1
2.3.2.4. Kelainan karena Faktor Fisik
1
a) Luka bakar (karena panas) dalam bentuk luka bakar tingkat I, II, dan III.
b) Cold urticaria timbul oleh karena dingin.
c) Immersion Ioot timbul bila kaki terlampau lama terendam dalam air dingin,
tanpa menjadi beku tetapi timbul gangren.
d) Frostbite / congelatio, radang kedinginan, kulit terasa sakit, menjadi bengkak,
pucat, mengeluarkan cairan serous.
e) Radiodermatitis, dapat berupa eritem, ulserasi, dan hiperpigmentasi, actinic
keratosis atau permulaan keganasan.
I) Heat rash, miliaria rubra; kulit menjadi merah disertai papulovesikel yang
milier.
2.3.2.5. Kelainan karena Iaktor biologis
Dapat berupa inIeksi kulit. Yang disebabkan oleh bakteri dapat
menimbulkan Iolikulitis, akne, pioderma atau ulkus piogenik. Yang disebabkan
oleh jamur ialah dermatoIitosis dan yang disebabkan kandida menyebabkan
kandidiasis.
1
Dermatitis akibat kerja (DAK) umumnya mempunyai prognosis buruk.
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pekerja logam dan pekerja konstruksi
menemukan 70 tetap menderita dermatitis meskipun telah dilakukan upaya
penghindaraan terhadap alergen penyebab dan perubahan jenis pekerjaan.
1
Meski dermatitis akibat kerja tidak memerlukan rawat inap, ringan, dan
umumnya dianggap sebagai risiko yang perlu diterima, pengaruh terhadap
pekerjaan dan status sosial psikologi harus diperhitungkan. Dampak dermatitis
kontak akibat kerja (DKAK) terhadap ekonomi sangat besar. Ini meliputi biaya
18
langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang
meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya
yang menyangkut eIek terhadap kualitas hidup.
1
2.3.3. Pengobatan PKAK
Tindakan pertama ialah memutuskan mata rantai kontak dengan
penderita, selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis
penyakitnya. Bila kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi
kering. Sesudah itu dapat dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung
kortikosteroid. Bila ada inIeksi sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin
atau eritromisin. Bila ada inIeksi jamur diberi obat anti jamur.
1
2.3.4. Pencegahan PKAK
Prevalensi dermatitisis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang
sempurna; antara lain:
1. Pendidikan
1
Diberi penerangan atau pendidikan pengetahuan tentang kerja dan
pengetahuan tentang bahan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit
akibat kerja. Selain itu, cara mempergunakan alat dan akibat buruk alat
tersebut harus dijelaskan kepada karyawan.
2. Memakai alat pelindung
1
Sebaiknya para karyawan diperlengkapi dengan alat penyelamat atau
pelindung yang bertujuan menghindari kontak. dengan bahan yang
siIatnya merangsang atau karsinogen. Alat pelindung yang dapat
dipergunakan misalnya baju pelindung, sarung tangan, topi, kaca mata
pelindung, sepatu, krim pelindung, dan lain-lain.
3. Melaksanakan uji tempel/uji tempel Ioto
1
Maksudnya adalah mengadakan uji tempel pada calon pekerja sebelum
diterima pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil uji tempel ini karyawan
19
BAB 3
KESIMPULAN
Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) dikenal secara populer karena
berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktiI.
Istilah PKAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh
jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaan
yang dilakukan.
Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja
diperkirakan akan semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit kulit akibat
kerja. Umumnya penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa Iaktor
yaitu Iaktor kimiawi, Iisik/mekanis dan biologis. Dermatitis kontak merupakan
kelainan kulit yang terbanyak di antara penyakit kulit akibat kerja.
Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja maka
perawatan dan perlindungan kulit sangat penting. Program perlindungan kulit ini
tidak hanya melibatkan pekerja tapi juga pemberi kerja sebagai penyedia sarana
serta melibatkan peraturan atau perundang-undangan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Dermatosis Akibat Kerja. RS Siregar. Bagian SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Rumah Sakit
Umum Pusat, Palembang
Diperoleh dari :
http://www.kalbe.co.id/Iiles/cdk/Iiles/15DermatitisAkibatKerja107.pdI/15
DermatitisAkibatKerja107.html |diakses 3 Agustus 2011|
2. Penyakit Kulit Akibat Kerja. Somelus
Diperoleh dari : http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/penyakit-kulit-
akibat-kerja/ |diakses 3 Agustus 2011|
3. Penyakit Akibat Kerja. eHealth
Diperoleh dari : http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/penyakit-akibat-
kerja |diakses 3 Agustus 2011|
4. Penyakit Kulit Akibat Kerja. All about health sciences
Diperoleh dari : http://adistira.blogspot.com/2009/06/penyakit-kulit-
akibat-kerja.html |diakses 3 Agustus 2011|