Вы находитесь на странице: 1из 265

i

RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU

IDING CHAIDIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI


Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Bogor,

Agustus 2007

Iding Chaidir NIP P25600007

ii

ABSTRAK
IDING CHAIDIR. Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI dan MARIMIN. Pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya menghadapi kendala utama yaitu masih lemahnya penguasaan teknologi dan belum sinkronnya hubungan antar pelaku perbenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen sehingga belum terbentuk rantai keterkaitan produksi yang kuat. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu yang dapat digunakan sebagai alat simulasi guna perumusan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Simulasi model peningkatan keuntungan melalui perbaikan teknologi menunjukkan bahwa faktor penentu keberhasilan pembenihan adalah fekunditas induk, frekuensi memijah, dan sintasan benih. Faktor kunci keberhasilan pembesaran adalah tingkat sintasan ikan, padat penebaran, dan pertumbuhan ikan, sedangkan keberhasilan usaha pascapanen adalah tingkat sintasan kerapu, padat penebaran dan lama proses pasca panen. Kontribusi masing-masing faktor terhadap tingkat keuntungan serta optimalisasi penggunaan input produksi berupa induk dan jumlah KJA dapat diperhitungakan melalui simulasi. Demikian juga titik kritis setiap faktor terhadap keuntungan usaha. Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budidaya berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). Keterkaitan antar pelaku usaha dapat dicapai apabila setiap pelaku usaha mengetahui kapasitas produksi optimal masing-masing sesuai dengan daya serap pasar dan penyesuaian jadwal produksi sesuai dengan fluktuasi yang terjadi di pasar. Kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan tahun 2009 sesuai skenario optimistis masing-masing adalah 2.265.864 ekor, 1.601.352 ekor dan 993.072 ekor, dan produksi optimal sesuai skenario pesimistis adalah 1.273.008 ekor, 972.036 ekor, dan 670.608 ekor. Simulasi evaluasi distribusi keuntungan masing-masing pelaku usaha menunjukkan hasil bahwa kegiatan pembesaran memberikan keuntungan yang paling tinggi, diikuti oleh pascapanen dan pembenihan. Untuk lebih menyeimbangkan distribusi keuntungan perlu kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga benih atau subsidi pakan. Kata kunci: model dinamis, agroindustri kerapu, budi daya, AHP, Powersim, Batam

iii

ABSTRACT
IDING CHAIDIR, Construction of dynamic model for the management of grouper aquaculture agroindustry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI and MARIMIN. The development of grouper aquaculture agroindustry in Indonesia is encountered by the problem of unsynchronized relationship among involved bussiness actors (hatchery, grower, post harvest / collector). This condition has led to a slow growth of the industry and small contribution to national income and fish farmers prosperity. The objective of the research was to increase the performance of the industry and strengthen the relationship among the actors through construction of a computer model using Powersim Studio Version 2005 combined with analytical hierarchy process (AHP) method. The simulations results indicate that the success of grouper hatchery industry depend on larvae survival rate, broodstock fecundity, and broodstock spawning rate. Meanwile grow-out productivity is depending on survival rate, stocking rate, and rearing period, and the success of post harvest activity is also depend on survival rate, stocking rate, and rearing period. Contribution of each factors to profit gain can be calculated through simulation. The simulation can also be employed to optimize the use of broodstocks in hatchery and the use of cages in grow out and post harvest activities. It also calculate the critical point for each factors in maximizing profit. A more detailed analysis using Analytical Hierarchy Process is conducted to formulate policy actions in improving grouper aquaculture industry. The policy actions are (1) healthy seed, (2) artificial food production, (3) broodtock genetic improvement, (4) fish grading, (5) drugs, vitamine and vaccine, (6) market information system, (7) seed certification, (8) good aquaculture practices, (9) stocking rate management (10) water quality improvement, and (11) cage maintenance. The relationship between three actors in the industry can be improved by setting up each production capacity that match the aggregate market demand. The relationship can also be improved by harmonizing their production schedule and managing their product inventory properly. The analysis indicate that the production capacity of this species for hatchery should be 2.265.864 seed/year, for grow-out 1.601.352 head/year, and for post harvest 993.073 head/year. If the demand is levelling up at current state (pesimistic scenario), then the production rate are estimated to be consecutively 1.273.008 seed/year, 972.036 head/year, and 670.608 head/year. Finally, through simulation we can evaluate the profit distribution among the three actors in the industry, i.e. hatchery, grow-out, and post harvest though which we can formulate a specific government policy that initiate a balancing process for profit distribution such as seed pricing or feed production support. Key words: dynamic model, grouper aquaculture, Powersim, AHP, Batam.

iv

RINGKASAN
Industri budidaya perikanan kerapu di Indonesia masih belum berkembang seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan produksi dan jumlah usaha budidaya kerapu. Produksi ikan kerapu budidaya meningkat dari 6.879 ton tahun 2000 menjadi 7.057 ton pada tahun 2002, kemudian menurun menjadi 6.552 ton pada tahun 2004 (Dirjen Perikanan Budidaya, 2006). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa industri ini masih belum mapan (established) sehingga memerlukan masukan teknologi untuk menjadikan industri tesebut sebagai andalan. Permasalahan yang dihadapi dalam industri budidaya perikanan kerapu adalah belum terbentuknya sruktur yang mantap yang menjamin aliran suplai barang dari hulu ke hilir dan aliran informasi dari hilir (pasar) ke hulu. Belum eratnya keterkaitan antar subsistem ini disertai juga dengan rendahnya penguasaan teknologi dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas. Permasalahan dalam industri kerapu budidaya bersifat kompleks, dinamis dan probabilistrik, sehingga perlu diatasi melalui pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Ruang lingkup penelitian meliputi tahap tahap (1) Identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh, (2) Pengkonstruksian model dinamis dan (3) Simulasi untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu. Penelitian ini dibatasi pada subsistem pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, sedangkan lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau, dan jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus). Sesuai dengan tahapan dalam pendekatan sistem maka dilakukan (1) analisis kebutuhan (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model. Model yang dirancangbangun terdiri dari sub model peningkatan nilai tambah pembenihan, sub model peningkatan nilai tambah budidaya dan sub model peningkatan nilai tambah pasca panen. Penggabungan ketiga sub model tersebut dalam model integral digunakan dalam simulasi kapasitas produksi agregat dan simulasi pemerataan distribusi profit. Hasil penelitian yang meliputi hasil simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan nilai tambah produksi (pembenihan, budidaya dan pasca panen), simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Hasil simulasi ini selanjutnya diperingkatkan untuk mengetahui prioritas kebijakan yang perlu diterapkan dalam pembangunan agroindustri perikanan kerapu.

Nilai tambah pada pembenihan dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang diukur dari peningkatan parameter produksi yaitu tingkat sintasan benih pada 11%, 16% dan 21%, prosentase induk memijah pada 10%,20% dan 30%, dan fekunditas induk pada level 1 juta, 1,5 juta dan 2,0 juta telur. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pembenihan adalah (1) peningkatan persentase induk memijah (51,94 %), (2) peningkatan fekunditas (25,81 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,25 %). Nilai tambah pada budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter tingkat sintasan kerapu pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA, dan lama pemeliharaan kerapu pada 4 bulan, 5 bulan dan 6 bulan. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah budidaya adalah (1) meningkatkan pertumbuhan ikan (39,25%), (2) peningkatan padat penebaran (38,55 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,20 %). Nilai tambah pada pasca panen, seperti halnya pada subsistem budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter tingkat sintasan kerapu pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA dan lama proses pasca panen yaitu 1, 1,5 dan 2 bulan. Simulasi dilakukan juga untuk mengetahui titik kritis setiap faktor yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pasca panen. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pasca panen adalah (1) mempersingkat lama pasca panen (55,94 %), (2) peningkatan padat penebaran (28,02 %), dan (3) peningkatan sintasan (16,04 %). Untuk mendukung sukses pengembangan industri perikanan kerapu yang meliputi pembenihan, pembesaran dan pasca panen, maka kebijakan teknis yang perlu diterapkan berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). Simulasi dalam rangka mengukur kapasitas produksi optimal pembenihan, budidaya dan pasca panen dilakukan sesuai dengan tiga skenario proyeksi permintaan kerapu macan. Berdasarkan skenario optimistik, yaitu kecenderungan permintaan mengikuti kecenderungan saat ini, maka kapasitas produksi optimal pembenihan adalah 1.938.144 ekor/tahun, pembesaran 1.596.516 ekor/tahun dan pasca panen 1.271.976 ekor/tahun. Pada skenario moderat, pembenihan sebesar 1.396.932 ekor/tahun, pembesaran 1.191.312 ekor/tahun dan pasca panen 971.004 ekor/tahun. Untuk skenario pesimistis, produksi optimal pembenihan adalah 843.300 ekor/tahun, pembesaran 786.096 ekor/tahun dan pasca panen 668.508 ekor/tahun. Hasil ini menunjukkan kebutuhan benih, budidaya maupun pasca panen kerapu macan yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasar Hong Kong, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi perencanaan pengembangan kegiatan usaha dan menghindarkan terjadinya produksi yang vi

berlebih. Dengan menggunakan data permintaan jenis ikan kerapu lain dapat pula diprediksikan kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan yang diperoleh masing-masing subsistem dalam industri perikanan kerapu disimulasikan dengan menggunakan harga jual sebagai faktor peubah, sedangkan variabel teknis lainnya sesuai dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan simulasi diperoleh informasi bahwa bila lakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total profit kumulatif pada subsistem pembenihan dari 17,89 M menjadi 21,21 M, perubahan profit pada subsistem budidaya dari Rp 43,36 menjadi Rp 41,59 M, dan tidak terjadi perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 M. Apabila dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,menjadi Rp 8.000,-. Perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, budidaya dan pasca panen masing-masing menjadi Rp 25,49 M, Rp 37,48 M dan Rp 39,39 M. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri budidaya perikanan kerapu, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu dapat digunakan untuk mensimulasikan proses peningkatan nilai tambah maksimum pada rantai produksi pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, prediksi kapasitas produksi optimal serta pemerataan distribusi profit. Faktor teknis yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah, fekunditas telur, dan sintasan larva. Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Keuntungan pasca panen ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Kebijakan yang diperlukan guna meniungkatkan pengembangan industri perikanan kerapu budidaya adalah pengembangan pakan buatan, pengembangan induk unggul, penggunaan obat/vitamin/vaksin , penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air , perawatan KJA, grading/seleksi ikan, pengembangan sistem informasi pasar, sertifikasi benih dan penerapan Good Aquaculture Practices . Model pengembangan kapasitas produksi dapat memprediksi tingkat produksi optimal pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (ekses suplai). Perencanaan tersebut dirancang untuk setiap spesies kerapu bernilai ekonomis tinggi sehingga dapat digunakan untuk membatasi atau mengembangkan industri perikanan kerapu sesuai dengan spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Model distribusi keuntungan dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan subsidi harga yang dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di kegiatan usaha yang secara finansial tidak menarik. Untuk meningkatkan efektivitas program, hasil penelitian ini perlu didukung dengan penanganan aspek non teknis melalui kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan kawasan, litbang teknologi produksi melalui peran aktif pihak swasta. Secara spesifik pemerintah perlu mendorong produksi induk unggul, industri pakan, vaksin dan obat-obatan serta meningkatkan promosi pasar untuk memperluas pemasaran ikan kerapu.

vii

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

viii

RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU

IDING CHAIDIR

Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007


ix

Judul Disertasi Nama Mahasiswa Nomor Pokok

: Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu : Iding Chaidir : P 25600007

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua

Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota

Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, M.Sc Anggota

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Anggota

Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSi.

Tanggal Ujian: 13 Agustus 2007

Tanggal Lulus: x

PRAKATA
Penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertemakan agroindustri kerapu budidaya, dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak-bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis MSc, Dr. Ir. Anas M. Fauzi M.Eng, dan Prof. Dr. Ir. Marimin MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara tulus sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dr. Ir. Amril Aman MSc sebagai penguji luar komisi, dan pimpinan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program S3 di IPB. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. Wahono Sumaryono, Apt. APU, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, beserta jajaran pimpinan dan teman-teman di Pusat Teknologi Produksi Pertanian yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama saya melaksanakan studi S3 di IPB. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada istri dan anak-anak saya yang terus menerus memberikan dorongan semangat, pengertian, dan pengorbanan selama saya melaksanakan studi ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada teman-teman sesama mahasiswa S-3 Teknologi Industri Pertanian IPB yang sering memberikan dorongan semangat dan dukungan bahanbahan referensi untuk penyelesaian studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembangunan sektor perikanan pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.

xi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 8 September 1956 sebagai anak ke 5 dari 8 bersaudara dari pasangan Mas Abdul Hadi dan Nontjik Nurimah, menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di kota Palembang dan SMA di Cilimus Kuningan. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budi daya Perikanan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1985, disponsori oleh pemerintah RI melalui Overseas Fellowship Program, penulis diterima studi S-2 di Departement of Agricultural Economics and Rural Development, Universitas North Carolina Agricultural and Technical State University, Greensboro, North Carolina, USA dan menyelesaikannya pada tahun 1987. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor diperoleh pada tahun 2000 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 1979 dan ditempatkan di Jakarta. Selama bekerja di BPPT penulis pernah menjabat sebagai Ketua Kelompok Studi Pengkajian Sistem Pedesaan (1988-1992), Kasubdit Pengkajian Sistem Industri Pertanian (1992-1997), Direktur Pengkajian Sistem Industri Primer (1997-1998), dan Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian (1998-2006). Selama bekerja di BPPT banyak melakukan penelitian khususnya di bidang budi daya perikanan. Selama melaksanakan penelitian ini, penulis juga menjabat sebagai Penanggung Jawab Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kerapu yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi.

xii

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxiv 1 PENDAHULUAN .. 1 1.1 1.2 1.3 Latar Belakang ...... Tujuan ............................ Ruang Lingkup ............... ...... 1.3.1 Ruang lingkup rancang bangun model ..................................... 1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan ...................................................... 1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya ......................... 1.3.4 Lokasi penelitian ...................................................................... 1.3.5 Jenis ikan kerapu ...................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA .... 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 3 3.1 3.2 Industri Perikanan Kerapu ........ Rancang Bangun Model Sistem Dinamis Rantai Pasokan Rantai Nilai...... Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) ................ Analisis Kelayakan Finansial . Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian... 3.2.1 Analisis kebutuhan 3.2.2 Permodelan sistem 3.2.3 Rancangbangun model dan impelemtasi komputer .. 3.2.4 Operasi .. 3.2.5 Simulasi model .. 3.3 Pengumpulan Data....... 3.3.1 Jenis data ... 3.3.2 Metode pengumpulan data 3.4 3.5 Metode Pengolahan Data. Tempat dan Waktu Penelitian . 1 6 6 6 7 7 8 8 9 9 11 14 15 16 17 19 19 22 25 25 26 27 28 28 28 28 31 31

METODOLOGI....

xiii

Halaman 4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA .............. 4.1 4.2 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budidaya................................. Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi daya ................................... 4.2.1 Industri pembenihan kerapu...................................................... 4.2.2 Industri pembesaran kerapu ..................................................... 4.2.3 Industri pascapanen dan perdagangan kerapu ......................... 4.3 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup ....................................................... 4.3.1 Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong........... 4.3.2 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong ........................ 5 PE NGEMBANGAN MODEL ... 5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya ............................ 5.1.1 Analisis kebutuhan ..... 5.1.2 Formulasi permasalahan . 5.1.3 Identifikasi sistem ... 5.2 Rancang Bangun Model.. 5.2.1 Rancang bangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budidaya................................................ 5.2.2 Rancang bangun model penguatan struktur industri kerapu budi daya ....................................................................... Pengujian Model................................................................................. 5.3.1 Verifikasi model....................................................................... 5.3.2 Validasi model ........................................................................ 5.3.3 Analisis sensitivitas ................................................................. 5.3.4 Analisis stabilitas ..................................................................... 5.4 6 Pengoperasian Model ......................................................................... SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA............................................................................... 6.1 Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya..................................................................................................... 6.1.1 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perbaikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih........... 6.1.2 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimasi jumlah induk digunakan.............................................. 6.1.3 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran nelalui perbaikan padat penebaran, sintasan dan lama pemeliharaan............. 32 32 33 33 35 36 37 37 40 42 42 42 43 46 51 51 65 73 73 74 75 75 76 77

5.3

77 77 86 90

xiv

Halaman 6.1.4 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan ......................................... 6.15 Simulasi peningkatan keuntungan pasca panen melalui perbaikan sintasan, padat tebar dan lama pemeliharaan. .......... 6.1.6 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimasi jumlah KJA digunakan................................................ 6.2 Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi Daya..................................................................................................... 6.2.1 Kapasitas produksi pembenihan................................................ 6.2.2 Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen....................... 6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya ........................................................................................... 6.3.1 Hasil simulasi distribusi keuntungan..... 6.3.2 Hasil analisis finansial....... 6.4 Simulasi Titik Kritis Agroindustri Kerapu Budidaya ......................... 6.4.1 Titik kritis pembenihan kerapu ..... 6.4.2 Titik kritis pembesaran kerapu . 6.4.2 Titik kritis pasca panen kerapu ........ 7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA............................................... 7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil Simulasi ..................................................................................... 7.1.1 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan ............................................................................... 7.1.2 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran ............................................................................... 7.1.3 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pasca panen ....................................................................................... 7.2 Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP..................................................................................................... 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN ...................................... 8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat ........................................... 8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan .................................................... 9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA ............................................... 97 101 108 112 115 116 117 117 119 127 127 129 130 131 131 131 134 136

139 145 146 148 150 xv

9.1 Kebijakan Perbaikan kInerja Teknis Produksi..................................... 9.1.1 Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu ........................ 9.1.2 Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu ......................... 9.1.3 Perbaikan faktor produksi pasca panen kerapu ......................... 9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung ................................. 9.2.1 Pengembangan produksi pakan buatan...................................... 9.2.2 Pengembangan induk unggul..................................................... 9.2.3 Penggunaan obat-obatan dan vitamin ...................................... 9.2.4 Penerapan prosedur operasi terstandar ..................................... 9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif ................................................ 9.3.1 Aspek perdagangan dan pemasaran .......................................... 9.3.2 Pengaturan kapasitas produksi agregat ..................................... 9.3.3 Pengembangan kawasan budi daya kerapu .............................. 9.3.4 Pengembangan industri alat dan mesin produksi ...................... 10 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 10.1 10.2 Keimpulan . Saran .

150 150 151 152 153 153 155 157 157 158 158 159 160 161 162 162 164 165 170

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xvi

DAFTAR TABEL
Halaman 1. Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk 2. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini ......... 3. Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang tahun 2002 dan 2003. 4. Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: Kg) . 5. Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK) .................................................................................... 6. Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK)...... 7. Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun 2000-2005 (Satuan: Kg)................................. 8. Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu................................................................................................... 9. Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%).. 10. Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem industri kerapu budidaya ...................................................................... 11. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu...................................................................... 12. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri budi daya ikan kerapu. .... 13. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pascapanen ikan kerapu...... 14. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK).............................................................. 15. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) ......................................................................... 16. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR).................................................................. 17. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (FK) ............................................................................................ 18. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah ....................................................... 19. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK).......................................................................... 20. Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival (SR) benih untuk maksimalisasi profit pembenihan............................. 2 29 36 37 38 38 39 40 41 44 55 60 64 81 81 83 83 85 86 87 xvii

Halaman 21. Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah ........... 22. Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk .......................... 23. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha budi daya pada berbagai tingkat padat penebaran pembesaran ................................................. 24. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran benih /KJA ......................................................................... 25. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat sintasan pembesaran ................................................................ 26. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan 27. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran ......................................... 28. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran ............................................................................. 29. Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ....................... 30. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran........................ 31. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran.......................... 32. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan.................................................................................... 33. Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai tingkat sintasan ikan pascapanen ....................................................... 34. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran....................................................................... 35. Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran ikan / KJA ................................................................ 36. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat lama proses pascapanen ......................................................... 37. Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama proses pascapanen .............................................................................. 38. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan ikan........................................... 39. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai padat penebaran.................................................. 88 90 92 93 94 95 96 97 99 100 101 103 103 105 106 107 108 109 111

xviii

Halaman 40. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen..................................... 41. Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per tahun merurut tiga skenario pertumbuhan (ekor).................................. 42. Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam industri pembesaran perikanan kerapu..................... 43. Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri.......................................... 44. Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih per bulan. ............................................................................................. 45. Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan)................................................................................................... 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. Biaya investasi pembesaran kerapu skala 4 unit karamba................... Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (4 karamba)..................... Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba. Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba)......... Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol .............................. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol ...................... Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pasca panen kerapu pada tingkat keuntungan pasca panen sama dengan nol...................... Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu...... Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP......................................................... Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP......................................................... Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu.................... Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP......................................................... Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP........................................................ Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pascapanen kerapu .............. 112

115

118 119 121 122 123 124 125 126 128 129 130 132 133 133 134 135 136 137

xix

Halaman 60. 61. 62. 63. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP .......................................................... Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP ......................................................... Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program pengembangan agroindustri kerapu budidaya ..................................... Hasil perhitungan bobot kepentingan variabel sasaran ........................ 138 138 141 142

xx

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002-2003... 2. Perkembangan harga kerapu tahun 2002-2003 di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau ........................... 3. Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA............ 4. Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM........................................................................................... 5. Rabtai nilai generik (Porter, 1994) 6. Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu...................................................................................................... 7. Tahap penelitian dan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu................................................................ 8. Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri budidaya perikanan kerapu................................................. 9. Diagram sebab-akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya. ................................................................................... 10. Diagram input output sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya..................................................................................... 11. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu. 12. Struktur model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu menggunakan program Powersim Studio. .. 13. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri budi daya perikanan kerapu. . 14. Struktur sub model peningkatan keuntungan industri budi daya kerapu menggunakan program Powersim Studio 15. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu. 16. Struktur sub model peningkatan keuntungan penanganan pasca panen kerapu......... 17. Diagram sebab akibat untuk model penguatan struktur industri perikanan kerapu ... 18. Struktur model penguatan struktur industri perikanan kerapu menggunakan program Powersim Studio............................................... 19. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK)................................................................. 20. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR)..................................................................... xxi 3 4 13 13 16 20 23 24 48 50 53 54 57 59 61 63 67 72 80 82

Halaman 21. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah.......................................................... 22. Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan ........................... 23. Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah................. 24. Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk ............................... 25. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda................................................................................ 26. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda................................................................................ 27. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada tiga tingkatan berbeda................................................................................ 28. Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ............................. 29. Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan ........................ 85 87 88 89

92

94

96 98 99

30. Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran ................................ 100 31. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda................................................................................ 102 32. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda............................................................................... 105 33. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda............................................................................... 107 34 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ............................ 109 35 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat padat penebaran ............................... 110 36. Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit 111 pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen .............................

xxii

Halaman 37. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik.................. 113 38. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat...................... 114 39. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik................... 114 40. Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya....................... 118 41. Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budidaya.................................................................... 140 42. Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP menggunakan Expert Choice Versi 11 ............................................................................. 142 43. Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu menggunakan Expert Choice Versi 11 ......................................... 143

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (Kg) ....... 2. Perkembangan produksi ikan kerapu dari budi daya (Kg) 3. Produksi benih nasional 1999-2002. 4. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002 dan 2003...... 5. Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya .. 6. Peta kawasan Batam - Rempang Galang (Barelang) lokasi utama penelitian dilaksanakan.................................................................... 7. Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia.......................................................... 8a Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat . terkecil............................................................................... 8b. Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$) menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis)......... 9. Manual pengoperasian model simulasi pengelolaan agroindustri kerapu budi daya ........................................................... 10. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara probabilistik....................................................................................... 11. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik........... 12. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara probabilistik....................................................................................... 13. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik ............ 14. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik ................. 15. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik........ 16. Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000,- ................................................ 17. Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000,-................................................. 18. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan................ 19. Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu.................................... 20. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembenihan kerapu............... 171 172 173 174 177 178 179 180 181 182

187 187

188 188 189 189 190 190 191 192 193 xxiv

Halaman 21. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan kerapu.............................................................................................. 22. Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu........................................... 23. Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu......................... 24. Proyeksi neraca pembenihan kerapu ............................................. 25. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu.. 26. Analisa break even pembenihan kerapu......................................... 27. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembesaran............... 28. Proyeksi biaya operasi pembesaran kerapu.................................... 29. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembesaran kerapu............... 30. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembesaran kerapu............................................................................................. 31. Proyeksi rugi laba pembesaran kerapu........................................... 32. Proyeksi arus kas (cash flow) pembesaran kerapu. 33. Proyeksi neraca pembesaran kerapu............................................... 34. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembesaran kerapu.. 35. Analisa break even pembesaran kerapu.......................................... 36. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pascapanen............... 37. Proyeksi biaya operasi pascapanen kerapu................................... 38. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pascapanen kerapu.............. 39. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pascapanen . 40. Proyeksi rugi laba pascapanen kerapu.......................................... 41. Proyeksi arus kas (cash flow) pascapanen kerapu...................... 42. Proyeksi neraca pascapanen kerapu............................................. 43. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pascapanen kerapu. 44. Analisis break even pascapanen kerapu...................................... 45. Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan ................................................................................... 46. Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan ................................................................ 194 195 196 197 198 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 211 212 213 214 215 216 217 218 220 222 222

xxv

Halaman 47. Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan pembenihan .................................................................................... 48. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan................................................................. 49. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap keuntungan pembenihan................................................................. 50. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pembesaran.................................................................. 51. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap keuntungan pembesaran.................................................................. 52. Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap keuntungan pembesaran.................................................................. 53. Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap keuntungan pembesaran ................................................................ 54. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan pembesaran..................................................................................... 55. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pasca panen................................................................. 56. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap keuntungan pasca panen................................................................. 57. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap keuntungan pasca panen................................................................. 58. Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap keuntungan pasca panen................................................................. 59. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap keuntungan pasca panen................................................................. 60. Grafik perkembangan harga kerapu Hong Kong 2002 -2006........ 223 223 224 224 225 225 226 226 227 227 228 228 229 230

xxvi

DAFTAR ISTILAH
AHP : Analytical Hierarchy Process, merupakan metoda yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas : Titik impas, yaitu jumlah unit penjualan pada kondisi keuntungannya adalah nol. : Diagram sebab-akibat yang menggambarkan hubungan antar variabel dalam suatu sistem yang dikaji. : Paket program komputer yang dapat digunakan untuk penyusunan struktur hierarki dan penghitungan nilai dalam metoda AHP. : Jumlah butir telur yang dikandung oleh rata-rata seekor induk ikan. : Pembenihan, yaitu fasilitas yang digunakan untuk mengembangbiakkan ikan melalui pemijahan dan pemeliharaan larva. : Internal rate of return, tingkat bunga yang menggambarkan bahwa nilai sekarang dari benefit dan nilai sekarang dari cost sama dengan nol. : Karamba jaring apung. Perlengkapan untuk memelihara ikan di perairan terbuka, terdiri atas kerangka kayu persegi empat dilengkapi pelampung dan jaring. : Saat induk betina melepas telur dan dibuahi oleh ikan jantan. : Persentase jumlah ikan yang mati dibandingkan dengan populasi awal. : Maximum sustainable yield. Jumlah ikan maksimum yang dapat ditangkap secara berkelanjutan. : Nilai sekarang dari laba yang diperoleh di masa yang akan datang atas suatu investasi. : Proses lanjutan dari pembesaran sebelum ikan dijual ke pasar yang terdiri atas seleksi, grading, dan pemulihan kondisi ikan hingga siap dijual ke pasar. : Lihat: Hatchery. : Pemeliharan ikan berukuran benih hingga ukuran konsumsi. Dalam kasus ikan kerapu, pembesaran dilaksanakan di dalam karamba jaring apung yang diletakkan di laut.

Break even point Causal loop diagram Expert Choice

Fekunditas Hatchery

IRR

KJA

Memijah Mortalitas MSY Net Present Value Pascapanen

Pembenihan Pembesaran

xxvii

Phytoplankton

: Jasad renik di dalam air yang berupa tanaman dan mengandung butir hijau daun (chlorophyl). Paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows yang didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir dan diagram sebab-akibat serta persamaan yang menghubungkan antar variabel. : Jumlah ikan / benih yang ditebarkan dalam satuan volume air (m3). : Jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. : Benefit cost ratio, merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari benefit bersih dan nilai sekarang dari biaya bersih. : Survival rate. Persentase jumlah ikan yang bertahan hidup dari populasi awal. : Metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut : Proses pengujuan bahwa model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model : Proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan prilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model. : Jasad renik di dalam air yang berupa hewan (zoo).

Powersim Studio

Padat penebaran Payback period

Rasio biaya manfaat

Sintasan Sistem dinamis

Validasi model

Verifikasi model

Zooplankton

xxviii

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: Dr. Ir. Amril Aman, MSc.

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1. Dr. Wahono Sumaryono, Apt.APU 2. Dr. Ir. Made L Nurdjana

xxix

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km2 dan wilayah laut 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Tingkat pemanfaatan lestari (maximum sustainable yield) sumber daya perikanan laut seluruh perairan Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton. Sementara itu, produksi perikanan laut Indonesia pada tahun 1998 sebesar 3,6 juta ton, atau 58,5% dari tingkat pemanfaatan lestarinya (Dahuri 2003). Potensi perikanan tersebut merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar bagi Indonesia dalam persaingan perdagangan internasional. Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan memiliki keterbatasan karena dapat mengancam kelestarian. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka produksi perikanan mulai beralih dari penangkapan ke kegiatan budi daya. Perkembangan produksi perikanan tangkap di laut Indonesia selama kurun waktu 2002-2005 hanya meningkat rata-rata sebesar 4,31%, sedangkan produksi perikanan budi daya di laut pada kurun waktu yang sama meningkat sebesar 23,35% (Koeshendrajana et al. 2006). Salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan adalah ikan kerapu karena memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar ekspor yang tinggi. Beberapa jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi antara lain adalah kerapu bebek atau kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Ephinephelus fuscogutatus), kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina), kerapu malabar (Ephinephelus malabaricus), kerapu sunu (Plectopomus leopardus), dan ikan napoleon (Cheilinus undulatus). Sekitar daya. 93% produksi ikan kerapu di Indonesia (tahun 2001) masih didominasi oleh kegiatan penangkapan di laut, selebihnya merupakan hasil budi Penangkapan dilakukan dengan cara-cara yang tidak memperhatikan ikan kerapu dan kelestariannya seperti penggunaan bahan peledak atau racun sianida. Akibatnya terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat mengancam kelestarian ikan kerapu di alam. Budi daya atau pembesaran (grow-out) ikan kerapu dalam karamba jaring apung (KJA) yang menggunakan benih hasil pembenihan (hatchery) atau

2 menggunakan dari alam telah mulai berkembang di beberapa daerah seperti di Lampung, Bali, dan Riau. Pengembangan budi daya ikan kerapu ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan, mengurangi tekanan terhadap kerusakan lingkungan melalui penangkapan di laut, dan menghasilkan devisa melalui ekspor. Tabel 1 Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk
Tahun 1999 39.342 1.759 2000 48.422 6.879 2001 48.516 3.818 2002 48.400 7.057 2003 53.743 8.638 2004 t.a.d 6.552 2005 t.a.d 12.00 0

Produksi Penangkapan (ton)*) Budi daya (ton)**)

Benih (ekor) 186.100 287.000 2.742.900 3.356.200 t.a.d t.a.d t.a.d Sumber: *) Ditjen Perikanan Tangkap (2005) dikutip oleh Koeshendrajana (2007). **)Laporan Tahunan Ditjen Perikanan Budidaya , 2005 t.a.d = tidak ada data,

Perkembangan industri perikanan kerapu budi daya di Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, masih belum seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan volume produksi dan jumlah usaha budi daya kerapu. Perkembangan produksi penangkapan kerapu sesuai dengan provinsi dapat dilihat di Lampiran 1, sedangkan perkembangan produksi asal budi daya per provinsi dapat dilihat di Lampiran 2, dan perkembangan produksi benih kerapu, khususnya kerapu macan dan kerapu bebek dapat dilihat di Lampiran 3. Sebagian besar produksi ikan kerapu Indonesia baik melalui penangkapan maupun budi daya diekspor ke luar negeri, terutama Hong Kong. Perkembangan volume dan jenis kerapu yang diimpor oleh Hong Kong dari Indonesia tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Dapat dilihat pula bahwa volume impor kerapu Hong Kong tersebut sangat berfluktuasi sesuai dengan perkembangan permintaan pasar pada musim tertentu yang dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar di kawasan tersebut. Meskipun demikian, prospek pasar ikan kerapu di masa yang akan datang sangat cerah karena masyarakat etnis cina tersebar di berbagai negara. Data lebih rinci mengenai perkembangan impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4. Fluktuasi permintaan yang juga mempengaruhi tingkat harga gilirannya menentukan pada tingkat keuntungan yang diperoleh produsen ikan

3 kerapu. Sering terjadi kondisi bahwa ikan yang telah siap dipanen tidak dapat diserap pasar karena permintaan sedang turun, atau sebaliknya permintaan tinggi tetapi tidak tersedia pasokan dari produsen. Sementara itu, untuk memproduksi ikan kerapu diperlukan jangka waktu setidaknya 1 tahun sejak benih ikan ditebarkan. Benih tersebut harus dipesan dari pembenihan (hatchery) yang belum tentu ready stock karena juga dipengaruhi musim. Kondisi seperti ini mencerminkan ketidakpastian dalam melaksanakan usaha pembenihan, pembesaran maupun pascapanen, sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya agroindustri kerapu budi daya di Indonesia secara pesat.
70,000 60,000 Volume (Kg) / Bulan 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 Jul Jul Jul Jan'02 Jan'03 Jan'04 Jan'05 Jul Jan'06 Oct Oct Oct Apr Apr Apr Apr Oct Apr

Bulan/Tahun

Kerapu Tikus Kerapu Malabar Napoleon

Kerapu Lumpur Kerapu Sunu Leopard

Kerapu Macan Kerapu Sunu Totol

(Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006). Gambar 1 Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002-2006. Permasalahan yang dihadapi dalam agroindustri kerapu budi daya sebagaimana dijelaskan di atas terjadi karena masih belum terbentuknya keterkaitan yang erat antar pelaku-pelaku usaha yang terlibat di dalam rantai produksi perikanan kerapu. Aliran informasi tentang permintaan pasar masih belum transparan, sehingga pembudidaya tidak mengetahui secara pasti kapan

4 harus mulai memproduksi agar sesuai kebutuhan pasar. Demikian pula halnya dengan produsen benih yang tidak dapat mengantisipasi kapan harus menyediakan benih sesuai kebutuhan. produksi agroindustri kerapu budi daya. Ketidakpastian dalam kegiatan usaha dalam agroindustri kerapu budi daya diindikasikan dengan terjadinya fluktuasi harga kerapu sepanjang tahun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, yang menunjukkan fluktuasi harga kerapu di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau selama tahun 2002-2003. Dapat dilihat bahwa perubahan harga ikan kerapu berubah setiap bulan dengan fluktuasi yang cukup besar. Perubahan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi permintaan pasar di Hong Kong. Tingkat fluktuasi harga yang sangat besar ini jelas menyulitkan produsen ikan kerapu untuk memperoleh keuntungan secara pasti.
100,000 90,000 80,000 70,000

Hal ini menunjukkan adanya

ketidakpastian dalam pelaksanaan kegiatan usaha bagi pelaku dalam rantai

Rp / kg

60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 -

Ju li m be N r op em be Ja r nu ar i0 3 M ar et

Se

Bulan
Rata-rata Harga Macan Sunu Halus Lumpur Napoleon

(Sumber: PT Trimina Dinasti Agung Tanjung Pinang). Gambar 2 Perkembangan harga kerapu tahun 2002-2003 di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau.

Se

Ju li m be N r op em be r pt e

ua ri0 2 M ar et

M ei

Ja n

pt e

M ei

5 Selain permasalahan yang terjadi pada rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya yang diakibatkan oleh faktor eksternal sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan yang bersifat internal terutama menyangkut belum dikuasainya teknologi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen ikut mempengaruhi kinerja pelaku usaha di bidang agroindustri kerapu budi daya. Belum dikuasainya teknologi antara lain berimplikasi pada masih tingginya tingkat kematian (mortality rate) ikan dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan maupun pembesaran. Mengingat agroindustri perikanan budi daya kerapu sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan, sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, maka pengembangannya di masa yang akan datang perlu didukung oleh perencanaan komprehensif yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Perencanaan tersebut perlu dituangkan dalam suatu konsep manajemen yang meningkatkan keterkaitan antar pelaku yang terlibat dalam agroindustri kerapu budi daya dan meningkatkan penguasaan teknologi oleh pelaku usaha. Dengan demikian akan menjamin tumbuhnya industri perikanan yang berkelanjutan yang memberikan keuntungan yang maksimum bagi para pelaku usaha, baik pembenih, pembudidaya maupun pascapanen, sekaligus memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya. Manajemen industri perikanan melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Selain itu, industri perikanan berhubungan dengan perilaku yang berubah menurut waktu sehingga bersifat dinamis (Johnson 1995). Pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan penyebab tunggal, tetapi dengan menerapkan pendekatan sistem yang dapat memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin 2005). Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa keunggulan pendekatan sistem adalah dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahannya secara menyeluruh. Pemecahan masalah malalui pendekatan sistem dilakukan antara lain melalui tahap pembuatan model (pemodelan) dan simulasi. Model tersebut dapat

6 diklasifikasikan sebagai model statik dan model dinamik. Dalam model statis,

perubahan input memiliki pengaruh langsung terhadap output, karena tidak melibatkan waktu tunda (delays) atau konstanta waktu (time constant). Sebaliknya model dinamis melibatkan umpan balik dan waktu tunda informasi untuk memahami perilaku dinamis suatu sistem yang kompleks (Laurikkala et al. 2001). Sejalan dengan pendapat di atas, Coyle (1995) menyatakan bahwa sistem dinamis adalah suatu pendekatan sistem yang memperhatikan aspek umpan balik (feedback) dan waktu tunda untuk mengetahui perilaku sistem yang kompleks secara keseluruhan. Permodelan sistem dinamis bertujuan untuk menjelaskan sistem dan memahami, melalui model kualitatif dan model kuantitatif, bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendisain struktur umpan balik informasi yang tepat serta kebijakan pengontrolan melalui simulasi dan optimalisasi (Coyle 1995). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model

pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu. 1.3 Ruang Lingkup 1.3.1 Ruang lingkup rancangbangun model dinamis Rancang bangun model dinamis yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap (1) identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, (2) rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, dan (3) simulasi dalam rangka optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Proses rancang bangun dan simulasi model dilakukan dengan menggunakan paket program Powersim Studio Versi 2005.

7 1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan (manajemen) Pengelolaan adalah penggunaan sumberdaya, termasuk SDM, modal, peralatan, dan material, secara bijak dan terencana untuk mencapai tujuan. Fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengadaan staf, pengarahan dan pengendalian (Wedemeyer 2001). Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini terdiri atas pengelolaan pada level taktis dan level strategis. Pengelolaan pada level taktis meliputi pengelolaan input untuk memperoleh keuntungan maksimum pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Pengelolaan pada level strategis meliputi (1) pengelolaan kapasitas produksi untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (excess supply) di pasar, dan (2) pengelolaan distribusi keuntungan untuk menyeimbangkan keuntungan yang diperoleh masing-masing mata rantai produksi perikanan kerapu. 1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya Ruang lingkup sistem agroindustri kerapu budi daya yang dibahas dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Fokus penelitian ini dibatasi pada: (1) Subsistem pembenihan (hatchery), (2) Subsistem pembesaran (grow-out), (3) Subsistem penanganan pascapanen (pengumpulan, grading, dan pengolahan). Subsistem lain yang terkait dan mempengaruhi kinerja subsistem inti, yang juga mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah: (1) Subsistem nelayan (pemasok induk dan pakan ikan rucah) (2) Subsistem transportasi dan pemasaran, (3) Subsistem produksi pakan buatan, (4) Subsistem produksi / pemasok obat ikan dan bahan kimia, (5) Subsistem industri alat dan mesin perikanan kerapu. (6) Subsistem pembiayaan (7) Subsistem penyedia teknologi (litbang) Agroindustri kerapu budi daya dalam penelitian ini fokus penelitian ini. dibatasi pada produksi perikanan budi daya yang berbeda dengan perikanan tangkap yang tidak menjadi

8 1.3.4 Lokasi penelitian Lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau (Lampiran 6). Lokasi ini dipilih karena di kawasan tersebut telah tersedia unit pembenihan ikan kerapu milik Departemen Kelautan dan Perikanan maupun swasta, dan Pemerintah Daerah setempat sangat mendorong pengembangan industri budi daya ikan laut, khususnya kerapu. Kegiatan budi daya kerapu di kawasan ini masih belum berkembang karena masih menghadapi berbagai kendala yang perlu diatasi melalui penelitian yang komprehensif. 1.3.5 Jenis ikan kerapu Jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan ikan kerapu tikus (C. altivelis) yang benihnya telah dapat diproduksi di panti pembenihan (hatchery), dan di beberapa lokasi telah berkembang usaha budidayanya. Pemasaran jenis ikan ini terutama ditujukan ke pasaran Hong Kong sebagaimana telah berkembang selama ini. Gambar jenis ikan kerapu macan, kerapu tikus dan beberapa jenis ikan kerapu komersial lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya Agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati atau hewani. Proses tersebut mencakup perubahan dan pengawetan melalui perwakilan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Produk yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia, atau sebagai produk yang merupakan bahan baku untuk industri lain (Austin 1992). Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya disebutkan bahwa pembudidayaan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan). Pemanfaatan sumberdaya ikan terdiri atas kegiatan penangkapan (fishing) dan kegiatan budi daya (aquaculture). Berdasarkan habitat tempat produksi, usaha aquakultur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu budi daya perikanan berbasis daratan (land based aquaculture) dan budi daya perikanan berbasis laut (marine based aquaculture). intensif (Dahuri 2003). Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan). Selanjutnya undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang disepakati. Berdasarkan sistem produksinya, budi daya dibedakan menjadi budi daya tradisional, budi daya semi intensif dan budi daya

10 Menurut Sadovy et al. (2003), industri perikanan kerapu yang berkembang di kawasan indo-pasifik terdiri atas (1) penangkapan ikan kerapu hidup di terumbu karang, (2) pembesaran (grow out) di dalam karamba ikan kerapu berukuran kecil (under size) hasil tangkapan di laut hingga ukuran konsumsi, dan (3) akuakultur (budi daya) siklus penuh (full-cycle aquaculture), yaitu pemeliharaan ikan sejak dari telur hasil pengembangbiakan di pembenihan hingga ukuran konsumsi. Pomeroy (2002) menjelaskan bahwa budi daya kerapu berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kegiatan usaha budi daya karamba dengan tingkat pertumbuhan 16 persen selama tahun 1990-an. Daerah utama pembesaran kerapu di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara (Nias dan Sibolga), Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Lampung, Jawa Barat, Karimunjawa (Jateng), Teluk Saleh (NTB), Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Budi daya kerapu di Indonesia dicirikan dengan digunakannya benih asal tangkapan di alam dan penggunaan ikan rucah sebagai pakan. Penggunaan benih asal hatchery masih sangat terbatas, meskipun penggunaannya terus berkembang. Kerapu terutama dipelihara di dalam karamba jaring apung dan beberapa dilakukan di kolam dengan jaring apung berukuran kecil, tetapi semakin terbatasnya lahan untuk kolam membatasi perkembangannya (Sadovy et al. 2000). Produktivitas usaha pembenihan kerapu masih dicirikan oleh tingkat kelulusan hidup (survival rate) atau sintasan yang masih sangat rendah, yaitu rata-rata hanya 4% (Rimmer 2000). Sementara itu pada usaha pembesaran masih banyak menghadapi kematian yang tinggi akibat serangan penyakit dan suplai pakan yang masih menggunakan ikan rucah karena belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk kerapu. Johnson (1995) menunjukkan bahwa manajemen perikanan sering melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses penganalisaan risiko dan keuntungan dari barbagai alternatif tindakan, kemudian menetapkan tindakan mana yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan manajemen. Salah satu cara untuk memahami hubungan yang kompleks dan pengaruhnya terhadap manajemen adalah melalui simulasi dan pemodelan. Berbagai jenis model yang

11 telah tersedia antara lain (1) population dynamics, (2) peraturan penangkapan (3) pengkajian resiko (4) analisis keputusan, (5) bioenergetik (6) fate of contaminants, dan (7) kualitas air. Erdmann dan Pet-Soede (1996) menjelaskan bahwa perdagangan ikan karang hidup terjadi karena adanya permintaan yang tinggi di pasaran Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, dan sentra pecinan lainnya untuk memperoleh ikan yang benar-benar segar, yaitu dengan memilih ikan hidup dari akuarium restoran beberapa menit sebelum dimakan. Jenis ikan ini dihargai sangat tinggi bukan hanya karena kesegarannya dan rasanya, tetapi juga karena reputasinya dalam membangkitkan kejantanan (virility) dan mempertahankan kesehatan jasmani. Aspek negatif dari perdagangan ikan karang hidup adalah rusaknya terumbu karang karena penangkapan ikan yang menggunakan sodium cyanide. Rimmer M et al. (1997) menyatakan bahwa pemasaran ikan laut di Hong Kong lebih dari 220.000 ton per tahun, dan pasar saat ini untuk ikan karang hidup berkualitas tinggi diperkirakan sebesar 1.600 1.700 ton per tahun. Besarnya permintaan ini akan meningkat dua kali lipat setiap 6 tahun. Stok ikan karang yang ditangkap dari laut untuk memasok permintaan ikan karang hidup di pasar Asia dilaporkan sangat berkurang karena overfishing dan penggunaan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan seperti penggunaan sianida (Johannes dan Riepen 1995). 2.2 Rancangbangun Model Sistem Dinamis Menurut Eriyatno (1999) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam istilah sebab-akibat. Oleh karena suatu model adalah suatu abstraksi dari realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Marimin (2005) menyatakan bahwa sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Ditinjau dari komponen input, proses, output, suatu sistem dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu sistem analisis, sistem desain, dan sistem kontrol. Pendekatan

12 sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Metodologi sistem pada dasarnya melalui enam tahap analisis sebelum sintesa (rekayasa), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial). Sistem dinamis adalah suatu metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut. Sistem dinamis berhubungan dengan perilaku suatu sistem yang berubah menurut waktu, dengan tujuan menjelaskan dan memahami bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendesain struktur umpan balik informasi serta kebijakan pengontrolan yang tepat melalui simulasi dan optimalisasi sistem dengan menggunakan model kualitatif dan model kuantitatif. (Coyle 1995). Menurut System Dynamic Society (2005), sistem dinamis adalah suatu metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks seperti yang ditemukan pada sistem bisnis dan sistem sosial lainnya. Metodologi sistem dinamik tersebut mencakup (1) identifikasi masalah, (2) mengembangkan hipotesis dinamis menjelaskan penyebab timbulnya masalah, (3) membangun model simulasi komputer untuk sistem tersebut pada akar permasalahannya, (4) menguji model untuk meyakinkan bahwa model tersebut mereproduksi perilaku yang sama pada dunia nyata, (5) melengkapi dan menguji model alternatif kebijakan yang dapat memecahkan masalah, dan (6) mengimplementasikan pemecahan masalah. Tahapan tersebut biasanya melalui proses review untuk memperbaiki tahap sebelumnya. Sistem dinamik dapat diterapkan pada bidangbidang (1) perencanaan korporat dan disain kebijakan, (2) manajemen dan

13 kebijakan publik, (3) modeling biologi dan medika, (4) energi dan lingkungan, (5) pengembangan teori pada ilmu pengetahuan alam dan sosial, (6) pengambilan keputusan dinamik dan (7) dinamik nonlinear yang kompleks. STELLA merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk analisis sistem dinamis yang menggunakan simbol-simbol (ikon) grafis yang mudah dimengerti. Ikon-ikon yang digunakan terdiri atas: stok (stock), aliran (flows), pengubah (converter) dan penghubung (connectors) (Gambar 3). Kesemua ikon tersebut mewakili semua bagian yang mempengaruhi perilaku sistem. STELLA didesain untuk memudahkan proses pengembangan model, penspesifikasian model, mengotomatiskan proses komputasi, dan dengan mudah menghasilkan output dalam bentuk grafik atau angka ( Ruth and Linholm 2001).
FLOW STOCK

CONNECTOR

CONVERTER

Gambar 3 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA. Selain STELLA, dapat juga digunakan POWERSIM STUDIO untuk pemrograman sistem dinamis yang karakteristik dan cara pengoperasian yang agak mirip antara keduanya. Dalam Powersim Studio peristilahan untuk simbolsimbol yang digunakan adalah sebagai berikut:
FLOW LEVEL

CONSTANT VARIABLE

LINKS

Gambar 4 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM STUDIO.

14 Powersim adalah paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows. Paket pemodelan ini didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir (flow diagram) dan diagram sebab-akibat (causal loop diagram). Persamaan (equation) yang menghubungkan antar variabel dalam model dapat dibuat dengan panduan yang ada dalam paket dan ditampilkan secara visual dalam bentuk grafik. Hasil simulasi dapat ditampilkan dalam Perubahan parameter untuk proses bentuk animasi, angka maupun grafik.

simlulasi dapat dilakukan dengan menggunakan tobol geser (slider button), tombol tekan (push button), maupun tombol radio (radio button) (Coyle 1995). Dengan menggunakan program Powersim Studio dapat dilakukan berbagai operasi simulasi dengan merubah parameter tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, optimisasi yang mengoptimalkan variabel penentu (prime decision variable) untuk mencapai tujuan, pengkajian risiko (risk assessment) atau disebut juga dengan analisis sensitivitas, dan manajemen risiko yang merupakan kombinasi dari optimisasi dan pengkajian risiko (www.powersim.com). 2.3 Rantai Pasokan Rantai pasokan (Supply chain) adalah suatu sistem dimana pelakupelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa distribusi, dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang (feedback flow) (Stevens 1989 yang diacu dalam Angerhover and Angelides 2000). Menurut Angerhofer dan Angelides (2000), ada 6 jenis sistem aliran dalam rantai pasokan, yaitu (1) aliran informasi, (2) aliran material, (3) aliran order, (4) aliran uang, (5) aliran tenaga kerja, dan (6) aliran peralatan modal (capital equipment). Selanjutnya dijelaskan oleh Akkermans et al. (1999) yang diacu dalam Angerhover and Angelides (2000), bahwa dalam manajemen rantai pasokan dipersyaratkan adanya (1) keterlibatan multiple eselon, proses dan fungsi organisasi, (2) menggambarkan secara jelas fokus pada koordinasi dan/atau integrasi, (3) ditujukan pada peningkatan secara simultan pelayanan terhadap konsumen dan keuntungan (profitabilitas). Austin (1992) menyatakan bahwa ada 4 keterkaitan yang harus dalam sistem agroindustri, yaitu (1) keterkaitan rantai produksi, (2) keterkaitan

15 kebijakan makro-mikro, (3) keterkaitan institusional dan (4) keterkaitan internasional. Keterkaitan rantai produksi terdiri atas bermacam tahap operasional aliran bahan sejak dari tempat produksi, melalui unit pengolahan hingga sampai ke konsumen. Keterkaitan kebijakan makro-mikro merupakan pengaruh ganda dari kebijakan makro pemerintah (seperti pajak, kredit, subsidi, dan lain-lain) terhadap operasional pada agroindustri (teknologi, harga, kualitas, dan lain-lain). Keterkaitan institusional, mencakup hubungan antar berbagai Keterkaitan internasional, mencakup kegiatan pasar kelembagaan yang beroperasi dan berinteraksi dengan rantai produksi agroindustri hasil laut; dalam dan luar negeri dimana produk agroindustri berfungsi. Penerapan simulasi sistem dinamik dalam bidang manajemen rantai pasokan dapat dilakukan untuk mendiagnosa masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah, mengoptimalkan operasi, dan memitigasi faktor risiko (GoldSim Technology Group LLC 2004). Simulasi model dinamis rantai pasokan pada umumnya dapat digunakan dalam kategori sebagai berikut: (1) optimisasi, (2) analisis keputusan, (3) evaluasi diagnostik, (4) manajemen risiko, dan (5) perencanaan proyek. Aliansi strategis pada dasarnya merupakan kolaborasi atau kemitraan sinergis antara dua atau multi pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategis. Aliansi strategis umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa alasan sebagai berikut: (1) meningkatkan peluang keuntungan, (2) mencapai keunggulan yang terkait dengan skala, jangkauan, dan kecepatan, (3) meningkatkan penetrasi pasar, (4) meningkatkan daya saing dalam pasara domestik dan/atau global, (5) meningkatkan pengembangan produk, (6) mengembangkan peluang bisnis baru melalui produk dan jasa baru, (7) memperluas pengembangan pasar, mengurangi biaya (Taufik 2004). 2.4 Rantai Nilai Porter (1994) mengembangkan konsep rantai nilai (value chain) yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam aktivitas utama dan aktivitas pendukung seperti dapat dilihat pada Gambar 5. (8) meningkatkan ekspor, (9) diversifikasi, (10) menciptakan bisnis baru, dan (11)

16

Aktivitas Pendukung

Infrastruktur Perusahaan Manajemen Sumberdaya Manusia Pengembangan Teknologi Pembelian


Logistik Ke Dalam
Margin

Operasi

Logistik ke Luar

Pemasaran

Pelayanan
Margin

Aktivitas Utama

Gambar 5 Rantai Nilai Generik (Porter 1994). Aktivitas utama terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Logistik ke dalam yang meliputi penerimaan, penanganan bahan, penggudangan, pengendalian, penjadwalan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok. (2) Operasi, merupakan kegiatan untuk mengubah masukan menjadi produk akhir, seperti produksi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian, dan operasi fasilitas. (3) Logistik ke luar, terdiri atas kegiatan pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi produk kepada pembeli yang meliputi penggudangan barang jadi, operasi kendaraan, pengiriman, pemasaran pesanan, dan penjadwalan. (4) Pemasaran dan penjualan yang meliputi penyediaan sarana yang memungkinkan pembeli terpengaruh untuk melakukan pembelian seperti periklanan, promosi, penyediaan tenaga penjual, pemilihan saluran penjualan, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga. (5) Pelayanan, meliputi kegiatan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk yang meliputi pemasangan, reparasi, penyediaan suku cadang, dan penyesuaian produk. Aktivitas pendukung terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Pembelian, yang mencakup fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam dalam rantai nilai perusahaan. (2) Pengembangan teknologi, yang meliputi seluruh teknologi yang dipakai dalam setiap titik pada rantai nilai perusahaan.

17 (3) Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan penerimaan, pelatihan, pengembangan, promosi dan kompensasi karyawan. (4) Infrastruktur sebagainya. 2.5 Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process) AHP merupakan metode yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas (Saaty 1993). memecahkan masalah kualitatif Metode ini dimaksudkan untuk membantu yang kompleks dengan menggunakan perusahaan meliputi manajemen umum, perencanaan, keuangan, hukum, hubungan dengan pemerintah, manajemen mutu, dan

perhitungan kuantitatif, melalui pengekpresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dimugkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif (Eriyatno dan Sofyar 2007). Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP adalah: (1) Penyusunan hierarki, di mana permasalahan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. (2) Penentuan prioritas, di mana untuk setiap kriteria dan alternatif dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), kemudian nilai-nilai perbandingan relatif diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. (3) Konsistensi logis, di mana semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. 2.6 Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilaksanakan untuk mengetahui apakah suatu proyek layak secara finansial untuk dijalankan. Metode yang digunakan untuk mengukur kelayakan tersebut sesuai yang ditulis oleh Gittinger (1986) dengan uraian sebagai berikut: (1) Payback Period Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa lama jangka waktu yang diperlukan agar investasi bisa kembali. Cara yang digunakan adalah

18 dengan mengakumulasikan aliran kas hingga mencapai nilai positif. Pada saat nilai kumulatif tersebut positif berarti pengeluaran proyek telah tertutupi. (2) Net Present Value (NPV) Metode ini mendiskontokan seluruh aliran kas, baik aliran kas masuk maupun aliran kas keluar, pada basis waktu sekarang. Untuk menghitung ini ditentukan faktor pendiskon yaitu, biaya modal. NPV adalah jumlah dari seluruh aliran kas yang telah didiskontokan. Ukuran kelayakan adalah apabila NPV lebih besar dari nol (positif) yang berarti bahwa proyek tersebut menguntungkan atau dapat diterima. (3) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek, atau dengan perkataan lain IRR adalah suatu tingkat bunga, di mana seluruh aliran kas bersih setelah ditransformasikan dengan nilai sekarangnya (present value) sama jumlahnya dengan investment cost (initial cost). (4) Rasio Biaya Manfaat Metode ini sering disebut juga dengan B/C ratio. membandingkan atau membagi antara penerimaan Metode ini proyek yang telah

didiskontokan dengan pengeluaran proyek yang telah didiskontokan juga. Ukurannya adalah apabila nilai B/C < 1 maka proyek ini merugi atau dapat ditolak. (5) Break Even Point (BEP) BEP adalah jumlah unit penjualan di mana keuntungannya adalah nol. BEP merupakan analisis pulang pokok yang dapat digunakan untuk analisis perencanaan laba.

19

3 METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat, sedangkan potensi industri ini sangat besar dan diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional. Belum berkembangnya industri ini terjadi karena masih rendahnya kinerja dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Kondisi ini dipengaruhi oleh belum terbentuknya struktur industri yang mantap yang menjamin aliran material, finansial, dan informasi dari hulu ke hilir maupun aliran sebaliknya dari hilir ke hulu. Dalam penelitian ini dilakukan rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk mensimulasikan berbagai skenario pengelolaan pada level taktis maupun level strategis yang dapat meningkatkan daya saing agroindustri kerapu budi daya. Pengelolaan level taktis ditujukan untuk meningkatkan keuntungan melalui skenario perbaikan teknologi pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen untuk menekan tingkat mortalitas (meningkatkan sintasan) atau mempercepat pertumbuhan (growth) ikan melalui perbaikan input benih, pakan, obat-obatan, kualitas air, dan maintenance peralatan produksi. Skenario pengelolaan level strategis ditujukan untuk memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan melalui penataan kapasitas produksi agregat yang sejalan dengan fluktuasi permintaan pasar secara agregat sehingga tidak terjadi oversupply. Pengelolaan level strategis lainnya adalah kebijakan pengaturan harga yang dapat menyeimbangkan distribusi keuntungan antar pelaku usaha untuk menghindarkan penumpukan pada sektor usaha tertentu saja. Model dinamis yang dirancangbangun untuk simulasi skenario pengelolaan level taktis adalah model peningkatan keuntungan produksi yang terdiri atas (1) submodel peningkatan keuntungan pembenihan, (2) submodel peningkatan keuntungan pembesaran, dan (3) submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen. Model dinamis untuk simulasi skenario pengelolaan level strategis adalah model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

20 Model ini digunakan untuk simulasi optimalisasi skala produksi kerapu secara agregat dan simulasi pemerataan distribusi keuntungan antar mata rantai produksi. Proses simulasi skala produksi dilakukan dengan menggunakan variabel proyeksi permintaan pasar ikan kerapu secara agregat pada berbagai kemungkinan. Simulasi optimalisasi distribusi keuntungan dilakukan dengan menggunakan variabel harga jual pada berbagai kemungkinan. Kerangka konsep pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dalam rangka peningkatan keuntungan dan penguatan struktur industri dapat dilihat pada Gambar 6.
Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya

Observasi kinerja agroindustri kerapu budi daya

Observasi struktur agroindustri kerapu budi daya

Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembenihan

Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembesaran

Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pascapanen

Analisis proyeksi pasar ekspor ikan kerapu

Analisis finansial agroindustri kerapu budi daya

Pengembangan model dinamis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya

Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan

Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran

Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen

Simulasi perencanaan kapasitas prod optimal

Simulasi pemerataan distribusi keuntungan

Pemeringkatan program peningkatan keuntungan agroindustri perikanan BD kerapu (AHP)

Rekomendasi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya

Rekomendasi penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya

Gambar 6 Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya merupakan sistem dunia nyata (real world) yang diobservasi. Observasi terhadap kinerja aktual masingmasing elemen dalam agroindustri kerapu budi daya digunakan sebagai bahan

21 untuk merancangbangun model peningkatan keuntungan pembenihan, model peningkatan keuntungan pembesaran dan model peningkatan keuntungan pascapanen agroindustri kerapu budi daya. Ketiga model ini dilengkapi dengan observasi struktur industri di dunia nyata selanjutnya digunakan untuk menyusun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang merupakan penggabungan dari ketiga model terdahulu. Dengan demikian terdapat 4 model yang digunakan dalam penelitian ini. Model peningkatan keuntungan yang telah melalui tahap verifikasi dan validasi digunakan untuk simulasi dalam rangka maksimalisasi tingkat keuntungan pada pembenihan, pembesaran, dan pascapanen melalui optimasi faktor produksi. Untuk melengkapi hasil simulasi tersebut dilakukan pula Hasil analisis finansial dengan menggunakan informasi aktual di lapangan.

simulasi ini selanjutnya digunakan untuk merekomendasikan kebijakan taktis/operasional meliputi di bidang teknis dan manajemen untuk meningkatkan produktivitas pada masing-masing subsistem industri. Pemeringkatan kebijakan taktis operasional berdasarkan tingkat kepentingannya dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Tidak semua variabel teknis dapat disimulasikan dengan menggunakan model dinamis peningkatan nilai tambah. Untuk melengkapi analisis tersebut maka dilakukan akuisisi pendapat pakar tentang faktor teknis lebih detail yang mempengaruhi kinerja pembenihan, pembesaran, dan pascapanen, untuk selanjutnya diperingkatkan menggunakan AHP. Penggabungan antara hasil simulasi model dinamis (hard system methodology) dan hasil AHP (soft system methodology) memberikan hasil yang lebih lengkap. Sejalan dengan analisis peningkatan nilai tambah, analisis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menggunakan model hasil penggabungan. Berdasarkan model tersebut dilakukan simulasi penentuan kapasitas produksi optimal yang berimbang untuk masing-masing elemen industri dengan mempertimbangkan perkembangan pasar akhir dan simulasi perimbangan perolehan keuntungan pada masing-masing elemen industri berdasarkan pertimbangan tingkat harga dan tingkat teknologi. struktur agroindustri kerapu budi daya. Hasil simulasi tersebut digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan strategis penguatan

22 3.2 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap persiapan, pengumpulan data, rancang bangun model, validasi model, verifikasi, dan implementasi model seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penyusunan daftar pertanyaan dan perlengkapan lainnya. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data yang meliputi data kondisi lingkungan eksternal agroindustri kerapu budi daya terutama perkembangan pasar ikan kerapu, kebijakan pengembangan perikanan kerapu di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Data tentang kinerja agroindustri kerapu budi daya terutama aspek finansial pembenihan, budi daya dan industri pengolahan dikumpulkan langsung kepada responden (data primer) dan dari laporan maupun hasil penelitian terdahulu (data sekunder). Dalam melihat kinerja industri perikanan kerapu dilihat pula tingkat teknologi dan skala usaha yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, data yang dikumpulkan adalah data mengenai hubungan (keterkaitan) antar pelaku usaha pembenihan, pembudidaya dan penanganan pascapanen, terutama menyangkut pola kerjasama yang berlaku di lapangan. Tahap selanjutnya adalah perancangan model yang mengikuti tahapan dalam pendekatan sistem, yaitu dari analisa kebutuhan hingga analisis stabilitas. Berdasarkan hasil perancangan ini diperoleh model utama yang digunakan dalam proses simulasi yang terdiri atas (1) model peningkatan keuntungan industri, yang terdiri atas submodel pembenihan, submodel budi daya, dan submodel pascapanen serta (2) model penguatan struktur industri yang terdiri atas submodel perencanaan kapasitas produksi dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. Selanjutnya model tersebut digunakan dalam simulasi untuk diimplementasikan untuk memperoleh kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Sejalan dengan tahap simulasi dilakukan juga analisis implementasi sehingga kebijakan berdasarkan kriteria dan finansial untuk menyempurnakan hasil analisis dan kebijakan dilakukan pemeringkatan rumusan

diperoleh hasil perumusan kebijakan yang lebih baik. Dalam proses perumusan efektivitasnya mencapai tujuan. Proses pemeringkatan faktor,

alternatif dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP.

23
PERSIAPAN PENELITIAN (PENYUSUNAN PROPOSAL, PENYUSUNAN KUESIONER,& PERLENGKAPAN PENELITIAN

P E N G U M P U L A N P E R A N C A N G A N I M P L E M E N T A S I

D A T A

LINGKUNGAN EKSTERNAL: - PERDAGANGAN REGIONAL/ INTERNASIONAL - KEBIJAKAN NASIONAL - KEBIJAKAN DAERAH

KETERKAITAN ANTAR PELAKU USAHA: - RANTAI PRODUKSI - RANTAI PEMASARAN - PERMODALAN - PEMBINAAN TEKNOLOGI

KINERJA PELAKU USAHA: (PEMBENIHAN, BUDI DAYA, PEN.PASCAPANEN) - TINGKAT TEKNOLOGI - SKALA USAHA - KINERJA FINANSIAL

DATA SEKUNDER

DATA PRIMER

KAJIAN PUSTAKA

PENDAPAT PAKAR

M O D E L

ANALISA KEBUTUHAN ANALISIS STABILITAS

FORMULASI PERMASALAHAN ANALISIS SENSITIVITAS

IDENTIFIKASI SISTEM VERIFIKSI & VALIDASI MODEL

RANCANG BANGUN MODEL IMPLEMENTASI KOMPUTER

MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AI PERIKANAN B D KERAPU


MODEL PENINGKATAN KEUNTUNGAN PRODUKSI MODEL PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI

M O D E L

SIMULASI MODEL IMPLEMENTASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

PEMERINGKATAN PRIORITAS KEBIJAKAN (AHP) KEBIJAKAN PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

Gambar 7 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu.

24 Dalam pengembangan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, diterapkan pendekatan sistem yang tahapannya secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 8.
KEBUTUHAN

ANALISIS SISTEM Lengkap ? Ya GUGUS SOLUSI YG LAYAK Tidak

PERMODELAN SISTEM Cukup ? Ya MODEL ABSTRAK OPTIMAL Informasi normatif dan positif Tidak

RANCANG BANGUN IMPLEMENTASI Tidak

Cukup? Ya SPESIFIKASI SISTEM DETAIL

IMPLEMENTASI

Puas ? Ya SISTEM OPERASIONAL

Tidak

OPERASI PUAS? Reevaluasi dari penampilan Ya Tidak

Gambar 8 Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri perikanan budi daya kerapu.

25 Tahapan dalam pendekatan sistem yang berhubungan dengan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah tahap analisis sistem dan tahap permodelan sistem, dengan uraian sebagai berikut: 3.2.1 Analisis sistem (1) Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal pengkajian suatu sistem. Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan menyangkut interaksi antara respon yang

timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Pada tahap ini ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbedabeda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin 2005). (2) Formulasi permasalahan Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya terutama adalah adanya konflik kepentingan (conflict of interest) antar pelaku-pelaku dalam bisnis tersebut. Untuk mengetahui permasalahan secara detail maka dilakukan analisis tentang berbagai keinginan atau kepentingan (interest) masing-masing pelaku yang terlibat, yaitu pembenihan, pembudidaya, pelaku agroindustri, pedagang, nelayan, pemerintah, serta pelaku yang terlibat lainnya. Berdasarkan daftar keinginan tersebut selanjutnya dilakukan identifikasi konflik kepentingan sehingga dapat diketahui potensi permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya. (3) Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering konsep digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab-akibat tersebut selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kotak gelap (black box). Hasil analisis ini dijadikan dasar bagi penentuan elemen dari sistem dan penentuan variabel-variabel yang termasuk dalam kelompok input, proses maupun output.

26 3.2.2 Permodelan Sistem (1) Rekayasa model dan implementasi komputer Dalam rekayasa model dilakukan pentransferan diagram pengaruh ke dalam bahasa simulasi yang khusus untuk permodelan sistem dinamis. Dalam hal ini digunakan Software POWERSIM untuk permodelan tersebut. POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat object oriented, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat code oriented, sehingga POWERSIM lebih user friendly. Objek-objek yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka yang terdiri atas level, yang merupakan akumulasi dari suatu aliran yang merupakan noun dari suatu sistem, flow merupakan aliran yang masuk atau keluar dari suatu level, yang merupakan verb dari suatu sistem, lingkaran menunjukkan suatu variabel pengontrol yang dapat juga merupakan fungsi dari komponen lainnya, belah ketupat menunjukkan suatu konstanta, tanda panah menunjukkan hubungan (links) satu arah. Jika kita membuat sebuah hubungan, maka atribut asal objek menjadi variabel yang membantu menentukan nilai atribut objek penerima. (2) Verifikasi dan validasi model Verifikasi model merupakan tahap pembuktian bahwa model komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji (Eriyatno 1999). Menurut Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979), verifikasi model didefinisikan sebagai proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model. Tahap validasi model, adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dilakukan secara iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer (Eriyatno 1999). Cara yang dilakukan untuk memvalidasi model adalah dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar, tingkat kepangkatan dan besaran (order of magnitude), format respons (linier, eksponensial, atau logaritmik), arah

27 perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti, dan pengamatan terhadap nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979) mendefinisikan validasi model sebagai pensubstansian bahwa model yang dikomputerisasikan tersebut dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model. Dalam proses pemodelan, validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data. Verifikasi dan validasi model tersebut dapat dilakukan secara iteratif dalam proses penyusunan model. (3) Analisis sensitivitas dan stabilitas Tahap analisis sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang akan ditelaah tingkat kepentingannya akan diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, rasio pakan dan pertumbuhan ikan, dan peubah-peubah lain yang dapat ditetapkan sebagai peubah eksogen. Berdasarkan analisis ini maka faktorfaktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Tahap selanjutnya dari rekayasa model adalah analisis stabilitas, yaitu untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang akan diberi nilai diluar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dll. 3.2.3 Implementasi model Tahap ini merupakan pengoperasian model untuk mempelajari secara mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Dalam tahap ini dapat dilibatkan pengambil keputusan yang bertindak sebagai pengarah pada proses kreatifinteraktif tersebut. Beberapa permasalahan yang dianalisis melalui pengaplikasian model ini antara lain adalah sebagai berikut:

28 (1) Alternatif penggunaan teknologi mana yang paling tepat untuk

meningkatkan keuntungan produksi pada kondisi permintaan pasar dan persaingan usaha yang dialami oleh agroindustri kerapu budi daya. (2) Seberapa besar kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya yang harus dikembangkan dengan melihat perkembangan permintaan pasar saat ini dan kecenderungannya di masa yang akan datang. kerapu budi daya. (3) Sejauh mana perubahan pada demand (ekspor) dan kebijakan pemerintah (subsidi atau penetapan harga dasar) berpengaruh terhadap keseimbangan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dalam rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya (pembenihan), pembesaran dan agroindustri. 3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis data Pengumpulan data dilakukan terutama untuk melengkapi rancang bangun model, terutama dalam mengisi parameter-parameter yang terdapat dalam model yang disusun. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. 3.3.2 Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang terdiri atas data pendapat mereka tentang kelayakan usaha diperoleh dari perusahaan swasta maupun milik pemerintah (Balai Budi daya Laut) pembenihan dan pembesaran ikan kerapu yang berada di Lampung dan Batam. Data sekunder untuk keperluan penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya DKP, BPS, BPPT serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Khusus untuk data impor kerapu di Hong Kong, dilakukan kontak dengan Hong Kong Trade Council melalui sarana internet. Hal ini penting bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan pengembangan agroindustri

29 Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini
Subsistem Pembenihan (Hatchery) Jenis Data Struktur Biaya Manfaat Usaha Pembenihan Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi Sumber data Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Jenis Data / Cara Pengumpulan data Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Pendapat pakar Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur / / / / / / / / / / / /

Data parameter teknis produksi pembenihan: jumlah induk, fekunditas, hatching rate, growth rate, mortality rate, feed ratio Data parameter ekonomis pembenihan: Harga Induk, harga benih, harga pakan, tenaga kerja, biaya listrik/ BBM, biaya air dll. Data time series volume penjualan benih dan perkembangan harga per bulan.

Data pola hubungan bisnis dan kelembagaan (kemitraan, cara pembayaran, aliansi dll.

Pembesaran (Grow Out)

Struktur Biaya Manfaat Usaha Pembesaran Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi Data parameter teknis produksi pembesaran: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama budi daya. Data parameter ekonomis pembesaran: harga benih, harga jual, harga pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, Data time series volume produksi dan penjualan ikan dan perkembangan harga per bulan.

Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pedagang pengumpul Eksportir Pedagang pengumpul Eksportir

Penanganan Pascapanen (Penampungan, grading, dan penjualan)

Struktur Biaya Manfaat Usaha Agroindustri pada berbagai modus usaha Data parameter teknis agroindustri: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama penampungan, jenis alat transport dll. Data parameter ekonomis penampungan: harga beli, harga jual, harga pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, biaya pengankutan (ekspor).

Pedagang pengumpul Eksportir

Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur

30 Tabel 2 (lanjutan)
Data time series volume penjualan ikan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. Produsen Pakan Buatan (Pakan Pabrik) Struktur Biaya - Manfaat Usaha Pabrik Pakan Ikan pada berbagai modus usaha Data parameter teknis produksi pakan : jenis dan komposisi bahan baku, tahapan produksi, kapasitas produksi, tingkat produksi. Data parameter ekonomis produksi pakan: harga bahan baku, harga jual pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, biaya penjualan. Data time series volume penjualan pakan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. Struktur Biaya - Manfaat Usaha Penangkapan ikan rucah pada berbagai modus usaha Data parameter teknis produksi pakan rucah : jenis perahu, alat tangkap, produktivitas, Tenaga kerja. Data parameter ekonomis produksi pakan rucah: harga ual pakan, biaya BBM, biaya TK, biaya retribusi. Data time series volume produksi dan penjualan pakan serta perkembangan harga per bulan. Pasar Data time series impor negara tujuan (Hong Kong) per bulan, berdasarkan jenis ikan, volume, nilai dan negara asal. Data time series ekspor ikan kerapu hidup berdasarkan negara tujuan per bulan, dirinci menurut jenis, volume, nilai dan jalur transportasi. Data tentang penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri kerapu. Data tentang pola hubungan kerja yang ideal untuk pengembangan industri perikanana kerapu. Pedagang pengumpul Eksportir Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur / / / /

Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil

Industri / pabrik pakan Industri kecil

Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Data Primer Kuesioner Telaah laporan literatur Wawancara Kuesioner Telaah laporan literatur Wawancara Kuesioner Telaah laporan literatur / / / / / / / / / / / / / / / / / /

Industri / pabrik pakan Industri kecil Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan

Produsen Pakan Rucah (Nelayan)

Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Statistik Kong;

Perdagangan

Hong

Pelabuhan / Bandara ekspor di Kepri. Eksportir kerapu. Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu; Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu;

Penyediaan Teknologi

Kelembagaan

Untuk perkembangan teknologi dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam depth interview terhadap pakar (expert) menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Pemilihan responden sebagai pakar dilakukan berdasarkan

31 kriteria bahwa yang bersangkutan mempunyai pengalaman dan reputasi di

bidangnya. Analisis dengan menggunakan metode AHP dilakukan menggunakan informasi yang digali dari para pakar di bidang perikanan kerapu. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara. 3.4 Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengolahan terhadap data yang digunakan dalam komponen dalam Model Sistem Dinamik yang alat utamanya menggunakan Progran Komputer POWERSIM STUDIO. Pengolahan data terutama dilakukan untuk merumuskan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem. Data struktur biaya usaha diolah dengan menggunakan metode analisis finansial dengan tolok ukur kelayakan net B/C ratio, net present value (NPV), internal rate of return, payback period (PBP) dan break event point (BEP) guna mengetahui kinerja perusahaan. dengan menggunakan metode AHP. 3.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Batam yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus 2006. penyusunan disertasi dilakukan di Jakarta dan Bogor. Pengolahan data dan Perumusan strategi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya dilaksanakan

32

4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA


Untuk dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang perilaku sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, maka dilakukan analisis situasional tentang agroindustri kerapu budi daya di lokasi yang dijadikan kasus. Dalam analisis ini diuraikan gambaran tentang lokasi studi, perkembangan usaha pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen, dan pemasaran ikan kerapu. 4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budi daya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil kasus di daerah barelang (Batam, Rempang dan Galang), yang merupakan kawasan yang dikelola oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIP Batam) dan Pemerintah Kota Batam. Daerah ini terdiri atas beberapa pulau utama, yaitu Batam, Setoko, Rempang Galang dan Galang Baru (Lampiran 5). Luas daratan Barelang adalah 715 km2 (71.500 ha) yang terletak pada 0o , 25, 29 - 1o, 15, 00 LU dan 103 o , 34, 35 104 o , 26, 04 BT. Kawasan ini dihuni oleh penduduk yang jumlahnya meningkat pesat dari 462.528 jiwa pada tahun 2000 menjadi sebanyak 636.629 jiwa pada tahun 2005. Kawasan Barelang merupakan daerah kepulauan sehingga potensial untuk pengembangan perikanan, terutama budi daya laut. Kawasan ini sangat berdekatan dengan Singapura yang merupakan pasar yang potensial untuk produk-produk perikanan. Penduduk Singapura juga banyak yang berkunjung ke Batam pada akhir pekan sehingga merupakan konsumen tetap untuk produk perikanan melalui restoran-restoran setempat. Kedekatan kawasan Barelang ke Singapura dan pasar potensial lainnya seperti Hong Kong, menjadikan Barelang sebagai salah satu lokasi pengumpulan produk perikanan kerapu untuk diekspor ke negara tujuan. Selain berasal dari perairan sekitar Kepulauan Riau, ikan kerapu hidup yang dikumpulkan oleh pedagang di Barelang berasal dari perairan lainnya seperti Sumatera Utara, selat malaka dan Bangka Belitung. Banyak terdapat petani atau pengusaha yang membudidayakan ikan kerapu di kawasan Barelang dan pulau-pulau sekitarnya baik dalam skala tradisional hingga skala komersial. Usaha tersebut berupa pembesaran benih yang berasal dari pembenihan (hatchery), pembesaran ikan kerapu hidup ukuran kecil (under size) hasil tangkapan nelayan hingga ukuran konsumsi. Ikan yang

33 dibudidayakan pada umumnya dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di Batam, atau dijual ke pengusaha restoran yang banyak terdapat di kawasan Barelang. 4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi Daya 4.2.1 Industri pembenihan kerapu Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di karamba jaring apung untuk dibesarkan. Induk-induk ikan dipelihara dalam bak-bak berukuran 150 200 m3 dengan kedalaman air 2 hingga 3 meter dan diberi makanan yang sesuai agar dapat bereproduksi sesering mungkin. Secara periodik, terutama pada saat bulan gelap, induk ikan betina akan memijah (melepaskan telur) dan dibuahi oleh ikan jantan. Telur-telur yang dibuahi akan mengambang di permukaan air dan segera dipisahkan dari bak pemijahan untuk ditetaskan di bak pemeliharaan larva. Dalam waktu 18 hingga 20 jam setelah pemijahan, telur tersebut akan menetas dan menjadi larva (Setiadharma et al. 2001). Sampai dengan umur 2 hari, larva belum diberi makan karena masih memiliki kuning telur (egg yolk), dan pada umur 2 hinga 5 hari larva mulai diberi makan zooplankton (Brachionus sp.), dan umur 5 hingga 30 hari diberi plankton yang lebih besar dan mulai hari ke-15 diberi makanan buatan sesuai dengan ukuran larva. Pada umur 20 hinga 40 hari, larva juga diberi nauplii artemia yang diperkaya dengan berbagai vitamin penguat. Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan dasar bak setiap 2 hari untuk membuang sisa-sisa kotoran dan pergantian air sebanyak 20% - 30% hingga 50% - 80% setiap hari, sesuai dengan umur larva. Pada umur 40 hingga 45 hari dilakukan pemanenan larva, dimana pada saat itu 60% hingga 80% larva telah mengalami metamorfosa (Setiadharma et al. 2001). Pembenihan ikan kerapu merupakan kegiatan usaha yang memerlukan biaya investasi yang cukup besar sehingga hanya dilakukan oleh pengusaha atau unit usaha milik pemerintah. Investasi yang cukup besar diperlukan untuk membangun sistem penyediaan air (pompa, bak penampungan, bak treatment, penyaringan, pipa distribusi dan drainase), sistem pemeliharaan ikan yang terdiri atas bak-bak induk dan larva serta bangunan pelindungnya, sistem penyediaan pakan alami (plankton) yang terdiri atas kultur murni di laboratorium dan bakbak pembiakan plankton, sistem perlistrikan (power supply) dan sistem aerasi (blower), gudang pakan, dan bahan tambahan serta perkantoran.

34 Pengelolaan pembenihan memerlukan tenaga profesional karena kegiatannya memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, jadwal yang ketat dan waktu pengamatan 24 jam. Sebagai contoh, induk-induk ikan biasanya memijah pada malam hari (jam 22.00 24.00) dan sebelum menetas telur harus segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva melalui proses pemilahan telur yang dibuahi dan telur mati serta penempatan dalam bak larva dengan kepadatan yang sesuai. Selama pemeliharaan, perlu diberikan makanan dengan jadwal tertentu dan dilakukan penyiponan serta monitoring kualitas air untuk mencegah timbulnya penyakit dan kematian larva. Selain usaha pembenihan skala besar yang lengkap terdapat juga yang disebut dengan hatchery sepenggal, yaitu usaha pembenihan yang hanya memiliki fasilitas untuk menetaskan telur dan membesarkan larva ikan kerapu. Pembenihan ini disebut juga dengan backyard hatchery. Pembenihan seperti ini tidak memelihara induk, tetapi membeli telur yang dipijahkan di pembenihan besar kemudian memeliharanya di dalam bak-bak semen hingga menjadi benih ikan yang siap ditebar di karamba jaring apung. Pembenihan sepenggal ini juga memelihara plankton untuk pakan ikan dan dilengkapi dengan sistem aerasi. Di kawasan Barelang terdapat 2 pembenihan ikan kerapu yang terdiri atas 1 milik pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan) dan 1 milik swasta, yaitu PT. Nalendra. Jenis ikan yang dibenihkan oleh kedua pembenihan tersebut antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus, sunu dan ikan kakap. Kapasitas produksi pembenihan milik pemerintah adalah 2 juta ekor per tahun. Berdasarkan hasil diskusi, pembenihan ikan laut milik pemerintah tersebut masih menghadapi kendala-kedala sehingga pembenihan tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. Produksi benih oleh swasta pada saat survei dilakukan, difokuskan pada jenis kakap dengan produksi sebesar 2 juta ekor / tahun. Pembenihan swasta tersebut memproduksi benih kakap dan kerapu macan. Benih yang dihasilkan pembenihan skala rumah tangga biasanya berkualitas rendah. Benih unggul dapat dilihat dari ciri-ciri morfologis seperti bentuk tubuh normal (tidak bengkok) dan proporsional, bagian tubuh lengkap (operculum tidak terbuka). Selain itu ciri-ciri lainnya adalah tahan hidup pada kondisi ekstrim. Benih yang unggul dapat ditelusuri juga dari rekaman terhadap kualitas induk yang melahirkan benih tersebut. Induk yang digunakan sedapat mungkin cukup umur, sehat dan pasangannya tidak berasal dari perairan yang sama. Pembenihan kerapu di Barelang belum mampu memasok kebutuhan pembudidaya kerapu untuk kawasan tersebut, sehingga benih kerapu masih harus didatangkan dari daerah lain terutama Bali dan Situbondo. Jenis benih yang

35 didatangkan antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus dan ikan kakap. Di Batam terdapat juga hatchery sepenggal yang memelihara larva berukuran kecil hingga berukuran yang siap ditebarkan di karamba jaring apung. 4.2.2 Industri pembesaran kerapu Kegiatan pembesaran kerapu, yaitu pemeliharaan ikan di dalam KJA di selat atau teluk, banyak dilakukan oleh masyarakat Barelang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, KJA yang digunakan oleh petani ikan di Barelang terbuat dari kayu berukuran 8 m x 8 m yang dibagi dalam 4 kotak dan dilengkapi dengan pelampung dari drum plastik dan diberi jangkar. Masing-masing kotak berukuran 3 m x 3 m untuk meletakkan jaring polietilen 3 m x 3 m x 3 m bermata jaring 0,75 1,25 inci. Dilihat dari skala usahanya, pembesaran ikan kerapu di Barelang dapat digolongkan ke dalam skala perusahaan dan skala rumah tangga. Pembesaran kerapu skala perusahaan memiliki jumlah KJA hingga 200 kotak, sedangkan skala rumah tangga berkisar antara 4 hingga 16 kotak. Pembesaran skala perusahaan dikelola secara lebih profesional, yaitu dengan menempatkan tenaga kerja di rumah tingga yang dibangun di atas KJA, sedangkan pembesaran tradisional biasanya dikelola secara sambilan dan menempatkan KJAnya di belakang rumah di pinggir pantai. Setiap KJA ditebari ikan sebanyak 20 25 ekor per m3, atau 500 hingga 600 ekor per kotak. Sebagian petani ikan menggunakan benih yang berasal dari pembenihan (hatchery) dan sebagian lagi membesarkan ikan-ikan yang undersize untuk dipelihara hingga ukuran konsumsi. Ikan undersize tersebut mereka beli dari nelayan yang sengaja menangkap ikan dalam keadaan hidup untuk dijual kepada para pembudidaya atau pedagang pengumpul. Proses pembesaran ikan kerapu tergolong tidak rumit sebagaimana halnya pembenihan. Pembesaran dimulai dengan pemasangan jaring polietilen dalam kerangka karamba. Selanjutnya benih ikan ditebarkan ke dalam jaring untuk selanjutnya dipelihara. Untuk benih ikan yang masih berukuran kecil, biasanya terlebih dahulu ditempatkan pada jaring halus (waring) hingga cukup besar dan kuat untuk ditempatkan di KJA. Para pembudidaya ikan kerapu di Barelang hampir semuanya menggunakan ikan rucah sebagai pakan ikan yang dipelihara. Hanya sebagian kecil yang menggunakan pakan buatan (pakan pabrik). Ikan

36 rucah dibeli dari nelayan (bagan) secara langsung atau melalui tempat pelelangan ikan (TPI) setempat. Ikan tersebut selanjutnya disimpan dalam cool box agar tetap segar pada saat dicacah dan diberikan kepada ikan. Lama pemeliharaan ikan di dalam KJA berkisar antara 6 hingga 9 bulan, tergantung pada ukuran benih pada saat di tebarkan dan jenis ikan. Ikan kerapu tikus membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan kerapu macan. 4.2.3 Industri pascapanen dan perdagangan kerapu Kegiatan penanganan pascapanen ikan kerapu di kawasan Barelang pada umumnya menyatu dengan kegiatan perdagangan dan ekspor ikan kerapu. Di kawasan Barelang terdapat satu pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir kerapu ke Hong Kong yaitu PT Trimina Dinasti Agung. Pedagang ini memiliki lokasi penampungan ikan kerapu dan ikan laut hidup lainnya berupa karambakaramba jaring apung. Di lokasi ini dilakukan kegiatan penanganan pascapanen yang meliputi penyeragaman ukuran (grading), penyeragaman jenis, pemulihan kesehatan ikan, pengepakan, pengiriman (pengangkutan) ikan hidup. Pengiriman ke negara pengimpor dilakukan dengan menggunakan kapal angkut ikan hidup atau menggunakan jasa angkutan pesawat terbang. Jumlah dan jenis ikan yang diperdagangkan terutama adalah ikan kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu sunu yang hampir kesemuanya diekspor ke Hong Kong, Volume perdagangan ikan kerapu yang hampir kesemuanya melalui pedagang tersebut yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang Tahun 2002 dan 2003
No Jenis Kerapu Volume Ekspor (kg) 2002 2003 t.a.d*) 18.394 30.072 20.585 29.337 21.396 28.451 15.903 29.930 16.984 7.795 5.331 32.121 19.775 27.402 19.928 t.a d 10.725

1 Macan (Tiger grouper) 2 Sunu halus (Leopard c.trout) 3 Sunu kasar (Spotted c.trout) 4 Hitam 5 Lumpur (Green grouper) 6 Napoleon (Humphead wrasse) 7 Bakau 8 Gepeng 9 Ringau Sumber: PT Trimina Dinasti Agung. *) tidak ada data

Sebagian besar kerapu yang diperdagangkan merupakan hasil tangkap di laut yang ditampung oleh nelayan dalam keadaan hidup, dan sebagian lagi merupakan hasil budi daya, terutama untuk jenis-jenis kerapu macan, dan kerapu tikus.

37 4.3 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup 4.3.1 Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong Hong Kong merupakan pasar utama bagi ikan kerapu hidup yang berasal dari kawasan Asia dan Mediterania. Perkembangan perdagangan ikan kerapu di Hong Kong sangat berpengaruh terhadap produksi ikan kerapu di negara produsen utama, termasuk Indonesia. Berdasarkan data primer yang diperoleh dari Kantor Statistik Perdagangan Hong Kong, maka ada paling tidak 9 jenis kerapu yang diperdagangkan, yaitu kerapu kertang (giant grouper), kerapu tikus (high finned grouper), kerapu lumpur (green grouper), kerapu macan (tiger grouper), kerapu malabar (flowery grouper), kerapu sunu leopard (leopard coral trout), kerapu sunu totol (spotted coral trout), kerapu lainnya (other grouper) dan ikan napoleon (humphead wrasse). Perkembangan volume impor ikan kerapu di Hong Kong dari tahun 2000 hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan volume yang memegang diimpor, maka jenis kerapu sunu leopard dan kerapu lumpur

peringkat tertinggi pertama dan kedua. Dilihat dari nilainya, kedua jenis kerapu ini juga memegang urutan tertinggi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4 Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: kg)
Jenis Kerapu Giant Grouper (Krp. Kertang) High Finned (Krp. Tikus) Green Grouper (Krp. Lumpur) Tiger Grouper (Krp. Macan) Flowery Grouper (Krp. Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Krp. Sunu Totol) Humphead Wrasse (Napoleon) Other Grouper*) (Kerapu Lainnya) Total 2000 20,816 4,370 1,559,260 50,994 120,177 1,617,862 82,079 42,899 1,827,680 5,326,137 2001 2,687 7,753 1,470,281 51,230 104,402 1,989,836 95,153 12,291 1,966,136 5,699,769 Tahun 2002 3,668 11,943 1,182,634 123,696 139,722 2,237,650 93,799 28,642 1,495,441 5,317,195 2003 23,873 7,066 1,754,079 216,270 97,077 2,179,914 87,392 16,274 1,397,728 5,779,673 2004 30 000 1 466 1 487 643 328 921 239 386 2 345 822 56 682 9 252 1 273 800 5,772,972 2005 1 590 704 1 148 360 422 867 294 426 2 382 256 41 648 22 097 1 706 617 6,020,565

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *)Terdiri atas: brown-spotted grouper, bared cheek spotted grouper, red grouper, yellow-edged lyretail, speckled blue grouper, yellow grouper, slender grouper, malabar grouper, etc

38 Tabel 5 Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK)
JENIS KERAPU Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) Humphead Wrasse (Ikan Napoleon) Other Grouper (Kerapu Lainnya) Total Nilai Kerapu Tahun 2002 369,000 3,137,000 64,307,000 12,869,000 8,541,000 322,351,000 12,763,000 6,622,000 162,100,000 593,059,000 2003 2,387,000 2,255,000 90,020,000 18,420,192 7,541,000 311,452,000 10,411,000 3,441,000 56,321,764 502,248,956 2004 3,000,000 387,000 74,304,000 26,291,000 19,294,000 336,610,000 6,424,000 1,462,241 93,192,000 560,964,241 2005 287,000 99,000 64,058,000 32,717,000 23,526,000 324,554,000 3,788,000 3,199,000 120,989,000 573,217,000 2006*) 75,000 10,000 25,114,000 29,140,000 8,488,000 194,289,000 991,000 1,107,000 49,689,000 308,903,000

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *) Januari-Juni.

Perkembangan harga jual ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa harga tertinggi ditempati oleh Kerapu Tikus dan Ikan Napoleon, dengan kecenderungan harga yang fluktuatif. Tabel 6 Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Kerapu Kerapu Kertang Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Batik Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya 2002 108 260 54 104 60 144 138 234 110 2003 99 252 52 87 81 141 120 207 40 Tahun 2004 100 172 50 80 80 144 116 174 73 2005 180 166 57 77 80 137 93 203 71 2006*) 145 195 53 78 80 138 80 141 76

*) Januari-Juni.

Dari 9 jenis ikan kerapu yang diimpor oleh Hong Kong, Indonesia merupakan pemasok tetap untuk 8 jenis kerapu, kecuali giant grouper (kerapu kertang). Volume pasokan jenis kerapu berdasarkan negara pemasok dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data yang diperoleh, secara kumulatif, negara pemasok kerapu ke Hong Kong yang terbesar adalah Philipina, diikuti oleh

39 Indonesia, Thailand dan Australia. Apabila dilihat untuk masing-masing jenis

kerapu yang dipasok ke Hong Kong, maka untuk kerapu kertang, pemasok terbesar adalah Taiwan dan Maldives, pemasok terbesar kerapu tikus adalah Indonesia dan Philipina, pemasok terbesar kerapu lumpur adalah Thailand, Philipina dan Taiwan, pemasok terbesar kerapu macan adalah Indonesia dan Philipina. Untuk kerapu batik, pemasok terbesar adalah Philipina, Taiwan, Thailand dan Indonesia. Untuk kerapu sunu leopard, pemasok terbesar adalah Australia, Philipina dan Indonesia. Sementara itu untuk kerapu sunu totol, Untuk ikan pemasok terbesar adalah Philipina. Indonesia dan Malaysia. napoleon, pemasok terbesar adalah Philipina dan Thailand. Tabel 7 Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun 2000 - 2005 (satuan: kg)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Neg.Pemasok
Kamboja Taiwan Indonesia Philipina Thailand Mainland China Vietnam Maladewa Brunei Malaysia Singapura Australia Marshall Island USA Myanmar Togo New Zealand Canada Namibia Papua New Guinea India Lainnnya Total (kg)

Tahun 2000
34,587 361,117 698,894 1,108,600 1,734,941 132,310 133,726 38 4,853 365,745 11,034 724,944

2001
21,520 263,276 1,266,736 1,126,403 1,343,117 29,800 128,313 0 4,206 389,758 1,416 1,090,583

2002
25,815 31,173 1,189,266 1,398,603 769,070 0 98,686 59,000 386,365 4,344 1,242,955 59,977

2003
18,851 197,630 991,382 1,559,637 1,354,652 1,000 19,359 57,000 619,020 12,346 926,833 16,840 490

2004
25 638 304 113 1 057 919 1 543 772 1 021 060 26 584 80 097 4 208 853 634 29 746 819 371 1 198 158 3 421 126 1 867

2005
6,395 209,120 1,309,366 1,720,993 874,686 1,562 17,994 70,200 3,619 718,231 21,537 976,176

1,631 66 1,720 200 3,304 59,675

60 15,348 5,326,137 34,641 5,699,769 51,941 5,317,195 4,633 5,779,673 5,772,972

24,090

6,020,565

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

40 4.3.2 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong Indonesia merupakan salah satu dari 21 negara pemasok ikan kerapu ke Hong Kong. Ditinjau dari volume, ekspor kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong meningkat dari 698.894 kg pada tahun 2000 menjadi 1.309.366 kg pada tahun 2005 (Tabel 8). Kontribusi kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong menunjukkan kecenderungan yang juga meningkat, yaitu dari 13,12% pada tahun 2000, menjadi 21,75% pada tahun 2005 (Tabel 9). Berdasarkan jenis ikan kerapu yang dipasok, maka Indonesia mendominasi jenis kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu lainnya. Kontribusi terbesar dicapai oleh kerapu tikus pada tahun 2003 yang mencapai 74,58% dari impor kerapu tikus Hong Kong, dan kerapu macan yang pada tahun 2005 mencapai 53,17% pangsa pasar ikan tersebut di Hong Kong. Tabel 8 Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu
Jenis Kerapu
Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol)

2000 81 269 103,434 2,917 42,792 49,195 27,664 471,167 1,375 698,894

2001 2,270 116,576 11,378 486 265,148 23,574 846,805 499 1,266,736

Tahun 2002 2003 6,058 58,211 26,746 483 274,327 11,874 806,572 4,995 1,189,266 5,270 33,474 31,306 339 319,122 25,672 573,673 2,526 991,382

2004 450 40,653 69,754 2,968 412,826 13,041 517,683 544 1,057,919

2005

116 17,480 224,830 3,950 330,493 5,550 722,028 4,919 1,309,366

Other Grouper (Kerapu Lainnya) Humphead Wrasse (Napoleon) Total

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

41 Tabel 9 Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%)
Jenis Kerapu 2000
Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol)

Tahun 2001 29.28 7.93 22.21 0.47 13.33 24.77 43.07 4.06 22.22 2002 50.72 4.92 21.62 0.35 12.26 12.66 53.94 17.44 22.37 2003 74.58 1.91 14.48 0.35 14.64 29.38 41.04 15.52 17.15 2004 30.70 2.73 21.21 1.24 17.60 23.01 40.64 5.88 18.33 2005 16.48 1.52 53.17 1.34 13.87 13.33 42.31 22.26 21.75

0.39 6.16 6.63 5.72 35.61 3.04 33.70 25.78 3.21 13.12

Other Grouper (Kerapu Lainnya) Humphead Wrasse (Napoleon) Total

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

Berdasarkan analisis terhadap perkembangan pangsa pasar kerapu Indonesia di pasar Hong Kong yang merupakan pasar utama ikan kerapu, dan juga perkembangan pasokan ikan kerapu dari negara-negara lain, maka ada indikasi yang kuat bahwa Indonesia memiliki spesialisasi dalam memproduksi ikan kerapu macan dan kerapu tikus. Meskipun harga kerapu macan tidak terlalu tinggi, namun memiliki kecenderungan permintaan yang meningkat, sedangkan kerapu tikus yang memiliki tingkat harga yang tinggi tidak diproduksi oleh negara lain, sehingga dapat dijadikan menjadi komoditas kerapu sebagai unggulan Indonesia. Di samping itu, perairan Indonesia relatif aman dari serangan badai (taifun) yang sering melanda negara-negara sub tropis. Serangan badai yang pada awal tahun 2007 melanda negara produsen kerapu seperti Taiwan, Filipina, Vietnam dan Thailand telah mengakibatkan kelangkaan suplai dan melonjaknya harga jual. Indonesia harus dapat memanfaatkan keunggulan ini sebagai produsen utama kerapu di dunia.

42

5 PENGEMBANGAN MODEL
5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka

pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem yang tahapannya mengikuti diagram pada Gambar 8. Tahap tersebut terdiri atas (1) analisis Berikut ini kebutuhan, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model, (5) pengujian model, dan (6) penerapan model. diuraikan langkah-langkah yang dilaksanakan dalam setiap tahapan tersebut. 5.1.1 Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan mengidentifikasi dan menguraikan mengenai apa yang dibutuhkan oleh pelaku (komponen) yang terlibat dalam sistem. Komponenkomponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Dalam sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada penelitian ini, komponenkomponen yang terlibat serta kebutuhan-kebutuhan masing-masing komponen terhadap jalannya sistem adalah sebagai berikut: (1) Pemerintah membutuhkan kondisi di mana usaha budi daya kerapu berkembang di berbagai daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat serta meningkatkan penghasilan devisa melalui ekspor dan menghindarkan terjadinya produksi yang berlebih sehingga merugikan pelaku usaha. (2) Pelaku pembenihan (hatchery) membutuhkan kondisi di mana benih yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu, dengan harga yang setinggitingginya, serta harga input produksi (pakan, obat-obatan, listrik, dan lain lain) yang serendah-rendahnya. (3) Para pembudidaya ikan membutuhkan benih yang sehat dan input produksi lainnya (pakan, obat-obatan) dengan harga murah, pada waktu dan jumlah yang tepat, dan dapat menjual ikan yang dibesarkan secara kontinyu dengan harga setinggi-tingginya.

43 (4) Para pengepul / pedagang (eksportir) ikan kerapu membutuhkan informasi tentang permintaan pasar dan pasokan ikan kerapu hidup ukuran konsumsi dari pembudidaya/ nelayan sesuai dengan permintaan pasar dengan harga beli yang serendah mungkin dan harga jual setinggi mungkin. (5) Nelayan pemasok induk dan benih alam, maupun sebagai pemasok pakan (ikan rucah) membutuhkan kondisi agar induk, benih maupun ikan rucah yang ditangkap dapat dijual dengan harga setinggi-tingginya, sehingga memperoleh pendapatan yang memadai. (6) Produsen pakan ikan membutuhkan kondisi agar pakan yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku rendahnya. (7) Produsen / pemasok obat-obatan ikan dan bahan kimia untuk produksi pembenihan membutuhkan kondisi di mana produk yang dihasilkan / dipasok dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga beli serendahrendahnya. (8) Industri jasa transportasi membutuhkan adanya pesanan (order) yang kontinyu untuk mengangkut benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya dari agroindustri kerapu budi daya sehingga ia memperoleh pendapatan yang memadai. (9) Konsumen membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup secara kontinyu dengan kualitas baik dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka. 5.1.2 Formulasi permasalahan Permasalahan akan timbul apabila terjadi konflik kepentingan antar para pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. Uraian tentang keinginan dan konflik kepentingan yang menimbulkan masalah dapat dilihat pada Tabel 10. Meskipun terdapat konflik kepentingan, dalam kasus pengembangan agroindustri kerapu budi daya ini terdapat pula problem bersama (common problems) yang dihadapi oleh para pelaku yang dapat dijadikan dasar bagi para pelaku untuk saling bersinergi. secara kontinyu dan dengan harga serendah-

44 Tabel 10 Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem agroindustri kerapu budi daya
No 1. Pelaku /Aktor Interest / Keinginan Konflik Kepentingan Pemerintah Berkembangnya industri Dengan Nelayan: perikanan kerapu sehingga Nelayan lebih suka menangkap ikan kerapu di terumbu karang. memperluas lapangan kerja, Pemerintah melarang pengguPAD dan pertumbuhan naan bahan peledak dan ekonomi; sianida yang merusak terumbu Meningkatnya devisa karang. melalui ekspor kerapu; Dengan Pedagang: Eksportir lebih suka membeli kerapu hasil tangkap nelayan dari terumbu karang, karena lebih murah dan mudah. Pelaku Pembenihan Ingin menjual benih semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin. Dapat menekan kematian (mortalitas) benih dan memperoleh benih yang bebas penyakit (virus dll.). Dengan Produsen/Pemasok Obat-obatan/ Bahan Kimia: Produsen ingin menjual semahal mungkin, sedangkan pembenih ingin membeli semurah mungkin. Dengan Nelayan: Nelayan ingin menjual induk kerapu semahal mungkin, sedang hatchery ingin semurah mungkin.

3.

Pembudidaya Ikan

Ingin menjual ikan semahal Dengan Produsen Benih: mungkin dan membeli input Pembenih ingin menjual benih semahal mungkin, sedangkan produksi (biaya produksi) pembudidaya semurah semurah mungkin. mungkin. Dapat menekan kematian (mortalitas) ikan dan Sering terjadi kelangkaan benih saat dibutuhkan, atau mempercepat pertumbuhan kelimpahan benih saat tidak ikan. dibutuhkan. Pembudidaya sering mengeluhkan kualitas benih yang rendah mengakibatkan mortalitas tinggi. Dengan Produsen Pakan : Produsen pakan ingin menjual pakan semahal mungkin, sedangkan pembudidaya membeli semurah mungkin.

45 Tabel 10 (lanjutan)
4. Pengepul / pedagang/ Eksportir Memperoleh pasokan ikan sesuai permintaan pasar dengan harga semurah mungkin; Dapat menjual ikan sebanyak mungkin dengan harga setinggi-tingginya; Cenderung menutup-nutupi informasi pasar sehingga dapat menekan petani ikan. Dengan Pembudidaya: Pembudidaya ingin menjual ikan semahal mungkin, pedagang ingin semurah mungkin. Sering terjadi kelangkkan suplai pada saat dibutuhkan, atau kelebihan suplai pada saat permintaan pasar menurun. Pembudidaya menginginkan transparansi informasi pasar sehingga tidak dikelabui oleh eksportir. Dengan Pembudidaya: Pembudidaya ingin membeli ikan rucah (pakan) semurah mungkin sedangkan nelayan semahal mungkin. Dengan Pengusaha Pembenihan: Idem butir 4.

5.

Nelayan Ingin menjual induk dan Pemasok ikan rucah semahal mungkin Induk dan dan membeli input produksi Pakan Rucah semurah mungkin

7.

8.

9.

Pemasok Ingin menjual Obat-obatan Obat-obatan dan Bahan Kimia semahal dan Bahan mungkin dan membelinya Kimia semurah mungkin. Pengusaha Membutuhkan adanya Dengan Pengguna jasa Jasa pesanan (order) yang (Pembenihan, Pembudidaya, Transportasi kontinyu untuk mengangkut Pedagang): Mereka benih, ikan konsumsi atau mengunginkan biaya angkut jasa transport lainnya dgn yang semurah mungkin. biaya semahal mungkin. Konsumen Membutuhkan pasokan ikan Dengan Pedagang: Suplai ikan kerapu hidup sesuai tergantung produsen, sering kebutuhan dengan harga tidak sesuai dengan yang terjangkau oleh daya permintaan. Harga pasar sering beli mereka di bawah tingkat yang diharapkan.

Permasalahan bersama tersebut adalah masih belum terciptanya sinergi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku usaha. Belum terciptanya sinergi tersebut terlihat dari sering terjadinya kelangkaan benih pada saat dibutuhkan oleh pembudidaya, atau sebaliknya kelebihan benih pada saat tidak dibutuhkan oleh pembudidaya. Demikian pula antara pembudidaya dengan pengolah / pedagang pengumpul sering terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pasokan. Permasalahan bersama ini terutama terjadi karena proses produksi benih dan kegiatan budi daya ada ketergantungan pada musim sehingga mengalami puncak pada musim-musim tertentu, di sisi lain konsumen juga menginginkan suplai yang cukup besar pada bulan-bulan tertentu.

46 Ketidaksesuaian antara demand dan supply ini mengakibatkan ketidakharmonisan yang berkepanjangan. Permasalahan lain yang menjadi perhatian bersama pelaku usaha dalam agroindustri perikanan budi daya kerapu adalah belum dikuasainya teknologi sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas dan kualitas produk. Pembenihan ikan kerapu masih mengeluhkan tingginya tingkat kematian (mortality rate) terhadap larva yang dihasilkan sehingga sering mengalami kerugian. Di sisi lain, pembudi daya sering mengeluhkan benih yang dibeli dari pembenihan banyak mengalami kematian karena kualitasnya yang kurang baik. Dalam transaksi jual beli ini belum ada perjanjian antara kedua belah pihak untuk menanggung bersama risiko kematian, sehingga pembudidaya sering mengalami kerugian. Permasalahan bersama ini perlu diatasi agar tidak menjadi penghambat bagi pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Berkembangnya industri budi daya secara tidak langsung akan mengurangi terjadinya kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan kerapu dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Bagi pemerintah, pengembangan agroindustri kerapu budi daya selain akan memberikan dampak ekonomi yaitu peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan dan perolehan devisa, juga akan memberikan dampak kelestarian lingkungan yang penting bagi kelangsungan pembangunan dimasa yang akan datang. 5.1.3 Identifikasi sistem Tahap selanjutnya dalam rancangbangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah identifikasi sistem. Dalam tahap ini dilakukan penggambaran diagram sebab-akibat (causal loop diagram) dan kotak gelap. Identifikasi sistem tersebut dilaksanakan dengan berdasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan identifikasi permasalahan yang telah dilaksanakan pada tahap sebelumnya. Secara spesifik konsep diagram lingkar sebab-akibat untuk sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya digambarkan pada Gambar 9, sedangkan konsep kotak gelap dijelaskan pada Gambar 10. (1) Causal loop Keterkaitan antar pelaku maupun kegiatan yang terlibat dalam sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya berbasis budi daya dapat digambarkan

47 dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) pada Gambar 9. Dalam penelitian ini perhatian utama ditujukan pada pemecahan permasalahan bersama yang diformulasikan pada tahap sebelumnya. Permasalahan utama tersebut adalah lemahnya keterkaitan antar rantai produksi pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen dan rendahnya penguasaan teknologi, sehingga diagram sebab-akibat yang dibuat lebih berorientasi pada pendiskripsian permasalahan tersebut. Dalam diagram sebab-akibat tersebut terdapat 3 (tiga) subsistem, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen yang dirangkai menjadi satu. Setiap subsistem memiliki struktur yang hampir serupa karena karakteristik kegiatannya hampir sama. Proses pengkonstruksian diagram sebab-akibat pada masingmasing subsistem dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pengkonstruksian diagram sebab-akibat untuk aliran material dan diagram sebab untuk akibat aliran finansial. Diagram sebab-akibat aliran material untuk pembenihan ikan kerapu dimulai dari jumlah induk yang tersedia yang menentukan berapa jumlah benih yang dapat diproduksi. produktivitas induk. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh Selanjutnya tingkat produksi benih akan menentukan

jumlah persediaan (inventory) benih yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah benih yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan benih yang diperhitungkan berdasarkan permintaan benih saat ini. Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. biaya inventori. Besarnya produksi benih dikalikan dengan biaya produksi per unit benih akan Demikian juga jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya Demikian juga dengan income (pemasukan) pembenihan Selanjutnya merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual.

pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembenihan.

48

Biaya Produksi benih +

Profit pembeni han

Biaya Produksi krp BD + +


Ha rga input produk si k era pu BD

Biaya inventori benih + + + Income pemb. + Harga benih kerapu + Penjualan benih kerapu +

Profit budidaya

Biaya Produksi krp PP + +


Ha rga input produk si k era pu PP n

Biaya inventori krp BD + Income BD + Harga kerapu BD +

Profit pascapa nen

Biaya inventori krp PP + +

+ Biaya inventori /unit

+ Biaya inventori /unit

Income PP + Harga kerapu PP + +

Harga input produk si be nih k e rapu

Biaya inventori /unit +

+ Inventori Kerapu BD _ Tkt prod kerapu BD diinginkan _

_ Inventori Kerapu P.Panen _

Inventori benih Kerapu _

+ Penjualan kerapu BD + + Tingkat permintaan kerapu BD Produksi kerapu P.Panen + +

Produksi benih + kerapu +

Produksi kerapu BD + + +

_ Tkt prod kerapu PP diinginkan +

Penjualan kerapu P. panen +

Tkt prod benih diinginkan + +

Jumlah induk
_

Tingkat permintaan benih

Jumlah KJA BD
_

+ +

Jumlah KJA PP
_

Tingkat permintaan kerapu PP

+ Produktiv itas induk

Ekspektasi permintaan benih

Produktiv itas KJA

Ekspektasi permintaan kerapu BD

Produktiv itas KJA

Ekspektasi permintaan kerapu PP

Gambar 9 Diagram sebab akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya.

49 Pendeskripsian diagram sebab-akibat untuk subsistem budi daya dan subsistem penanganan pascapanen hampir serupa dengan diagram subsistem pembenihan. Diagram sebab-akibat aliran material untuk budi daya kerapu Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh dimulai dari jumlah KJA yang tersedia yang menentukan berapa jumlah ikan yang dapat diproduksi. produktivitas KJA. Selanjutnya tingkat produksi ikan akan menentukan jumlah persediaan (inventory) yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah ikan yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan ikan yang diperhitungkan berdasarkan permintaan ikan kondisi nyata saat ini. Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembesaran seperti pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. Besarnya produksi ikan dikalikan dengan biaya produksi per ekor akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya biaya inventori. pembesaran Selanjutnya pengurangan Demikian juga dengan income (pemasukan) antara pemasukan dengan biaya-biaya akan merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual.

menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembesaran. Untuk diagram sebab-akibat pada subsistem penanganan pascapanen, deskripsi elemennya identik dengan subsistem pembesaran baik untuk aliran material maupun aliran fiansialnya, hanya pada subsistem pascapanen ini elemen tingkat permintaan kerapu langsung berhubungan dengan angka permintaan pasar yang merupakan elemen penentu bagi sistem secara keseluruhan. Dalam diagram sebab-akibat ini ketiga subsistem yang dapat dianalisis secara terpisah tersebut dirangkaikan menjadi suatu kesatuan sistem, dimana elemen permintaan pasar pada pembenihan merupakan refleksi dari kebutuhan subsistem pembesaran, sehingga tingkat permintaan benih ditentukan oleh tingkat produksi pembesaran pada subsistem pembesaran. Demikian pula halnya secara identik, permintaan kerapu budi daya ditentukan oleh tingkat produksi pada subsistem pascapanen.

50 (2) Diagram input output Konsep diagram input-output merupakan tahapan lebih lanjut dari

diagram sebab-akibat, yaitu sebagai interpretasinya ke dalam konsep black box. Dalam konsep black box tersebut, informasi dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 1999). Input terdiri atas dua golongan, yaitu input yang berasal dari luar sistem (exogen) atau input lingkungan dan input yang berasal dari dalam sistem (overt input). Overt input merupakan peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Input tersebut terdiri atas input terkendali dan input tak terkendali. terdiri atas output diinginkan dan output tidak diinginkan.
Input Lingkungan
Input Tak Terkendali Harga jual dan permintaan kerapu di pasaran; Harga input produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Ketersediaan kawasan Budi daya Kesehatan Lingkungan perairan Nilai Tukar Rupiah Tingkat Bunga Pinjaman Input Terkendali Teknologi pembenihan Teknologi budi daya Tekn. pascapanen/Pengolahan Teknologi Transportasi Tata ruang kawasan

Output dari sistem

Peraturan pemerintah Globalisasi Perdagangan Perubahan Iklim Global

SISTEM PENGELOLAAN INDUSTRI PERIKANAN KERAPU

Output Diinginkan Peningkatan keuntungan pembenih, pembudi daya dan agroindustri ; Berkembangnya industri kerapu budi daya & pendukungnya; Peningkatan Devisa; Lestarinya terumbu karang

Output Tak Diinginkan Tidak terkendalinya perkembangan industri perikanan kerapu Oversupply kerapu, harga turun Kelangkaan supply, harga naik Kelangkaan input produksi (pakan, benih, obat-obatan).

Manajemen Industri

Gambar

10

Diagram input output sistem budi daya perikanan kerapu.

pengelolaan

industri

Gambar 10

di atas menunjukkan diagram input-output untuk sistem

pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Untuk pengelolaan industri tersebut dibutuhkan input yang tergolong dalam input tak terkendali yaitu harga ikan konsumsi dan permintaan pasar, harga input industri seperti harga induk ikan, benih dan pakan, ketersediaan kawasan budi daya, dan nilai tukar rupiah (yang berhubungan dengan harga jual) dan tingkat bunga pinjaman untuk investasi dan modal kerja. Sementara itu untuk input yang dapat dikendalikan adalah teknologi

51 pembenihan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan, teknologi transportasi dan perencanaan kawasan untuk budi daya. Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan output yang diinginkan yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan petani ikan, lestarinya terumbu karang dan berkembangnya usaha budi daya kerapu dan industri pendukungnya. Meskipun demikian dihasilkan pula output yang tidak diinginkan seperti tidak terkendalinya perkembangan usaha budi daya kerapu dan terjadinya oversuplai sehingga harga jatuh, kemungkinan terjadinya kepunahan terhadap ikan karang karena eksploitasi yang berlebih, dan kelangkaan input produksi yang dibutuhkan seperti pakan, benih, dan obat-obatan. Untuk mengendalikan sistem agar lebih mengarah pada output yang diinginkan, maka dibuatlah mekanisme umpan balik (feedback) berupa manajemen sistem agroindustri sedemikian rupa agar output yang dihasilkan mengarah pada output yang diinginkan dan tidak mengarah pada output yang tidak diinginkan. Dalam penelitian ini fokus umpan balik manajemen agroindustri kerapu budi daya diarahkan pada penguatan keterkaitan antar pelaku usaha dalam rantai produksi dan peningkatan penggunaan teknologi sehingga tercipta suatu agroindustri kerapu budi daya yang tanguh dan berproduktivitas tinggi. Berkembangnya agroindustri kerapu budi daya akan mencegah terjadinya eksploitasi ikan kerapu di perairan terumbu karang sehingga dapat menjaga kelestariannya. 5.2 Rancang Bangun Model Berdasarkan hasil identifikasi sistem yang akan dibuat untuk pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, terutama diagram sebab-akibat, maka dilakukan rancang bangun model dinamis dengan menggunakan paket program Powersim Studio yang menerjemahkan diagram sebab-akibat ke dalam program komputer. 5.2.1 Rancangbangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya. (1) Rancang Model bangun peningkatan model peningkatan keuntungan subsistem kerapu

pembenihan. keuntungan produksi pembenihan dirancangbangun sebagai alat untuk mensimulasikan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan kerapu dengan mempertimbangkan berbagai variabel yang

52 terlibat di dalamnya. Tingkat keuntungan merupakan fungsi dari tingkat Tingkat pendapatan

pendapatan dikurangi oleh pengeluaran produksi.

merupakan fungsi dari tingkat produksi dan harga jual benih, sedangkan tingkat pengeluaran produksi merupakan fungsi dari penggunaan volume input produksi dan harga beli input produksi tersebut. Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual benih yang berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena induk-induk ikan kerapu hanya memijah (melepas telur) pada umur tertentu dan pada periode-periode tertentu, terutama pada masa bulan gelap. Jumlah telur yang dihasilkan juga sangat bergantung pula pada umur induk yang dipijahkan, sedangkan persentase jumlah telur yang bertahan (survive) menjadi benih sangat tergantung pula pada input produksi yang digunakan selama masa pemeliharaan (4-6 bulan) terutama pakan, obat-obatan dan penanganan kualitas air. Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas. Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan benih dapat diantisipasi oleh produsen control). Model peningkatan keuntungan industri pembenihan dikembangkan berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 11. melalui pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory

53
Pengeluaran pem benihan + Biaya Produksi Benih + Biaya pemeliharaan induk + + Keuntungan Pembenihan +

+ Biaya Inventori Benih + + Biaya Inventori Bnh/Unit + + Produk tivitas induk Income Pembenihan + + Harga Benih /Unit +

Biaya Produksi Bnh/Unit Produksi Benih Kerapu +

+ Penjualan Benih Kerapu

Inventori Benih Kerapu +

Coverage Inventori Benih Trend Permintaan Benih Expektasi Permintaan benih

Biaya pemeliharaan induk/ekor

Jumlah Induk disediakan

Tkt + Inventory Diinginkan +

Tkt Per mintaan benih

Gambar 11 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu. Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan

keuntungan industri pembenihan kerapu dapat didiskripsikan dalam persamaan matematis sebagai berikut: Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan Pengeluaran pembenihan Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih. Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih Biaya pemeliharaan induk = Jumlah induk * biaya pemeliharaan induk/ekor. Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.

54 Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih jumlah penjualan benih. Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t) Berdasarkan diagram sebab-akibat dan hubungan antar elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu, maka dikonstruksikan model dengan menggunakan POWERSIM STUDIO yang dapat digunakan untuk proses simulasi. Model powersim untuk peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu dapat dilihat pada Gambar 12.

Biaya Tak Langsung

Total Profit Pembenihan Profit pembenihan

Biaya pemel induk per ekor Penyusutan

Pemasukan Pembenihan Harga Benih

Pengeluaran Pembenihan Biaya pemel induk Biaya Inventory Benih By Pakan Bnh per Biaya Prod Bnh per ekor ekr Biaya Produksi benih Faktor Biaya inventory benih

By lainnya per ekor

produksi benih kerapu

penjualan benih kerapu

Inventori benih kerapu Survival rate benih Produktivitas induk Waktu utk perbaiki inventori Fekunditas induk

Survival rate kerapu

Coverage inventori Bnh

Konversi Kg ke Ekor

Prosentase induk memijah Jumlah induk

Tkt inventori benih diinginkan Tingkat produksi benih diinginkan

Tkt permintaan benih per bulan Permintaan Kerapu Pasca Panen

Penyediaan induk baru

Kematian Induk

Perubahan Exp demand benih Expected demand benih

Demand Ikan Ukuran Konsumsi

Waktu utk penyediaan induk baru Jumlah induk diinginkan

Lifetime induk

Waktu untuk merubah ekpektasi

Gambar 12 Struktur Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu menggunakan program Powersim Studio.

55 Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem operasi yang ada di lapangan, yaitu memproduksi benih ikan kerapu yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan jumlah induk yang harus disediakan untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang tepat dan jumlah inventori yang harus disediakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan pasar sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan di pasaran. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel maupun konstanta diuraikan pada Tabel 11 yang terdiri atas nama variabel, satuan yangdigunakan dan definisi dari variabel tersebut. Tabel 11 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu. Nama
Biaya Inventory Benih Biaya Pemeliharaan Induk Biaya Pemel Induk / ekor Biaya Produksi Benih Biaya produksi per ekor benih Biaya Tak Langsung Biaya lainnya per ekor Biaya pakan benih per ekor Coverage inventori benih Expected demand benih Faktor biaya inventori benih Fekunditas induk Harga benih Inventory benih kerapu Jumlahbinduk Jumlah induk diinginkan Kematian induk Konversi Kg ke Ekor Lifetime induk Pemasukan pembenihan Pengeluaran Pembenihan Penjualan benih kerapu Penyediaan induk baru

Unit
Rp / mo Rp / mo Rp/Induk/mo Rp / mo Rp/ekor Rp/mo Rp/ekor Rp/ekor mo ekor / mo %/mo Ekor/induk/6 mo Rp/ekor ekor induk induk Induk/mo Ekor/kg mo Rp / mo Rp / mo ekor / mo Induk / mo

Definisi
Faktor Biaya inventory benih* Harga Benih *Inventory benih kerapu Biaya pemel induk per ekor * jumlah induk 108000 Produksi benih * Biaya Produksi per ekor benih Biaya pakan benih per ekor + biaya lainnya per ekor 24666000 796 1692 1 Tkt permintaan benih per bulan 5 NORMAL(1.500.000, 150.000) 6000 Tkt inventory benih diinginkan Jumlah induk diinginkan Tingkat produksi benih diinginkan / produktivitas induk Jumlah induk / lifetime induk 2 36 Penjualan Benih kerapu * harga benih Biaya inventory benih + Biaya pemeliharaan induk + Biaya produksi benih Tkt permintaan benih per bulan (jumlah induk diinginkan - jumlah induk tersedia) / waktu untuk penyediaan induk baru + kematian induk

56 Tabel 11 (lanjutan)
Permintaan kerapu pascapanen Perubahan expected demand benih Produksi benih kerapu Produktivitas induk Keuntungan pembenihan Persentase induk memijah Survival rete benih Survival rate kerapu Time delay Tkt inventory benih diinginkan Tkt permintaan benih per bulan Total Keuntungan pembenihan Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan induk baru Keterangan: mo = bulan Ekor/mo ekor/mo ekor / mo Ekor/mo/induk Rp / mo % % % mo ekor ekor / mo Rp mo mo 2 12 GRAPHSTEP(TIME<STARTTIME,1<<mo>>, Demand Ikan Ukuran Konsumsi*Konversi Kg ke Ekor (tkt permintaan benih / bulan Expected demand benih / wktu untuk merubah ekpektasi) Jumlah induk * produktivitas induk Fekunditas induk*persentase induk memijah* Survival Rate Pemasukan pembenihan pengeluaran pembenihan NORMAL (20, 2) NORMAL (16, 1.6) NORMAL (80, 8) 6 Expected demand benih * coverage inventory benih 10000

(2)

Rancangbangun pembesaran.

model

peningkatan

nilai

tambah

subsistem

Model peningkatan keuntungan usaha pembesaran kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalisasi keuntungan pembesaran kerapu dengan meningkatkan pendapatan dan menekan biaya produksi. Upaya menekan biaya produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan memperkecil terjadinya kelebihan produksi (ekses suplai). Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual ikan hasil budi daya berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena adanya keterbatasan suplai benih dan kondisi musim yang tidak memungkinkan budi daya dilakukan sepanjang tahun. Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas.

57 Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan ikan konsumsi dapat diantisipasi oleh produsen melalui pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory control). Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13.
Pengeluaran Budi daya + Biaya Produksi Kerapu BD + Biaya pemeliharaan KJA + + Keuntungan Budi daya +

+ Biaya Inventori Kerapu BD + + Biaya Inventori Krp/Unit + + Produk tivitas KJA Income Budi daya + + Harga Kerapu/ Ekor +

Biaya Produksi Kerapu/Ekr Produksi Kerapu BD +

+ Penjualan Kerapu BD

Inventori Kerapu BD +

Coverage Inventori Kerapu BD Trend Permintaan Kerapu BD Expektasi Permintaan Krp BD

Biaya pemeliharaan KJA/unit Jumlah KJA disediakan

Tkt + Inventory Diinginkan +

Tkt Per mintaan kerapu

Gambar 13 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu. Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:

58 Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran Pengeluaran Pembesaran. Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD. Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD. Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA. Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran. Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD. Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu jumlah penjualan kerapu. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran. Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit. Model peningkatan keuntungan pembesaran yang dirancang

menggunakan Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 14. Seperti model pembenihan, model ini terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem pembesaran yang ada di lapangan, yaitu memproduksi ikan ukuran konsumsi yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual pada Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan keuntungan pada industri pembesaran kerapu melalui efisiensi penggunaan input produksi dan pengelolaan inventory yang disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan ketersediaan benih hasil hatchery sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.

59

Biaya pemel KJA per unit Profit budidaya Biaya BD Tak Langsung

Total Profit Budidaya

Biaya pemel KJA Jumlah KJA Pengeluaran Budidaya

Penyusutan BD Pemasukan Budidaya Harga Kerapu BD

Harga Benih

Biaya input BD Bi Pkn BD per ekor By Prod BD per ekor By BD lainnya per ekor

Biaya Produksi kerapu per ekor

Biaya Inventory Kerapu BD Faktor Biaya inventory krp BD penjualan kerapu BD

produksi kerapu BD

Inventori krp BD Produktivitas per KJA Waktu utk perbaiki inventory Krp BD Coverage inventori Krp BD SR selama penampungan Konversi Kg ke Ekor

Survival rate kerapu

Padat tebar KJA

Tingkat produksi Krp BD diinginkan

Tingkat Permintaan Tkt inventori Krp Kerapu BD diinginkan Permintaan Kerapu Pasca Panen

Perubahan jumlah KJA Demand Ikan Ukuran Konsumsi Perubahan Exp demand Krp BD

Jumlah KJA KJA Rusak

Waktu utk penambahan KJA Jumlah KJA dibutuhkan

Expected demand kerapu BD Lifetime KJA

W aktu untuk merubah ekpektasi demand

Gambar 14 Struktur submodel peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu menggunakan program Powersim Studio. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel maupun konstanta dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu diuraikan pada Tabel 12.

60 Tabel 12 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembesaran ikan kerapu
Nama
Biaya pakan BD per ekor Biaya BD Tak langsung Biaya input BD Biaya Inventory Kerapu BD Biaya Pemeliharaan KJA Biaya pemeliharaan KJA per unit Biaya Produksi Kerapu BD Biaya BD lainnya per ekor Biaya produksi BD / ekor Coverage inventory kerapu BD Demand ikan ukuran konsumsi Expected demand kerapu BD Faktor biaya inventori Harga kerapu BD Inventory kerapu BD Jumlah KJA Jumlah KJA dibutuhkan KJA Rusak Konversi Kg ke Ekor Lama Pembesaran Lifetime KJA Padat tebar per KJA Pemasukan Pembesaran Pengeluaran Pembesaran Penjualan kerapu BD Permintaan kerapu pascapanen Perubahan expected demand kerapu BD Perubahan jumlah KJA Produksi BD kerapu Produktivitas per KJA Keuntungan pembesaran Survival rete p_panen Survival rate kerapu Tkt permintaan kerapu BD per bulan Tkt inventory kerapu diinginkan Total Keuntungan pembesaran Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan KJA Keterangan: mo = bulan

Unit
Rp/ekor Rp/mo Rp/ekor Rp / mo Rp / mo Rp / induk / mo Rp / mo Rp/ekor Rp/ekor mo Kg/mo ekor / mo %/m0 Rp/ekor ekor KJA KJA+ Induk/mo Ekor/kg mo mo ekor/induk/ 6 mo Rp / mo Rp / mo

Definisi
10800 4400000 Biaya Produksi BD per ekor + Harga benih (Faktor biaya invntory * Harga kerapu BD) * Inventory kerapu BD Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA 25.000 Produksi kerapu BD * biaya input BD 1908 Biaya pakan BD per ekor + Biaya BD Lainnya 1 {2440,460,2090,10400,7696,10780,1239 ...... Tkt permintaan kerapu per bulan 5 40000 Tkt inventory kerapu BD diinginkan Jumlah KJA diinginkan 40 Jumlah KJA / lifetime KJA 2 NORMAL (5, 0.5) 60 NORMAL (500,50) Penjualan kerapu BD * harga kerapu BD Biaya inventory kerapu BD + Biaya pemeliharaan Tingkat permintaan kerapu BD GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>, Deman Ukan Ukuran Konsumsi)Konversi Kg ke Ekor (tkt permintaan kerapu BDh / bulan Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi (Jumlah KJA dibutuhkan-Jumlah KJA)/Waktu untuk penembahan KJA+KJA rusak. Jumlah KJA * produktivitas KJA Padat tebar per KJA* Survival Rate Pemasukan pembesaran pembesaran 90 NORMAL (80, 8) {2440, 460, 2090, 10400, dst...} pengeluaran

Ekor/mo ekor/mo KJA/mo ekor / mo ekor/mo/i nduk Rp / mo % % ekor / mo ekor Rp mo mo

Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu BD 1 6

61 (3) Rancangbangun model peningkatan keuntungan subsistem penanganan pascapanen. Model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalissi keuntungan pascapanen kerapu melalui input produksi. minimalisasi inventori dan efisiensi penggunaan Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat

(causal loop diagram) sebagai berikut:

Pengeluaran Pascapanen + Biaya Produksi Kerapu PP + Biaya pemeliharaan KJA + +

Profit Pascapanen

+ Biaya Inventori Kerapu PP + + Biaya Inventori Krp/Unit + + Produk tivitas KJA Income Pasca Penen + + Harga Kerapu/ Ekor +

Biaya Produksi Kerapu PP/Ekr Produksi Kerapu PP +

+ Penjualan Kerapu PP

Inventori Kerapu BD +

Coverage Inventori Krp PP Trend Permintaan Kerapu Expektasi Permintaan Krp PP

Biaya pemeliharaan KJA/unit Jumlah KJA disediakan

Tkt + Inventory Diinginkan +

Tkt Per mintaan kerapu

Gambar 15 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.

62 Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan pascapanen kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut: Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen Pengeluaran Pascapanen. Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP. Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP. Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA. Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen. Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP. Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP jumlah penjualan kerapu PP. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen. Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit. Model peningkatan keuntungan usaha pascapanen yang dirancang menggunakan program Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 16. Elemenelemen model disusun sesuai dengan sistem ke pasar, terutama pasar ekspor. yang ada di lapangan, yaitu mengumpulkan, menyeleksi, menampung dan pemasarkan ikan ukuran konsumsi Sesuai dengan kerangka konseptual pada Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan keuntungan pada industri penangan pascapanen dan pengelolaan inventori yang disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan pasokan ikan hasil pembesaran atau dari sumber-sumber lainnya seperti penangkapan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.

63
Biaya pemel KJA PP per unit

Biaya PP Tak Langsung Profit Pascapanen

Total Profit Pascapanen

Jumlah KJA PP

Biaya pemel KJA PP

Penyusutan PP Pemasukan Pascapanen

Pengeluaran Pasca panen Harga Kerapu BD Biaya input PP Harga Kerapu Pascapanen Bya PP per ekor Bya Pakan per ekor Biaya Produksi kerapu PP per ekor Biaya Inventory Kerapu PP Faktor Biaya inventory krp PP

Bya PP lain per ekor produksi kerapu p_panen penjualan kerapu PP

Inventori krp P_panen Coverage inventori Krp PP Produktivitas KJA Pasca panen SR selama penampungan W aktu utk perbaiki inventori Krp PP

Konversi Kg ke Ekor

Tkt inventori Krp PP diinginkan Pdt tebar per KJA PP Tingkat produksi Krp PP diinginkan

Demand Ikan Ukuran Konsumsi Permintaan Kerapu Pasca Panen

Jumlah KJA PP Perubahan jumlah KJA PP Waktu utk penambahan KJAPP KJA PP Rusak Expected demand kerapu PP Lifetime KJA PP Jumlah KJA PP dibutuhkan

Perubahan Exp demand Krp PP

Waktu untuk merubah ekpektasi demand Krp PP

Gambar 16 Struktur submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.

Deskripsi masing-masing elemen dan hubungannya antar variabel maupun konstanta pada model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen perikanan kerapu dapat dilihat pada Tabel 13.

64 Tabel 13 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan pascapanen (PP) ikan kerapu Nama
Biaya Inventory Kerapu PP Biaya Pemeliharaan KJA Biaya pemeliharaan KJA per unit Biaya pengadaan per ekor ikan Biaya Produksi Kerapu PP Biaya PP Lain per ekor Biaya pakan per ekor Biaya PP Tak langsung Coverage inventory kerapu PP Demand ikan ukuran konsumsi Expected demand kerapu PP Faktor biaya inventori kerapu PP Harga kerapu BD Harga kerapu PP Inventory kerapu PP Jumlah KJA PP Jumlah KJA PP diinginkan KJA PP Rusak Padat tebar per KJA Produktivitas per KJA PP Keuntungan pascapanen Pembelian kerapu BD Pengeluaran pascapanen Penjualan kerapu PP Penyusutan PP Permintaan kerapu pascapanen Perubahan kerapu PP expected demand

industri

Unit
Rp / mo Rp / mo Rp / induk / mo Rp/ekor Rp / mo Rp/ekor Rp/ekor Rp/mo mo Kg/mo ekor / mo %/mo Rp/ekor Rp/ekor ekor induk induk Induk/mo ekor/induk/2 mo Ekor/mo/indu k Rp / mo Ekor/mo Rp / mo ekor / mo Rp/mo Ekor/mo ekor/mo KJA/mo ekor/mo/KJA Rp / mo % ekor Rp mo mo mo

Definisi
Biaya inventory kerapu PP per ekor * Inventory kerapu Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA 25.000 20.000 Pembenian kerapu BD * biaya pengadaan per ekor 2480 5000 21000000 1 {2440,460,2090,10400,7696,10780,...} Tkt permintaan kerapu PP per bulan 10 40000 60000 Tkt inventory kerapu PP diinginkan Jumlah KJA PP diinginkan Tingkat produksi kerapu PP diinginkan/produktivitas KJA PP Jumlah KJA PP / lifetime KJA PP NORMAL (500,50) Padat tebar per KJA PP * Survival Rate Pemasukan pascapanen pengeluaran pascapanen DELAYMTR(Jumah KJA*Produktivitas KJA PP, Waktu tunda) Biaya inventory kerapu PP + Biaya pemeliharaan kerapu PP Tkt permintaan kerapu PP per bulan 10896842 GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>, Deman Ukan Ukuran Konsumsi),Konversi Kg ke Ekor (tkt permintaan kerapu PP / bulan Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi (jumlah KJA dibutuhkan- Jlh KJA)/waktu utk penambahan KJA PP + KJA PP Rusak. Padat tebar per KJA PP* Survival Rate Pemasukan pascapanen pengeluaran pascapanen. NORMAL (80, 8) Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu PP NORMAL (1.5, 0.15) 3 6

Perubahan Jumlah KJA PP Produktivitas per KJA PP Keuntungan Pascapanen Survival rete p_panen Tkt inventory kerapu diinginkan Total Keuntungan Pascapanen Waktu tunda Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan KJA Keterangan: mo = bulan

65 5.2.2 Rancangbangun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya. Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dirancang bangun sebagai alat untuk dapat (1) mensimulasikan berapa besar kapasitas produksi yang harus dikembangkan untuk industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu secara nasional dan (2) mensimulasikan seberapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh industri pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu pada kondisi lapangan. Pengetahuan tentang kapasitas produksi secara agregat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply) yang sering terjadi pada industri pertanian dalam arti luas. Pengetahuan tentang pengaruh variabel produksi terhadap tingkat keuntungan tersebut akan sangat berguna dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi masalah ketimpangan pendapatan antar pelaku usaha yang menghambat pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Faktor peubah utama yang menentukan perencanaan kapasitas produksi perikanan kerapu maupun perencanaan distribusi keuntungan antar pelaku usaha adalah volume permintaan konsumen dan perkembangan harga terutama di pasaran Hong Kong yang merupakan tujuan utama pemasaran ikan kerapu hidup. Semakin tinggi volume permintaan pasar maka makin besar industri yang bisa dikembangkan. Demikian pula sebaliknya semakin kecil permintaan pasar, semakin kecil pula produksi yang harus dihasilkan. Perubahan harga kerapu di pasaran akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya merupakan gabungan dari ke tiga model yang telah disusun terdahulu yaitu model peningkatan kinerja pembenihan, model peningkatan kinerja budi daya dan model peningkatan kinerja pascapanen menjadi suatu kesatuan. Tujuan rancangbangun model ini adalah dapat mensimulasikan pengembangan kapasitas produksi serta pemerataan distribusi keuntungan antar ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya. Elemen yang terhimpun pada model industri perikanan ini serupa dengan elemen masing-masing model terdahulu dengan modifikasi pada hubungan elemen jumlah induk dan jumlah KJA serta penggabungan elemen-elemen tersebut sehingga menjadi satu kesatuan.

66 Model penguatan struktur industri dirancang bangun berdasarkan alur pikir bahwa permintaan pasar di Hong Kong merupakan muara dari kegiatan produksi perikanan kerapu yang terdiri atas pembenihan, pembesaran, penanganan pascapanen dan juga kegiatan penangkapan di alam (fishing). Pasar Hong Kong tersebut merupakan salah satu dari beberapa tujuan pasar ikan kerapu seperti Singapura, Taiwan, Jepang dan negara-negara lainnya. Permintaan ikan kerapu di pasaran Hong Kong ini dapat dijadikan sebagai barometer fluktuasi permintaan pasar ikan kerapu, sehingga produksi ikan kerapu melalui budi daya perlu mengantisipasi fluktuasi tersebut dengan mengatur jadwal dan kapasitas produksi sehingga menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply). Harmonisasi kegiatan produksi benih, pembesaran, maupun penanganan pascapanen dengan fluktuasi pasar dilakukan dengan menyusun model yang menggambarkan rangkaian kegiatan produksi yang saling terkait satu dengan lain. Keterkaitan antar elemen tersebut digambarkan dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 17. Diagram sebab-akibat tersebut terdiri atas tiga kegiatan (subsistem) utama, yaitu produksi benih (hatchery), produksi kerapu pembesaran, dan kegiatan pascapanen. Pada sisi paling kanan diagram tersebut terdapat variabel impor kerapu Hong Kong sebagai variabel yang menentukan perilaku model secara keseluruhan. Permintaan kerapu Hong Kong akan menentukan berapa besar permintaan kerapu di subsistem pascapanen yang secara berantai selanjutnya menentukan berapa besarnya penjualan kerapu pascapanen dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku pascapanen. Keinginan untuk memproduksi kerapu pascapanen ini akan diterjemahkan ke jumlah karamba jaring apung (KJA) yang harus disediakan. Jumlah karamba apung yang tersedia Basarnya produksi pada dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pascapanen. subsistem pascapanen selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembesaran. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu.

67

Biaya Produksi benih +

Profit pembeni han

Biaya Produksi krp BD + + Harga input prod kerapu BD + +

Biaya inventori benih + + + Income pemb. + Harga benih kerapu + Penjualan benih kerapu +

Profit budidaya

Biaya Produksi krp PP + +

Biaya inventori krp BD + Income BD + + Harga kerapu BD +

Profit pascapa nen

Biaya inventori krp PP

Harga input prod benih kerapu

Biaya inventori /unit +

Biaya inventori /unit

Inventori Kerapu BD _ Tkt prod kerapu BD diinginkan _

Harga input prod kerapu PP

Biaya inventori /unit

Income PP + Harga kerapu PP + +

_ Inventori Kerapu P.Panen _

Inventori benih Kerapu _

+ Penjualan kerapu BD + + Tingkat permintaan kerapu BD Produksi kerapu P.Panen + +

Produksi benih + kerapu +

Produksi kerapu BD + + +

_ Tkt prod kerapu PP diinginkan +

Penjualan kerapu P. panen +

Tkt prod benih diinginkan + +

Jumlah induk
_

Tingkat permintaan benih

Jumlah KJA BD
_

+ +

Jumlah KJA PP
_

Tingkat permintaan kerapu PP

+ Produkti vitas induk

+ Produkti vitas KJA

Ekspektasi permintaan benih

Ekspektasi permintaan kerapu BD

Produkti vitas KJA

Ekspektasi permintaan kerapu PP

Gambar 17 Diagram sebab-akibat untuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

68 Hampir serupa dengan subsistem pascapanen, diagram sebab-akibat pada subsistem pembesaran mempunyai perilaku yang sama, dimana permintaan ikan kerapu hasil pembesaran menentukan berapa besarnya penjualan kerapu hasil pembesaran dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu pembesaran di masa yang akan datang. pembesaran. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku Keinginan untuk memproduksi kerapu pembesaran ini akan diterjemahkan ke jumlah KJA yang harus disediakan. Jumlah karamba apung yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembesaran. Basarnya produksi pada subsistem pembesaran selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembenihan. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu pembesaran yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya. Pada subsistem pembenihan yang merupakan bagian hulu dari rangkaian produksi, permintaan benih yang dipengaruhi oleh produksi pada subsistem menentukan berapa besarnya penjualan benih dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan benih di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi benih oleh pelaku pembenihan. Keinginan untuk memproduksi benih tersebut ini akan Jumlah induk yang diterjemahkan ke jumlah induk yang harus disediakan.

tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap induk akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembenihan. Basarnya produksi pada subsistem pembenihan ini akan menentukan persediaan (inventory) benih. Selanjutnya besarnya inventory benih bersama-sama dengan variabel expected demand benih akan menentukan keinginan (desired) produksi benih yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya. Hubungan antar elemen dalam model prediksi kapasitas produksi dan prediksi tingkat keuntungan masing-masing pelaku sebagaimana dijelaskan di atas merupakan gambaran tentang aliran material dan aliran informasi dalam agroindustri kerapu budi daya. Model ini belum memasukkan aliran finansial yang mempengaruhi model dan akan dibahas dalam bagian lain yang membahas

69 distribusi keuntungan antar subsistem. Untuk memudahkan proses penyusunan model menggunakan Powersim Studio, dideskripsikan sebagai berikut: Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan Pengeluaran pembenihan. Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih. Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih. Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih. Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih. Jumlah induk(t+1) = Tkt produksi benih diinginkan(t+1) / Produktivitas induk. Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk. Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih jumlah penjualan benih. Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t). Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran Pengeluaran Pembesaran. Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD. Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD. Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA. Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran. Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD. Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu jumlah penjualan kerapu. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran. Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen Pengeluaran Pascapanen. Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP. Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP. Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen. maka hubungan antar elemen ini

70 Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP. Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP jumlah penjualan krp PP. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen. Permintaan kerapu pascapanen = (permintaan kerapu Hong Kong * market share kerapu Indonesia ). Penjualan kerapu pascapanen = min (permintaan kerapu pascapanen, inventory kerapu pascapanen ).

Expected demand kerapu pascapanen (t+1) = tingkat permintaan kerapu pasca panen t + (tingkat permintaan kerapu pascapanen t * rate kenaikan). Desired produksi kerapu pascapanen(t+1) = Expected demand kerapu PP(t+1) + (Tkt inventori KrpPP diinginkan(t+1) Inventori krp P_panen(t)) / Waktu utk perbaiki inventori Krp PP. Jumlah KJA PP = Tingkat produksi Krp PP diinginkan / Produktivitas KJA Pascapanen. Permintaan kerapu pembesaran(t+1) = produksi kerapu PP(t+1) + (tingkat mortalitas * produksi kerapu PP(t+1) ). Penjualan kerapu pembesaran = min (permintaan kerapu pembesaran , inventory kerapu pembesaran ). Expected demand kerapu pembesaran (t+1) = tkt permintaan krp pembesaran (t) + (tingkat permintaan kerapu pembesaran (t) * rate kenaikan). Desired produksi kerapu pembesaran(t+1) = Expected demand kerapu BD(t+1) +('Tkt inventori Krp BD diinginkan(t+1) Inventori krp BD(t+1)) /'Waktu utk perbaiki inventori Krp BD. Jumlah KJA BD = Tingkat produksi Krp BD diinginkan/Produktivitas KJA Pembesaran. Permintaan benih kerapu(t+1) Penjualan benih kerapu(t+1) = produksi kerapu BD(t) + ( tingkat mortalitas * produksi kerapu BD(t)). = min (permintaan benih kerapu(t+1) , inventory benih kerapu(t+1) ).

Expected demand benih kerapu (t+1) = tingkat permintaan benih kerapu (t) + (tingkat permintaan benih kerapu (t) * rate kenaikan). Desired produksi benih kerapu(t+1) = Expected demand benih kerapu (t+1) +(Tkt inventori benih kerapu diinginkan(t+1) Inventori benih krp(t+1)) /Waktu utk perbaiki inventori benih Krp.

71 Diagram sebab-akibat dan deskripsi hubungan antar elemen pada model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya ini selanjutnya diterjemahkan ke dalam model komputer menggunakan pemrograman Powersim Studio. Model ini selanjutnya dinamakan dengan Model Manajemen Agroindustri Kerapu, disingkat dengan Model MAGRIPU. Struktur model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya yang merupakan struktur menyeluruh dari model yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 18. Model ini menggambarkan agroindustri kerapu budi daya mulai dari pembenihan, pembesaran, agroindustri, dan pemasaran ikan kerapu. Model ini dirancang untuk dapat mensimulasikan kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen proses serta optimasi distribusi keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Di samping itu, model tersebut dapat juga digunakan untuk mengatahui rantai pasokan (supply chain) dimana pelaku-pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa distribusi dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang (feedback flow).

72

Biaya pemel KJA PP per unit

Biaya Tak Langsung Profit pembenihan

Biaya pemel KJA per unit Total Profit Pembenihan Profit budidaya Biaya BD Tak Langsung

Total Profit Budidaya

Biaya PP Tak Langsung Profit Pascapanen

Total Profit Pascapanen

Biaya pemel induk per ekor Penyusutan

Pemasukan Pembenihan

Biaya pemel KJA Jumlah KJA

Penyusutan BD

Jumlah KJA PP Pemasukan Budidaya

Biaya pemel KJA PP

Penyusutan PP Pemasukan Pascapanen

Pengeluaran Budidaya

Pengeluaran Pembenihan Biaya pemel induk Biaya Inventory Benih By Pakan Bnh per ekor Biaya Prod Bnh per Biaya Produksi benih ekr Delay

Harga Benih Biaya input PP Biaya input BD Bi Pkn BD per ekor By Prod BD per ekor Biaya Produksi kerapu per ekor Biaya Inventory Kerapu BD Bya PP per ekor Faktor Biaya inventory krp BD Faktor Biaya inventory benih By BD lainnya per ekor Delay_1 produksi kerapu BD penjualan kerapu BD Bya Pakan per ekor Harga Kerapu BD

Pengeluaran Pasca panen

Harga Kerapu Pascapanen Biaya Produksi kerapu PP per ekor Biaya Inventory Kerapu PP Faktor Biaya inventory krp PP produksi kerapu p_panen

Bya PP lain per ekor penjualan kerapu PP

By lainnya per ekor produksi benih kerapu

penjualan benih kerapu

Inventori krp BD Inventori krp P_panen

Inventori benih kerapu Survival rate benih Produktivitas induk W aktu utk perbaiki inventori Fekunditas induk Survival rate kerapu Perubahan jumlah KJA Coverage inventori Bnh Produktivitas per KJA W aktu utk perbaiki inventory Krp BD

Coverage inventori Krp BD Delay_2 W aktu utk perbaiki inventori Krp PP Produktivitas KJA Pasca panen

Coverage inventori PP

Krp

Konversi Kg ke Ekor

Padat tebar KJA Tkt inventori benih diinginkan

Tingkat produksi Krp BD diinginkan

Tkt inventori Krp diinginkan

Prosentase induk memijah Jumlah induk

Pdt tebar per KJA PP SR selama penampungan

Tkt inventori Krp PP diinginkan Tingkat produksi Krp PP diinginkan

Demand Ikan Ukuran Konsumsi Permintaan Kerapu Pasca Panen

Tingkat produksi benih diinginkan

Tingkat Permintaan Kerapu BD Jumlah KJA KJA Rusak Jumlah KJA PP Perubahan jumlah KJA PP W aktu utk penambahan KJA-PP Lifetime KJA Perubahan Exp demand Krp BD

Tkt permintaan benih per bulan

Perubahan Exp demand Krp PP

KJA PP Rusak Expected demand kerapu PP

Penyediaan induk baru

Kematian Induk Perubahan Exp demand benih

Waktu utk penambahan KJA

W aktu utk penyediaan induk baru

Lifetime induk

Expected demand benih Jumlah KJA dibutuhkan

Lifetime KJA PP Jumlah KJA PP dibutuhkan

Expected demand kerapu BD

Waktu untuk merubah ekpektasi demand Krp PP

Jumlah induk diinginkan Produktivitas induk W aktu untuk merubah ekpektasi

Produktivitas per KJA W aktu untuk merubah ekpektasi demand Produktivitas KJA Pasca panen

Gambar 18 Struktur model manajemen agroindustri kerapu (MAGRIPU) menggunakan program Powersim Studio.

73 5.3 Pengujian Model 5.3.1 Verifikasi model Verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU dilakukan untuk meyakinkan bahwa program komputer dan implementasi dari model konseptual adalah benar. Menurut Sargent (1998), jenis bahasa komputer yang digunakan akan mempengaruhi diperolehnya program yang benar. Penggunaan bahasa simulasi untuk tujuan khusus (special purpose) seperti halnya penggunaan POWERSIM STUDIO untuk pemodelan sistem dinamik, akan menghasilkan tingkat kesalahan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan bahasa simulasi yang general purpose. Verifikasi terhadap model komputer pertama-tama dilakukan dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar dan kepangkatan dilakukan dengan mencermati persamaan-persamaan yang digunakan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13. Persamaan-persamaan tersebut merupakan bagian yang ditampilkan pada pemrograman Powersim Studio Versi 2005. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam model ini sebagian besar merupakan persamaan sederhana yang menggambarkan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Proses verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU secara otomatis dilakukan oleh paket program Powersim Studio. Apabila terdapat hubungan yang tidak logis maka program tersebut tidak dapat dijalankan (dirun) dan menunjukkan tanda tanda tertentu seperti ? pada variabel-variabel atau hubungan antar variabel yang tidak logis. Hubungan yang tidak logis tersebut terutama akan dapat terdeteksi apabila satuan yang digunakan pada variabel yang dihubungkan satu dengan lain tidak sama (match). Apabila pada model yang dirancang sudah tidak ditemukan lagi tanda-tanda yang mencerminkan hubungan yang tidak logis maka model tersebut telah dianggap dapat dioperasikan. Proses verifikasi terhadap model komputer, selain dilakukan sebelum model divalidasi, juga dilakukan setelah proses validasi model. Proses tersebut dilakukan secara iteratif termasuk memodifikasi struktur model komputer untuk memperoleh hasil yang memuaskan dan sesuai dengan tujuan penyusunan model, yaitu untuk memprediksi proses peningkatan keuntungan pada pembenihan,

74 pembesaran dan pascapanen kerapu, serta model untuk memprediksi kapasitas produksi optimal dan distribusi keuntungan ke tiga subsistem tersebut dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. 5.3.2 Validasi model Validasi model adalah proses menguji substansi model, yaitu sejauh mana model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan, konsisten dengan tujuan dari penerapan model. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sargent (1998), atribut yang digunakan dalam proses validasi sangat dipengaruhi oleh kondisi sistem yang digunakan dalam model tersebut apakah dapat diobservasi (observable system) atau tidak dapat diobservasi (non observable system). Sistem tersebut dapat diobservasi apabila dimungkinkan untuk mengumpulkan data di dunia nyata tentang perilaku operasional dari sistem yang dikaji. Dalam kasus penelitian ini, tidak dimungkinkan untuk memperoleh data lapangan mengenai pengaruh faktor produksi pembenihan, budi daya dan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan masing-masing subsistem, sehingga dikategorikan sebagai non observable system. Data lapangan yang tersedia pada umumnya hanya meliputi hubungan antara dua variabel misalnya antara jumlah pekan dengan pertumbuhan, tetapi pengaruh gabungan faktorfaktor produksi misalnya pakan, penggunaan vaksin dan benih unggul terdapat pertumbuhan ikan tidak dapat diperoleh. Untuk kasus non observable system seperti ini, maka proses validasi terhadap model dilakukan dengan mengeksplor perilaku model atau membandingkannya dengan model lainnya. Eksplorasi terhadap perilaku model pada prinsipnya adalah penggunaan model tersebut dalam proses simulasi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap perilaku model. Proses simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini pada kenyataannya dilakukan secara iteratif sekaligus menguji apakah keluaran yang dihasilkan berupa grafik maupun angka-angka masih logis, misalnya tidak ada angka produksi atau inventory yang di bawah nol (negatif). Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga tidak ditemukan lagi keganjilan dan terbentuk model yang sempurna. Validasi model dalam penelitian ini yang dilakukan bersamaan dengan proses simulasi dilaksanakan terhadap submodel peningkatan keuntungan industri

75 pembenihan, submodel peningkatan keuntungan industri budi daya dan submodel peningkatan keuntungan industri pascapanen. Ketiga submodel ini dirangkaikan menjadi satu kesatuan yang membentuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang digunakan dalam analisis kapasitas produksi dan pemerataan distribusi keuntungan. Validasi terhadap model penguatan struktur industri perikanan yang merupakan penggabungan dari submodel yang membentuknya dengan demikian akan mencerminkan tingkat validitas bagianbagian yang membentuknya. Dalam proses validasi ini terlihat bahwa keluaran yang ditunjukkan dalam proses simulasi menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan dari model. 5.3.3 Analisis sensitivitas Analisa sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang ditelaah tingkat kepentingannya diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, tingkat fekunditas induk, dan persentase jumlah induk memijah terhadap tingkat keuntungan industri pembenihan. Analisis sensitivitas pada industri budi daya menggunakan peubah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama budi daya terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan analisis ini maka faktor-faktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Analisis sensitivitas terhadap peubah-peubah pada model pembenihan dilakukan dengan menggunakan program powersim studio. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua peubah teknis seperti tingkat mortalitas, padat penebaran dan persentase induk memijah sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Untuk model pembesaran, peubah-peubah yang sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas pembesaran, padat penebaran dan lama pembesaran. Sementara itu untuk model pascapanen, peubah yang sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama pascapanen.

76 5.3.4 Analisis stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang diberi nilai di luar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dan lain-lain. Analisis stabilitas dilakukan dengan menganti-ganti harga benih, berturutturut sebesar Rp 6.000,-/ekor, menjadi Rp 8.000,- / ekor dan Rp 10.000,- per ekor telah merubah tingkat pendapatan pembenihan masing-masing Rp 13.015.000.000,-, Rp 19.776.000.000,- dan Rp 26.505.000.000,- per tahun. Perubahan harga benih tersebut berpengaruh juga terhadap pendapatan subsistem pembesaran dan subsistem pascapanen, namun dengan kisaran yang jauh lebih kecil dibanding pendapatan pembenihan. Hasil ini menunjukkan bahwa model yang dirancang menunjukkan stabilitas. 5.4 Pengoperasian Model Pengoperasian model komputer yang telah disusun dilakukan dengan menggunakan program operasi POWERSIM STUDIO versi 2005. Model yang dioperasikan terdiri atas 5 (lima) submodel, yaitu submodel peningkatan keuntungan pembenihan, submodel peningkatan keuntungan pembesaran, submodel peningkatan keuntungan pascapanen, submodel perencanaan kapasitas produksi optimal, dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. maksimalisasi maupun optimalisasi tujuan yang ingin dicapai. Manual untuk pengoperasian model simulasi ke lima submodel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam manual tersebut diberikan petunjuk dan tuntunan untuk mengoperasikan program simulasi tersebut secara user friendly. Hasil-hasil pengoperasian model komputer tersebut sebagian besar ditampilkan pada Bab 6. Dengan menggunakan submodel tersebut maka dapat dilakukan simulasi untuk

77

6 SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA


Simulasi merupakan tahap dimana model MAGRIPU dioperasikan untuk mempelajari secara detail bagaimana perlakuan (kebijakan) terhadap peubah tertentu dapat berpengaruh terhadap sistem. Melalui simulasi kita dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan model dimana hubungan sebab-akibatnya seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ruang lingkup penelitian ini, maka simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan keuntungan industri, simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Khusus untuk peningkatan keuntungan industri, simulasi dilakukan terhadap masingmasing subsistem pembenihan, subsistem pembesaran dan subsistem penanganan pascapanen. Peningkatan keuntungan produksi tersebut dilakukan melalui peningkatan efisiensi parameter produksi dan diukur dengan tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh. Untuk memperoleh tingkat ketelitian yang tinggi, maka dilakukan analisis Monte Carlo untuk mengetahui tipe distribusi sebaran data yang digunakan sebagai variabel dalam simulasi. Analisis tipe distribusi dilakukan meggunakan program Stat Fit. 6.1 Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi daya 6.1.1 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perbaikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih. Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di KJA untuk dibesarkan dalam proses pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembenihan kerapu diukur dari berapa banyak benih yang dihasilkan dari sejumlah induk yang dimiliki. Jumlah benih yang dihasilkan selain ditentukan oleh banyaknya induk yang tersedia, juga sangat ditentukan oleh persentase induk yang memijah per periode tertentu, fekunditas (jumlah butir telur dilepas per induk), persentase telur yang dibuahi dan menetas, dan tingkat kematian (mortalitas) larva selama masa pemeliharaan hingga menjadi benih (40 hingga 45 hari). Dengan demikian ketersediaan induk yang sehat dan penanganan larva sangat menentukan produktivitas pembenihan. Peningkatan produktivitas pada pembenihan dengan demikian dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas induk agar memijah secara rutin,

78 memiliki fekunditas tinggi, daya tetas telur yang tinggi, dan menghasilkan benih yang sehat dan bertahan hidup. Pengalaman di beberapa pembenihan menunjukkan bahwa perlakuan terhadap induk seperti pemberian ikan cumi dan vitamin dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas telur. Faktor lain adalah sarana dan prasarana yang kurang mendukung seperti kondisi dan jumlah bak, penyediaan air, aerasi, pencahayaan, dan fasilitas penyediaan atau produksi pakan alami (plankton) untuk larva. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya, sehingga penerapan teknologi belum tentu memberikan keuntungan yang maksimal bagi pelaku usaha. sehingga memberikan keuntungan yang paling tinggi. Berdasarkan informasi dari pelaku pembenihan (Setiadharma et al. 2001) diperoleh keterangan bahwa dari pengamatan terhadap 20 ekor betina dan 8 jantan kerapu macan hanya 4 hingga 6 ekor atau sekitar 20% hingga 30% induk yang memijah dari populasi induk yang tersedia. Masa pemijahan berlangsung seama 3 hingga 5 hari pada sebelum dan setelah bulan gelap. Dalam satu tahun biasanya pada bulan Juli hingga September tidak memijah. Setiap masa pemijahan tersebut rata-rata dihasilkan 9.264.000 butir telur, dibuahi 6.494.000 butir dan daya tetas sebesar 71% atau menetas sebanyak 4.610.740 butir per bulan. Umur induk dan perlakuan terhadap induk selama proses pemeliharaan menentukan tingkat kesuburan atau keberhasilan induk menghasilkan telur. Pada awal kematangan gonad (induk muda), yaitu pada saat induk kerapu macan berukuran 1-3 kg, fekunditas (jumlah telur yang dihasilkan) berkisar 300.000 700.000 butir (Hassa dan Carlos, yang diacu dalam Setiadharma et al. 2001), namun pada puncak masa kesuburan 3,5 8,0 kg fekunditas mencapai 1.500.000 hinga 2.500.000 butir. Perlakuan yang menentukan kesuburan induk antara lain adalah pemberian pakan berupa ikan segar sebanyak 2-3 % dari biomass per hari dan pemberian cumi segar 7 10 hari sebelum bulan gelap, pergantian air 200%, mempertahankan temperatur 27,5 oC 31 oC. Tingkat keberhasilan pembenihan juga ditentukan oleh perlakuan (penanganan) terhadap telur dan larva setelah dipijahkan oleh induk. Perlakuan standar pada pembenihan setelah telur dilepas oleh induk adalah bahwa telur Dalam kondisi seperti ini diperlukan simulasi untuk memperoleh perlakuan yang paling optimal

79 yang dibuahi akan mengapung dan yang tidak dibuahi akan mengendap. Telurtelur yang mengapung tersebut kemudian dikumpulkan dan ditempatkan dalam akuarium bervolume 200 liter untuk dibersihkan dan dipilah. Selanjutnya telur dipindahkan ke tangki pemeliharaan larva dengan kepadatan 5 10 butir per liter air, dan telur akan menetas setelah 18 hingga 20 jam. Larva akan dipelihara di bak larva selama 40-45 hari dan diberi makan berupa plankton (Brachionus sp., Nannochloropsis sp., Rotifer, bahan pengkaya komersial, pakan buatan, dan larva Artemia sp. Selama masa pemeliharaan dilakukan penyiponan (pembuangan kotoran dasar) setiap 2 hari mulai hari ke 15, dan pengantian air mulai 20% hingga 80% per hari. Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor teknis yang menentukan keberhasilan industri pembenihan, terutama dalam menghasilkan benih dalam kuantitas dan kualitas yang tinggi, maka dalam simulasi peningkatan keuntungan industri pembenihan ini digunakan peubah (1) fekunditas induk , (2) tingkat sintasan benih, dan (3) persentase jumlah induk memijah, sebagai faktor yang menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan. Ketiga peubah ini dinilai sebagai peubah antara (intervening variable) dari faktor perbaikan kualitas induk yang sulit dikuantifikasi dalam bentuk angka. Simulasi ini dilaksanakan dengan mengambil kasus pembenihan dengan kapasitas yang banyak ditemukan di lapangan yaitu dengan jumlah stok induk sebanyak 6 ekor, atau sekitar 250.000 ekor benih per tahun. Pengaruh peningkatan fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan. Fekunditas adalah jumlah telur yang dikandung oleh induk ikan yang jumlahnya sangat tergantung pada kondisi umur dan perlakuan terhadap induk. Tingkat fekunditas ini berpengaruh terhadap produktivitas pembenihan dan tingkat keuntungan yang diperoleh. Simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat fekunditas terhadap keuntungan yang diperoleh pembenihan, sedangkan peubah lain yaitu tingkat sintasan dan persentase jumlah induk memijah diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Hasil simulasi pengaruh peningkatan fekunditas terhadap tingkat keuntungan pembenihan menggunakan program Powersin studio dapat dilihat pada Lampiran 10 dengan hasil sebagai berikut:

80 Asumsi: - Persentase induk memijah : Nilai Harapan : 20 % Standar Deviasi : 2% - Survival rete benih : Nilai Harapan : 16 % Standar deviasi : 1,6 % Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada Fekunditas 2 juta ekor / induk : Rata-rata : 12.620.536.905,Standar deviasi : 1.405.661.015,- Pada Fekunditas 1,5 juta ekor/ induk: Rata-rata : 10.197.473.434,Standar deviasi : 1.578.893.507,- Pada Fekunditas 1 juta ekor/induk : Rata-rata : 6.989.270.568,Standar deviasi : 1.212.651.377,Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 19. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat fekunditas 1 juta, 1,5 juta dan 2 juta telur per ekor induk. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat fekunditas maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.
Rp

10,000,000,000

Total Profit Pem benihan FK 1 jt (Average) 5,000,000,000 Total Profit Pem benihan FK 1-5 jt (Average) Total Profit Pem benihan FK 2 jt (Average)

0 05 06 07 08

Waktu (tahun)

Gambar 19 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK). Hasil simulasi tentang pengaruh tingkat fekunditas terhadap keuntungan pembenihan dalam bentuk angka dapat dilihat pada Tabel 14. Angka tersebut menunjukkan keuntungan kumulatif yang diperoleh pembenihan dalam kurun waktu simulasi yaitu hingga awal tahun 2009.

81 Tabel 14 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan (Rupiah) pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Total Keuntungan Benih Fk 1Jt
210.682.575 (88.969.147) 2.283.024.026 (272.813.471) 3.915.312.489 (647.368.397) 5.454.397.384 (936.027.630) 6.989.270.568 (1.212.651.377)

Waktu
1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009

Total Keuntungan Benih Fk 1,5 Jt


- 36.488.066 (130.668.106) 2.037.291.163 (380.173.450) 5.137.714.077 (526.873.013) 7.836.092.337 (1.088.888.690) 10.197.437.434 (1.578.893.507)

Total Keuntungan Benih Fk 2Jt


- 283.374.572 (170.814.473) 1,281.556.359 (539.198.425) 4.430.603.697 (919.672.546) 8.617.925.660 (929.840.406) 12.620.536.904 (1.405.661.015)

Keterangan: (...) = Standar deviasi. Selain simulasi pengaruh fekunditas induk terhadap tingkat keuntungan, juga dilakukan simulasi pengaruh peningkatan fekunditas terhadap tingkat produksi bulanan pembenihan. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan fekunditas dari 1 juta ekor per induk menjadi 2 juta ekor per induk dapat meningkatkan produksi dari 31.970 ekor / bulan menjadi 63.990 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 100,15% (Tabel 15). Tabel 15 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Waktu Produksi benih/ Produksi benih/ Produksi benih/ bln Fk 1 Jt bln Fk 1,5 Jt bln Fk 2 Jt 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 31.970 (5.378) 31.970 (5.378) 31.970 (5.378) 31.970 (5.378) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 63.990 (11.045) 63.990 (11.045) 63.990 (11.045) 63.990 (11.045) 63.990 (11.045)

1 Januari 2009 31.970 (5.378) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Pengaruh peningkatan sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan. Sintasan benih merupakan persentase jumlah benih yang dapat bertahan hidup mulai dari larva hingga benih yang siap ditebar di KJA. Pada kondisi lapangan, tingkat sintasan benih ini masih sangat rendah, yaitu berkisar antara

82 11% hingga 21%. Semakin tinggi tingkat sintasan, maka semakin banyak benih yang dihasilkan sehingga semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Pengaruh tingkat sintasan terhadap keuntungan pembenihan disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sintasan maka semakin tingi pula keuntungan yang dihasilkan. Kisaran tingkat sintasan yang digunakan dalam simulasi ini adalah 11%, 16% dan 21%, sedangkan peubah lain yaitu tingkat fekunditas dan persentase induk memijah dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai rata-rata masing-masing 1,5 juta dan 20% (Lampiran 11). Simulasi ini digunakan untuk memprediksi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pembenihan. Asumsi: - Persentase induk memijah : Nilai Harapan Standar Deviasi - Fekunditas induk : Nilai Harapan Standar deviasi Hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan profitabilitas pembenihan sebagai berikut: : 20 % : 2% : 1.500.000 ekor/induk : 150.000 ekor/induk : : : : : : 7.199.629.847,1.244.528.541,10.197.473.434,1.578.893.507,12.530.281.817,1.443.399.944,-

Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada Survival rate 11 % : Rata-rata Standar deviasi - Pada Survival rate 16% : Rata-rata Standar deviasi - Pada Survival rate 21% : Rata-rata Standar deviasi

Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 20. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat sintasan benih sebesar 11%, 16% dan 21%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.
Rp

10,000,000,000 To tal Pro fit Pe m be nihan SR 11% (Ave rage ) 5,000,000,000 To tal Pro fit Pe m be nihan SR 16% (Ave rage ) To tal Pro fit Pe m be nihan SR 21% (Ave rage )

0 05 06 07 08

Waktu (tahun)

Gambar 20 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR).

83 Tabel 16 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR) Waktu Total Keuntungan Benih -SR 11% Total Keuntungan Benih -SR 16% -36.488.066 (130.668.106) 2.037.291.163 (380.173.450) 5.137.714.077 (526.873.013) 7.836.092.337 (1.088.888.690) 10.197.473.434 (1.578.893.507) Total Keuntungan Benih -SR 21% -267.914.928 (168.145.497) 1.330.356.766 (530.773.450) 4.507.743.853 (889.664.291) 8.645.366.898 (892.528.503) 12.530.281.817 (1.443.399.944)

195.223.238 (91.798.655) 1 januari 2006 2.314.348.031 (259.626.417) 1 Januari 2007 4.027.447.248 (657.204.338) 1 januari 2008 5.616.735.626 (959.277.007) 1 Januari 2009 7.199.629.847 (1.244.528.541) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

1 Januari 2004 1 Januari 2005

Selain simulasi pengaruh sintasan terhadap tingkat keuntungan, juga dilakukan simulasi pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat produksi bulanan pembenihan. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan sintasan dari 11% menjadi 21% sebagaimana yang terjadi di lapangan dapat meningkatkan produksi benih dari 32.969 ekor / bulan menjadi 62.991 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 91,06%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR) Waktu Produksi benih/ bln SR 11% Produksi benih/ bln SR 16% 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) Produksi benih/ bln SR 21% 62.991 (10.872) 62.991 (10.872) 62.991 (10.872) 62.991 (10.872) 62.991 (10.872)

1 Januari 2004 1 Januari 2005 32.969 (5.546) 1 januari 2006 32.969 (5.546) 1 Januari 2007 32.969 (5.546) 1 januari 2008 32.969 (5.546) 1 Januari 2009 32.969 (5.546) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

84 Pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan. Tidak semua induk yang dimiliki oleh pembenihan memijah (melepaskan telur) setiap musim pemijahan. Berdasarkan pengalaman jumlah induk yang memijah dari populasi induk yang tersedia hanya sekitar 10% hingga 30% yang memijah. Hal ini sangat tergantung dari komposisi umur induk dan kondisi lingkungan (temperatur dan kekeruhan air). Semakin tinggi persentase induk yang memijah, semakin banyak larva yang dihasilkan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh pembenihan. Pengaruh persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase induk memijah maka semakin tinggi pula keuntungan yang dihasilkan. Kisaran persentase induk memijah yang digunakan dalam simulasi ini adalah 10%, 20% dan 30%, sedangkan peubah lain diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah (rata-rata) untuk fekunditas induk dan tingkat sintasan masing-masing sebesar 1,5 juta dan 16%. pada Lampiran 12 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Survival rate benih - Fekunditas induk : Nilai Harapan Standar Deviasi : Nilai Harapan Standar deviasi : 16 % : 1,6 % : 1.500.000 ekor/induk : 150.000 ekor/induk : 5.276.946.878,: 934.750.143,: 10.197.473.434,: 1.578.893.507,: 12.919.109.850,: 1.298.033.494,Hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan profitabilitas dapat dilihat

Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada persentase induk memijah 10%: Rata-rata Standar deviasi - Pada persentase induk memijah 20%: Rata-rata Standar deviasi - Pada persentase induk memijah 30%: Rata-rata Standar deviasi

Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat persentase induk memijah sebesar 10%, 20% dan 30%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentase induk memijah maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.

85
Rp

10,000,000,000 To ta l P ro fit P e m be niha n Mija h 10% To ta l P ro fit P e m be niha n Mija h 20% 5,000,000,000 To ta l P ro fit P e m be niha n Mija h 30%

Waktu (tahun)
05 06 07 08

Gambar 21 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah. Berdasarkan informasi tersebut di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentase induk yang memijah maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh. Pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap tingkat keuntungan tersebut apabila diukur dalam nilai rupiah adalah sebesar Rp 382.108.150,- untuk setiap 1 % peningkatan persentase induk memijah. Tabel 18 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah Total Keuntungan Benih Memijah 10% Total Keuntungan Benih Memijah 20% -36.488.066 (130.668.106) 2.037.291.163 (380.173.450) 5.137.714.077 (526.873.013) 7.836.092.337 (1.088.888.690) 10.197.437.434 (1.578.893.507) Total Keuntungan Benih Memijah 30% -407.051.725 (192.166.282) 891.153.106 (606.598.228) 3.754.120.975 (1.107.981.977) 8.110.422.964 (1.374.015.006) 12.919.109.850 (1.298.033.494)

Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005

333.650.245 (65.279.400) 1 Januari 2006 1.821.772.841 (303.648.745) 1 Januari 2007 2.975.537.103 (519.711.489) 1 januari 2008 4.126.241.990 (727.227.393) 1 Januari 2009 5.276.946.878 (934.750.144) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Simulasi pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap tingkat produksi bulanan pembenihan juga dilakukan dalam penelitian ini.

86 Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan persentase induk memijah dari 10% menjadi 30 % sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan dapat meningkatkan produksi benih dari 38.103 ekor / bulan menjadi 76.433 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 100,59%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Waktu Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah. Produksi benih/ bln Memijah 10% Produksi benih/ bln Memijah 20% 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) 47.984 (8.297) Produksi benih/ bln Memijah 30% 71.989 (12.425) 71.989 (12.425) 71.989 (12.425) 71.989 (12.425) 71.989 (12.425)

1 Januari 2004 1 Januari 2005 23.977 (4.033) 1 januari 2006 23.977 (4.033) 1 Januari 2007 23.977 (4.033) 1 januari 2008 23.977 (4.033) 1 Januari 2009 23.977 (4.033) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

6.1.2 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimalisasi jumlah induk digunakan. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembenihan dilakukan optimalisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan. Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah induk yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah induk akan menambah beban biaya pemeliharaan induk yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan induk akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. model peningkatan efisiensi produksi pembenihan. Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat sintasan Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah induk untuk memperoleh keuntungan maksimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) benih yang mungkin terjadi, yaitu 11%, 16% dan 21%. Sedangkan variabel teknis lainnya seperti fekunditas (jumlah telur per ekor induk) dengan nilai tengah 1.500.000 butir dan persentase jumlah induk memijah dengan nilai tengah 20% diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah induk yang harus disediakan Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah induk dilaksanakan dengan menggunakan

87 untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 20.
induk 30 25 20 15 10 5 0 Jlh induk 11% SR (Ave rage ) Jlh induk 16% SR (Ave rage ) Jlh induk 21% SR (Ave rage )

Tahun
05 06 07 08

Gambar 22

Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan.

Semakin tinggi angka sintasan maka semakin sedikit jumlah induk yang duperlukan untuk memproduksi jumlah benih yang sama. Pada tingkat sintasan 11 %, jumlah induk ikan kerapu macan yang harus tersedia untuk memenuhi pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008 adalah 29 ekor. Apabila tingkat sintasan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kualitas induk, penggunaan pakan, obat-obatan dan kualitas air, misalnya menjadi 16%, maka jumlah induk yang dibutuhkan menjadi 20 ekor. Apabila tingat sintasan menjadi 21% maka jumlah induk yang dibutuhkan menjadi sekitar 15 ekor. Tabel 20 Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival (SR) benih untuk maksimalisasi profit pembenihan Jumlah Induk pada SR 11% 1 Januari 2004 1 Januari 2005 4,56 (0,84) 1 januari 2006 16,86 (3,09) 1 Januari 2007 18,34 (3,36) 1 januari 2008 22,78 (4,17) 1 Januari 2009 29,42 (5,39) Keterangan : (...) = Standar deviasi. Waktu Jumlah Induk pada SR 16% 3,13 (0,54) 11,58 (2,01) 12,60 (2,19) 15,64 (2,72) 20,21 (3,51) Jumlah Induk pada SR 21% 2,39 (0,41) 8,82 (1,52) 9,59 (1,65) 11,91 (2,05) 15,38 (2,64)

88 Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat persentase induk memijah Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah induk untuk memperoleh keuntungan maksimal dilakukan juga dengan menggunakan beberapa kemungkinan persentase jumlah induk memijah, yaitu 20%, 30%, dan 40%. Tidak semua induk yang dipelihara dalam bak induk memijah setiap periode pemijahan. Hal ini tergantung dari umur induk, kondisi kesehatan, pengaruh lingkungan, dan faktor lainnya. Dalam simulasi ini, variabel teknis lainnya seperti fekunditas telur dan tingkat sintasan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing sebesar 1.500.000 butir dan 11%. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah induk yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat persentase jumlah induk memijah yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 21.
induk 40 30 Jlh induk 10% m ijah (Ave rage ) 20 10 0 05 06 07 08 Jlh induk 20% m ijah (Ave rage ) Jlh induk 30% m ijah (Ave rage )

Waktu (tahun)

Gambar 23 Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai persentase jumlah induk memijah. Tabel 21 Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai persentase jumlah induk memijah Waktu
1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009

Jumlah Induk pada 10% mijah


6,27 (1,15) 23,19 (4,25) 25,22 (4,62) 31,32 (5,74) 40,45 (7,41)

Jumlah Induk pada 20% mijah


3,13 (0,54) 11,58 (2,01) 12,60 (2,19) 15,64 (2,72) 20,21 (3,51)

Jumlah Induk pada 30% mijah


2,09 (0,36) 7,72 (1,33) 8,39 (1,44) 10,42 (1,79) 13,46 (2,31)

Keterangan : (...) = Standar deviasi.

89 Dari simulasi terhadap persentase jumlah induk memijah di atas diperoleh hasil bahwa apabila persentase jumlah induk yang memijah setiap periode hanya 10% dari populasi induk, maka jumlah induk yang harus disediakan untuk memenuhi permintaan pasar ikan konsumsi Hong Kong adalah sebanyak 40 ekor. Apabila persentase jumlah induk memijah dapat ditingkatkan dengan menggunakan stimulasi hormonal atau manipulasi lingkungan menjadi 20%, maka jumlah induk yang disediakan cukup 20 ekor. Apabila persentase jumlah induk memijah dapat ditingkatkan menjadi 30%, maka jumlah induk yang perlu disediakan oleh pembenihan lebih sedikit lagi yaitu 13 ekor. Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat fekunditas Variabel lain yang digunakan dalam simulasi jumlah induk yang harus disediakan oleh pembenihan agar dapat memenuhi kebutuhan ikan konsumsi adalah tingkat fekunditas induk, yaitu jumlah telur yang dikandung oleh induk yang jumlahnya sangat tergantung pada umur induk, kondisi kesehatan induk, dan pemberian pakan tertentu. Tiga kemungkinan tingkat fekunditas induk yang digunakan dalam simulasi ini adalah 1,0 juta, 1,5 juta dan 2,0 juta butir telur. Dalam simulasi ini, variabel teknis lainnya seperti persentase induk memijah dan tingkat sintasan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masung-masing sebesar 20% dan 11%. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh angka jumlah induk yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat fekunditas induk tersebut di atas. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 24, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 22.
induk 30

20 Jlh induk FK 1jt (Ave ra ge ) Jlh induk FK 2jt (Ave ra ge ) Jlh induk FK1-5jt (Ave rage ) 10

Waktu (tahun)
05 06 07 08

Gambar 24 Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk.

90 Tabel 22 Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk Waktu Jumlah Induk pada FK 1 Jt Jumlah Induk pada FK 1,5 Jt 2,35 (0,40) 8,68 (1,49) 9,44 (1,62) 11,73 (2,02) 15,14 (2,60) Jumlah Induk pada FK 2 Jt 3,13 (0,54) 11,58 (2,01) 12,60 (2,19) 15,64 (2,72) 20,21 (3,51)

1 Januari 2004 1 Januari 2005 4,70 (0,86) 1 januari 2006 17,39 (3,19) 1 Januari 2007 18,92 (3,47) 1 januari 2008 23,49 (4,30) 1 Januari 2009 30,34 (5,56) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Dari simulasi terhadap tingkat fekunditas induk di atas diperoleh hasil bahwa apabila fekunditas induk hanya 1 juta butir, maka jumlah induk yang harus disediakan untuk memenuhi permintaan pasar ikan konsumsi Hong Kong adalah sebanyak 30 ekor. Apabila tingkat fekunditas adalah 1,5 juta butir maka jumlah induk diperlukan sebanyak 15 ekor, dan bila tingkat fekunditas sebesar 2 juta maka jumlah induk yang diperlukan adalah 20 ekor. Sebagaimana dijelaskan terdahulu yaitu tingkat fekunditas ikan kerapu macan dapat berkisar antara 500.000 butir hingga mencapai 2,5 juta butir tergantung fase pertumbuhan induk 6.1.3 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui perbaikan padat penebaran, sintasan, dan lama pemeliharaan Pembesaran merupakan usaha memproduksi ikan ukuran konsumsi dengan cara membeli benih dari hatchery dan memeliharanya dalam KJA hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor). Lama pemeliharaan berkisar antara 4-6 bulan tergantung kondisi benih dan penanganan selama pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembesaran kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang di sehat, penanganan proses pembesaran dan pemberian pakan yang menjamin pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang tinggi. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan yang dicapai dalam batas waktu tertentu. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembesaran dilakukan optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan pada industri pembesaran berkapasitas 10 unit (40 KJA). Faktor peubah yang

91 digunakan dalam simulasi ini adalah padat penebaran, tingkat sintasan ikan, dan lama proses pembesaran. Ketiga peubah ini merupakan cerminan dari perbaikan teknologi dalam industri pembesaran kerapu terutama dalam hal penggunaan pakan buatan dan penerapan praktek pembesaran yang baik (good aquaculture practices). Pengaruh peningkatan padat penebaran terhadap keuntungan pembesaran Simulasi jumlah keuntungan pembesaran antara lain dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, sedangkan faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pembesaran diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 80% dan 5 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada lampiran 13 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Survival rate kerapu - Lama pembesaran : Nilai Harapan Standar Deviasi : Nilai Harapan Standar deviasi Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada padat tebar 400 ekor/KJA - Pada padat tebar 500 ekor/KJA - Pada padat tebar 600 ekor / KJA : Rata-rata Standar deviasi : Rata-rata Standar deviasi : Rata-rata Standar deviasi : 2.968.793.055,: : : 400.280.091,502.911.427,594.568.690,: 3.670.500.012,: 4.370.761.718,: 80 % :8% : 5 bulan : 0,5 bulan

Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 23, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan yang pada berbagai tingkat padat penebaran dalam kegiatan pembesaran.

92

Rp 4,000,000,000 3,000,000,000 2,000,000,000 1,000,000,000 0


Waktu (tahun)

Total Profit Pem besaran PDT 400 (Average) Total Profit Pem besaran PDT 500 (Average) Total Profit Pem besaran PDT 600 (Average)

05

06

07

08

Gambar 25 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 23 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran pembesaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 Total Keuntungan BD PDT 400/KJA Total Keuntungan BD PDT 500/KJA 648.019.955 (62.666.624) 1.403.639.969 (172.727.821) 2.159.259.984 (282.789.022) 2.914.879.998 (392.850.224) 3.670.500.012 (502.911.427) Total Keuntungan BD PDT 600/KJA 735.240.874 (74.023.099) 1.644.121.085 (204.159.491) 2.553.001.296 (334.295.890) 3.461.881.507 (464.432.290) 4.370.761.718 (594.568.690)

560.544.495 (49.920.618) 1 Januari 2006 1.162.606.635 (137.510.484) 1 Januari 2007 1.764.668.775 (225.100.353) 1 Januari 2008 2.366.730.915 (312.690.222) 1 Januari 2009 2.968.793.055 (400.280.091) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh peubah padat penebaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh usaha pembesaran pada akhir tahun 2008 adalah sebesar Rp 700.984.000,- untuk setiap kenaikan padat penebaran sebesar 100 ekor per KJA. Selain pengaruh padat penebaran terhadap tingkat keuntungan, dilakukan juga analisis pengaruh padat penebaran terhadap produksi hasil pembesaran. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan padat penebaran dari 400 menjadi 600 ekor benih/KJA sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan, dapat meningkatkan produksi ikan dari 2.558 ekor / bulan

93 menjadi 3.839 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 50,08%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 Tabel 24 Waktu Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran benih /KJA Produksi benih/ bln PDT 400 Produksi benih/ bln PDT 500 3.200 (456) 3.200 (456) 3.200 (456) 3.200 (456) 3.200 (456) Produksi benih/ bln PDT 600 3.839 (537) 3.839 (537) 3.839 (537) 3.839 (537) 3.839 (537)

1 Januari 2004 1 Januari 2005 2.558 (349) 1 Januari 2006 2.558 (349) 1 Januari 2007 2.558 (349) 1 Januari 2008 2.558 (349) 1 Januari 2009 2.558 (349) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Pengaruh peningkatan sintasan (survival rate) terhadap keuntungan pembesaran Simulasi tingkat keuntungan pembesaran berdasarkan kondisi tingkat sintasan ikan yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90% dilakukan dalam penelitian ini. Sementara itu variabel lainnya yaitu padat penebaran dan lama pembesaran dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masingmasing 500 ekor dan 5 bulan. Tingkat sintasan yang tinggi dicapai apabila pembudidaya mengunakan teknologi pembesaran yang baik, misalnya dengan menggunakan pakan buatan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit yang menyerang ikan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Lama pembesaran : Nilai Harapan : Standar Deviasi : - Padat penebaran : Nilai Harapan : Standar deviasi : Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada tingkat sintasan 70% : Rata-rata : Standar deviasi : - Pada tingkat sintasan 80% : Rata-rata : Standar deviasi : - Pada tingkat sintasan 90% : Rata-rata : Standar deviasi : 5 bulan 0,5 bulan 500 ekor/KJA 50 ekor/KJA 3.231.870.341,437.787.083,3.670.500.012,502.911.426,4.107.797.746,557.435.776,-

Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 26. Grafik pada tersebut menunjukkan

94 tingkat keuntungan yang diperoleh pembesaran pada tingkat sintasan (SR) pembesaran yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan pembesaran, maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.
Rp 4,000,000,000 3,000,000,000 Total Profit Budidaya SR 70% (Average) 2,000,000,000 1,000,000,000
Waktu (tahun)

Total Profit Budidaya SR 80% (Average) Total Profit Budidaya SR 90% (Average)

05

06

07

08

Gambar 26 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 25 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat sintasan pembesaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009 Total Keuntungan BD SR 70% 593.348.478 (43.506.465) 1.252.978.944 (119.865.863) 1.912.609.410 (196.225.262) 2.572.239.876 (272.584.661) 3.231.870.341 (348.944.060) Total Keuntungan BD SR 80% 648.019.955 (49.838.589) 1.403.639.970 (137.363.522) 2.158.970.460 (224.888.456) 2.914.879.998 (312.413.391) 3.669.978.980 (399.938.327) Total Keuntungan BD SR 90% 702.549.343 (55.970.484) 1.553.949.426 (154.326.238) 2.405.147.350 (252.681.995) 3.256.749.592 (351.037.751) 4.108.149.675 (449.393.508)

Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan yang disebabkan oleh perbaikan sistem pembesaran akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pembesaran. Besarnya pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh kegiatan pembesaran berkapasitas 40 KJA adalah sebesar 875.927.405,- untuk setiap kenaikan sintasan sebesar 20%. Rp

95 Selain pengaruh sintasan terhadap tingkat keuntungan, dilakukan juga analisis pengaruh sintasan terhadap produksi hasil pembesaran. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan sintasan dari 70% menjadi 90% sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan, dapat meningkatkan produksi ikan dari 2.799 ekor / bulan menjadi 3.600 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 28,62%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR). Waktu Produksi ikan/ Produksi ikan/ Produksi ikan/ bln SR 70% bln SR 80% bln SR 90% 1 Januari 2004 1 Januari 2005 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 januari 2006 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 Januari 2007 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 januari 2008 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 Januari 2009 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) Keterangan: () = Standar deviasi. Pengaruh lama pemeliharaan ikan terhadap keuntungan pembesaran. Faktor teknis pembesaran lainnya yang berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh adalah lama proses pemeliharaan ikan yang berada pada kisaran 4 bulan, 5 bulan, atau 6 bulan untuk memperoleh rata-rata bobot ikan yang sama. Melalui proses simulasi dapat diketahui perbedaan keuntungan yang diperoleh pada lama proses pembesaran yang berbeda-beda, sementara faktor lain yaitu padat penebaran dan tingkat sintasan dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah 500 ekor dan 80%. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Tingkat sintasan : Nilai Harapan : Standar Deviasi : - Padat penebaran : Nilai Harapan : Standar deviasi : Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada lama pembesaran 4 bulan: Rata-rata Standar deviasi - Pada lama pembesaran 5 bulan: Rata-rata Standar deviasi - Pada lama pembesaran 6 bulan: Rata-rata Standar deviasi 80 % 0,8 % 500 ekor/KJA 50 ekor/KJA

: 4.507.106.700,: 618.590.366,: 3.639.592.232,: 497.869.786,: 3.059.885.421,: 409.015.768,-

96 Semakin singkat masa pembesaran maka semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Proses mempersingkat waktu pembesaran dapat dilakukan apabila para pembudidaya memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup ikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Proses ini antara lain dapat dilakukan apabila digunakan pakan buatan dengan komposisi gizi yang sesuai untuk pertumbuhan ikan kerapu. Hasil simulasi pengaruh lama pembesaran terhadap tingkat keuntungan pembesaran dalam bentuk grafik dilihat pada Gambar 27, sedangkan uraian dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 27.
Rp 4,000,000,000 3,000,000,000 2,000,000,000 1,000,000,000 0 05 06 07 08
Waktu (tahun)

Total Profit Budidaya LAMA 4 BL (Average) Total Profit Budidaya LAMA 5 BL (Average) Total Profit Budidaya LAMA 6 BL (Average)

Gambar 27 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 27 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009 Total Keuntungan Lama BD 6 bln 556.710.720 (48.490.458) 1.182.504.395 (138.621.749) 1.808.298.070 (228.753.083) 2.434.091.746 (318.884.424) 3.059.885.421 (409.015.768) Total Keuntungan Lama BD 5 bln 625.305.584 (58.799.950) 1.378.877.246 (168.567.308) 2.132.448.908 (278.334.787) 2.886.020.570 (388.102.283) 3.639.592.232 (497.869.786) Total Keuntungan Lama BD 4 bln 727.459.522 (72.614.979) 1.672.371.317 (209.108.585) 2.617.283.111 (345.602.478) 3.562.194.906 (482.096.415) 4.507.106.701 (618.590.366)

Keterangan: () = Standar Deviasi.

97 Pengaruh lama pross pembesaran terhadap tingkat produksi pembesaran juga dianalisis dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan yang terjadi karena peningkatan teknologi, dapat meningkatkan produksi ikan dari 2.666 ekor/bulan menjadi 3.997 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 49,92 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 Produksi ikan/ bln Lama 6 bln 2.666 (373) 2.666 (373) 2.666 (373) Produksi ikan/ bln Lama 5 bln 3.200 (456) 3.200 (456) 3.200 (456) 3.200 (456) 3.200 (456) Produksi ikan/ bln Lama 4 bln 3.997 (546) 3.997 (546) 3.997 (546) 3.997 (546) 3.997 (546)

1 januari 2008 2.666 (373) 1 Januari 2009 2.666 (373) Keterangan: () = Standar deviasi.

6.1.4 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan. Pembesaran merupakan usaha memproduksi ikan ukuran konsumsi dengan cara membeli benih dari hatchery dan memeliharanya dalam karamba jaring apung hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor). Lama pemeliharaan berkisar antara 4-6 bulan tergantung kondisi benih dan penanganan selama pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembesaran kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang di sehat, penanganan proses pembesaran dan pemberian pakan yang menjamin pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang tinggi. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembesaran dilakukan optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan. Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah karamba jaring

98 apung (KJA) yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah KJA akan menambah beban biaya pemeliharaan KJA yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan KJA akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah KJA dilaksanakan dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pembesaran. Jumlah KJA optimal pada berbagai kemungkinan sintasan pembesaran Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah KJA untuk memperoleh keuntungan maksimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) ikan yang mungkin terjadi, yaitu 90%, 80%, dan 70%. Sedangkan variabel teknis lainnya seperti padat penebaran sebesar 500 ekor/KJA dan waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran yaitu 4 bulan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah tersebut. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah KJA yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 28, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 29.
KJA 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0
Waktu (tahun)

Jum lah KJA SR 70% (Average) Jum lah KJA SR 80% (Average) Jum lah KJA SR 90% (Average)

05

06

07

08

Gambar 28 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan. Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat sintasan pembesaran sebesar 70%, jumlah karamba jaring apung (KJA) yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan ikan kerapu macan di pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008, dibutuhkan KJA sebanyak 2.401 unit. Apabila tingkat sintasan menurun menjadi 80%, maka jumlah KJA yang harus disediakan meningkat menjadi 2.100 unit, dan bila sintasan 90%, maka jumlah KJA dibutuhkan menjadi 1.869 unit.

99 Tabel 29 Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan Jumlah KJA pada SR 70% 343,86 (49,02) 1.325,15 (189,79) 1.672,08 (242,59) 1.728,98 (245,64) 2.401,29 (344,87) Jumlah KJA pada SR 80% 300,78 (41,48) 1.158,99 (159,76) 1.462,35 (205,04) 1.512,53 (208,90) 2.100,31 (290,51) Jumlah KJA pada SR 90% 267,64 (39,78) 1.031,38 (153,55) 1.301,08 (193,38) 1.345,74 (199,21) 1.869,23 (281,18)

Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009

Keterangan: () = Standar deviasi. Jumlah KJA optimal pada berbagai tingkat padat penebaran Simulasi jumlah KJA yang sesuai dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA, dan 600 ekor/KJA. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pembesaran diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 90% dan 4 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 dan Tabel 30, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada padat penebaran 400 ekor/KJA dibutuhkan KJA sebanyak 2.626 unit. Pada padat penebaran 500 ekor/KJA maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 2.101 unit, dan pada padat penebaran 600, jumlah KJA yang dibutuhkan 1.752 unit.
KJA 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 05 06 07 08
Waktu (tahun)

Jum la h KJA PTe ba r400 (Ave ra ge) Jum la h KJA PTe ba r500 (Ave ra ge) Jum la h KJA PTe ba r600 (Ave ra ge)

Gambar 29 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan.

100 Tabel 30 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran Waktu Jumlah KJA Jumlah KJA Jumlah KJA pada PT 300 pada PT 250 pada PT 200 376,10 (53,62) 1.449,24 (206,51) 1.828,73 (264,88) 1.891,26 (269,98) 2.626,09 (375,06) 300,93 (42,83) 1.159,47 (164,08) 1.462,84 (208,67) 1.513,33 (216,15) 2.101,33 (300,14) 250,92 (37,30) 966,92 (143,95) 1.219,76 (181,29) 1.261,63 (186,76) 1.752,40 (263,60)

1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009

Keterangan: (....) = Standar deviasi. Jumlah KJA optimal pada berbagai tingkat padat penebaran Simulasi jumlah KJA yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan maksimal juga dilakukan dengan mengubah variabel lama proses pembesaran, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel lama pembesaran ditetapkan 4 bulan, 5 bulan, dan 6 bulan sesuai dengan variasi yang ditemukan di lapangan, sedangkan variabel lainnya seperti sintasan dan padat penebaran ditetapkan konstan sebesar masing-masing 90% dan 300 ekor / KJA sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 30 dan Tabel 31, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada lama pembesaran 4 bulan dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 2.098 unit. Pada lama pembesaran 5 bulan maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 2.100 unit, dan pada lama pembesaran 6 bulan dibutuhkan 2.042 unit KJA.
KJA 2,000 1,500 1,000 500 0 05 06 07 08
Waktu (tahun)

Jum la h KJA La m a BD 4 bln (Average) Jum la h KJA La m a BD 5 bl (Ave ra ge ) Jum la h KJA La m a BD 6 bl (Ave ra ge )

Gambar 30 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran.

101

Tabel 31 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009 Jumlah KJA pada BD 4 bln 301.06 (43,97) 1.132,48 (165,45) 1.384,32 (203,02) 1.532,31 (225,61) 2.098,25 (305,70) Jumlah KJA pada BD 5 bln 300,78 (41,48) 1.158,99 (159,76) 1.462,35 (205,04) 1.512,53 (208,90) 2.100,31 (290,51) Jumlah KJA pada BD 6 bln 300,86 (42,89) 1.166,34 (166,39) 1.555,55 (228,43) 1.527,54 (217,51) 2.041,53 (296,00)

Keterangan: (....) = Standar deviasi.

6.1.5 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui perbaikan sintasan, padat tebar, dan lama pemeliharaan Pascapanen merupakan usaha mengumpulkan ikan dari kegiatan pembesaran untuk ditampung dan seleksi (grading) untuk kemudian dijual ke konsumen. Proses pascapanen dilakukan dengan menggunakan KJA sebagaimana kegiatan pembesaran. Lama pemeliharaan berkisar antara 1-2 bulan tergantung kondisi ikan yang dibeli. Keberhasilan dalam kegiatan pascapanen ditentukan oleh kemampuan untuk memulihkan kondisi ikan agar pada kondisi yang baik sesuai dengan selera konsumen pada saat dipasarkan. Selama penampungan ikan diberi makan dan perlakuan untuk menjaga kesehatan ikan. Indikator keberhasilan pascapanen adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekuensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pascapanen dilakukan optimalisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan pada kapasitas produksi yang sama dengan pembesaran yaitu 40 KJA. Sebagaimana dalam subsistem pembesaran, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen kerapu adalah padat penebaran, tingkat sintasan ikan, dan lama proses pascapanen. Ketiga peubah ini merupakan cerminan dari perbaikan teknologi dalam industri

102 pascapanen kerapu terutama dalam hal penggunaan pakan buatan dan penanganan pascapanen yang baik. Pengaruh sintasan ikan terhadap keuntungan pascapanen. Simulasi tingkat keuntungan pascapanen berdasarkan kondisi tingkat sintasan ikan yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90% dilakukan dalam penelitian ini. Variabel lainnya yaitu padat penebaran dan lama pascapanen dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 500 ekor dan 1,5 bulan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Asumsi: - Lama pascapanen : Nilai Harapan : 1,5 bulan Standar Deviasi : 0,15 bulan - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/KJA Standar deviasi : 50 ekor/KJA Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada tingkat sintasan 70% : Rata-rata : 12.598.734.953,Standar deviasi : 1.711.097.167,- Pada tingkat sintasan 80% : Rata-rata : 14.317.648.280,Standar deviasi : 1.929.573.210,- Pada tingkat sintasan 90% : Rata-rata : 16.012.954.736,Standar deviasi : 2.149.630.141,Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 31, dan dalam bentuk tabel pada Tabel 32. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pascapanen pada tingkat sintasan (SR) yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan pascapanen, maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.
Rp 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 0 05 06 07 08 Total Profit SR 70% (Average) Total Profit SR 80% (Average) Total Profit SR 90% (Average)
Waktu (tahun)

Gambar 31 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda.

103 Tabel 32 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan Total Keuntungan PP SR 70% 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1.513.460.162 (136.665.370) 1 januari 2006 4.285.717.728 (531.579.542) 1 Januari 2007 7.056.732.470 (924.716.951) 1 januari 2008 9.827.729.212 (1.317.899.974) 1 Januari 2009 12.598.734.953 (1.711.097.167) Keterangan: (....) = Standar deviasi. Waktu Total Keuntungan PP SR 80% 1.618.125.271 (126.468.570) 4.811.460.588 (583.076.659) 7.980.189.819 (1.031.842.406) 11.148.919.049 (1.480.694.729) 14.317.648.280 (1.929.573.210) Total Keuntungan PP SR 90% 1.613.005.325 (187.178.283) 5.314.227.714 (628.358.979) 8.880.470.055 (1.135.345.715) 12.446.712.396 (1.642.468.104) 16.012.954.737 (2.149.630.141)

Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan yang disebabkan oleh perbaikan sistem pascapanen akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pascapanen. Besarnya pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh kegiatan pascapanen berkapasitas 40 KJA adalah sebesar untuk setiap kenaikan sintasan sebesar 10%. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat sintasan pada pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan sintasan ikan selama pascapanen dari 70% menjadi 90% dapat meningkatkan pascapanen dari 9.327 ekor / bulan menjadi 11.955 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 28,17 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai tingkat sintasan ikan pascapanen Produksi PP/ bln SR 70% 1 Januari 2004 1 Januari 2005 9.327 (1.278) 1 januari 2006 9.327 (1.278) 1 Januari 2007 9.327 (1.278) 1 januari 2008 9.327 (1.278) 1 Januari 2009 9.327 (1.278) Keterangan: (....) = Standar deviasi. Waktu Produksi PP/ bln SR 80% 10.666 (1489) 10.666 (1489) 10.666 (1489) 10.666 (1489) 10.666 (1489) Produksi PP/ bln SR 90% 11.995 (1.656) 11.995 (1.656) 11.995 (1.656) 11.995 (1.656) 11.995 (1.656) Rp 166.878.626,-

104 Pengaruh padat penebaran terhadap keuntungan pascapanen. Simulasi jumlah keuntungan pascapanen antara lain dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, sedangkan faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA, dan 600 ekor/KJA, sedangkan variabel lainnya seperti sintasan dan lama pascapanen diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah sebesar masing-masing 80% dan 1,5 bulan sesuai dengan kondisi real di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Asumsi: - Lama pascapanen - Tingkat sintasan : Nilai harapan Standar deviasi : Nilai harapan Standar deviasi Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada padat penebaran 400 ekor/KJA: Rata-rata Standar deviasi - Pada padat penebaran 500 ekor/JKA: Rata-rata Standar deviasi - Pada padat penebaran 600 ekor/KJA: Rata-rata Standar deviasi : 12.944.383.693,: 1.760.917.416,: 16.013.446.444,: 2.142.385.526,: 19.008.419.168,: 2.510.552.945,: 1,5 bulan : 0,15 bulan : 80 % :8%

Hasil simulasi peningkatan padat penebaran pada pascapanen ditampilkan dalam bentuk grafik pada Gambar 32 dan dalam bentuk angka pada Tabel 34, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan pada berbagai tingkat padat penebaran dalam kegiatan pascapanen. Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi padat penebaran yang merupakan cerminan perbaikan sistem pascapanen akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pascapanen. Besarnya pengaruh peningkatan padat penebaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh kegiatan pascapanen berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp 3.032.018.000,- untuk setiap kenaikan padat penebaran sebesar 100 ekor/KJA.

105
Rp 20,000,000,000 15,000,000,000 Total Profit PDT 400 (Ave rage ) 10,000,000,000 5,000,000,000 0 05 06 07 08
Waktu (tahun)

Total Profit PDT 500 (Ave rage ) Total Profit PDt 600 (Ave ra ge )

Gambar 32 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 34 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 Total Keuntungan PP PDT 400 Total Keuntungan PP PDT 500 1.617.161.815 (184.707.630) 5.314.485.290 (627.657.155) 8.880.805.675 (1.132.466.150) 12.447.126.059 (1.637.406.586) 16.013.446.444 (2.142.385.526) Total Keuntungan PP PDT 600 1.291.141.921 (426.874.630) 6.163.078.306 (691.231.442) 10.444.858.593 (1.297.454.758) 14.726.638.880 (1.903.964.437) 19.008.419.168 (2.510.552.945)

1.539.137.816 (135.766.867) 1 januari 2006 4.392.602.075 (543.770.962) 1 Januari 2007 7.243.195.948 (949.444.015) 1 januari 2008 10.093.789.820 (1.335.172.203) 1 Januari 2009 12.944.383.693 (1.760.917.416) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Analisis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat padat penebaran pada pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan padat penebaran ikan selama pascapanen dari 400 menjadi 600 ekor/KJA dapat meningkatkan produksi pascapanen dari 9.596 ekor / bulan menjadi 14.391 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 49,97 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 35.

106 Tabel 35 Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran ikan / KJA Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 Januari 2007 1 Januari 2008 1 Januari 2009 Produksi PP/ bln PDT 400 9.596 (1.324) 9.596 (1.324) 9.596 (1.324) 9.596 (1.324) 9.596 (1.324) Produksi PP/ bln PDT 500 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) Produksi PP/ bln PDT 600 14.391 (1.971) 14.391 (1.971) 14.391 (1.971) 14.391 (1.971) 14.391 (1.971)

Keterangan: (...) = Standar deviasi. Pengaruh lama penampungan ikan terhadap keuntungan pascapanen. Faktor teknis pascapanen lainnya yang berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh adalah lama proses pascapanen yang berada pada kisaran 1 bulan, 1,5 bulan, atau 2 bulan. Melalui proses simulasi dapat diketahui perbedaan keuntungan yang diperoleh pada lama proses pascapanen yang berbeda-beda, sementara faktor lain yaitu padat penebaran dan tingkat sintasan dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah 500 ekor dan 80%. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Asumsi: - Tingkat sintasan - Padat penebaran : Nilai harapan Standar deviasi : Nilai harapan Standar deviasi Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Lama pascapanen 1 bulan - Lama pascapanen 1,5 bulan - Lama pascapanen 2 bulan : Rata-rata : Rata-rata : Rata-rata : 23.345.597.817,: 16.013.446.444,: 12.166.013.901,Standar deviasi : 2.987.848.638,Standar deviasi : 2.142.385.526,Standar deviasi : 1.659.999.427,Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 33 dan Tabel 36, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh : 80 % :8% : 500 ekor/KJA : 50 ekor/KJA

107 pada berbagai lama masa pascapanen. Semakin singkat masa pascapanen maka semakin tinggi keuntungan yang diperoleh.
Rp 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 0 05 06 07 08
Waktu (tahun)

Total Profit PP 1 bln (Ave rage ) Total Profit PP 1-5 bl (Ave rage ) Total Profit PP 2 bln (Ave rage )

Gambar 33 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah lama pascapanen pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 36 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat lama proses pascapanen Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 Total Keuntungan PP Lama 2 bln Total Keuntungan PP Lama 1,5 bln 1.617.161.815 (184.707.630) 5.314.485.290 (627.657.155) 8.880.805.675 (1.132.466.150) 12.447.126.059 (1.637.406.586) 16.013.446.444 (2.142.385.526) Total Keuntungan PP Lama 1 bln 450.022.559 (627.653.595) 7.279.921.740 (717.677.733) 12.635.147.099 (1.472.738.453) 17.990.372.458 (2.230.026.443) 23.345.597.818 (2.987.848.638)

1.478.504.795 (137.830.062) 1 Januari 2006 4.150.968.634 (518.896.702) 1 Januari 2007 6.822.650.390 (899.232.776) 1 Januari 2008 9.494.332.145 (1.279.609.714) 1 Januari 2009 12.166.013.901 (1.659.999.427) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

Analisis tentang pengaruh lama proses pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut juga dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan dapat meningkatkan pascapanen dari 8.996 ekor / bulan menjadi 17.989 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 99,96%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 37.

108 Tabel 37 Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama proses pascapanen Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 Januari 2007 1 Januari 2008 Produksi PP/ bln Lama 2 bln 8.996 (1.242) 8.996 (1.242) 8.996 (1.242) 8.996 (1.242) Produksi PP/ bln Lama 1,5 bln 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) 11.999 (1.675) Produksi PP/ bln Lama 1 bln 17.989 (2.464) 17.989 (2.464) 17.989 (2.464) 17.989 (2.464) 17.989 (2.464)

1 Januari 2009 8.996 (1.242) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

6.1.6 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan. Pascapanen merupakan usaha mengumpulkan ikan dari kegiatan pembesaran untuk ditampung dan seleksi (grading) untuk kemudian dijual ke konsumen. Proses pascapanen dilakukan dengan menggunakan karamba jaring apung sebagaimana kegiatan pembesaran. Lama pemeliharaan berkisar antara 12 bulan tergantung kondisi ikan yang dibeli. Keberhasilan dalam kegiatan pascapanen ditentukan oleh kemampuan untuk memulihkan kondisi ikan agar pada kondisi yang baik sesuai dengan selera konsumen pada saat dipasarkan. Selama penampungan ikan diberi makan dan perlakuan untuk menjaga kesehatan ikan. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan. yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pascapanen dilakukan optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan. Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah karamba jaring apung (KJA) yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah KJA akan menambah beban biaya pemeliharaan KJA yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan KJA akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah KJA dilaksanakan dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pascapanen. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan

109 Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai tingkat sintasan ikan Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah KJA untuk memperoleh keuntungan maksimal pada subsistem penanganan pascapanen dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) ikan yang mungkin terjadi, yaitu 90%, 80%, dan 70%. Variabel teknis lainnya seperti padat penebaran sebesar 500 ekor/KJA dan waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran yaitu 1,5 diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah KJA yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 34, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 38.
KJA

600 Jum lah KJA SR 70% (Ave ra ge ) Jum lah KJA SR 80% (Ave ra ge ) Jum lah KJA SR 90% (Ave rage ) 200

400

Waktu (tahun)
05 06 07 08

Gambar 34 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan. Tabel 38 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai tingkat sintasan ikan Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 Januari 2007 1 Januari 2008 1 Januari 2009 Jumlah KJA pada SR 70% 85,09 (15,89) 417,06 (57,32) 363,69 (50,48) 598,79 (92,92) 676,23 (83,90) Jumlah KJA pada SR 80% 71,09 (13,51) 366,96 (48,25) 320,17 (41,48) 515,28 (82,05) 607,77 (66,61) Jumlah KJA pada SR 90% 60,32 (12,95) 328,43 (46,16) 287,71 (38,87) 448,71 (80,96) 558,78 (60,71)

Keterangan: (....) = Standar deviasi.

110 Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat sintasan pascapanen sebesar 70%, jumlah karamba jaring apung yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan ikan kerapu macan di pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008 adalah sebanyak 676 unit. Apabila tingkat sintasan menurun menjadi 80%, maka jumlah KJA yang harus disediakan meningkat menjadi 608 unit, dan bila sintasan 90%, maka jumlah KJA dibutuhkan menjadi 559 unit. Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran Simulasi jumlah KJA yang sesuai dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran tetapkan sebesar 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA, dan 600 ekor/KJA. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pascapanen diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 90% dan 5 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 35 dan Tabel 39, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada padat penebaran 600 ekor/KJA dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 672 unit. Pada padat penebaran 500 ekor/KJA maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 708 unit, dan pada padat penebaran 400, jumlah KJA yang dibutuhkan 834 unit.

KJA

600 Jum lah KJA PdT 400 (Average) Jum lah KJA PdT 500 (Average) 300 Jum lah KJA PdT600 (Average)

Waktu (tahun)

05

06

07

08

Gambar 35 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran.

111 Tabel 39 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai padat penebaran Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009 Jumlah KJA pada PDT 400 95,56 (17,53) 454,78 (63,55) 397,06 (57,02) 659,91 (101,45) 730,38 (94,62) Jumlah KJA pada PDT 500 71,20 (14,62) 367,41 (52,18) 320,42 (45,69) 515,94 (87,47) 608,29 (73,48) Jumlah KJA pada PDT 600 54,88 (12,13) 308,73 (43,90) 271,91 (35,36) 414,17 (77,57) 535,29 (56,40)

Keterangan: (....) = Standar deviasi. Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai lama penampungan ikan Simulasi jumlah KJA yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan maksimal juga dilakukan dengan mengubah variabel lama proses pascapanen, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel lama pascapanen ditetapkan 1 bulan, 1,5 bulan, dan 2 bulan sesuai dengan variasi yang ditemukan di lapangan. Variabel lainnya seperti sintasan dan padat penebaran ditetapkan konstan sebesar masing-masing 90% dan 300 ekor / KJA sesuai dengan kondisi real di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel 40, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada lama pembesaran 1 bulan dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 624 unit. Pada lama pembesaran 1,5 bulan maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 639 unit, dan pada lama pembesaran 2 bulan dibutuhkan 816 unit KJA.
KJA

600 Jum la h KJA La m a 1-5bln (Ave ra ge ) Jum la h KJA La m a 2bln (Ave rage ) Jum la h KJA La m a 1bln (Ave ra ge ) 200

400

0 05 06 07 08

Waktu (tahun)

Gambar 36 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai lama waktu pascapanen.

112 Tabel 40 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai lama waktu pascapanen Waktu 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 januari 2006 1 Januari 2007 1 januari 2008 1 Januari 2009 Jumlah KJA pd Lama PP 1 bln 71,20 (14,62) 367,41 (52,18) 320,42 (45,69) 515,94 (87,47) 608,29 (73,48) Jumlah KJA pd Lama PP 1,5 bln 70,00 (14,36) 382,37 (53,37) 321,42 (40,65) 488,10 (91,38) 711,80 (83,66) Jumlah KJA pd Lama PP 2 bln 72,75 (14,27) 349,93 (48,95) 329,32 (49,02) 515,07 (80,86) 563,60 (74,47)

Keterangan: (....) = Standar deviasi. 6.2 Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi Daya Dalam program POWERSIM STUDIO, proses simulasi untuk memprediksi kapasitas produksi maksimum pada berbagai tingkat permintaan pasar dilakukan dengan menggunakan data trend permintaan ikan kerapu dan proyeksinya di masa yang akan datang dengan skenario optimistik, moderat dan dan pesimistik. Skenario optimistik adalah permintaan mengalami peningkatan mengikuti kecenderungan yang saat ini, skenario pesimistik adalah permintaan mengalami stagnasi (levelling) sesuai perkembangan permintaan terakhir, sedangkan skenario moderat adalah permintaan mengalami kenaikan di antara skenario optimistis dan pesimistis. Data perkembangan permintaan ikan kerapu untuk jenis kerapu macan yang digunakan adalah data bulanan sejak bulan April 2004 hingga Juni 2006 (27 bulan). Proyeksi permintaan ke depan dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil untuk menentukan trend. Hasil proyeksi dengan menggunakan metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8a dan 8b. Data proyeksi permintaan kerapu sesuai menurut skenario yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam model powersim untuk perencanaan kapasitas produksi sebagai faktor peubah utama. Berdasarkan hasil simulasi tersebut diperoleh hasil perhitungan kapasitas produksi maksimal yang dapat digunakan sebagai dasar bagi pengembangan industri pembenihan, industri

113 pembesaran dan industri penanganan pascapanen perikanan kerapu macan (tiger grouper) sebagai berikut: Nilai Rata-rata Asumsi: - Sintasan benih (%) - Persentase induk memijah (%) - Fekunditas induk (butir/induk) - Padat tebar pembesaran (ekor/KJA) - Sintasan pembesaran (%) - Padat tebar pascapanen (ekor/KJA) - Sintasan pascapanen (%) Hasil simulasi: - Produksi optimal pembenihan (ekor/bulan) - Produksi optimal pembesaran (ekor/bulan) - Produksi optimal pascapanen (ekor/bulan) 16 20 1.500.000 500 80 500 80 163.539 133.857 105.998 Standar Deviasi 1.6 2 150.000 50 8 50 8 24.291 13.805 3.800

Secara diagramatis perkembangan kapasitas produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen dari tahun 2004 hingga 2008 dengan skenario peningkatan trend permintaan optimistik dapat dilihat pada Gambar 37. Pada gambar berikutnya (Gambar 38) dapat dilihat grafik peningkatan kapasitas produksi yang layak dikembangkan dengan skenario moderat, sedangkan pada Gambar 39 adalah grafik peningkatan dengan skenario peningkatan pesimistik.
ekor/m o 150,000 produk si benih k erapu (Average) produk si k erapu BD (Average) 50,000 produk si k erapu p_panen (Average)

100,000

Waktu (tahun)

05

06

07

08

Gambar 37 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik.

114
e k or/m o

100,000 produk si be nih k e rapu (Ave rage ) produk si k e rapu BD (Ave rage ) 50,000 produk si k e rapu p_pane n (Ave rage )

Waktu (tahun)

05

06

07

08

Gambar 38 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat.
ekor/m o

100,000 produk si benih k erapu (Average) produk si kerapu BD (Average) 50,000 produk si kerapu p_panen (Average)

0 05 06 07 08

Waktu (tahun)

Gambar 39 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik. Hasil simulasi juga dapat ditampilkan dalam bentuk tabel yang

menunjukkan besaran angka-angka kapasitas produksi yang dapat dikembangkan menurut berbagai skenario proyeksi untuk industri pembenihan, industri pembesaran dan industri pascapanen. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa kapasitas produksi pembenihan melampaui pembesaran dan pascapanen. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa dalam proses produksi semakin ke hilir terjadi proses kematian (mortalitas) sehinga jumlah yang harus disediakan di hulu harus lebih banyak. Kapasitas produksi maksimal kerapu macan pada tahun 2008 sesuai dengan trend permintaan pasar dapat dilihat pada Tabel 41.

115 Tabel 41 Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per tahun merurut tiga skenario pertumbuhan pasar (ekor/tahun) Skenario Optimistik Moderat Pesimistik Nilai Rata-rata : Standar deviasi: Nilai Rata-rata : Standar deviasi: Nilai Rata-rata : Standar deviasi: Kapasitas produksi pembenihan 1.938.144 (174.864) 1,396.932 (126.036) 843.300 (76.080) Kapasitas produksi pembesaran 1.596.516 (103.152) 1.191.312 ( 76.968) 786.096 ( 50.784) Kapasitas produksi pascapanen 1.271.976 ( 54.360) 971.004 ( 43.080) 668.508 ( 34.080)

Angka-angka kapasitas produksi kerapu yang dapat dikembangkan tersebut di atas adalah hanya untuk jenis kerapu macan dan untuk pasaran Hong Kong. Simulasi dapat dilakukan untuk jenis kerapu lainnya yang diproduksi di Indonesia seperti kerapu tikus, kerapu sunu, kerapu lumpur, dan lainnya. 6.2.1 Kapasitas produksi pembenihan Apabila diasumsikan bahwa semua produksi ikan kerapu dilaksanakan melalui budi daya, maka akan diperlukan industri pendukung yang merupakan imbas dari pengembangan tersebut. agroindustri kerapu budi daya. Indonesia masih tergantung permasalahannya. Salah satu keterkaitan yang erat adalah produksi benih yang merupakan kebutuhan mutlak bagi pengembangan Selama ini kegiatan budi daya kerapu di pada benih dari alam dengan berbagai

Kecenderungan yang berkembang adalah meningkatnya

produksi benih dari hatchery (panti pembenihan). Ditinjau dari karakteristik kegiatan usahanya, maka kegiatan pembenihan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi pembenihan skala besar dan pembenihan skala rumah tangga (back yard hatcheries). Perbedaan nyata dari kedua kategori ini adalah dalam hal pemikan induk uantuk dipijahkan. Pembenihan skala besar umumnya memiliki sendiri induk-induk yang dipelihara sepanjang tahun untuk dipijahkan dan mengkasilkan telur dan benih, sedangkan pembenihan skala rumah tangga biasanya membeli telur dari pembenihan skala besar kemudian memeliharanya hingga ukuran benih yang siap jual. Oleh karena itu, pembenihan skala rumah tangga ini pada umumnya berkembang di sekitar

116 pembenihan besar sebagaimana terjadi di Gondol (Bali), Situbondo, atau Lampung. Berdasarkan hasil analisis terhadap kapasitas permintaan kerapu dan kecenderungannya di masa yang akan datang, maka telah diprediksikan jumlah benih yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengembangan agroindustri kerapu budi daya macan sesuai dengan permintaan pasar (Tabel 35). Berdasarkan skenario optimistis, maka jumlah benih yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar ikan kerapu macan, khusus untuk pasar Hong Kong adalah sebesar 1.938.144 ekor per tahun. Dengan memperhitungkan angka mortalitas, fekunditas telur dan persentase induk memijah dan faktor lainnya sesuai dengan struktur model, maka untuk memperoduksi benih sebanyak itu dibutuhkan sebanyak 17 ekor induk. Pada skenario pesimistis, di mana jumlah permintaan pasar pada akhir 2008 adalah pada jumlah yang sama dengan pertengahan tahun 2006, maka jumlah benih yang dibutuhkan pada skenario pesimistis adalah sebanyak 843.300 ekor per tahun. Dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pembenihan, maka untuk memperoduksi benih sebanyak itu dibutuhkan induk sebanyak 7 hingga 8 ekor. 6.2.2 Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen Apabila digunakan angka proyeksi volume ekspor kerapu macan dengan skenario optimistik, maka pada tahun 2008 diperlukan produksi sebesar 1,596,516 ekor/tahun. Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model, maka jumlah KJA yang dibutuhkan untuk memperoduksi kerapu tersebut adalah 1.590 unit KJA. Jumlah KJA tersebut dibutuhkan dengan asumsi bahwa setiap KJA memiliki padat penebaran 500 ekor, angka sintasan sebesar 80% dan lama pembesaran 5 bulan (2 kali panen per tahun). Jumlah KJA ini hanya utuk memperoduksi jenis ikan kerapu macan untuk kebutuhan pasar Hong Kong. Apabila setiap petani ikan mampu mengelola 8 unit KJA, maka dibutuhkan sekitar 199 petani. Jumlah petani ini hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar Hong Kong sesuai dengan trend yang ada saat ini. Perhitungan mengenai kapasitas produksi pembesaran yang perlu dikembangkan tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa semua produksi kerapu dilakukan melalui pembesaran. Pada kenyataannya sebagian besar produksi

117 tersebut masih merupakan hasil tangkapan di laut. Namun demikian, mengingat kecenderungan yang ada saat ini menunjukkan bahwa produsen semakin sulit memperoleh ikan kerapu di perairan laut akibat kerusakan terumbu karang, maka pengembangan pembesaran merupakan jalan keluar yang logis. 6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya 6.3.1 Hasil simulasi distribusi keuntungan Model yang dirancang dalam penelitian ini dapat pula menunjukkan perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan distribusi keuntungan yang lebih merata (fair profit distribution) antara pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen / pemasaran. Simulasi distribusi keuntungan dilaksanakan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: Nilai Rata-rata Asumsi: - Sintasan benih (%) - Persentase induk memijah (%) - Fekunditas induk (butir/induk) - Padat tebar pembesaran (ekor/KJA) - Sintasan pembesaran (%) - Padat tebar pascapanen (ekor/KJA) - Sintasan pascapanen (%) Keputusan (decision): - Harga jual benih (Rp / ekor) - Harga jual ikan pembesaran (Rp/ekor) - Harga jual ikan pascapanen (Rp/ekor) Hasil simulasi: - Total keuntungan pembenihan (Rp) - Total keuntungan pembesaran (Rp) - Total keuntungan pascapanen (Rp) 16 20 1.500.000 500 80 500 80 6.000 40.000 60.000 Standar Deviasi 1,6 2 150.000 50 8 50 8

17.890.198.378,43.361.574.264,39.392.671.542,-

2.657.340.992,4.477.096.243,57.113.573,-

Hasil simulasi yang digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 40 dan dalam angka pada Tabel 42 menunjukkan bahwa keuntungan usaha pembesaran ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pascapanen dan pembenihan.

118 Hal ini menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi oleh usaha pembesaran lebih kecil dibandingkan dengan subsistem usaha lainnya.
Rp 40,000,000,000 30,000,000,000 Total Profit Budida ya (Ave rage ) 20,000,000,000 10,000,000,000 0 05 06 07 08
Waktu (tahun)

Total Profit Pascapane n (Ave rage ) Total Profit P e m be niha n (Ave rage )

Gambar 40 Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya. Tabel 42 Waktu Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam agroindustri kerapu budi daya Total Keuntungan Pembenihan 171.839.858 1.093.146.128 4.747.974.032 10.488.379.117 17.890.198.378 Total Keuntungan Pembesaran 566.712.864 4.672.846.392 13.991.103.131 26.670.654.386 43.361.574.264 Total Keuntungan Pascapanen 672.905.997 5.273.531.926 13.950.570.022 24.959.666.111 39.392.671.542

1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 Januari 2007 1 Januari 2008 1 Januari 2009

Simulasi selanjutnya dilakukan untuk mengatahui bagaimana pengaruh perubahan variabel penting dalam industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing subsistem usaha. Variabel yang paling mungkin diintervensi oleh pemerintah adalah harga jual benih, mengingat bahwa harga jual ikan konsumsi ditentukan oleh mekanisme pasar. Untuk itu harga jual benih dijadikan sebagai peubah yaitu Rp 6.000,- , Rp 7.000,-, dan Rp 8.000,- per ekor. Berdasarkan variasi tersebut dilakukan simulasi (Lampiran 16 dan 17) dengan hasil sebagai berikut:

119 Tabel 43 Variabel


Assumsi: - Harga benih - Harga kerapu BD - Harga kerapu PP Decision: - Demand ikan konsumsi Objective: - Total keuntungan pembenihan - Total keuntungan pembesaran - Total keuntungan pascapanen

Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri Alternatif 1
Rp 6.000 Rp 40.000 Rp 60.000 {2440,460,.. Rp 17,89 M Rp 43,36 M Rp 39,39 M

Alternatif 2
Rp 7000 Rp 40.000 Rp 60.000 {2440,460,.. Rp 21,21 M Rp 41,59 M Rp 39,39 M

Alternatif 3
Rp 8000 Rp 40.000 Rp 60.000 {2440,460,.. Rp 25,49 M Rp 37,84 M Rp 39,39 M

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Alternatif 1 adalah kondisi variabel sesuai dengan data di lapangan. Dalam simulasi tersebut dilakukan berbagai perubahan, di mana pada alternatif 2 dilakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total keuntungan kumulatif pada subsistem pembenihan dari Rp 17,89 milyar menjadi Rp 21,21 milyar, perubahan keuntungan pada subsistem pembesaran dari Rp 43,36 milyar menjadi Rp 41,59 milyar dan tidak ada perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 milyar. Pada alternatif 3 dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,menjadi Rp 8.000,-. Ternyata perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, dan pembesaran masing-masing menjadi Rp 25,49 milyar, dan Rp 37,84 milyar, sedangkan pendapatan pascapanen tetap Rp 39,39 milyar. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri pembesaran perikanan kerapu. 6.3.2 Hasil analisis finansial Analisis finansial terhadap usaha pembenihan, pembesaran, dan pascapanen dilaksanakan untuk mendukung hasil analisis tentang peningkatan kinerja maupun distribusi keuntungan usaha pada agroindustri kerapu budi daya. Untuk menyetarakan hasil analisis finansial dengan analisis sebelumnya maka digunakan parameter dan besaran yang sama (skala usaha, harga input, harga

120 output, tingkat mortalitas, dan produktivitas), sehingga dapat dibandingkan satu dengan lainnya. Hasil analisis finansial tersebut disajikan sebagai berikut: (1) Analisis finansial pembenihan kerapu Pembenihan ikan kerapu merupakan usaha yang penting dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Hal ini disebabkan karena pasokan benih (ikan undersize) yang berasal dari penangkapan di laut tidak dapat diandalkan keberlanjutannya. Usaha pembenihan merupakan usaha memijahkan induk-induk ikan untuk menghasilkan larva dan benih ikan yang dipelihara hingga ukuran tertentu hingga siap untuk dibesarkan. Investasi yang diperlukan untuk usaha pembenihan ikan kerapu terdiri atas bangunan dan perlengkapan pembenihan. Bangunan pembenihan terdiri atas bangunan indoor (dalam ruangan), bangunan semi indoor (beratap tanpa dinding), dan bangunan outdoor (terbuka). Bangunan indoor diperlukan untuk bak larva, kultur murni plankton, laboratorium, gudang, dan ruang mesin. Bangunan semi outdoor diperlukan untuk kultur algae di akuarium, bak penetasan artemia, bak pendederan dan tempat pengepakan. Besarnya biaya investasi tergantung pada kelengkapan kegiatan dalam kegiatan usaha tersebut. Investasi untuk pembenihan dengan skala produksi 1 juta benih per bulan dapat dilihat pada Tabel 44.

121 Tabel 44
No

Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih per bulan
Komponen Proyek Jumah Unit (3) 1,5 ha 1500 m2 760 m2 400 m2 Biaya Satuan (Rp) (4) Biaya Total (Rp) (5) 150.000.000,1.070.000.000,750.000.000,190.000.000,40.000.000,30.000.000,50.000.000,10.000.000,540.000.000,40.000.000,100.000.000,200.000.000,200.000.000,690.000.000,200.000.000,50.000.000,20.000.000,200.000.000,150.000.000,50.000.000,20.000.000,16.000.000,1.000.000,5.000.000,10.000.000,232.000.000,75.000.000,150.000.000,7.000.000,10.000.000,50.000.000,2.758.000.000,-

(1) (2) 1 LAHAN 2 BANGUNAN SIPIL a. Bangunan indoor b. Bangunan semi indoor c. Bangunan outdoor d. Bak reservoir dan penyaringan e. Jalan dan tempat parkir f. Pagar dan taman 2 BAK KULTUR a. Bak induk b. Bak pemeliharaan larva c. Bak pendederan d. Bak kultur plankton 3 PERALATAN MEKANIK, LISTRIK DAN LAB a. Instalasi suplai air laut b. Instalasi suplai air tawar c. Instalasi pengolahan limbah d. Instalasi sistem aerasi e. Instalasi listrik dan perkabelan f. Peralatan laboratorium g. Peralatan perbengkelan 4 PERLENGKAPAN KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI a. Telepon b. Paralatan kantor c. Peralatan rumah / mess 5 KENDARAAN a. Speed boat b. Kendaraan roda 4 c. Kendaraan roda 2 6 PEMBELIAN INDUK 7 BIAYA KONSULTANSI Total Biaya Investasi

500.000,250.000,100.000,-

2 unit @ 40 t 20 unit @ 10 t 20 unit @ 20 t 40 unit @ 10 t 2 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit

20.000.000,5.000.000,10.000.000,5.000.000,100.000.000,50.000.000,-

1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 20 ekor

500.000,-

Sumber: Data primer. Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 45.

122 Tabel 45 Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan)
No 1 Komponen Proyek BIAYA LANGSUNG a. Biaya pakan induk b. Obat dan vitamin untuk induk c. Pakan larva d. Pupuk plankton e. Artemia f. Pakan benih g. BBM / solar ( liter) h. Pelumas (liter) i. Buruh harian BIAYA TIDAK LANGSUNG a. Biaya pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan TOTAL BIAYA OPERASIONAL Jumah Unit 20 6 bln 100 bag 100 kaleng 50,000 300 20 Biaya Satuan (Rp) 108.000 25.000 150.000 1.000.000 300.000 4.000 60.000 1.500.000 Biaya Total (6 Bulan)(Rp) 12.960.000 3.000.000 15.000.000 1.000.000 30.000.000 800.000.000 200.000.000 18.000.000 180.000.000 10.000.000 10.000.000 20.000.000 60.000.000 48.000.000 1.407.960.000

12.000.000

Sumber: Data primer. Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pembenihan, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha pembenihan yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 26, dan hasil perhitungannya sebagai berikut: 1. Internal rate of return (IRR) 2. Net present value (NPV) 3. Benefit cost ratio (B/C) 4. Payback period 5. Break even point (Volume) 6. Break even point (Harga) : 25,28 : Rp 1.117.018.000,: 1,74 : 5 tahun : 92.497 ekor : Rp.2.800,-

(2) Analisis finansial pembesaran kerapu Pembesaran ikan kerapu merupakan usaha lanjutan dari pembenihan yang membesarkan benih yang diproduksi oleh pembenihan hingga ukuran konsumsi. Usaha pembesaran umumnya dilakukan pelaku yang berbeda dengan pelaku usaha pembenihan. Usaha pembesaran membutuhkan biaya investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan usaha pembenihan.

123 Investasi yang diperlukan untuk usaha budiaya ikan kerapu terdiri atas bangunan dan perlengkapan untuk pembesaran ikan. Bangunan pembesaran terdiri atas karamba, rumah jaga beserta perlengkapan pembesaran. Besarnya biaya investasi tergantung pada skala kegiatan yang dilaksanakan. Investasi untuk pembesaran dengan skala produksi 10 unit karamba (40 lubang) dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46 Biaya investasi pembesaran kerapu skala 40 karamba
No Komponen Proyek Jumah Unit
0,5 ha 10 1 15.000.000 10.000.000

Biaya Satuan (Rp)

Biaya Total (Rp)


50.000.000 160.000.000 150.000.000 10.000.000 113.000.000 75.000.000 8.000.000 4.000.000 1.000.000 13.500.000 2.000.000 4.000.000 6.000.000 1.000.000 500.000 6.000.000 1.000.000 5.000.000 82.000.000 75.000.000 7.000.000 10.000.000 409.500.000

1 LAHAN (LAND BASE) 2 BANGUNAN SIPIL a. Karamba b. Rumah jaga PERLENGKAPAN 3 PEMBESARAN a. Jaring apung b. Waring c. Ice box d. Peralatan kerja 4 PERALATAN MEKANIK, LISTRIK DAN LAB a. Tanki air tawar b. Kompresor / sistem aerasi c. Genset / listrik dan kabel d. Peralatan laboratorium e. Peralatan perbengkelan 5 PERLENGKAPAN KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI a. Telepon b. Peralatan rumah / mess 6 KENDARAAN a. Speed boat b. Kendaraan roda 2 7 BIAYA KONSULTANSI Total Biaya Investasi

60 40 2 1

1.250.000 200.000 2.000.000 1.000.000

2 2 2 1 1

1.000.000 2.000.000 3.000.000 1.000.000 500.000

1 unit 1 unit 1 unit 1 unit

Sumber: Data primer. Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 47.

124 Tabel 47 Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (40 karamba)


No 1 Komponen Proyek BIAYA LANGSUNG a. Benih ikan b. Biaya pakan ikan c. Obat dan vitamin d. BBM / solar ( liter) e. Pelumas (liter) f. Buruh harian BIAYA TIDAK LANGSUNG a. Biaya pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan TOTAL BIAYA OPERASIONAL Jumah Unit
20.000 63,000 10 1,800 20 4

Biaya Satuan (Rp)


6.000 3.000 250.000 4.000 60.000 3.000.000

Biaya Total (6 Bulan) (Rp)


120.000.000 189.000.000 2.500.000 7.200.000 1.200.000 12.000.000

9.000.000

2.000.000 2.500.000 1.500.000 7.200.000 9.000.000

354.100.000

Sumber: Data primer. Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pembesaran, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha pembesaran yang perhitungannya dapat dilihat pada lampiran dan hasil perhitungannya sebagai berikut: 1. Internal rate of return (IRR) 2. Net present value (NPV) 3. Benefit cost ratio (B/C) 4. Payback period 5. Break even point (Volume) 6. Break even point (Harga) : 25,03 : Rp 542.627.000,: 1,36 : 7 tahun : 2.398 kg : Rp 44.260,-/kg

(3) Analisis finansial penanganan pascapanen kerapu Penanganan pascapanen ikan kerapu merupakan usaha lanjutan dari pembesaran yang menampung hasil panen untuk dilakukan penyeleksian, grading, perbaikan (pemulihan) kondisi ikan sebelum dipasarkan. Usaha penanganan pascapanen umumnya dilakukan pelaku yang berbeda dengan pelaku usaha pembesaran. Usaha penanganan pascapanen membutuhkan biaya investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan usaha pembenihan.

125 Investasi yang diperlukan untuk usaha penanganan pascapanen ikan kerapu terdiri atas bangunan penampungan ikan. dan perlengkapan untuk penampungan ikan. Bangunan penampungan terdiri atas karamba, rumah jaga beserta perlengkapan Investasi untuk penanganan pascapanen dengan skala produksi 4 unit karamba dapat dilihat pada Tabel 48. Tabel 48 Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba
No Komponen Proyek Jumah Unit
0,5 ha 10 1 15.000.000,10.000.000,-

Biaya Satuan (Rp)

Biaya Total (Rp)


50.000.000,160.000.000,150.000.000,10.000.000,112.000.000,100.000.000,10.000.000,2.000.000,-

1 LAHAN (LAND BASE) 2 BANGUNAN SIPIL a. Karamba b. Rumah jaga 3 PERLENGKAPAN PASCAPANEN a. Jaring apung b. Ice box (penyimpanan pakan) c. Peralatan kerja 4 PERALATAN MEKANIK, LISTRIK DAN LAB a. Tanki air tawar b. Kompressor / sistem aerasi c. Genset / listrik dan kabel d. Peralatan laboratorium e. Peralatan perbengkelan

80 2 1

1.250.000,5.000.000,2.000.000,-

2 2 2 1 1

1.000.000,2.000.000,3.000.000,1.000.000,500.000,-

13.500.000,2.000.000,4.000.000,6.000.000,1.000.000,500.000,-

PERLENGKAPAN KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI a. Telepon b. Peralatan rumah / mess 6 KENDARAAN a. Kapal pengumpul b. Speed boat c. Kendaraan roda 2 7 BIAYA KONSULTANSI TOTAL BIAYA INVESTASI

1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit

6.000.000,1.000.000,5.000.000,282.000.000,200.000.000,75.000.000,7.000.000,10.000.000,633.500.000,-

Sumber: Data primer. Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pascapanen ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 49.

126 Tabel 49 Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba)


No 1 Komponen Proyek BIAYA LANGSUNG a. Pembelian ikan b. Biaya pakan ikan c. Obat dan vitamin d. BBM / solar ( liter) e. Pelumas (liter) f. Buruh harian BIAYA TIDAK LANGSUNG a. Biaya pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan TOTAL BIAYA OPERASIONAL Jumah Unit
5000 8,000 2 1,200 10 4

Biaya Satuan (Rp)


80.000 2.500 500.000 4.000 60.000 1.500.000

Biaya Total (2 Bulan) (Rp)


400.000.000 20.000.000 1.000.000 4.800.000 600.000 6.000.000

4.000.000

2.000.000 2.000.000 1.000.000 12.000.000 8.000.000 457.400.000

Sumber: Data primer. Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pascapanen, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha pascapanen kerapu yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 27 sampai dengan Lampiran 35, dan hasil perhitungannya sebagai berikut: 1. Internal rate of return (IRR) 2. Net present value (NPV) 3. Benefit cost ratio (B/C) 4. Payback period 5. Break even point (volume) 6. Break even point (harga) : 26,58 : Rp 881.808.000,: 1,31 : 7 tahun : 4.545 kg : Rp 76.180,-

Dalam perhitungan analisis finansial masing-masing kegiatan usaha, maka dapat dilihat bahwa usaha budi daya lebih menguntungkan dibandingkan pascapanen maupun pembenihan, sedangkan usaha pascapanen lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha pembenihan. Hal ini dapat dilihat dari parameter finansial yang dihasilkan dimana nilai IRR untuk pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen berturut-turut adalah 25,28 ; 25,03; dan 26,58. Perbedaan tingkat profitabilitas antara ketiga pelaku usaha tersebut berhubungan dengan besarnya investasi yang dibutuhkan dan tingkat kerumitan

127 yang dialami dalam kegiatan produksi. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan pembenihan membutuhkan berbagai kegiatan antara lain pemeliharaan induk, pemeliharaan pakan, pemeliharaan larva dan sifat larva yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga resiko kegagalan sangat tinggi. Salah satu upaya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memenggal siklus usaha menjadi beberapa siklus yang lebih pendek. Di lapangan, proses pemenggalan ini terjadi pada unit produksi pembenihan, di mana berkembang yang disebut dengan usaha back yard hatchery atau hatchery sepenggal, yaitu usaha yang memelihara ikan yang baru menetas hingga ukuran tertentu (5 Cm). Unit usaha ini membeli telur dari hatchery siklus penuh (full cycle hatcheries) yang memiliki induk dan fasilitas pemeliharan induk lengkap. Dengan modal yang cukup kecil usaha ini dapat menghasilkan keuntungan yang cukup baik sehingga banyak berkembang di daerah sekitar hatchery besar seperti di Gondol (Bali), Situbondo (Jatim) atau Lampung. Hasil penelitian Sadovy et al. (2003) menunjukkan bahwa agroindustri kerapu budi daya dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pantai di berbagai lokasi. Backyard hatchery kerapu di Bali memiliki nilai IRR dari 12% hingga 356%, sedangkan pembesaran kerapu di karamba dan kolam di Philipina memberikan IRR masing-masing 59% dan 82%. 6.4 Simulasi Titik Kitis Agroindustri Kerapu Budi Daya Simulasi yang dilakukan pada subbab 6.1 lebih banyak membahas pengaruh perubahan berbagai variabel terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan, pembesaran atau pascapanen dalam industri budi daya perikanan kerapu. Dalam sub bab ini dibahas tingkat ke-kritisan variabel tersebut terhadap output yang dihasilkan (dalam hal ini tingkat keuntungan usaha). Indikator utama yang digunakan untuk menilai kekritisan industri budi daya perikanan kerapu adalah tidak tercapainya keuntungan karena biaya yang dikeluarkan melebihi pendapatan yang diperoleh. Titik kritis variabel industri budi daya perikanan kerapu dilakukan untuk masing-masing subsistem usaha dan juga sistem secara keseluruhan.

128 6.4.1 Titik kritis pembenihan kerapu. Variabel yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan kerapu terdiri atas variabel teknis (produksi) dan variabel ekonomi terutama harga input maupun harga jual produk. Sejalan dengan variabel yang digunakan dalam simulasi sebelumnya, maka titik kritis dianalisis melalui simulasi untuk variabel teknis, yaitu tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah, dan tingkat sintasan benih. Selain itu dianalisis juga titik kritis untuk variabel ekonomis yang terdiri dari harga jual benih dan harga pakan benih. Simulasi dilakukan dengan menetapkan tingkat keuntungan total sama dengan nol pada objective simulasi. Melalui proses simulasi ini dapat diketahui pada titik mana variabel-variabel itu mengakibatkan keuntungan sama bengan nol, dengan asumsi variabel lain pada kondisi normal. Hasil simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU dapat dilihat pada Lampiran 45 hingga 49. Secara keseluruhan, hasil simulasi titik kritis variabel pembenihan dapat dilihat pada Tabel 50. Tabel 50 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol No 1 2 3 4 5 Variabel Fekunditas induk Persentase induk memijah Sintasan benih Harga jual benih per ekor Biaya pakan benih per ekor Titik Kritis 221.011 2,95 2,36 Rp 3.063,Rp 4.584,Keterangan Jumlah butir telur minimum per induk ikan. Persentase minimum jumlah induk memijah dari populasi tersedia. Persentase minimum jumlah benih bertahan hidup. Harga jual benih minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan pembenihan. Biaya pakan maksimal per ekor benih selama pemeliharaan.

Dari Tabel 50 dapat dilihat bahwa usaha pembenihan akan mencapai kondiisi kritis, yaitu keuntungan mencapai titik nol apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik kritis. Penghitungan titik kritis ini sebagaimana dapat dilihat pada lampiran hasil penghitungan, diperoleh dengan mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan normal. Kondisi normal

129 fekunditas induk adalah 1.500.000 butir / ekor, persentase induk memijah 20%, sintasan benih 16%, harga jual benih Rp 6.000,-, atau biaya pakan per ekor benih Rp 1.692,-. 6.4.2 Titik kritis pembesaran kerapu Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis pembesaran kerapu terdiri dari tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga pakan ikan, harga benih, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol, sedangkan variabel lainnnya diasumsikan pada kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU yang dapat dilihat pada Lampiran 50 hingga Lampiran 54. Hasil penghitungan titik kritis untuk pembesaran kerapu dapat dilihat pada Tabel 51. Tabel 51 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol. No 1 2 3 4 5 Variabel Padat penebaran KJA) Sintasan ikan Harga benih per ekor Harga jual kerapu per ekor Biaya pakan per ekor (ekor/ Titik Kritis 43,79 21,26 % Rp 25.244,Rp 21.419,Rp 30.044,Keterangan Jumlah ikan ditebar minimum per KJA. Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup. Harga beli maksimum benih untuk memperoleh keuntungan budi daya. Harga jual minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan budi daya. Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan.

Dari Tabel 51 dapat dilihat bahwa usaha pembesaran akan mencapai kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan secara satu persatu dengan mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan normal. Kondisi normal padat penebaran diasumsikan 500 ekor / KJA, sintasan

130 ikan pada 80%, harga benih Rp 6.000,-, harga jual kerapu Rp 40.000,-/ekor, atau biaya pakan per ekor Rp 10.800,-. 6.4.2 Titik kritis pascapanen kerapu Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis pascapanen kerapu terdiri atas tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga pakan ikan, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol, sedangkan variabel lainnya diasumsikan pada kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 55 hingga Lampiran 59. Hasil penghitungan titik kritis untuk pascapanen kerapu dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pascapanen kerapu pada tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol. No 1 2 3 4 5 Variabel Padat penebaran KJA) Sintasan ikan (ekor/ Titik Kritis 141,67 22,67% Rp 48.604,Rp 51.424,Rp 13.604,Keterangan Jumlah minimum ikan ditebar per KJA. Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup. Harga beli ikan maksimum untuk memperoleh keuntungan pascapanen. Harga jual minimum per ekor kerapu pascapanen. Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan.

Harga beli kerapu per ekor Harga jual kerapu per ekor Biaya pakan per ekor

Tabel 52 menunjukkan bahwa usaha pascapanen kerapu akan mencapai kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan secara satu persatu. Pada saat melakukan penghitungan titik kritis untuk salah satu variabel, maka variabel lainnya diasumsikan dalam keadaan normal. Kondisi normal padat penebaran adalah 500 ekor / KJA, sintasan ikan pada 80%, harga beli kerapu Rp 40.000,-, harga jual kerapu Rp 60.000,-/ekor, atau biaya pakan per ekor Rp 10.800,-.

131

7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA


Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan keuntungan pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen, diperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Pada subsistem pembenihan, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah dari populasi induk yang tersedia, dan tingkat mortalitas larva. Pada subsistem pembesaran, faktor yang Demikian pula untuk subsistem berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat penebaran, dan lama proses pembesaran. penanganan pascapanen, faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama proses pascapanen. Besaran kuantitatif tentang pengaruh faktor-faktor terhadap tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen dapat dihitung dengan menggunakan model yang dirancang. Faktor-faktor yang digunakan dalam analisis tersebut dipilih karena tingkat ketersediaan data kuantitatifnya di lapangan. Untuk lebih memperdalam analisis dilakukan pengumpulan informasi yang lebih detail yang mengurai lebih jauh faktor-faktor tersebut. penggunaan pakan, pemilihan induk, atau penggunaan obat-obatan. Sebagai Namun contoh, tingkat mortalitas larva dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti sejauh ini tidak tersedia informasi yang menggambarkan kuantifikasi hubungan antar faktor-faktor tersebut dengan tingkat mortalitas yang terjadi di dunia nyata. Untuk mengatasi ini maka digunakan metode yang dapat mengkuantifikasi hubungan yang bersifat kualitatif, antara lain dengan metode AHP. Hubungan antar variabel kualitatif tersebut diperoleh dengan menjaring pendapat pakar di bidang perikanan kerapu. 7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil Simulasi 7.1.1 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan Pada bab terdahulu telah dilakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh perubahan faktor produksi dalam pembenihan terhadap tingkat keuntungan dan tigkat produksi yang dicapai oleh pembenihan. Simulasi dilakukan dengan

132 mengubah beberapa variabel survival rate, persentase induk memijah dan fekunditas induk sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 11% s/d 21%, persentase induk memijah antara 10% - 30% dan fekunditas induk 1.000.000 2.000.000. pembenihan dapat dilihat pada Tabel 53 Tebel 53 Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu No Faktor Peubah 1. 2. 3. Sintasan (Survival rate) Persentase induk memijah Fekunditas induk Perubahan 11 % ke 21% 10% ke 30% 1 jt ke 2 jt Pengaruh terhadap keuntungan pembenihan (%) 77,11 152,03 84,22 Pengaruh terhadap produksi /bln (%) 90,91 200,00 100,00 Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dan tingkat produksi

Peningkatan sintasan benih dari 11% menjadi 21% meningkatkan keuntungan pembenihan sebanyak 77,11%, atau sebesar 7,71% untuk setiap persen kenaikan sintasan. Kenaikan persentase induk memijah dari 10% menjadi 30% menaikkan tingkat keuntungan sebesar 152,03%, atau 7,60% untuk setiap persen kenaikan persentase induk memijah. Kenaikan fekunditas induk dari 1.000.000 ke 2.000.000 meningkatkan keuntungan sebesar 84,22%, atau sekitar 8,42% untuk setiap kenaikan 100.000 fekunditas induk. Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap tingkat produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi menunjukan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 11% ke 21% meningkatkan produksi sebesar 90,91%, perubahan persentase induk memijah dari 10% ke 30% meningkatkan produksi sebesar 200%, sedangkan peningkatan fekunditas induk dari 1.500.000 ke 2.000.000 meningkatkan produksi 100%. Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap pencapaian tujuan peningkatan keuntungan pembenihan, maka dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan metode AHP tersebut adalah sebagai berikut:

133 Sasaran: Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pembenihan. Kriteria: (1) Kontribusi terhadap peningkatan keuntungan pembenihan (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pembenihan (bobot 50%) Alternatif pilihan program: (1) Peningatan persentase induk memijah. (2) Peningkatan fekunditas induk. (3) Peningkatan sintasan benih. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan berdasarkan kriteria (keuntungan dan produksi) sebagai berikut: Tabel 54 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP No Alternatif Pilihan 1. 2. 3. Sintasan (Survival rate) Persentase induk memijah Fekunditas induk Total Persen pengaruh Keuntungan 77,11 152,03 84,22 352,78 Produksi 90,91 200,00 100,00 390,91 Pemeringkatan Keuntungan 0,2124 0,5272 0,2604 1,0000 Produksi 0,2326 0,5116 0,2558 1,0000

Selanjutnya dilakukan pengalian antara matriks peringkat dengan matriks bobot kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 55 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP No 1 2 3 Alternatif Sintasan Induk Memijah Fekunditas Keuntungan 0,2124 0,5272 0,2604 Produksi 0,2326 0,5116 0,2558 Bobot Kriteria 0,5 0,5 Hasil 22,25 51,94 25,81 Ranking 3 1 2

Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP, maka diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pembenihan peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut:

134 (1) Peningkatan persentase induk memijah; (2) Peningkatan fekunditas induk; (3) Peningkatan sintasan (survival rete) benih. 7.1.2 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran Peningkatan produktivitas usaha pembesaran kerapu sebagai langkah untuk menciptakan keunggulan kompetitif pembesaran kerapu terutama dilihat dari indikator seberapa cepat pertumbuhan ikan dan seberapa besar tingkat kematian (mortalitas) ikan selama pembesaran. Kecepatan tumbuh ikan dapat dilihat juga dari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membesarkan ikan dari ukuran tertentu hingga ukuran konsumsi (0,5 kg / ekor). Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui pengaruh perubahan faktor peubah dalam pembesaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran. Hasil simulasi dengan mengubah beberapa variabel survival rate, padat penebaran dan lama pembesaran sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 70% s/d 90%, padat penebaran antara 200 ekor hingga 300 ekor ikan per KJA dan lama pembesaran antara 4 bulan hingga 6 bulan. Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dan tingkat produksi dapat dilihat di Tabel 56. Peningkatan sintasan ikan dari 70% menjadi 90% meningkatkan keuntungan pembesaran sebanyak 25,78 %, atau sebesar 1,289% untuk setiap persen kenaikan sintasan. Kenaikan padat penebaran ikan dalam KJA dari 200 ekor/KJA menjadi 300 ekor / KJA menaikkan tingkat keuntungan sebesar 44,42 % untuk kenaikan padat tebar sebanyak 100 ekor per KJA. 46,03 %, atau sekitar 23,02% per bulan. Tabel 56 Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu No Faktor Peubah 1. 2. 3. Sintasan (Survival rate) Padat penebaran Lama pembesaran Perubahan 70 % ke 90% 200 ekor ke 300 ekor 6 bln ke 4 bln Pengaruh terhadap keuntungan pembesaran (%) 27,13 47,26 47,23 Pengaruh terhadap produksi pembesaran (%) 28,57 50,00 50,00 Efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan meningkatkan keuntungan sebesar

135 Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap tingkat produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 70% ke 90% meningkatkan produksi sebesar 27,13%, perubahan padat penebaran dari 200 ke 300 ekor/KJA meningkatkan produksi sebesar 47,26%, sedangkan peningkatan efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan meningkatkan produksi sebesar 47,23%. Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap pencapaian tujuan peningkatan keuntungan dan produktivitas pembesaran, maka dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. metode AHP tersebut adalah sebagai berikut: Sasaran : Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pembesaran. Kriteria :(1) Kontribusi terhadap peningkatan keuntungan pembesaran (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pembesaran (bobot 50%) Alternatif pilihan program: (1) Peningkatan sintasan pembesaran. (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan efisiensi lama pembesaran. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan terhadap kriteria (keuntungan dan produksi) sebagai berikut: Tabel 57 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP Persen pengaruh Keuntungan 27,13 47,26 47,23 121,62 Produksi 28,57 50,00 50,00 128,57 Pemeringkatan Keuntungan 0,2218 0,3821 0,3961 1,0000 Produksi 0,2222 0,3889 0,3889 1,0000 Uraian tentang pelaksanaan

No Alternatif Pilihan 1. 2. 3. Sintasan (Survival rate) Padat penebaran Lama pembesaran Total

Selanjutnya dilakukan pengalian antara matrik peringkat dengan matriks bobot kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

136 Tabel 58 No 1 2 3 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP Keuntungan 0,2218 0,3821 0,3961 Produksi 0,2222 0,3889 0,3889 Bobot Kriteria 0,5 0,5 Hasil 22,20 38,55 39,25 Ranking 3 2 1

Alternatif Sintasan Padat penebaran Lama pembesaran

Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pembesaran, maka peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut: (1) Peningkatan efisiensi lama pembesaran (mempersingkat lama pembesaran). (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan sintasan (survival rete) pembesaran. 7.1.3 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pascapanen Karakteristik permasalahan dalam peningkatan produktivitas pada subsistem penanganan pascapanen kurang lebih sama dengan permasalahan dalam subsistem pembesaran, sehinga pemecahan masalahnya akan sama pula. Perbedaan yang utama adalah bahwa waktu yang dibutuhkan dalam penanganan pascapanen jauh lebih singkat dibandingkan dengan subsistem pembesaran. Selain itu proses yang dilakukan dalam subsistem ini lebih kepada peningkatan kualitas ketimbang peningkatan produktivitas. produsen sebelumnya (pembudidaya atau nelayan). Di kalangan pelaku pascapanen dan pembesaran telah ada semacam kesepakatan bahwa harga ikan per kilogram akan dipengaruhi oleh ukuran per ekornya. Ikan-ikan yang berukuran di bawah 0,5 kg dimasukkan ke dalam kelompok baby fish dan harga per kilogramnya dapat berkurang hingga 20% dibandingkan dengan ikan yang berbobot 0,5 hingga 1,0 kg per ekor yang disebut sebagai table fish. Di lain pihak, ikan-ikan yang berukuran terlalu besar (di Cara yang paling mudah dilakukan adalah memperketat proses seleksi pada saat pembelian ikan dari

137 atas 1 kg per ekor) tidak disukai oleh konsumen sehingga harganya lebih murah. Hal terakhir ini dikecualikan untuk ikan-ikan tertentu seperti ikan napoleon atau kerapu kertang yang secara dewasa normalnya berukuran besar dan biasanya dikonsumsi untuk kelompok besar. Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui pengaruh perubahan faktor peubah dalam pascapanen terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen. Hasil simulasi dengan merubah beberapa variabel survival rate, padat penebaran dan lama pascapanen sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 70% s/d 90%, padat penebaran antara 200 ekor hingga 300 ekor ikan per KJA dan lama proses pascapanen antara 1 bulan hingga 2 bulan. Tebel 59 Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dapat dilihat pada Tabel 59. Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pascapanen kerapu Perubahan 70 % ke 90% 200 ekor ke 300 ekor 2 bln ke 1 bln Pengaruh terhadap keuntungan pascapanen (%) 26,48 183,49 93,15 Pengaruh terhadap produksi PP (%) 28,57 50,00 100,00

No Faktor Peubah 1. 2. 3. Sintasan (Survival rate) Padat penebaran Lama pascapanen

Peningkatan sintasan ikan dari 70% menjadi 90% meningkatkan keuntungan pascapanen sebanyak 27,46. Kenaikan padat penebaran ikan dalam KJA dari 200 ekor/KJA menjadi 300 ekor / KJA menaikkan tingkat keuntungan sebesar 47,88, sedangkan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan meningkatkan keuntungan sebesar 95,45%. Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap tingkat produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi menunjukan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 70% ke 90% meningkatkan produksi sebesar 28,57%, perubahan padat penebaran dari 200 ke 300 ekor/KJA meningkatkan produksi sebesar 50%, sedangkan peningkatan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan meningkatkan produksi sebesar 100%.

138 Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap pencapaian tujuan peningkatan keuntungan dan produktivitas pascapanen, maka dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. metode AHP tersebut adalah sebagai berikut: Sasaran : Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pascapanen. Kriteria : (1) Kontribusi terhadap peningkatan profit pascapanen (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pascapanen (bobot 50%) Alternatif pilihan program: (1) Peningkatan sintasan pascapanen. (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan efisiensi lama pascapanen. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan terhadap kriteria (keuntungan dan produksi) sebagai berikut: Tabel 60 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP Persen pengaruh (%) Keuntungan 26,48 183,49 93,15 303,12 Produksi 28,57 50,00 100,00 178,57 Pemeringkatan Keuntungan 0,2804 0,1608 0,5589 1,0000 Produksi 0,1600 0,2800 0,5600 1,0000 Uraian tentang pelaksanaan

No Alternatif Pilihan 1. 2. 3. Sintasan (survival rate) Padat penebaran Lama pascapanen Total

Selanjutnya dilakukan pengalian antara matrik peringkat dengan matrik bobot kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 61 No 1 2 3 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP Keuntungan 0,2227 0,3886 0,3886 Produksi 0,1600 0,2800 0,5600 Bobot Kriteria 0,5 0,5 Hasil 16,04 28,02 55,94 Ranking 3 2 1

Alternatif Sintasan Padat penebaran Lama pascapanen

139 Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pascapanen, maka peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut: (1) Peningkatan efisiensi lama pascapanen (mempersingkat lama pascapanen). (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan sintasan (survival rate) pascapanen. 7.2 Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri

Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP Analisis lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan keuntungan industri perikanan kerapu budi daya dilakukan dengan metoda Hierarchy Process (AHP) yang menggunakan informasi yang diperolah dari pakar di bidang budi daya perikanan kerapu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan EXPERT CHOICE Versi 11. Dalam analisis ini, struktur pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya dikelompokkan menurut fokus, aktor, sasaran, faktor, dan kebijakan. Struktur hierarki tersebut dapat dilihat pada Gambar 41. Dalam struktur tersebut, fokus yang ingin dicapai adalah pemeringkatan kebijakan program pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Aktor yang terlibat dan berkepentingan terdiri dari pelaku usaha pembenihan, pelaku usaha pembesaran (pembudidaya), pelaku usaha pascapanen dan pemerintah. Setiap aktor memiliki sasaran yang spesifik masing-masing, namun secara umum sasaran pelaku usaha adalah peningkatan produktivitas untuk memperoleh keuntungan setinggi-tingginya dan peningkatan devisa negara melalui ekspor kerapu. Sasaran masing-masing aktor diuraikan lebih lanjut ke dalam faktor yang lebih teknis untuk mencapai sasaran peningkatan produktivitas tersebut. Sebagai contoh, sasaran peningkatan produktivitas pembenihan dapat dicapai apabila terjadi peningkatan fekunditas telur, frekuensi memijah dan peningkatan sintasan benih / larva. Selanjutnya untuk mencapai sasaran teknis tersebut diperlukan kebijakan atau alternatif program yang diperlukan sesuai dengan fokus yang ditetapkan. Dalam kasus pembenihan alternatif program yang dilaksanakan adalah pengembangan induk unggul, pengembangan pakan buatan, penggunaan obat, vitamin dan vaksin, serta peningkatan kualitas air.

140
Seleksi program Pengembangan Agroindustri Kerapu Budi daya

Fokus:

Aktor:

Pelaku Usaha Pembenihan

Pelaku Usaha Pembesaran

Pelaku Usaha Pascapanen

Pemerintah

Sasaran:

Peningkatan Produktivitas Pembenihan Kerapu

Peningkatan Produktivitas Pembesaran Kerapu

Peningkatan Produktivitas Pascapanen Kerapu

Peningkatan Pendapatan Devisa melalui Ekspor

Faktor:

Fekunditas telur/Induk

Frekuensi memijah

Sintasan Benih

Pertumbuhan Ikan

Sintasan ikan

Pembinaan Teknologi

Akses pasar

Kebijakan:

Pengemb . Induk Unggul

Pengemb. Pakan buatan

Obat / Vitamin/ Vaksin

Peningka tan Kua litas Air

Sertifi kasi Benih

Penggu naan bnh unggul

Pengatur an padat tebar

Perawat an KJA

Penerap an GAP

Grading Ikan

Pengem. Info. pasar

Gambar 41

Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budi daya.

141 Pengumpulan pendapat pakar dilakukan untuk menjaring pendapat mereka tentang perbandingan tingkat kepentingan atau peranan masing-masing aktor dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya, perbandingan tingkat kepentingan setiap sararan mengacu pada kepentingan aktor, perbandingan tingkat kepentingan setiap faktor mengacu pada sasaran, dan perbandingan tingkat kepentingan setiap kebijakan mengacu pada faktor. Hasil pengolahan data yang diperoleh selanjutnya dituangkan dalam matriks berpasangan pada untuk setiap tingkatan. agroindustri kerapu. perbandingan Tabel 62 menunjukkan matriks

perbandingan kepentingan aktor terhadap pencapaian tujuan pengembangan Hasil tersebut merupakan rata-rata aritmatik dari angkaangka hasil pengisian para responden (pakar). Tabel 62 Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program pengembangan agroindustri kerapu budi daya Pelaku Pembenihan Pelaku pembenihan Pelaku pembesaran Pelaku pascapanen Pemerintah Berdasarkan hasil 1,00 0,24 0,18 0,33 pengolahan Pelaku Pembesaran 4,33 1,00 0,22 0,39 menggunakan Pelaku Pascapanen 6,00 4,67 1,00 2,11 EXPERT Pemerintah 3,00 2,67 1,22 1,00 CHOICE

diperoleh kesimpulan bahwa bobot masing-masing aktor yaitu pelaku pembenihan, pelaku pembesaran, pelaku pascapanen dan pemerintah terhadap suksesnya pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah berturut-turut 0,569, 0,242, 0,074, dan 0,115. Apabila diurutkan berdasarkan tingkat kepentingannya maka urutannya adalah (1) pelaku pembenihan, (2) pelaku budi daya, (3) pemerintah, dan (3) pelaku pascapanen. Angka tingkat inkonsistensi yang dicapai adalah 0,09, sehingga hasil pengisian para pakar adalah konsisten karena dibawah 0,1. Pengolahan AHP mengunakan EXPERT CHOICE selanjutnya dilakukan dengan memasukkan semua data hasil perbandingan berpasangan untuk semua level. Program tersebut secara langsung akan menghitung nilai eigen untuk setiap level. Gambaran bentuk tampilan pada layar komputer untuk halaman utama program tersebut dapat dilihat pada Gambar 42.

142

Gambar 42 Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP menggunakan Expert Choice Versi 11. Berdasarkan hasil AHP menggunakan program Expert Choice, diperoleh bobot untuk masing-masing sasaran sesuai dengan aktor yang menjadi acuan. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 63. Tabel 63 Hasil perhitungan bobot kepentingan variabel sasaran Sasaran Produktivitas pembenihan Produktivitas pembesaran Produktivitas Pascapanen Peningkatan ekspor Consistency: Pelaku pembenihan 0,602 0,222 0,101 0,075 0,07 Pelaku pembesaran 0,224 0,599 0,094 0,083 0,09 Pelaku pascapanen 0,148 0,161 0,594 0,097 0,07 Peme rintah 0,240 0,147 0,085 0,527 0,10

143 Selanjutnya dilakukan pengolahan data terhadap perbandingan

berpasangan yang mengurai lebih jauh sasaran menjadi faktor produksi. Dalam tahap ini dilakukan penghitungan bobot setiap faktor mengacu pada masingmasing sasaran. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut maka dapat diketahui bobot masing-masing faktor mengacu pada masing-masing sasaran. Selanjutnya setiap faktor diurai menjadi kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan agroindustri perikanan kerapu secara keseluruhan. Hasil AHP menggunakan Expert Chioce menghasilkan hasil perhitungan final untuk bobot masing-masing kebijakan pengembangan agroindustri kerapu yang sekaligus menunjukkan peringkat (rangking) kebijakan yang perlu mendapat prioritas menurut pendapat pakar. Hasil akhir peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu tersebut dapat dilihat pada Gambar 43.

Gambar 43 Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu menggunakan Expert Choice Versi 11. Berdasarkan hasil analisis yang dituangkan dalam Gambar 43, dapat dilihat bahwa kebijakan utama yang perlu dilaksanakan dalam rangka memacu perkembangan industri perikanan kerapu budi daya berturut-turut adalah (1) pengembangan benih unggul, (2) pengembangan pakan buatan dan (3)

144 pengembangan induk unggul, dan (4) grading atau seleksi ikan. Urutan tingkat kepentingan kebijakan yang dihasilkan melalui AHP ini merupakan cerminan dari pendapat pakar tentang program atau kebijakan teknis yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengembangan agroindustri perikanan kerapu. Hasil pemeringkatan ini dipengaruhi oleh pendapat yang berbeda dari masing-masing pelaku usaha. Pengembangan benih unggul dinilai sebagai faktor yang paling penting bagi pelaku pembesaran maupun pelaku pembenihan, pengembangan pakan menduduki peringkat kedua karena dianggap penting baik oleh pembenih, pelaku pembesaran maupun pascapanen, pengembangan induk unggul menduduki peringkat ketiga karena dianggap penting oleh pelaku pembenihan maupun pemerintah. Grading dan seleksi ikan merupakan hal yang dianggap paling penting oleh pelaku pascapanen karena mereka lebih dekat ke konsumen akhir yang mementingkan kualitas. Meskipun demikian urutan yang dihasilkan oleh AHP ini telah mencerminkan preferensi semua pelaku yang terlibat. Berdasarkan hasil pemeringkatan ini, maka dapat disusun kebijakan penerapan teknologi yang perlu diterapkan berdasarkan tingkat kepentingannya. Pembahasan mengenai hal ini dilakukan pada bagian lain yang membahas tentang implikasi bagi kebijakan pemerintah.

145

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN


Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen. Sebagaimana dapat dilihat di diagram pada Sebaliknya, usaha pembesaran Selanjutnya usaha pembesaran (merangkap pedagang pascapanen Lampiran 5, usaha pembenihan akan berkembang apabila usaha pembesaran yang menggunakan benih juga berkembang. membutuhkan pasokan dari pembenihan. membutuhkan pembeli, yaitu usaha

pengumpul ikan hidup) dan demikian pula sebaliknya. Kelemahan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan tidak bekerjanya sistem secara keseluruhan. Sebagai contoh, keengganan para pelaku usaha untuk memasuki segmen usaha pembesaran karena sulitnya mencari lahan perairan yang bebas dari gangguan polusi maupun keamanan akan mengakibatkan tidak terjualnya benih ikan yang dihasilkan oleh pembenihan. Sebaliknya tidak diproduksinya benih ikan akibat kondisi alam yang kurang mendukung akan mengakibatkan terhentinya usaha pembesaran dan pascapanen. Selain masalah keterkaitan antar kegiatan usaha, permasalahan penting lainnya dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah kecenderungan terjadinya produksi yang berlebih terdorong oleh keinginan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya karena harga jual ikan kerapu yang tinggi. Kecenderungan ini dapat terjadi karena permintaan pasar ikan kerapu hidup masih terbatas pada pasaran Hong Kong, sedangkan pemasok ikan kerapu ke pasar tersebut terdiri atas berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Produksi yang berlebih terhadap ikan kerapu jenis tertentu akan mengakibatkan penurunan harga kerena berlebihnya suplai di pasaran. Kecenderungan berlebihnya pasokan di pasaran terlihat dari menurunnya harga jual ikan kerapu yang lebih banyak ditentukan oleh pembeli (buyers market). Masalah potensial lainnya yang dapat menghambat perkembangan agroindustri kerapu budi daya adalah adanya ketimpangan pendapatan antar mata rantai kegiatan usaha satu dengan yang lainnya. Ketimpangan tersebut dapat mengakibatkan kurang diminatinya mata rantai usaha yang kurang menguntungkan atau memiliki tingkat risiko yang tinggi. Terhambatnya

146 perkembangan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan sistem agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan. Memperhatikan permasalahan tersebut di atas maka diperlukan upaya untuk menata dan memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya sehingga terbentuk keterkaitan yang erat antar subsistem yang terlibat di dalamnya. Model dinamik dirancang bangun untuk menggambarkan perilaku agroindustri kerapu budi daya, dan dengan menggunakan model tersebut dapat disimulasikan dinamika yang terjadi pada sistem akibat adanya perubahan pada komponen sistem tersebut. Proses simulasi telah dilaksanakan pada bab terdahulu yaitu distribusi keuntungan antar subsistem optimasi perencanaan kapasitas agroindustri kerapu budi daya yang sesuai dengan kapasitas pasar dan simulasi produksi. 8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui kapasitas produksi maksimum pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen yang harus dikembangkan untuk mengantisipasi permintaan pasar. Analisis tersebut dilakukan khusus untuk ikan kerapu macan dan khusus untuk pasar Hong Kong. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh tiga perhitungan kecenderungan permintaan pasar yaitu berdasarkan skenario optimistik, skenario moderat, dan skenario pesimistik untuk tiga subsistem usaha, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen (Tabel 35). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar mengikuti kecenderungan sesuai dengan skenario optimistik dibutuhkan produksi sebanyak 1.938.144 benih kerapu macan per tahun, pembesaran sebanyak 1.596.516 ekor per tahun dan produksi pascapanen/pemasaran sebanyak 1.271.976 ekor per tahun. Perhitungan ini dapat dilakukan untuk jenis-jenis kerapu lainnya seperti kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan kerapu malabar yang tersdia informasinya. Peningkatan keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya Indonesia terhadap negara pesaing, selain dengan menentukan kapasitas produksi yang optimal sesuai dengan permintaan pasar adalah dengan menetapkan spesies ikan kerapu yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia. Secara alami Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah tropis yang sesuai untuk jenis ikan kerapu tertentu. Untuk itu perlu perlu pengkajian yang lebih

147

mendalam untuk memilih spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Dengan menentukan spesialisasi produk, maka upaya penciptaan keunggulan kompetitif sektor perikanan laut, khususnya ikan kerapu, melalui pemfokusan kegiatan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar bagi kebijakan boleh atau tidaknya ekspor benih. Apabila berdasarkan hasil simulasi diperoleh informasi bahwa pada musim tertentu kapasitas produksi benih melebihi kemampuan budi daya untuk menyerap benih, maka dapat dilakukan ekspor benih. Sebaliknya apabila kapasitas produksi kurang dari kebutuhan maka dilakukan pelarangan ekspor. Perencanaan kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya secara makro nasional diperlukan untuk menghindarkan terjadinya produksi yang melampaui kemampuan pasar untuk menyerapnya, terlebih pada komoditi ikan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup dan memiliki pasar yang sebagian besar ditujukan ke pasar Hong Kong. pengembangan produksi ikan kerapu. Informasi tentang penyerapan ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari informasi tersebut terlihat bahwa paling tidak ada 7 jenis ikan kerapu asal Indonesia yang diperjual-belikan di pasaran Hong Kong. Dilihat dari volumenya, impor Hong Kong tersebut memperlihatkan kecenderungan meningkat. Untuk kerapu macan, volume impor dari Indonesia meningkat dari 2.280 kg/bulan pada awal tahun 2002 menjadi 33.140 kg/bulan pada pertengahan tahun 2006. Berdasarkan hasil proyeksi, melalui skenario optimistik, maka volume impor ikan kerapu macan hidup dari Indonesia akan mencapai 51.807 kg/bulan pada akhir tahun 2008. Apabila dilihat dari semua jenis kerapu hidup yang diimpor Hong Kong dari Indonesia, maka angka impor tersebut meningkat dari 78.655 kg/bulan pada awal tahun 2003 menjadi 95.293 kg/bulan pada pertengahan tahun 2006 dan diproyeksikan menjadi sebesar 119.706 kg/bulan pada akhir tahun 2008. Informasi mengenai volume impor kerapu Hong Kong asal Indonesia tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam memperkirakan seberapa besar kapasitas produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen ikan kerapu macan yang dapat dikembangkan di Indonesia. angka ekspor yang tidak tercatat. Besarnya kapasitas produksi tersebut belum memperhitungkan ekspor kerapu ke negara lain dan juga Informasi tentang kapasitas produksi maksimal selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi perencanaan

148 8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan Tingkat profitabilitas ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya mengalami ketimpangan. Ketimpangan ini terjadi karena karakter kegiatan usahanya yang lebih rentan terhadap risiko kegagalan dan membutuhkan investasi yang cukup besar. Berdasarkan hasil simulasi, kegiatan pembenihan memiliki tingkat risiko yang tinggi. Apabila hal ini dibiarkan maka ada kecenderungan pelaku usaha untuk menghindari kegiatan tersebut yang akhirnya merugikan industri secara keseluruhan karena terputusnya mata rantai industri. Alternatif jalan keluar yang mungkin dilakukan adalah melalui intervensi pemerintah, dimana segmen usaha yang memiliki risiko tinggi diambil alih oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena beberapa pembenihan kerapu yang dinilai berhasil berada di bawah pengelolaan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan. kerapu budi daya secara keseluruhan, Untuk menyelamatkan agroindustri maka pemerintah perlu mensubsidi Dapat juga,

kegiatan usaha tersebut. Dapat pula dilakukan langkah bahwa pihak swasta tetap menangani pembenihan, namun diberi subsidi oleh pemerintah. segmen kegiatan tertentu seperti pemeliharaan induk ditangani oleh pemerintah dan pembenih swasta boleh menggunakan induk yang disediakan pada saat diperlukan. Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui variabel-variabel mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Untuk subsistem pembenihan, faktorfaktor teknis yang sangat berpengaruh terhadap keuntungan adalah produktivitas induk (fekunditas dan frekuensi memijah) dan sintasan benih. produksi per unit benih. Untuk faktor ekonomis, maka faktor yang berpengaruh adalah harga jual benih dan biaya Untuk subsistem pembesaran, faktor teknis yang berpengaruh adalah sintasan ikan, kecepatan tumbuh ikan (lama pemeliharaan), dan padat penebaran, sedangkan faktor ekonomis yang menentukan keuntungan adalah harga jual ikan hasil pembesaran, harga benih, dan biaya produksi. Untuk subsistem pascapanen, faktor teknis yang berpengaruh adalah sama dengan subsistem pembesaran, sedangkan faktor ekonomis penentu keuntungan adalah harga jual ikan pascapanen, harga beli ikan, dan biaya pemeliharaan.

149 Melalui intervensi pemerintah dapat dilakukan upaya menyeimbangkan pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan kerapu, misalnya melalui pemberian insentif langsung maupun tidak langsung. Bentuk insentif fiskal dapat berupa subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan atau pembebasan tarif impor barang modal untuk pembenihan yang belum diproduksi di dalam negeri. Bentuk insentif non fiskal untuk kegiatan pembenihan antara lain adalah kemudahan perizinan, bantuan survey lokasi, bantuan tenaga akhli dan pendidikan dan pelatihan di bidang pembenihan. Melalui berbagai insentif ini maka akan tercipta iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya di antara negara pesaing di kawasan Asia Pasifik. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri pembenihan ikan kerapu, dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengizinkan pemasaran benih ikan kerapu ke luar negeri, terutama negara konsumen ikan kerapu. Dapat pula dipertimbangkan kemungkinana memfasilitasi usaha budi daya di negara lain dengan pasokan benih dari Indonesia. Hal ini dapat dilakukan untuk jenisjenis ikan kerapu yang merupakan spesialisasi Indonesia seperti kerapu tikus atau kerapu sunu karena sesuai dengan ekosistem Indonesia. Meskipun demikian, kebijakan ini perlu didukung oleh perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HAKI), sehingga menghindarkan terjadinya perpindahan sumber daya dan tenaga akhli Indonesia ke negara lain. Untuk subsistem pembesaran (budi daya), permasalahan umum yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah kepastian hukum untuk penggunaan kawasan perairan untuk kegiatan budi daya laut. Tumpang tindih penggunaan kawasan dengan kegiatan lain seperti pariwisata atau kegiatan penambangan dapat mengakibatkan berkurangnya minan investor memasuki bidang budi daya kerapu. Untuk mengatasi hal ini, maka upaya implementasi dari Undang-undang tentang Perikanan Nomor 31 / 2004 terutama yang menyangkut tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan dalam bentuk peraturan pemerintah akan sangat membantu mendorong peningkatan industri kerapu budi daya.

150

9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA


Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan ekspor komoditas tersebut sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani ikan. Sasaran program pengembangan budi daya kerapu dalam periode 2005-2009 yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya - DKP adalah ekspor komoditas kerapu sebesar 8.400 ton senilai US$ 42 juta pada tahun 2005 meningkat menjadi 21.000 ton senilai US$ 105 juta pada tahun 2009. Disadari bahwa tingkat persaingan di dunia semakin ketat, sehingga penguatan daya saing perikanan budi daya perlu dilakukan baik dalam tahap pembenihan (hatchery) maupun dalam tahap pembesaran (grow out) (Nurdjana 2005). Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu industri dapat diciptakan melalui pengembangan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin diferensiasi untuk membedakan dirinya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan yang berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas (productivity advantage), sedangkan diferensiasi merupakan bagian dari keunggulan nilai (value advantage). Berdasarkan pengertian tersebut maka peningkatan daya saing atau keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya nasional dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan keunggulan nilai dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan negara-negara pesaing. 9.1 Kebijakan Perbaikan Kinerja Teknis Produksi Kerapu Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya telah dilakukan pada bab terdahulu. Analisis tersebut telah dapat pula memberikan urutan kebijakan teknis yang perlu diterapkan dalam rangka meningkatkan produktivitas maupun tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu. Berikut akan dibahas mengenai implikasi temuan dalam penelitian ini terhadap kebijakan pengembangan agroindustri perikanan kerapu di Indonesia. 9.1.1 Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu Hasil analisis menggunakan model dinamis MAGRIPU telah menunjukkan faktor-faktor teknis penentu keberhasilan usaha pembenihan kerapu yang

151 berdasar urutan besarnya tingkat pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha berturut-turut adalah (1) peningkatan frekuensi induk memijah (51,94%), (2) peningkatan fekunditas induk (25,81%), dan (3) peningkatan sintasan benih (22,25%). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pembenihan sangat ditentukan oleh kemampuan membuat induk ikan memijah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, frekuensi induk memijah sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan yang digunakan sebagai sumber air. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pembenihan di Batam (dengan kondisi perairan yang buruk) mengalami kesulitan dalam memijahkan induk-induk kerapu dibandingkan dengan di Lampung maupun Situbondo yang kondisi perairannya relatif lebih baik. Dugaan ini perlu dikaji lebih jauh untuk mengetahui parametar kualitas air yang mempengaruhi frekuensi memijah maupun tingkat sintasan larva dan benih, sehinga dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan secara nyata. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor ini menunjukkan bahwa usaha pembenihan akan mengalami tingkat kritis (tidak memperoleh keuntungan) apabila dari populasi induk yang dimiliki hanya 2,95% memijah setiap bulannya. Selanjutnya, hasil simulasi menunjukkan bahwa titik kritis untuk faktor tingkat fekunditas telur adalah 221.011 butir, yang berarti bahwa apabila faktor lainnya dalam kondisi normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila induk hanya menghasilkan telur kurang dari jumlah tersebut. Titik kritis untuk sintasan benih adalah 2,36%, yang berarti bahwa apabila kondisi faktor lain dalam keadaan normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila sintasan benih lebih rendah dari 2,36%. Angka-angka ini dapat dijadikan indikator untuk mengukur keberhasilan usaha pembenihan atau memberikan peringatan (warning) terhadap kemungkinan kerugian yang akan dialami. 9.1.2 Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu Faktor-faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran kerapu yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sintasan ikan, padat penebaran benih, dan lama pemeliharaan (kecepatan tumbuh). Hasil simulasi menunjukkan bahwa lama pemeliharaan menempati rangking pertama ( 39,25%), diikuti oleh padat penebaran (38,55%), dan sintasan ikan (22,20%), dalam memberikan pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha pembesaran. Hasil ini

152 mengindikasikan bahwa tingkat sintasan yang dicapai pada usaha pembesaran di lapangan telah mencapai angka yang cukup baik (berkisar antara 70% hingga 90%), sedangkan lama proses pemeliharaan, yang mencerminkan juga lambatnya pertumbuhan ikan kerapu, menjadi permasalahan utama yang sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Semakin lama proses pemeliharaan maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan dan upah tenaga kerja. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ukuran ikan kerapu macan yang diinginkan oleh pasar adalah yang beratnya minimal 0,5 kg per ekor. Untuk mencapai ukuran tersebut maka untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 6 bulan. Sementara itu tingkat padat penebaran akan mempengaruhi kecepatan tumbuh ikan dan kemungkinan kanibalisme. Implikasi dari hasil simulasi ini terhadap kebijakan pemerintah adalah perlu dikembangkannya produksi pakan buatan untuk menggantikan pakan berupa ikan rucah yang selama ini banyak digunakan oleh petani ikan kerapu. Pengembangan pakan buatan ini perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku dan kesesuaian komposisinya sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ikan, dengan rasio konversi pakan (feed conversion ratio) yang baik. Hasil analisis lain yang diperoleh dari penggunaan model MAGRIPU adalah titik kritis faktor produksi pembesaran. Menurut hasil simulasi diperoleh angka titik kritis untuk padat penebaran sebesar 141,67 ekor / KJA. Hal ini berarti keuntungan akan diperoleh apabila jumlah ikan yang ditebar lebih banyak dari angka tersebut. Titik kritis sintasan ikan pada pembesaran adalah 22,67% yang berarti bahwa usaha pembesaran kerapu akan memperoleh keuntungan apabila persentase jumlah ikan yang bertahan hidup lebih besar dari angka tersebut. Angka tersebut dicapai dengan asumsi kondisi faktor lainnya adalah normal. 9.1.3 Perbaikan faktor produksi pascapanen kerapu Usaha pascapanen kerapu merupakan lanjutan dari usaha pembesaran yang kegiatannya terdiri dari grading, rekondisi dan penampungan ikan sebelum dipasarkan dalam keadaan hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kontribusi keberhasilan usaha pascapanen hampir serupa dengan kegiatan pembesaran yaitu sintasan ikan, padat penebaran dan lama proses penampungan. pengaruh faktor lama proses penampungan menduduki tempat tertinggi

153 (55,94%), kedua adalah padat penebaran (28,02%), dan terakhir sintasan ikan (16,04%). Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha pascapanen lebih menginginkan ikan yang ditampungnya segera dapat dijual sehingga mengurangi pengeluaran untuk biaya pakan dan tenaga kerja selama penampungan. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor pascapanen menunjukkan bahwa usaha pascapanen akan mengalami tingkat kritis apabila padat penebaran lebih rendah dari 141,67 ekor / KJA, dan sintasan ikan lebih rendah dari 22,67%. Angka-angka ini dijadikan sebagai patokan bagi pengusaha pascapanen ikan kerapu macan untuk mengetahui secara dini mengenai keuntungan yang akan diperolehnya. 9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung Hasil analisis menggunakan AHP untuk kebijakan pendukung yang menurut para pakar perlu dikembangkan berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). 9.2.1 Penggunaan benih unggul Berdasarkan hasil analisis menggunakan metoda AHP yang

mengumpulkan pendapat pakar diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan benih unggul merupakan unsur yang secara keseluruhan dianggap paling penting dalam memacu pengembangan industri budi daya perikanan kerapu di Indonesia. Perhatian terhadap penyediaan benih unggul akan memberikan implikasi terhadap perlunya memperbaiki kualitas induk, memperbaiki pemberian pakan benih, dan memberikan dampak terhadap perbaikan pada sektor budi daya maupun pascapanen. Dengan perkataan lain, kualitas benih merupakan kunci sukses pengembangan industri perikanan kerapu. Salah satu indikator yang berkaitan dengan mutu benih adalah tingkat sintasan yang dicapai selama pemeliharaan larva dan benih. Hasil analisis titik kritis menunjukan bahwa usaha pembenihan masih dianggap menguntungkan apabila tingkat sintasan benih lebih besar dari 2,36%. Perbaikan kualitas benih

154 dilakukan selain melalui perbaikan mutu induk, juga dilakukan melalui perbaikan jenis, mutu dan cara pemberian pakan, serta pemberian obat-obatan dan vitamin selama masa pemeliharaan larva. Kekurangan dalam pemberian pakan dan vitamin dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas (terbukanya penutup insang / operculum, atau bentuk tubuh bengkok) khususnya pada pembenihan skala rumah tangga. Untuk itu perlu penyuluhan dan pembinaan secara intensif terhadap pembenihan tersebut. 9.2.2 Pengembangan produksi pakan buatan Penyediaan pakan buatan merupakan unsur yang dianggap penting untuk dikembangkan dalam rangka mendukung sukses budi daya kerapu. Hal ini disebabkan karena pakan digunakan di semua subsistem produksi dari pembenihan hingga pascapanen. Selain itu faktor pakan sangat menentukan tingkat pertumbuhan serta sintasan benih atau ikan yang dipelihara, sehingga sangat menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan model MAGRIPU, titik kritis harga pakan maksimal setiap ekor benih adalah Rp 4.584,-, dengan asumsi harga jual benih sebesar Rp 6.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa unsur pakan sangat dominan dalam memperoleh keuntungan dalam usaha pembenihan. Pada usaha pembesaran, titik kritis harga pakan adalah Rp 30.044,- dengan asumsi harga jual ikan Rp 40.000,-. Sedangkan titik kritis pakan untuk pascapanen adalah Rp 13.604,- dengan asumsi harga jual ikan Rp 60.000,-. Dalam kasus pascapanen, unsur biaya yang paling dominan adalah harga beli ikan yang mencapai Rp 40.000,-. Pakan untuk pembenihan maupun pembesaran dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Dalam usaha pembenihan terutama untuk stadia larva, jenis pakan alami dibutuhkan berupa plankton (phytoplankton dan zooplankton) yang dikembangbiakkan sendiri hingga sista artemia yang diimpor. Untuk stadia benih yang lebih besar hingga ikan pada proses pembesaran digunakan pakan berupa ikan rucah atau pakan buatan (pellet). Kelemahan yang masih dihadapi dalam penyediaan pakan untuk budi daya kerapu adalah pakan larva berupa sista artemia masih didatangkan dari luar negeri dan belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu. Kebijakan yang perlu dilaksanakan oleh

155 pemerintah menyangkut penyediaan pakan adalah mendorong pengembangan industri pakan di dalam negeri baik untuk artemia maupun pakan pellet. Teknologi produksi artemia di dalam negeri sebenarnya telah dikuasai, namun industrinya belum berkembang. Proses produksi artemia membutuhkan lokasi yang perairan pantai yang bersih dan berkadar garam tinggi. Produksi artemia bisa juga dikombinasikan dengan tambak garam karena larva artemia yang merupakan filter feeder dapat berfungsi sebagai filter yang membersihkan garam yang diproduksi. Untuk mendorong produksi artemia di dalam negeri perlu dikembangkan pilot percontohan yang melibatkan lembaga penelitian dan universitas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari produsen pakan, belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu di dalam negeri terutama disebabkan karena volume yang diperlukan oleh industri budi daya kerapu belum mencapai kapasitas yang menguntungkan bagi produsen. Selain itu, para pembudi daya ikan telah menggunakan pakan ikan kakap yang banyak beredar di pasaran, meskipun secara teknis tidak optimal bagi pertumbuhan ikan kerapu yang dipelihara. Untuk mendorong berkembangnya industri pakan kerapu diperlukan kebijakan antara lain penyediaan insentif bagi industri yang memanfaatkan hasilhasil penelitian lembaga litbang dan perguruan tinggi. Selain itu dapat pula dikembangkan skema subsidi bunga pinjaman dan atau penurunan tarif impor barang modal bagi produsen pakan yang memproduksi pakan ikan kerapu. Selain mengembangkan produksi pakan buatan, aspek lain yang perlu dikembangkan adalah penerapan budi daya yang berbasis trophic level, yaitu yang memperhatikan jenis ikan berdasarkan jenis makanan (herbivora, dertivora, omnivora, atau carnivora). Dengan mengkombinasikan jenis ikan dalam suatu wadah akan mampu memanfaatkan makanan secara maksimal dan produktivitasnya akan tinggi (Surawidjaja, 2006). Dalam kasus budi daya ikan kerapu, maka ikan yang bersifat carnivora ini dapat dikobinasikan dalam budi dayanya dengan jenis ikan lain sehingga terjadi sinergi dan pemanfaatan kolom air secara optimal. 9.2.2 Pengembangan induk unggul. Penyediaan induk unggul menjadi faktor penting dalam mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budi daya, khususnya bagi industri pembenihan (hatchery). Induk ikan yang digunakan dalam pembenihan selama ini masih berasal dari hasil tangkapan di alam yang hanya diketahui karakteristik

156 morfologis dan daerah asalnya. Keunggulan biologisnya baru diketahui setelah induk tersebut dipijahkan (dikawinkan) dan menghasilkan keturunan, sehingga ada unsur trial and error. Di lapangan juga ditemukan kondisi di mana induk alam yang dijadikan pasangan berasal dari garis keturunan yang sama sehingga terjadi perkawinan seketurunan (inbreeding) yang menghasilkan keturunan yang abnormal. Untuk menciptakan induk unggul seyogyanya dilaksanakan program produksi induk yang terencana dengan baik sehingga induk yang dihasilkan benar-benar unggul dan mampu menghasilkan keturunan yang unggul pula. Proses produksi induk unggul tersebut dilakukan dengan mengumpulkan stok induk, menyilangkan induk tersebut dengan induk yang berasal dari perairan yang berbeda, kemudian menyeleksi keturunan yang dihasilkan untuk dipilih yang memiliki kriteria unggul (cepat tumbuh, tahan penyakit, dan bentuk morfologis normal). Keturunan pertama (F-1) ini kemudian dikawinkan dengan calon induk unggul dari garis keturunan yang berbeda untuk menghasilkan keturunan kedua (F-2), demikian seterusnya proses seleksi dilakukan sehingga diperoleh induk yang benar-benar unggul karena melalui pembiakkan terseleksi. Proses produksi induk unggul ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena satu generasi ikan kerapu membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan (pakan, obat-obatan, listrik, air dan tenaga kerja) juga cukup besar sehingga akan menjadi beban berat apabila diserahkan kepada pembenihan untuk melaksanakannya. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka program produksi induk unggul ini perlu disponsori oleh pemerintah dengan dimotori oleh unit-unit pembenihan milik pemerintah pusat yang ada di berbagai lokasi, dan didukung oleh lembaga litbang dari berbagai instansi pemerintah dalam suatu kerjasama jangka panjang. Opsi kedua untuk penyediaan induk unggul adalah dengan memperbaiki penyediaan induk dari penangkapan di alam. Pembenahan yang dapat dilakukan adalah melalui perlindungan (konservasi) terhadap perairan yang biasanya digunakan oleh ikan untuk memijah (spawning ground). Pada musim-musim tertentu, ikan kerapu akan berkumpul di perairan tertentu untuk melakukan pemijahan. Perairan tersebut mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologi yang sesuai untuk ikan kerapu melakukan pemijahan. Perlindungan perlu dilakukan dengan pelarangan penangkapan ikan pada perairan tertentu dan pada periode waktu tertentu melalui penerbitan peraturan pemerintah, memperkuat aturan adat/tradisi yang melarang penangkapan ikan di daerah tertentu, serta memfasilitasi penyediaan kawasan budi daya bagi nelayan/petani ikan.

157 9.2.3 Penggunaan obat-obatan dan vitamin Salah satu penyebab tingginya angka kematian larva pada pembenihan maupun pembesaran ikan kerapu adalah timbulnya penyakit. Penyebab timbulnya penyakit dikelompokkan dalam penyebab non hayati, yaitu rendahnya kualitas air, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik, serta penyebab hayati, yaitu virus, bakteri, protozoa, jamur, dan parasit (Kamiso 2002). Untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh faktor hayati, para petani ikan menggunakan obat-obatan atau cara-cara tradisional untuk mencegah atau mengobati ikan yang sakit. Cara yang paling sederhana dalam menghilangkan bibit penyakit pada tubuh bagian luar ikan ikan kerapu adalah dengan cara merendam ikan selama beberapa menit ke dalam larutan formalin atau iodium, atau merendam dalam air tawar. Cara yang lebih ideal untuk menjaga agar ikan tetap sehat adalah dengan menciptakan kekebalan tubuh pada ikan dengan menggunakan vaksin. Di beberapa negara maju seperti Jepang, vaksin untuk ikan telah diproduksi secara komersial. Melalui penelitian Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kementerian Riset dan Teknologi, telah dikembangkan vaksin vibriosis untuk ikan kerapu dan telah diujicobakan keefektifannya dalam mencegah penyakit. Kebijakan yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan pencegahan terhadap timbulnya penyakit pada industri budi daya kerapu, maka setiap pembenihan kerapu diwajibkan untuk memberikan vaksin terhadap benih sebelum diedarkan ke pasaran. Dengan cara ini maka pencegahan penyakit dapat dilakukan secara lebih efektif. Upaya ini perlu didukung oleh law enforcement sehingga menjadi gerakan nasional dalam menghadapi tuntutan pasar global yang sangat memperhatikan aspek keamanan pangan. 9.2.4 Penerapan prosedur operasi terstandar. Aspek aspek penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air, perawatan KJA, grading/seleksi ikan, sertifikasi benih dan penerapan GAP, dapat dikelompokkan menjadi aspek penerapan prosedur operasi terstandar. Pelaksanaan kegiatan operasional pembenihan, pembesaran, maupun pascapanen ikan kerapu oleh masyarakat pada umumnya belum menerapkan prosedur operasi secara ketat. Sebagai contoh, untuk mencegah timbulnya penyakit pada larva yang dipelihara di pembenihan, sebaiknya ruangan

158 untuk memelihara larva benar-benar steril sehingga tidak semua orang dapat masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa melalui jalur sterilisasi terlebih dahulu. Selain itu, larva ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga kedisiplinan pegawai dalam memonitor dan menjaga kualitas air dalam bak larva perlu ditekankan. Dalam kegiatan operasional pembesaran dan pascapanen, kematian pada ikan dapat terjadi apabila lingkungan tempat hidup ikan tidak terjaga dengan baik. Bertumpuknya kotoran dan hewan air pada jaring dapat mengakibatkan penyumbatan pada mata jaring yang dapat mengganggu sirkulasi air dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian ikan karena kekurangan oksigen. Untuk itu perlu ditetapkan jangka waktu berapa lama jaring harus dibersihkan atau diganti untuk mencegah penumpukan. Demikian pula jadwal yang tetap untuk pemberian pakan perlu ditentukan sehingga menjamin keberhasilan kegiatn produksi. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah dapat menginformasikan kepada masyarakat tentang prosedur operasi terstandar kegiatan pembenihan atau pembesaran melalui kerjasama dengan lembaga penelitian. Dari segi teknologi, perlu dikembangkan penelitian yang mengarah pada penciptaan sistem otomatisasi untuk memonitor kualitas air, otomatisasi pemberian pakan, dan peralatan yang dapat meningkatkan ketelitian dan presisi dalam kegiatan budi daya ikan kerapu. 9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif Selain kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi teknis operasional, dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya diperlukan pula kebijakan yang bersifat non teknis yang mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi pengembangan agroindustri perikanan kerapu di masa yang akan datang. 9.3.1 Aspek perdagangan dan pemasaran Ditinjau dari aspek perdagangan, hal yang perlu diperhatikan adalah aspek pemilihan spesies kerapu yang menjadi spesialisasi Indonesia. Hal ini diperlukan mengingat bahwa spesies ikan kerapu yang diperdagangkan di pasaran Asia yang berasal dari kawasan Oceania (termasuk Australia) cukup beragam. Masing-masing negara memiliki spesialisasi spesies karena lingkungan ekologis yang berbeda. Sebagai contoh, Australia dengan great barrier reef nya

159 mempunyai spesialisasi pada jenis kerapu sunu. Indonesia sebenarnya memiliki spesialisasi pada kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus striatus). Spesialisasi spesies ini perlu dikaji baik dari segi potensi sumbedayanya maupun dari prospek pasarnya. terfokus. Mulai berkembangnya konsumsi ikan kerapu untuk sashimi di negara Jepang, merupakan salah satu pertanda baik bagi perkembangan permintaan pasar kerapu yang selama ini dikonsumsi dalam keadaan hidup. Untuk pembuatan sashimi tidak diperlukan kerapu hidup, sehingga pasar ikan kerapu dapat berkembang untuk kerapu yang diawetkan dalam es. Untuk mengantisipasi perkembangan ini maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis-jenis kerapu dan persyaratan mutu yang harus dipenuhi sehingga Indonesia dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut secara maksimal. Pengembangan produk unggulan perlu pula didukung oleh informasi yang akurat tentang preferensi masyarakat terhadap produk yang dihasilkan dan volume permintaan yang diinginkan. Melalui pengembangan informasi pasar, didukung oleh promosi di luar dan dalam negeri diharapkan akan mampu memacu peningkatan permintaan eskpor maupun di dalam negeri, yang pada gilirannya akan memacu peningkatan produksi kerapu melalui pembenihan dan budi daya serta industri pendukungnya. Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam ekspor produk perikanan adalah adanya embargo dari negara importir, dengan menggunakan isue keamanan pangan dan kandungan bahan berbahaya. Untuk produk perikanan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup perlu terus dijaga agar terhindar dari penggunaan bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang. Untuk mengatasi penyakit sebaginya digunakan vaksin yang tidak memberikan efek kandungan zat berbahaya yang dipermasalahkan negara pengimpor. 9.3.2 Pengaturan kapasitas produksi agregat Ditinjau dari aspek produksi, hal yang perlu mendapat perhatian adalah masalah pengaturan kapasitas industri secara agregat. Harga jual kerapu hidup yang relatif mahal mengundang pada investor untuk memasuki bidang usaha ini tanpa mengetahui secara pasti berapa besar skala yang harus dikembangkan. Dengan spesialisasi maka kegiatan penelitian dan pengembangan akan dapat dilakukan secara lebih

160 Kecenderungan terjadinya rush tersebut dapat mengakibatkan berlebihnya produksi, atau kelangkaan input produksi (benih) karena permintaan. pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Perlu kebijakan yang mengarahkan kapasitas produksi secara nasional untuk Penetapan kapasitas tersebut didasarkan pada proyeksi pasar yang akurat dan diterapkan untuk setiap spesies yang dibudidayakan berdasarkan masing-masing permintaan pasar. Perencanaan kapasitas dan spesialisasi jenis kerapu budi daya akan dapat menciptakan suatu industri perikanan kerapu nasional yang tangguh. Penelitian ini telah menyediakan piranti yang dapat digunakan untuk memperediksi kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen untuk ikan kerapu macan melalui proses simulasi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar kerapu macan di masa yang akan datang meningkat sesuai dengan kecenderungan (trend) saat ini, maka kapasitas produksi yang harus disediakan pada akhir 2008 adalah 1.271.976 ekor ( 638 ton) kerpu macan hidup khusus untuk pasar Hong Kong. Dengan memperhitungkan angka mortalitas selama pembesaran dan pascapanen, maka jumlah benih yang harus disediakan adalah sebanyak 1.938.144 ekor per tahun. Angka-angka prediksi ini dapat dihitung untuk jenis ikan lainnya dengan cara yang sama. 9.3.3 Pengembangan kawasan budi daya kerapu Untuk menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan untuk budi daya perikanan oleh kegiatan lain yang menghasilkan limbah, diperlukan kebijakan yang mengatur tersedianya kawasan yang dikhususkan untuk budi daya kerapu. Kawasan tersebut perlu diobservasi kesesuaian fisiknya untuk budi daya kerapu dan diperhitungkan daya dukungnya untuk menampung sejumlah karamba jaring apung (KJA). Pengaturan jumlah KJA yang diperbolehkan pada suatu kawasan perlu ditetapkan untuk menghindarkan terjadinya kepadatan yang berlebih (over crowding) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas perairan. Kepadatan yang berlebih akan berakibat lebih buruk pada perairan yang tidak mengalir seperti teluk, sebaliknya pada perairan selat kepadatan KJA dapat lebih tinggi karena lebih sering terjadi pergantian air karena adanya arus. Berdasarkan hasil simulasi dapat diprediksikan jumlah KJA yang harus tersedia untuk memasok kebutuhan tersebut. Khusus untuk memasok kebutuhan kerapu macan untuk pasaran Hong Kong harus tersedia 2.019 unit KJA

161 pembesaran dan 532 unit KJA pascapanen yang berproduksi secara kontinyu. Unit-unit KJA ini membutuhkan kawasan budi daya dengan kondisi perairan yang baik dan memiliki akses yang baik untuk pemasarannya. Untuk mendorong pengembangan kawasan budi daya kerapu, pemerintah dapat mengembangkan model percontohan pengembangan kawasan bekerjasama dengan pemerinah daerah. Pengembangan kawasan budi daya dapat ditetapkan pada suatu perairan di bawah pengawasan sejenis otorita yang mengatur jumlah KJA yang diperbolehkan, monitoring kualitas air, penyediaan sarana dan prasarana produksi dan pemasaran hasil. Melalui pola ini maka risiko yang dihadapi oleh pembudidaya baik dari aspek teknis maupun aspek keamanan dapat diperkecil. 9.3.4 Pengembangan industri alat dan mesin produksi Kegiatan agroindustri kerapu budi daya baik pembenihan, pembesaran maupun usaha pascapanen membutuhkan peralatan dan mesin untuk mencapai produksi maksimal. Usaha pembenihan lebih banyak menggunakan peralatan dan mesin karena proses pemeliharaan ikan dan larva dilakukan dalam lingkungan buatan (bak) sehingga memerlukan alat bantu seperti pompa air, kompressor, pembangkit listrik, serta perlengkapan produksi seperti tanki sirkular dan sistem perpipaan. Salah satu aspek penting dalam instalasi pembenihan adalah pengelolaan kualitas air, sementara itu sumber air yang digunakan berupa air laut pada umumnya berkualitas rendah. Untuk itu sebaiknya unit pembenihan kerapu memiliki perlengkapan untuk resirkulasi air (water recirculation system) karena disamping dapat menjaga kualitas air juga menghindarkan masuknya bibit penyakit dari luar. Pada usaha pembesaran dan pascapanen, peralatan yang digunakan pada umumnya berupa KJA yang rata-rata masih terbuat dari kerangka kayu dan pelampung dari styrofoam atau drum plastik. Perlengkapan seperti ini memiliki daya tahan rendah sehingga harus sering diganti. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan budi daya ini sebaiknya pemerintah mendorong pengembangan industri alat mesin budi daya melalui kerjasama antara lembaga litbang dan universitas dengan industri swasta.

162

10 KESIMPULAN DAN SARAN


10.1 Kesimpulan (1) Penelitian ini telah menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya yang selanjutnya disebut dengan Model MAGRIPU (Manajemen Agroindustri Kerapu). konseptual sistem dinamis Model MAGRIPU adalah model agroindustri kerapu yang pengelolaan

mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen kerapu. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). Model MAGRIPU digunakan untuk perumusan kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu melalui simulasi pengaruh perubahan faktor produksi terhadap keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu, simulasi kapasitas produksi optimal berdasar skenario perubahan permintaan pasar, dan simulasi distribusi keuntungan berdasarkan perkembangan harga produk. (2) Model MAGRIPU dirancang bangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005, sedangkan paket program komputer Expert Choice Versi 11 digunakan untuk pemeringkatan rumusan kebijakan. Verifikasi model komputer yang dilakukan secara otomatis oleh program komputer tidak mendeteksi adanya keganjilan atau angka yang tidak logis, sedangkan validasi model melalui eksplorasi perilaku model menunjukkan respon yang normal terhadap perubahan. Penerapan model MAGRIPU melalui simulasi dengan yang dapat digunakan untuk menggunakan asumsi memberikan hasil

perumusan kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu. (3) Hasil simulasi model dinamis menunjukkan bahwa faktor yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah (kontribusi: 51,94%), fekunditas telur (25,81%), dan sintasan larva (22,25). Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan (39,25), padat penebaran (39,25%) dan sintasan ikan (22,20%). Keuntungan pascapanen ditentukan oleh lama penampungan (55,94%), padat penebaran (28,02) dan sintasan ikan (16,04). (4) Usaha pembenihan kerapu macan akan mengalami kondisi kritis (kerugian) apabila fekunditas induk di bawah 221.001 butir/induk, persentase induk

163

memijah dibawah 2,95%, sintasan benih di bawah 2,36%, harga jual benih per ekor di bawah Rp 3.063,-, atau biaya pakan benih per ekor melebihi Rp 4.584,-. Usaha pembesaran kerapu macan akan mengalami kondisi kritis apabila padat penebaran ikan di bawah 43,79 ekor/KJA, sintasan ikan di bawah 21,26%, harga beli benih per ekor lebih dari Rp 25.244,-, harga jual kerapu per ekor lebih rendah dari Rp 21.419,-, atau biaya pakan per ekor lebih dari Rp 30.044,-. Usaha pascapanen kerapu macan akan mengalami kritis apabila padat penebaran di bawah 141,67 ekor/KJA, sintasan ikan di bawah 22,67%, harga beli kerapu per ekor lebih tinggi dari Rp 48.604,-, harga jual kerapu per ekor lebih rendah dari Rp 51.424,-, atau biaya pakan per ekor melebihi Rp 13.605,-. (5) Kebijakan yang perlu diterapkan dalam rangka memacu perkembangan industri perikanan kerapu budi daya berdasarkan analisis AHP berturutturut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan good aquaculture practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). (6) Untuk menghindarkan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) terutama untuk pasaran Hong Kong, maka kapasitas produksi maksimal (skenario optimistik) benih kerapu macan Indonesia adalah 1.938.144 ekor per tahun, produksi pembesaran sebanyak 1.596.516 ekor per tahun dan produksi pascapanen sebesar 1.271.976 ekor per tahun. (7) Hasil simulasi dan analisis finansial tentang distribusi keuntungan antar subsistem produksi menunjukan bahwa usaha pembesaran relatif memberikan keuntungan yang lebih besar. Untuk pemerataan distribusi keuntungan antara lain dapat dilakukan dengan subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan, atau pembebasan tarif impor barang modal yang belum diproduksi di dalam negeri untuk usaha pembenihan. sehingga lebih memeratakan keuntungan para pelaku usaha. (8) Kebijakan yang dapat mendorong penguatan agroindustri kerapu budi daya di Indonesia meliputi kebijakan perbaikan teknis produksi, perbaikan industri pendukung dan kebijakan yang mendorong penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan agroindustri kerapu budi daya. Perbaikan Melalui insentif tersebut maka tingkat keuntungan pembenihan dapat ditingkatkan

164

teknis meliputi perbaikan mutu induk, penggunaan pakan buatan, penggunaan obat, vitamin dan vaksin, dan penerapan good aquaculture practices, kebijakan pendukung meliputi sertifikasi mutu benih, pengembangan industri pakan, riset genetika induk, dan riset vaksin ikan, sedangkan penciptaan iklim kondusif dilakukan penguatan perdagangan melalui penetapan spesies kerapu unggulan Indonesia, pengaturan kapasitas produksi agregat dan pengembangan kawasan budi daya kerapu. 10.2 Saran (1) Dalam rangka meningkatkan keuntungan usaha pada rantai produksi kerapu melalui pengembangan induk unggul, pakan buatan, dan vaksin ikan sebagaimana disimpulkan dalam simulasi model MAGRIPU, maka untuk pengembangan induk unggul disarankan agar pemerintah merancang institusi yang mengkoordinasikan pemuliaan induk unggul, inventarisasi lokasi habitat dan musim pijah kerapu di alam, dan penerbitan peraturan perlindungan habitat. Untuk pengembangan pakan dan vaksin, maka disarankan pemerintah memberikan insentif untuk riset formulasi pakan buatan dan riset pengembangan vaksin ikan. (2) Untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan dan mengetahui kecenderungan permintaan pasar sebagaimana disimpulkan dalam penelitian ini, maka pemerintah disarankan membentuk divisi khusus yang menganalisis dan memprediksi kecenderungan permintaan pasar dan menginformasikan antisipasi produksi yang harus dilakukan oleh pengusaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Disarankan biaya operasi untuk divisi tersebut didukung oleh asosiasi pengusaha kerapu. (3) Untuk menyeimbangkan proporsi distribusi keuntungan antar mata rantai usaha, yang menunjukkan proporsi keuntungan yang kecil pada pembenihan, maka pemerintah disarankan menerbitkan peraturan yang memungkinkan pemberian insentif bunga pinjaman dan pengurangan bea masuk impor barang modal bagi investasi di bidang pembenihan kerapu. (4) Untuk meningkatkan investasi di bidang pembesaran dan pascapanen kerapu maka disarankan pemerintah memberikan dukungan berupa survey lokasi budi daya laut, pelatihan teknis bagi pembudidaya, penegakan hukum untuk kelangsungan usaha, serta perluasan pemasaran produk perikanan kerapu melalui promosi dan misi dagang.

165

DAFTAR PUSTAKA
Angerhofer BJ, Angelides MC. 2000. System Dynamic Modelling in Supply Chain Management: Research Review. Proceeding of the 2000 Winter Simulation Conference. http://www.informs-sim.org/wsc00papers /049.PDF. Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis. Critical Design Factor. EDI Series in Economic Development. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. Coyle RG. 1995. System Dynamics Modelling Practical Approach. London: Chapman & Hall. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Dawid H, Wersching K. 2005. On Technological Specialization in Industrial Cluster: An Agent-based Analysis. Department of Business Administration and Economics. Bielefeld University, Bielefeld, Germany. http://www.wiwi.uni-belefeld.de/~dawid/ papers/WPSpecialization.pdf. Dharmawan T. 1999. Strategi Pengembangan Agribisnis Yang Berorientasi Industri. Di dalam: Seminar Tantangan dan Strategi Pengembangan Industri Agro Sebagai Usaha Mengatasi Masa Krisis; Jakarta, 22-23 Jun 1999. Jakarta: Ditjen IKAH, Deperindag. Dirdjojuwono RW. 2004. Kawasan Industri Indonesia. Sebuah Konsep perencanaan dan Aplikasinya. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Direktorat Jenderal Perikanan. 1996. Laporan Evaluasi Pembinaan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pada Terumbu Karang, Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan 2006. Rencana Strategis Perikanan Budi daya 2005-2009. Edisi Revisi. Djohar S, H Tanjung, Cahyadi ER. Building a Competitive Advantage on CPO through Supply Chain Management: A Case Study in PT. Eka Dura Indonesia, Astra Agro Lestari, Riau. J. Manajemen & Agribisnis 1:2032. Erdmann MV, Pet-Soede L. 1996. How Fresh is too fresh? The live reef food fish trade in Eastern Indonesia. NAGA, The ICLARM Quarterly, January 1996. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. Bogor: IPB Press. Eriyatno dan F. Sofyar. 2007. Riset Kebijakan, Metode Penelitian Untuk Pasca Sarjana. Bogor: IPB Press.

166 Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerjemah: Sutomo S dan K Mangiri. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta: UI Press. GoldSim Technology Group LLC. 2004. Dynamic Simulation and Supply Chain Management. White Paper. www.goldsim.com/Downloads/ WhitePapers/SCM%20Paper.pdf. Grolier. New Websters Dictionary. Connecticut: Grolier Incorporated. Hartarto A. 2004. Strategi Clustering dalam Industrialisasi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi. Harry W. 2001. Production. Di dalam:. GA Wedemeyer (editor). Fish Hatchery Management (second edition) Pages 31-89. Maryland: American Fisheries Society. Heimgartner C. 2001. System Dynamic Modelling of Transport and Land Use A first Model Draft. Conference Paper STRC 2001. Session Modelling. Ascona: Swiss Transport Research Coference. http://ecollection.ethbib.ethz.ch/ecol-pool/incoll/incoll_82.pdf JICA Team Study. 2003. Towards Creation of the Dynamic Cluster. . http://ilmea.dprin.go.id/jst-sme-cluster/theory.pdf. Johnson BL. 1995. Applying Computer Simulation Models as Learning Tools in Fishery Management. North American Journal of Fisheries Management. 15:736-747. Jolly CM and Clonts HA, 1993. Economics of Aquaculture. New York.: Food Products Press. Kamiso H N. 2002. Pengembangan Teknologi Produksi Kerapu, Kelompok Kerja Penyakit. Di dalam: Prosiding Lokakarya Nasional dan Pameran Pengembangan Agribisnis Kerapu II; Jakarta, 8-9 Okt 2002. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian, BPPT. Koeshendrajana S. 2007. Production and marketing of live reef-fish for food in Indonesia. Economics and market analysis of live reef-fish trade in the Asia-Pacific region. ACIAR Working Paper No 63, 173 pp. Johnson, B (ed.). Koeshendrajana S, Nasution Z dan Hartono TT, 2006. Indikator Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan; Suatu Ringkasan. Di dalam: 60 Tahun Perikanan Indonesia, Editor: Fuad Cholik et al. Jakarta: Masyarakat Perikanan Nusantara. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo. Laurikkala H, Vilkman H, Mikko Ek, Koivisto H, and Xiong GY, 2001. Modelling and Control of Supply Chain With System Theory. http://ea.tut.fi/projects/systema/julkaisut/Norddesign%20final.pdf. Leigh WE, Doherty ME. 1986. Decision Support and Expert System. Cincinnati Ohio: South-Western Publishing Co. LeVeen J. 1998. Urban and Regional Development. Industry Cluster Literature Review. http://www.planning.unc.edu/courses/261/leveen/ litrev.htm.

167 Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Marimin, Eriyatno, Muktirizka SA, Tamura H. 1995. Expert System for Product-Advertising Strategy Development. Journal of Intelligent and Fuzzy Systems, 3: 107-116. Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Miranda ST, Tunggal AW. 2003. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta: Harvarindo. Mollona E, Messina A. 2006. Dynamic and Performance Determinants in Cluster of Firms: A Computational Approach. http://www.cs.unibo.it/en/research/ projects/dynamics.html. Nasution M. 1999. Kerangka Kelembagaan Untuk Pertanian Indonesia Masa Depan. Di dalam: Simposium Nasional Rekonseptualisasi Pembangunan Pertanian Sebagai Basis Ekonomi Bangsa Proposal untuk Pemerintahan Baru; Jakarta, 23-24 Jul 1999. Jakarta. Nasution M. 2000. Status kini dan Peningkatan Daya Saing Agroindustri Dalam menyongsong Era Pasar Bebas. Bahan Kuliah Ekonomi Industri Program S-1 Institut Pertanian Bogor. Nickols F. 2000. Competitive Strategy: The Basics a la Michael Porter. Distance Consulting. http://home.att.net./~nickols/competitive_strategy_basics.htm. Nickols F. 2000. Industry Analysis a la Michael Porter. Five Forces Affecting Competitive Strategy Distance Consulting. http://home.att.net.five forces.htm. Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo. Nurdjana ML. 2005. Program Pengembangan Budidaya Kerapu. Makalah disampaikan pada Temu Bisnis Pengembangan Budidaya Kerapu dan Perdagangannya, Batam 29-30 Agustus 2005. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Paplovich K, Alkoorie M. 2005. Cluster Analysis: Mapping the Nelson Seafood industry. Business Review 7 No 2. The University of Auckland. http://www.uabr. auckland.ac.nz /files/articles/Volume II/VIIi2-cluster analysis.pdf. Pomeroy R. 2002. The Status of Grouper Culture in Southeast Asia. John Parks and Cristina Balboa (eds.); Washington DC: World Resources Institute. Porter ME. 1980. Competitive Strategy. Techniques for Analyzing Industries and Competitors. New York: The Free Press. Porter, ME. 1994. Competitive Advantage. New York: Maxwell Macmillan International. Powersim Software. www.powersim.com/

168 Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT. 2003. Pengembangan Klaster Industri Unggulan Deerah. Jakarta: BPPT. Recklies D. 2001. The Value Chain. Recklies management Project GmbH. www.themanager.org. Rimmer M, OSullivan M, Gillespie J, Young C, Hinton A and Rhodes J. 1997. Grouper aquaculture in Australia. In Live Reef Fish Information Bulletin, Number 3 December 1997. South Pacific Commision. Rimmer M. 2000. Review of grouper hatchery technology. In Live Reef Fish Information Bulletin, Number 7 May 2000. South Pacific Commision. Riyadi, Bratakusumah DS. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ruth M, Lindholm J, editors. 2001. Dynamic Modelling for Marine Conservation, New York: Springer Saaty TL. 1982. Decision Making for Leaders. The Hierarchy Process for Decisions in a Complex World. California: Lifetime Learning Publications, Sadovy YJ, Donaldson TJ, Graham TR, McGilvray F, Muldoon GJ, Phillips MJ, Rimmer MA, Smith A, Yeeting B. 2003. While Stocks Last: The Life Reef Food Fish Trade. Manila: Asian Development Bank. Sargent RG. 1998. Verification and Validation of Simulation Models. Poceedings of the 1998 Winter Simulation Conference. DJ Medeiros, EF Watson, JS Carson and MS Manivannan, eds. Sargent RG. 2001. Some Approaches and Paradigms for Verifying and Validating Simulation Models. Poceedings of the 2001 Winter Simulation Conference. BA Peters, JS Smith, DJ Medeiros, and MW Rohrer, eds. Satria A, Umbari A, Fauzi A, Purbayanto A, Sutarto E, Muchsin I, Muflikhati I, Karim M, Saad S, Oktariza W, Imran Z. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo. Searchcio.com. 2006. Supply Chain Management. http://searchcio.techtarget. com/ sDefinition/0,,sid19_gci214564,00.html, 2006. Setiadharma T, INA Giri, Wardoyo and A Priyono. 2001. Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT. Sudradjat A. (Penyunting). 2001. Teknologi Budi Daya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency.

169 Sulaeman S, Eriyatno. 2001. Rekayasa Kemitraan Usaha dan Peran BDS dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Di dalam: Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Bunga Rampai) Penyunting Herman Heruman Js dan Eriyatno, Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan DesaKota dan Business Innovation Center of Indonesia. Sunaryanto, Sulistyo, Chaidir I, dan Sudjiharno. 2001. Pengembangan Teknologi Budi daya Kerapu: Permasalahan dan Kebijakan. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat pengkaian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT. Supranto J, 2000. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta. Surawidjaja EH. 2006. Akuakultur Berbasis Trophic Level: Revitalisasi Untuk Ketahanan Pangan, Daya Saing Ekspor dan Kelestarian Lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. System Dynamic Society. 2005. MIT System Dynamic Group Literature Collection. What Is System Dynamics. http://www.systemdynamic.org/ Taufik TA. 2004. Penyediaan Teknologi, Komersialisasi Hasil Litbang, dan Aliansi Strategis. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bekerjasama Dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Tesch T, Deschamps PT, Weiler R. 2003. The COSMOPAD modelling framework: Conceptual System Dynamics Model of Planetary Agricultural & Biomass Development. Paper presented at the Conference Digital Earth 2003, September 21-25, BRNO, Czech Republic. www.kuleuven.be/cwte/ index.php? LAN=E&TABLE =DOCS&ID=35. Tridjoko, Ismi S, Wardoyo dan Setiadi E. 2001. Teknik Produksi Telur Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Pada Bak Secara Terkontrol. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat pengkaian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT. Turban E. 1993. Decision Support System: Management Support System. New York: Mac Millan Publishing Co. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wedemeyer G.A, 2001. Fish Hatchery Management. Second Edition. Bethesda, Maryland: American Fisheries Society,. Whiting DG, Tolley HD, Fellingham GW. 2000. An empirical Bayes procedure for adaptive forecasting of shrimp yield. Aquaculture 182 (2000)215228.

170

LAMPIRAN

171

Lampiran 1 Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (ton)


Tahun Provinsi Aceh Sumut Sumbar Bengkulu Lampung Jambi Sumsel Babel Riau Banten Jabar Jateng Yogyakarta Jatim DKI-Jakarta Bali Nustengbar Nustengtim Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulsel Sultenggara Sulut Goronotalo Sultengah Maluku Maluku Utara Irian Jaya 1997 1,826 5,424 3,966 301 2,084 16 632 4,650 313 86 2,445 61 134 2,111 1,070 227 100 999 2,424 4,362 1,003 4,441 2,645 829 1998 2,833 5,74 4,238 270 832 11 762 4,861 121 302 2,862 75 215 2,138 928 218 30 894 3,111 3,750 623 3,486 4,224 808 1999 2,484 5,960 1,806 327 1,505 62 833 487 366 376 944 160 280 2,486 1,066 189 6 1,002 4,036 4,290 1,395 3,486 4,224 1,572 39,342 2000 2,377 6,221 1,229 319 1,242 18 833 6,156 471 28 6,230 162 265 2,686 1,378 122 86 1,151 3,387 4,178 1,516 1,742 4,224 2,401 48,422 2001 2,352 6,547 881 1,196 1,178 222 3,893 6,487 719 346 134 58 2,450 94 144 2,352 1,739 224 24 1,436 3,510 4,507 1,787 248 3,057 796 1,295 1,898 49,574

Indonesia 42,149 43,766 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan.

172

Lampiran 2 Perkembangan produksi kerapu dari budi daya (ton)


Provinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Bangka Belitung Lampung DKI Jakarta Jawa Timur Bali Nustenggara Barat Nustenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Total 1999 2000 401 16 758 Tahun 2001 2002 489 4,353 70 97 2004 496 4 4188 20 197 9 359 37 195 7 28 30 348 1 7 610 15 1 6552

1,759

1,297 80 51

3,750 453 19

11 103 5 15

5 1,900 35 1,900 35 9 1,759 6,879 3,818 7,057 1,900

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004.

173

Lampiran 3 Produksi benih nasional 1999-2002


Satuan: Ekor Provinsi Bali Tahun 2001 0 1.252.500 74.000 883.900 74.000 2.135.400 69.700 302.900 73.300 37.000 0 0 0 14.100 143.000 354.000 20.000 60.000 50.000 193.500 70.000 253.500 89.700 1.614.400 197.300 1.114.400 0 0 0 14.100 287.000 2.742.900 2000

Lampung

Jawa Timur

Nasional

Spesies Macan Bebek Jumlah Macan Bebek Malabar Lumpur Jumlah Macan Bebek Jumlah Macan Bebek Malabar Lumpur Jumlah

1999 0 65.000 65.000 45.600 14.500 3.500 0 63.600 17.500 43.500 61.000 63.100 123.000 3.500 0 186.100

2002 1.954.000 389.300 2.343.300 564.500 171.200 0 2.200 737.900 137.700 137.300 275.000 2.656.200 697.800 0 2.200 3.356.200

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004.

174

Lampiran 4. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002 dan 2006 (Januari-Juni).
Impor Hong Kong Tahun 2002 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kerapu Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Lepard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya Total Impor Hong Kong Tahun 2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kerapu Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Lepard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya Total Jan 627 3,056 1,426 0 24,336 1,683 829 46,698 78,655 Feb 1,202 3,409 1,831 0 22,911 2,018 510 72,383 104,264 Mar 1,438 4,312 2,906 0 34,114 3,963 148 95,099 141,980 Apr 66 5,764 110 0 15,101 543 0 54,047 75,631 May 277 425 661 0 9,155 1,065 0 55,217 66,800 Jun 607 729 1,644 0 8,516 2,305 814 64,291 78,906 Jul 638 0 4,594 0 14,031 1,098 225 54,729 75,315 Aug 352 2,448 4,352 22 17,807 1,813 0 54,249 81,043 Sep 0 4,881 3,988 0 35,708 928 0 26,989 72,494 Oct 0 3,354 5,368 317 53,461 800 0 15,356 78,656 Nov 0 4,837 3,426 0 52,226 4,992 0 17,424 82,905 Dec 0 259 1,000 0 31,756 4,464 0 17,191 54,670 Total 5,207 33,474 31,306 339 319,122 25,672 2,526 573,673 991,319 Jan 314 3,398 2,280 164 22,598 1,527 274 77,100 107,655 Feb 409 4,573 3,356 0 24,492 1,029 46 70,557 104,462 Mar 543 3,563 2,497 0 33,715 1,021 273 101,008 142,620 Apr 483 3,799 3,068 0 28,707 1,218 931 85,365 123,571 May 739 3,392 2,442 0 18,767 951 517 78,335 105,143 Jun 0 3,561 933 0 16,633 64 68 57,045 78,304 Jul 557 3,101 2,559 173 30,482 785 557 46,193 84,407 Aug 745 4,168 2,024 0 25,098 975 423 31,354 64,787 Sep 313 9,350 2,600 146 13,879 933 47 50,894 78,162 Oct 295 10,161 1,244 0 19,838 707 87 85,437 117,769 Nov 627 5,618 1,514 0 19,763 555 442 72,915 101,434 Dec 1,033 3,527 2,229 0 20,355 2,109 1,330 50,369 80,952 Total 6,058 58,211 26,746 483 274,327 11,874 4,995 806,572 1,189,266

175

Lampiran 4 (lanjutan)
Impor Hong Kong Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kerapu Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya Total Impor Hong Kong Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kerapu Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya Total Jan 116 614 12 394 1 200 30 574 684 60 78 121 123,763 Feb 3 860 18 952 22 107 2 397 182 79 439 126,937 Mar 2 470 17 840 30 059 716 598 97 819 149,502 Apr 1 394 21 660 25 218 843 79 994 129,109 May 2 621 21 124 2 750 18 322 766 63 142 108,725 Jun 735 14 640 14 731 343 58 445 88,894 Jul 2 121 14 820 21 193 109 64 052 102,295 Aug 481 14 150 24 466 922 42 824 82,843 Sep 233 18 420 28 483 80 63 249 110,465 Oct 2 951 22 430 34 425 1 753 512 32 540 94,611 Nov Dec Total 116 17,480 224,830 3,950 330,493 5,550 4,919 722,028 1,309,366 Jan 2 732 Feb 7 257 868 27 756 288 23 803 59,972 Mar 4 943 Apr 8 701 9 959 32 867 May 5 959 15 950 47 963 72 28 238 98,182 Jun 3 161 9 979 30 278 Jul 3 167 2 440 23 797 Aug 1 267 460 18 163 Sep 53 2 090 1 100 32 465 1 654 189 31 718 69,269 Oct 310 500 10 400 38 302 3 908 274 51 957 105,651 Nov 87 1 784 7 696 34 105 1 018 81 76 767 121,538 Dec 1 182 10 780 1 000 44 581 117 127 400 185,060 Total 450 40,653 69,754 2,968 412,826 13,041 544 517,683 1,057,919

45 875 5 984 40 318 94,909

36 674

35 977 77,594

26 856 78,383

28 774 72,192

24 011 53,415

21 864 41,754

17 640 17 442 264 27 130 62,476

30 760 63 473 240 35 273 129,746

176

Lampiran 4 (lanjutan)
Impor Hong Kong Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kerapu Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Sunu Leopard Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya Total Jan 582 15 290 37 325 295 32 096 85,588 Feb Mar Apr May Jun 2 700 26 270 31 330 Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 0 3,282 144,720 2,400 244,631 0 1,270 220,410 0 0 0 0 0 0 616,713

15 620 38 299 650 45 515 100,084

20 610 38 576 325 36 767 96,278

33 140 2 400 45 934

33 790 53 167

34 658 116,132

36 381 123,338

34 993 95,293

177

Lampiran 5 Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya

INDUSTRI PAKAN & OBAT-OBATAN


TPI
Ikan Rucah

INDUSTRI ALAT & MESIN BUDI DAYA


Alat/mesin budi daya

INDUSTRI TRANSPORTASI
Jasa Angkutan budi daya

Pakan Benih

Pakan Pembesaran

Induk

NELAYAN

PEMBENIHAN -Pemel. induk -Pemijahan -Penetasan Telur

Benih

PEMBESARAN -Penyiapan Lokasi -Penyiapan karamba -Penebaran Benih -Pemberian Pakan -Penang.Penyakit
Ikan Undersize

Ikan Hidup

PASCAPANEN / AGROINDUSTRI - Grading, - Penampungan - Pengepakan


Ikan Commercial Size

Ikan Hidup

PASAR L.N

FOKUS PENELITIAN
Tata Ruang Daerah Teknologi Modal

PEMERINTAH DAERAH

LEMBAGA RISET

LEMBAGA PERBANKAN

178 Lampiran 6 Peta kawasan Batam - Rempang Galang (Barelang) lokasi utama penelitian dilaksanakan

179 Lampiran 7 Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia

Cromileptis altivelis Humpback or Polka dot grouper (Kerapu Tikus atau Kerapu Bebek)

Ephinephelus. fuscoguttatus Brown marbled grouper (Kerapu Macan)

Epinephelus tauvina Green grouoper (Kerapu Lumpur)

Epinephelus malabaricus Estuarine grouper (Kerapu Malabar)

Plectropomus leopardus Spotted coral grouper (Kerapu Sunu)

Chelinius undulatus Napoleon wrasse (Ikan Napoleon)

Epinephelus lanceolatus Giant grouper (Kerapu Ketang)

180 Lampiran 8a Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Bulan Apr-04 Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desesmer Januari 2005 Februari Maret April Mei Juni Juli Agtustus September Oktober November Desember Januarai 2006 Februari Maret April Mei Juni Jumlah Rata-rata a= b= Persamaan: Y 9,959 15,950 9,979 2,440 460 2,090 10,400 7,696 10,780 12,394 18,952 17,840 21,660 21,124 14,640 14,820 14,150 18,420 22,430 17,640 30,760 15,290 15,620 20,610 33,140 33,140 26,270 438,654 16,246 16,246 827 Y = 16,246 + 827 X X -13 -12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0 XY (129,467) (191,400) (109,769) (24,400) (4,140) (16,720) (72,800) (46,176) (53,900) (49,576) (56,856) (35,680) (21,660) 14,640 29,640 42,450 73,680 112,150 105,840 215,320 122,320 140,580 206,100 364,540 397,680 341,510 1,353,906 X2 169 144 121 100 81 64 49 36 25 16 9 4 1 0 1 4 9 16 25 36 49 64 81 100 121 144 169 1638 X 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Bulan Proyeksi Juli 2006 Agustus September Oktober November Desember Januari 2007 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desesmer Januari 2008 Februari Maret April Mei Juni Juli Agtustus September Oktober November Desember Y 27,824 28,651 29,478 30,305 31,132 31,959 32,786 33,613 34,440 35,267 36,094 36,921 37,748 38,575 39,402 40,229 41,056 41,883 42,710 43,537 44,364 45,191 46,018 46,845 47,672 48,499 49,326 50,153 50,980 51,807

181 Lampiran 8b Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$) menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Bulan Apr-04 Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desesmer Januari 2005 Februari Maret April Mei Juni Juli Agtustus September Oktober November Desember Januarai 2006 Februari Maret April Mei Juni Jumlah Rata-rata a= b= Persamaan: Y 75.55 80.12 76.98 77.42 78.64 79.54 77.70 80.48 78.92 78.14 83.01 78.23 77.06 79.18 75.52 75.56 78.99 78.03 76.18 73.51 74.83 80.06 82.42 79.78 76.20 77.07 74.78 2,103.91 77.92 X -13 -12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0 XY (982) (961) (847) (774) (708) (636) (544) (483) (395) (313) (249) (156) (77) 76 151 237 312 381 441 524 640 742 798 838 925 972 (89) X2 169 144 121 100 81 64 49 36 25 16 9 4 1 0 1 4 9 16 25 36 49 64 81 100 121 144 169 1638 X 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Proyeksi Juli 2006 Agustus September Oktober November Desember Januari 2007 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desesmer Januari 2008 Februari Maret April Mei Juni Juli Agtustus September Oktober November Desember Y 78.68 78.73 78.79 78.84 78.89 78.95 79.00 79.06 79.11 79.16 79.22 79.27 79.33 79.38 79.43 79.49 79.54 79.60 79.65 79.70 79.76 79.81 79.87 79.92 79.98 80.03 80.08 80.14 80.19 80.25

77.92 (0.05408) Y = 77.92 + 0.05408 X

182 Lampiran 9 Manual software yang digunakan dalam Model MAGRIPU. 1. Pengantar Model MAGRIPU adalah model konseptual sistem dinamis pengelolaan agroindustri kerapu yang mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen kerapu. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). Model MAGRIPU dirancang bangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005 dan paket program komputer Expert Choice Versi 11 digunakan untuk pemeringkatan rumusan kebijakan. 2. Hardware dan Software Untuk dapat mengoperasikan kedua perangkat lunak (software) tersebut di atas digunakan perangkat keras komputer (hardware) Pentium 4, CPU 2,66 GHz, 480 MB of RAM. Kedua perangkat lunak yang digunakan merupakan paket yang dapat diperoleh dipasaran. Powersim Studio Software Powersim Studio Versi 2005, POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat object oriented, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat code oriented, sehingga POWERSIM lebih user friendly. Powersim Studio adalah perangkat yang digunakan untuk pemodelan yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan sistem dinamis. Studio memungkinkan kita untuk membuat model sistem dengan semua hubungan sebab dan akibat nya, loop umpan balik, dan waktu tunda dalam suatu bentuk grafik yang intuitif. Simbol-simbol yang menunjukkan level, flow, dan variabel penolong (disebut auxiliaries), digunakan untuk menciptakan gambaran grafis sistem dalam diagram constructor. Kaitan aliran (flow) dan informasi menunjukkan keterhubungan dan interkoneksi. Seluruh struktur sistem, seberapapun kompleksnya, dapat digambarkan oleh studio dengan menggunakan jenis-jenis variabel dan koneksi tersebut. Expert Choice Expert Choice Versi 11 adalah paket software komputer yang digunakan sebagai alat penunjang keputusan multi objektif yang berbasiskan pada Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metodologi yang cukup ampuh dan komprehensif untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang layak dengan menggunakan data empiris dan pendapat subjektif para pengambil keputusan. AHP membantu proses pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur untuk mengorganisasi dan mengevaluasi tingkat kepentingan (importance) berbagai tujuan dan preferensi terhadap alternatif pemecahan masalah yang harus dipilih. Expert Choice mempunyai metode yang unik yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan untuk membangkitkan prioritas yang secara akurat merefleksikan persepsi dan penilaian kita. Expert Choice mensintesa atau mengkombinasikan prioritas yang kita dapat dari masingmasing sudut pandang terhadap permasalahan yang dihadapi, kemudian menggabungkannya untuk memperoleh prioritas keseluruhan dari alternatif

183 yang kita miliki. Dengan melakukan analisis what-if dan analisis sensitivitas, kita dapat secara cepat menentukan bagaimana perubahan tingkat kepentingan suatu tujuan dapat mempengaruhi alternatif pilihan. Expert Choice memungkinkan kita untuk mensintesis pendapat orangorang yang berbeda melalui model kelompok. Expert Chioce juga berguna untuk forecasting, mengukur risiko dan ketidakpastian, serta mengembangkan distribusi peluang. 3. Struktur Sistem Struktur sistem untuk model MAGRIPU digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Data Model Pengetahuan

Sistem Manajemen Basis Data Permodelan Tingkat Teknologi Teknis Produksi Struktur Biaya

Sistem Manajemen Basis Model Prediksi profit pembenihan Prediksi profit pembesaran Prediksi profit pascapanen Prediksi kapasitas agregat Prediksi distribusi profit Peringkat kebijakan (AHP)

Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Pendapat pakar Pendapat pihak terkait

Sistem Pengolahan Terpusat

Sistem Manajemen Dialog

Penguna

Perangkat lunak Powersim Studio digunakan untuk membuat model dinamik MAGRIPU yang terdiri dari model prediksi profit pembenihan, model prediksi profit pembesaran dan model prediksi profit pascapanen kerapu. Model-model tersebut selanjutnya digunakan untuk mensimulasikan berbagai kemungkinan perubahan faktor produksi sehingga diperoleh berbgai alternatif program perbaikan kinerja produksi untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Berdasarkan alternatif program perbaikan kinerja tersebut dilakukan survey pendapat pakar untuk mengetahui tingkat kepentingan program perbaikan kinerja tersebut berdasarkan judgement mereka dengan menggunakan model AHP menggunakan software Expert Choice. Selanjutnya dengan menggunakan model prediksi kapasitas produksi agregat dilakukan simulasi untuk mengetahui kapasitas produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen yang optimal berdasarkan berbagai skenario perubahan pasar. Model prediksi distribusi profit dilakukan untuk mensimulasikan proporsi profit yang diperoleh oleh pelaku pembenihan, pembesaran dan pasca panen berdasarkan berbagai skenario harga produk dan faktor produksi lainnya. Hasil simulasi dan analisis ini selanjutnya dikomunikasikan dengan pengguna (pengambil keputusan) melalui sistem manajemen dialog yang dibuat user friendly.

184

4. Prosedur Instalasi
Prosedur Instalasi Powersim Studio Untuk menginstal paket perangkat lunak Powersim Studio Versi 2005 dengan Windows 98 atau Windows 2000, dapat dilakukan melalui langkahlangkah memasukkan CD ke dalam CD Drive, selanjutnya ikuti langkahlangkah sesuai dengan petunjuk yang tertayang di layar monitor. Apabila terhenti (prompted) maka ketik nama perusahaan dan nomor seri Powersim Studio. Prosedur Instalasi Expert Choice Untuk menginstal paket perangkat lunak Expert Choice dengan Windows 98, Windows NT, Windows 2000 atau Windows XP, lakukan langkah sebagai berikut: - Masukkan CD ke dalam CD drive. - Ikuti langkah-langkah sesuai dengan petunjuk. - Apabila CD tidak secara memulai secara otomatis, maka lakukan langkah dari Windows sebagai berikuit: 1. Pilih Start, dan kemudian pilih Run. 2. Pilih Browse, kemudian pilih file launch.exe dari direktori CD Rom. - Ikuti instruksi pada layar komputer. Apabila terhenti (prompted), ketik nama, nama perusahaan, dan nomor seri Expert Choice. Apabila anda tidak memiliki nomor seri, maka anda hanya memiliki versi percontohan (trial).

5. Pengoperasian Sistem
Powersim Studio Software Powersim Studio Versi 2005 yang telah diinstall ke dalam komputer akan dapat dioperasikan dengan meng-klik shortcut Studio maka akan muncul layar pengenalan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Layar pengenalan pada Posersim Studio 2005.

185 Selanjutnya dengan meng-klik finish akan muncul layar Shared Diagram seperti Gambar 2, yang siap untuk pengoperasian Powersim Studio.

Gambar 2. Tampilan Shared Diagram pada Powersim Studio Untuk memperdalam cara pengoperasian Powersim Studio disarankan terlebih dahulu mempelajari tutorial yang dapat diakses pada kolom sebelah kanan Gambar 2. Dalam tutorial diberikan contoh cara mengkonstruksi sebuah model dinamik berdasarkan kasus-kasus masalah yang berbeda-beda, baik untuk inventory, optimisasi, analisis risiko dan manajemen risiko. Berdasarkan kasus yang dihadapi dalam model kerapu, maka dilakukan konstruksi model dengan menggunakan perlengkapan (tools) yang tersedia, terutama level, flow, konstanta maupun variabel serta link antar variabel / konstan. Dengan meng klik Introduction to Powersim Studio, maka di layar akan muncul penjelasan secara detail bagaimana menyusun suatu model sesuai dengan contoh kasus yang diberikan secara detail langkah demi langkah. Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut kita dapat menyusun model dan cara penggunaan model tersebut untuk simulasi. Gambar 3 menunjukkan hasil pengkonstruksian sebuah model produksi dan pengiriman dari sebuah perusahaan.

186

Gambar 3. Gambar tampilan tutorial untuk kasus dalam Powersim Studio. Dengan mengacu pada cara-cara yang dilakukan dalam tutorial, dan mengambil contoh kasus mirip dengan permasalahan yang akan kita tangani, maka kita akan dapat menyusun model dan menapilkannya dalam bentuk Frontpage.

Expert Choice
Software Expert Choice Versi 11 yang telah diinstall ke dalam komputer akan dapat dioperasikan dengan meng-klik shortcut EC yang terdapat di layar, sehingga muncul di layar seperti Gambar 3 yang memberikan pilihan (1) membuat model baru, atau (2) membuka model yang telah ada.

Gambar 3. Tayangan utama Expert Choice

187

Untuk pengenalan sebaiknya pilih existing model untuk mengetahui cara-cara yang dilakukan untuk menyusun suatu struktur AHP. Dengan memilih existing model dan menseleksi misalnya model pembelian kendaraan (car purchase) maka akan muncul tayangan seperti Gambar 4.

Gambar 4. Contoh tayangan existing model untuk AHP pembelian kendaraan. Dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam program, maka kita dapat memasukkan tujuan (goal), aktor, sasaran dan faktor serta kebijakan dalam kolom yang tersedia, sehingga diperoleh kondisi seperti Gambar 4 Perbandingan berpasangan dapat dilakukan dengan meng klik tombol di sebelah kiri atas, sehingga diperoleh layar seperti Gambar 5.

Gambar 5. Layar untuk perbandingan berpasangan pipihan merek kendaraan berdasarkan kriteria initial cost.

188 Dengan melengkapi perbandingan berpasangan sesuai dengan pendapat pakar, maka akan dapat diperoleh bobot keseluruhan yang menunjukkan peringkat (rangking) pilihan kebijakan berdasarkan pendapat pakar untuk masalah yang dikaji. Apabila pengisian seluruh perbandingan berpasangan telah dilakukan, maka dengan meng klik Synthesis result maka akan muncul hasil sintesa akhir seperti Gambar 6 yang menunjukkan peringkat merek kendaraan keseluruhan.

Gambar 6. Tampilan hasil sintesa kriteria AHP pemilihan kendaran.

Halaman Muka Model MAGRIPU


1. Untuk dapat mengoperasikan model simulasi ini terlebih dahulu buka file: FRONTPAGE.sip. Dengan membuka file tersebut, maka pada layar akan terlihat halaman muka seperti Gambar 1.

Gambar 7.

Halaman muka (frontpage) program simulasi pengelolaan industri budidaya perikanan kerapu

189 2. Tahap selanjutnya adalah memilih program simulasi dengan cara mengklik program simulasi yang akan dioperasikan, dengan pilihan: a. Simulasi Nilai Tambah Pembenihan b. Simulasi Nilai Tambah Pembesaran c. Simulasi Nilai Tambah Pasca Panen d. Simulasi Perencanaan kapasitas produksi, dan e. Simulasi Pemerataan distribusi keuntungan. 3. Dengan membuka simulasi nilai tambah subsistem pembenihan, maka pada layar akan terlihat tampilan seperti Gambar 2. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Survival rate (SR), Fekunditas (Fekun) dan Persentase Induk Memijah (Mijah) akan ditetapkan dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pembenihan yang diperoleh.

Gambar 8. 4.

Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan nilai tambah subsistem pembenihan.

Pengoperasian simulasi nilai tambah pembesaran dilakukan serupa dengan simulasi pembenihan, yaitu dengan meng klik pilihan simulasi nilai tambah pembesaran pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 3. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Padat Penebaran, Survival Rate (SR) dan Lama Budidaya dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pembesaran yang diperoleh.

190 5. Pengoperasian simulasi nilai tambah pasca panen dilakukan dengan meng klik pilihan simulasi nilai tambah pasca panen pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 4. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Padat Penebaran, Survival Rate (SR) dan Lama Pasca Panen dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pasca panen yang diperoleh.

Gambar 9. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan profit pembesaran.

Gambar 10. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan profit pasca panen.

191 6. Pengoperasian simulasi perencanaan kapasitas produksi dilakukan dengan meng klik pilihan simulasi perencanaan kapasitas produksi pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 5. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan skenario mana yang akan dipakai (Pesimistis, Moderat dan Optimistis dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan kapasitas produksi optimal industri budidaya perikanan kerapu. Untuk mengulangi proses simulasi maka dilakukan tahapan yang sama dengan me Reset Simulation

Gambar 11. Tampilan pada layar untuk simulasi kapasitas produksi optimal industri budidaya perikanan kerapu. 7. Pengoperasian simulasi pemerataan distribusi keuntungan dilakukan dengan meng klik pilihan simulasi pemerataan distribusi keuntungan pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 6. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan tingkat harga benih, ikan hasil pembesaran dan ikan hasil pasca panen yang akan dipakai dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan, pembesaran dan pasca panen sesuai dengan komposisi harga yang ditetapkan. Untuk mengulangi proses simulasi maka dilakukan tahapan yang sama dengan me Reset Simulation

192

Gambar 12. Tampilan pada layar untuk simulasi pemerataan distribusi keuntungan industri budidaya perikanan kerapu.

193 Lampiran 10 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara probabilistik

Lampiran 11

Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik

194 Lampiran 12 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara probabilistik

Lampiran 13 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik

195 Lampiran 14 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik

Lampiran 15 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik

196 Lampiran 16 Hasil simulasi optimasi distribusi keuntungan agroindustri kerapu budi daya, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000,-

Lampiran 17 Hasil simulasi optimasi distribusi keuntungan agroindustri kerapu budi daya , harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000,-

197

Lampiran 18 Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan URAIAN


1. Penjualan Telur 2. Penjualan Larva 3. Penjualan Benih 4. Harga Jual Telur 5. Harga Jual Larva 6. Harga Jual Benih TAHUN KE 0 0 0 0 2.50 2,000.00 6,000.00 500,000 2.50 2,000.00 6,000.00 1 600,000 2.50 2,000.00 6,000.00 2 700,000 2.50 2,000.00 6,000.00 3 800,000 2.50 2,000.00 6,000.00 4 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 5 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 6 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 7 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 8 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 9 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 10 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 900,000 2.50 2,000.00 6,000.00 11 12 -

198

Lampiran 19 Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
BIAYA LANGSUNG a. Biaya Pakan Induk b. Obat dan Vitamin untuk Induk c. Pakan larva d. Pupuk Plankton e. Artemia f. Pakan Benih g. BBM / solar ( liter) h. Pelumas (liter) i. Buruh harian
TOTAL BIAYA LANGSUNG BIAYA TAK LANGSUNG:

TAHUN KE 0 1 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 2 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 3 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 4 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 5 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 6 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 7 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 8 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 9 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 10 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 11 25,920 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,519,920 12 12,000 6,000 30,000 2,000 60,000 1,600,000 400,000 36,000 360,000 2,506,000

a. Biaya Pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan
TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG TOTAL BIAYA OPERASIONAL MODAL SENDIRI (20%) MODAL PINJAMAN (80%) 0 0 563,184 2,252,736

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,815,920

20,000 20,000 40,000 120,000 96,000 296,000 2,802,000

199

Lampiran 20 Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembenihan kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
PENYUSUTAN: LAHAN BANGUNAN SIPIL BAK KULTUR PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. KENDARAAN PEMBELIAN INDUK TOTAL AKUMULASI PENYUSUTAN AMORTISASI: 1. BIAYA KONSULTANSI 2. CONTINGENCIES 3. I D C 4. PRA OPERASI TOTAL: JUMLAH AMORTISASI AKUMULASI AMORTISASI JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI

TAHUN KE

NILAI
150,000 1,070,000 540,000 690,000 16,000 232,000 10,000 2,708,000

METODE
5% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs.

1 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 263,300 263,300

2 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 525,600

3 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 787,900

4 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 1,050,200

5 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 1,312,500

6 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 1,574,800

7 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 1,837,100

8 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 2,099,400

9 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 2,361,700

10 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 2,624,000

11 7,500 107,000 54,000 69,000 1,600 23,200 1,000 262,300 2,886,300

50,000 0 347,508 0 397,508

10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs.

5,000 0 34,751 0 39,751 39,751

5,000 0 34,751 0 39,751 79,502

5,000 0 34,751 0 39,751 119,252

5,000 0 34,751 0 39,751 159,003

5,000 0 34,751 0 39,751 198,754

5,000 0 34,751 0 39,751 238,505

5,000 0 34,751 0 39,751 278,256

5,000 0 34,751 0 39,751 318,006

5,000 0 34,751 0 39,751 357,757

5,000 0 34,751 0 39,751 397,508

5,000 0 34,751 0 39,751 437,259

303,051 303,051

302,051 605,102

302,051 907,152

302,051 1,209,203

302,051 1,511,254

302,051 1,813,305

302,051 2,115,356

302,051 2,417,406

302,051 2,719,457

302,051 3,021,508

302,051 3,323,559

200

Lampiran 21 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan kerapu
DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
MODAL INVESTASI - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN PINJAMAN IDC - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) BUNGA ANGSURAN

TAHUN 0 1 2 3 4 5

KE 6 7 8 9 10 11 12

2,206,400 2,206,400 0 0

0 2,206,400 397,152 220,640

0 1,985,760 357,437 220,640

0 1,765,120 317,722 220,640

0 1,544,480 278,006 220,640

0 1,323,840 238,291 220,640

0 1,103,200 198,576 220,640

0 882,560 158,861 220,640

0 661,920 119,146 220,640

0 441,280 79,430 220,640

0 220,640 39,715 220,640

0 0 0 0

0 0 0 0

2,229,360 2,229,360 0 0 2,229,360 401,285 222,936 2,006,424 361,156 222,936 1,783,488 321,028 222,936 1,560,552 280,899 222,936 1,337,616 240,771 222,936 1,114,680 200,642 222,936 891,744 160,514 222,936 668,808 120,385 222,936

0 445,872 80,257 222,936

0 222,936 40,128 222,936

0 0 0 0

0 0 0 0

347,508 347,508 0 0 4,783,268 0 0

0 347,508 62,551 34,751 4,783,268 860,988 478,327

0 312,757 56,296 34,751 4,304,941 774,889 478,327

0 278,006 50,041 34,751 3,826,614 688,791 478,327

0 243,256 43,786 34,751 3,348,288 602,692 478,327

0 208,505 37,531 34,751 2,869,961 516,593 478,327

0 173,754 31,276 34,751 2,391,634 430,494 478,327

0 139,003 25,021 34,751 1,913,307 344,395 478,327

0 104,252 18,765 34,751 1,434,980 258,296 478,327

0 69,502 12,510 34,751 956,654 172,198 478,327

0 34,751 6,255 34,751 478,327 86,099 478,327

0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0

201

Lampiran 22 Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
1. PEMASUKAN: 1. Penjualan Telur 2. Penjualan Larva 3. Penjualan Benih 4. Harga Jual Telur 5. Harga Jual Larva 6. Harga Jual Benih 7. Nilai Penjualan Telur 8. Nilai Penjualan Larva 9. Nilai Penjualan Benih TOTAL NILAI PENJUALAN 2. BIAYA POKOK a. BIAYA LANGSUNG LABA KOTOR b. BIAYA TAK LANGSUNG 3. BUNGA PINJAMAN 4. BIAYA PENYUSUTAN LABA SEBELUM PAJAK 5. PAJAK PERSEROAN LABA SESUDAH PAJAK AKUMULASI LABA BERSIH

TAHUN 0 0.00 0.00 0.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 0 0 1 0.00 0.00 500.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 3,000,000 3,000,000 2 0.00 0.00 600.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 3,600,000 3,600,000 3 0.00 0.00 700.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 4,200,000 4,200,000 4 0.00 0.00 800.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 4,800,000 4,800,000 5 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 6 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 7 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 8 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 9 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 10 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 11 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000 12 0.00 0.00 900.00 2.50 2,000.00 6,000.00 0 0 5,400,000 5,400,000

0 0 0 0 0 0 0 0 0

2,519,920 480,080 296,000 865,196 303,051 (984,167) (344,458) (639,708) (639,708)

2,519,920 1,080,080 296,000 778,676 302,051 (296,647) (103,826) (192,821) (832,529)

2,519,920 1,680,080 296,000 692,157 302,051 389,872 136,455 253,417 (579,112)

2,519,920 2,280,080 296,000 605,637 302,051 1,076,392 376,737 699,655 120,543

2,519,920 2,880,080 296,000 519,118 302,051 1,762,912 617,019 1,145,893 1,266,436

2,519,920 2,880,080 296,000 432,598 302,051 1,849,431 647,301 1,202,130 2,468,566

2,519,920 2,880,080 296,000 346,078 302,051 1,935,951 677,583 1,258,368 3,726,934

2,519,920 2,880,080 296,000 259,559 302,051 2,022,470 707,865 1,314,606 5,041,540

2,519,920 2,880,080 296,000 173,039 302,051 2,108,990 738,147 1,370,844 6,412,383

2,519,920 2,880,080 296,000 86,520 302,051 2,195,510 768,428 1,427,081 7,839,464

2,519,920 2,880,080 296,000 0 302,051 2,282,029 798,710 1,483,319 9,322,783

2,506,000 2,894,000 296,000 0 302,051 2,295,949 803,582 1,492,367 10,815,150

202

Lampiran 23

Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu


DALAM RIBU RUPIAH TAHUN KE 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

URAIAN
ARUS KAS MASUK 1. LABA BERSIH 2. KREDIT INVESTASI 3. KREDIT MODAL KERJA 4. MODAL SENDIRI - INVESTASI - MODAL KERJA 3. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI JUMLAH KAS MASUK ARUS KAS KELUAR: 1. INVESTASI 2. IDC 3. ANGSURAN KREDIT: JUMLAH KAS KELUAR KAS SURPLUS/DEFISIT SALDO KAS AWAL SALDO KAS AKHIR

0 2,206,400 2,252,736 551,600 563,184 5,573,920

(639,708) 0 0 0 0 303,051 (336,658)

(192,821) 0 0 0 0 302,051 109,230

253,417 0 0 0 0 302,051 555,468

699,655 0 0 0 0 302,051 1,001,706

1,145,893 0 0 0 0 302,051 1,447,943

1,202,130 0 0 0 0 302,051 1,504,181

1,258,368 0 0 0 0 302,051 1,560,419

1,314,606 0 0 0 0 302,051 1,616,657

1,370,844 0 0 0 0 302,051 1,672,894

1,427,081 0 0 0 0 302,051 1,729,132

1,483,319 0 0 0 0 302,051 1,785,370

1,492,367 0 0 0 0 302,051 1,794,418

2,758,000 347,508 0 3,105,508 2,468,412 0 2,468,412

0 480,664 480,664 (817,322) 2,468,412 1,651,090

0 480,664 480,664 (371,434) 1,651,090 1,279,656

0 480,664 480,664 74,804 1,279,656 1,354,459

0 480,664 480,664 521,041 1,354,459 1,875,501

0 480,664 480,664 967,279 1,875,501 2,842,780

0 480,664 480,664 1,023,517 2,842,780 3,866,296

0 480,664 480,664 1,079,754 3,866,296 4,946,051

0 480,664 480,664 1,135,992 4,946,051 6,082,043

0 480,664 480,664 1,192,230 6,082,043 7,274,273

0 480,664 480,664 1,248,468 7,274,273 8,522,740

0 0 0 1,785,370 8,522,740 10,308,110

0 0 0 1,794,418 10,308,110 12,102,528

203

Lampiran 24 Proyeksi neraca pembenihan kerapu


DALAM RIBU RUPIAH
URAIAN 0 A K T I V A 1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK - PIUTANG JUMLAH AKTIVA LANCAR 2. AKTIVA TETAP - HARTA TETAP - AKUMULASI PENYUSUTAN NILAI BUKU AKTIVA TETAP 3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN - AKUMULASI AMORTISASI NILAI BUKU AKTIVA LAIN JUMLAH AKTIVA P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI - PINJAMAN MODAL KERJA - PINJAMAN I D C JUMLAH HUTANG 2. M O D A L - EQUITY SHARES - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA JUMLAH MODAL JUMLAH PASSIVA 1,108,940 0 0 1,108,940 5,544,700 711,432 (276,730) 0 434,702 5,217,970 711,432 917,384 (276,730) 1,352,085 5,657,027 711,432 973,348 640,653 2,325,434 6,152,048 711,432 1,029,312 1,614,002 3,354,746 6,703,034 711,432 1,085,277 2,643,314 4,440,022 7,309,983 711,432 1,141,241 3,728,590 5,581,263 7,972,897 711,432 1,197,205 4,869,831 6,778,468 8,691,776 711,432 1,253,169 6,067,036 8,031,638 9,466,618 711,432 1,309,134 7,320,206 9,340,771 10,297,425 711,432 1,365,098 8,629,339 10,705,869 11,184,196 711,432 1,421,062 9,994,437 12,126,931 12,126,931 711,432 1,416,122 11,415,499 13,543,053 13,543,053 4,435,760 2,206,400 2,229,360 2,206,400 2,229,360 347,508 4,783,268 1,985,760 2,006,424 312,757 4,304,941 1,765,120 1,783,488 278,006 3,826,614 1,544,480 1,560,552 243,256 3,348,288 1,323,840 1,337,616 208,505 2,869,961 1,103,200 1,114,680 173,754 2,391,634 882,560 891,744 139,003 1,913,307 661,920 668,808 104,252 1,434,980 441,280 445,872 69,502 956,654 220,640 222,936 34,751 478,327 0 0 0 0 0 0 0 0 397,508 5,544,700 397,508 397,508 39,751 357,757 4,789,643 397,508 79,502 318,006 5,228,700 397,508 119,252 278,256 5,723,721 397,508 159,003 238,505 6,274,707 397,508 198,754 198,754 6,881,656 397,508 238,505 159,003 7,544,570 397,508 278,256 119,252 8,263,449 397,508 318,006 79,502 9,038,291 397,508 357,757 39,751 9,869,098 397,508 397,508 0 10,755,869 397,508 437,259 (39,751) 12,176,931 397,508 477,010 (79,502) 13,593,053 2,439,192 0 2,439,192 2,708,000 2,708,000 1,987,186 0 1,987,186 2,708,000 263,300 2,444,700 2,728,293 0 2,728,293 2,708,000 525,600 2,182,400 3,525,366 0 3,525,366 2,708,000 787,900 1,920,100 4,378,402 0 4,378,402 2,708,000 1,050,200 1,657,800 5,287,402 0 5,287,402 2,708,000 1,312,500 1,395,500 6,252,367 0 6,252,367 2,708,000 1,574,800 1,133,200 7,273,296 0 7,273,296 2,708,000 1,837,100 870,900 8,350,190 0 8,350,190 2,708,000 2,099,400 608,600 9,483,047 0 9,483,047 2,708,000 2,361,700 346,300 10,671,869 0 10,671,869 2,708,000 2,624,000 84,000 12,394,982 0 12,394,982 2,708,000 2,886,300 (178,300) 14,113,154 0 14,113,154 2,708,000 3,148,600 (440,600) 1 2 3 4 5 TAHUN KE 6 7 8 9 10 11 12

204

Lampiran 25

Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu
T A H U N K E 6 7 8 9 10 11 TOTAL

URAIAN INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%: INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = HARGA TURUN 5%: INVESTASI LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: IRR = BIAYA NAIK 10%: INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR =

0 -2758000 0 (2,758,000) 23.40 (336,658)

109,230 109,230

555,468 555,468

1,001,706 1,001,706

1,447,943 1,447,943

1,504,181 1,504,181

1,560,419 1,560,419

1,616,657 1,616,657

1,672,894 1,672,894

1,729,132 1,729,132

1,785,370 1,785,370 9,888,342

(336,658)

-2895900 0 (2,895,900) 22.52 -2758000 0 (2,758,000) 17.77 -3033800 0 (3,033,800) 21.69 -336658 (336,658) 109230 109,230 555468 555,468 1001706 1,001,706 1447943 1,447,943 1504181 1,504,181 1560419 1,560,419 1616657 1,616,657 1672894 1,672,894 1729132 1,729,132 1785370 1,785,370 -486658 (486,658) -70770 (70,770) 345468 345,468 761706 761,706 1177943 1,177,943 1234181 1,234,181 1290419 1,290,419 1346657 1,346,657 1402894 1,402,894 1459132 1,459,132 1515370 1,515,370 -336658 (336,658) 109230 109,230 555468 555,468 1001706 1,001,706 1447943 1,447,943 1504181 1,504,181 1560419 1,560,419 1616657 1,616,657 1672894 1,672,894 1729132 1,729,132 1785370 1,785,370

TOTAL 9,750,442

TOTAL

7,218,342

TOTAL 9,612,542

205

HARGA TURUN 10% INVESTASI LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: IRR = -2758000 0 (2,758,000) 11.78 TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = 844,547 844,547 PROFITABILITY INDEX = 2,758,000 PAYBACK PERIOD = (2,758,000) TAHUN KE : B/C RATIO = 3.59 (3,094,658) 5 (2,985,427) (2,429,959) (1,428,254) 19,690 1,523,871 3,084,289 4,700,946 6,373,840 8,102,972 9,888,342 = 0.31 844,547 -636658 (636,658) -250770 (250,770) 135468 135,468 521706 521,706 907943 907,943 964181 964,181 1020419 1,020,419 1076657 1,076,657 1132894 1,132,894 1189132 1,189,132 1245370 1,245,370 4,548,342 TOTAL

206

Lampiran 26 Analisa break even pembenihan kerapu


TAHUN KE URAIAN VOLUME PENJUALAN (ekor) 0 0 1 500000 2 600000 3 700000 4 800000 5 900000 6 900000 7 900000 8 900000 9 900000 10 900000 11 900000 12 900000

HARGA JUAL / UNIT NILAI PENJUALAN (RP 1000) BIAYA VARIABEL (RP 1000) BIAYA VARIABEL /UNIT MARGIN KEUNTUNGAN BIAYA TETAP (Rp 1000) BREAK EVEN POINT (VOLUME) BREAK EVEN POINT ( HARGA) BREAK EVEN POINT DALAM %

6,000.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0.00 0.00

6,000.00 3,000,000 2,519,920 5039.84 480,080 296,000 308,280 5040.43 61.66

6,000.00 3,600,000 2,519,920 4199.87 1,080,080 296,000 164,430 4200.36 27.41

6,000.00 4,200,000 2,519,920 3599.89 1,680,080 296,000 123,330 3600.31 17.62

6,000.00 4,800,000 2,519,920 3149.90 2,280,080 296,000 103,860 3150.27 12.98

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,519,920 2799.91 2,880,080 296,000 92,500 2800.24 10.28

6,000.00 5,400,000 2,506,000 2784.44 2,894,000 296,000 92,500 2784.77 10.23

207

Lampiran 27 Proyeksi produksi dan harga-harga usaha pembesaran kerapu

URAIAN
1. Penebaran Ikan (2x / th) 2. Survival Rate (%) 3. Pemanenan Ikan (ekor) 4. Konversi ekor : kg 5. Pemanenan ikan (kg) 6. Harga Jual Per Kg (Rp 000) 7. Nilai Penjualan (Rp 000)

TAHUN KE 0 0 0 0 0.50 0.00 60.00 1 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 2 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 3 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 4 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 5 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 6 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 7 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 8 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 9 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 10 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 11 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000 12 40,000 0.8 32,000 0.50 16,000.00 60.00 960,000

208

Lampiran 28 Proyeksi biaya operasi usaha pembesaran kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
BIAYA LANGSUNG a. Benih Ikan b. Biaya Pakan IKAN c. Obat dan Vitamin d. BBM / solar ( liter) e. Pelumas (liter) f. Buruh harian
TOTAL BIAYA LANGSUNG BIAYA TAK LANGSUNG:

TAHUN KE 0 1 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 2 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 3 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 4 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 5 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 6 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 7 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 8 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 9 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 10 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 11 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800 12 240,000 378,000 5,000 14,400 2,400 24,000 663,800

a. Biaya Pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan
TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG TOTAL BIAYA OPERASIONAL MODAL SENDIRI (20%) MODAL PINJAMAN (80%) 0 0 141,640 566,560

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

4,000 5,000 3,000 14,400 18,000 44,400 708,200

209

Lampiran 29 Proyeksi penyusutan dan amortisasi usaha pembesaran kerapu


DALAM RIBU RUPIAH 1 PENYUSUTAN: LAHAN (LAND BASE) BANGUNAN SIPIL PERLENGKAPAN BUDI DAYA PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. KENDARAAN TOTAL AKUMULASI PENYUSUTAN AMORTISASI: 1. BIAYA KONSULTANSI 2. CONTINGENCIES 3. I D C 4. PRA OPERASI TOTAL: JUMLAH AMORTISASI AKUMULASI AMORTISASI JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 10,000 0 32,248 0 42,248 4,225 4,225 41,675 41,675 4,225 8,450 41,675 83,350 4,225 12,674 41,675 125,024 4,225 16,899 41,675 166,699 4,225 21,124 41,675 208,374 4,225 25,349 41,675 250,049 4,225 29,574 41,675 291,724 4,225 33,799 41,675 333,399 4,225 38,023 41,675 375,073 4,225 42,248 41,675 416,748 4,225 46,473 41,675 458,423 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 1,000 0 3,225 0 50,000 160,000 88,000 13,500 6,000 82,000 399,500 5% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 37,450 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 74,900 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 112,350 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 149,800 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 187,250 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 224,700 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 262,150 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 299,600 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 337,050 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 374,500 2,500 16,000 8,800 1,350 600 8,200 37,450 411,950 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

210

Lampiran 30 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha pembesaran kerapu
DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
MODAL INVESTASI - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN PINJAMAN IDC - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) BUNGA ANGSURAN

TAHUN 0 1 2 3 4

KE 5 6 7 8 9 10 11 12

347,600 347,600 0 0

0 347,600 62,568 34,760

0 312,840 56,311 34,760

0 278,080 50,054 34,760

0 243,320 43,798 34,760

0 208,560 37,541 34,760

0 173,800 31,284 34,760

0 139,040 25,027 34,760

0 104,280 18,770 34,760

0 69,520 12,514 34,760

0 34,760 6,257 34,760

0 0 0 0

0 0 0 0

394,720 394,720 0 0 394,720 71,050 39,472 355,248 63,945 39,472 315,776 56,840 39,472 276,304 49,735 39,472 236,832 42,630 39,472 197,360 35,525 39,472 157,888 28,420 39,472 118,416 21,315 39,472

0 78,944 14,210 39,472

0 39,472 7,105 39,472

0 0 0 0

0 0 0 0

54,747 54,747 0 0 797,067 0 0

0 54,747 9,854 5,475 797,067 143,472 79,707

0 49,272 8,869 5,475 717,360 129,125 79,707

0 43,798 7,884 5,475 637,654 114,778 79,707

0 38,323 6,898 5,475 557,947 100,430 79,707

0 32,848 5,913 5,475 478,240 86,083 79,707

0 27,374 4,927 5,475 398,534 71,736 79,707

0 21,899 3,942 5,475 318,827 57,389 79,707

0 16,424 2,956 5,475 239,120 43,042 79,707

0 10,949 1,971 5,475 159,413 28,694 79,707

0 5,475 985 5,475 79,707 14,347 79,707

0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0

211

Lampiran 30 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha pembesaran kerapu
DALAM RIBU RUPIAH TAHUN 0 1 2 3 4 5 KE 6 7 8 9 10 11 12

URAIAN
MODAL INVESTASI - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN PINJAMAN IDC - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) BUNGA ANGSURAN

204,750 204,750 0 0

0 204,750 36,855 20,475

0 184,275 33,170 20,475

0 163,800 29,484 20,475

0 143,325 25,799 20,475

0 122,850 22,113 20,475

0 102,375 18,428 20,475

0 81,900 14,742 20,475

0 61,425 11,057 20,475

0 40,950 7,371 20,475

0 20,475 3,686 20,475

0 0 0 0

0 0 0 0

566,560 566,560 0 0 566,560 101,981 56,656 509,904 91,783 56,656 453,248 81,585 56,656 396,592 71,387 56,656 339,936 61,188 56,656 283,280 50,990 56,656 226,624 40,792 56,656 169,968 30,594 56,656

0 113,312 20,396 56,656

0 56,656 10,198 56,656

0 0 0 0

0 0 0 0

32,248 32,248 0 0

0 32,248 5,805 3,225

0 29,023 5,224 3,225

0 25,799 4,644 3,225

0 22,574 4,063 3,225

0 19,349 3,483 3,225

0 16,124 2,902 3,225

0 12,899 2,322 3,225

0 9,674 1,741 3,225

0 6,450 1,161 3,225

0 3,225 580 3,225

0 0 0 0

0 0 0 0

803,558 0 0

803,558 144,640 80,356

723,202 130,176 80,356

642,847 115,712 80,356

562,491 101,248 80,356

482,135 86,784 80,356

401,779 72,320 80,356

321,423 57,856 80,356

241,067 43,392 80,356

160,712 28,928 80,356

80,356 14,464 80,356

0 0 0

0 0 0

212

Lampiran 31 Proyeksi rugi laba usaha pembesaran kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
1. PEMASUKAN: 1. Penjualan Ikan (Kg) 2. Harga Jual Ikan /Kg 3. Nilai Penjualan Ikan TOTAL NILAI PENJUALAN 2. BIAYA POKOK a. BIAYA LANGSUNG LABA KOTOR b. BIAYA TAK LANGSUNG 3. BUNGA PINJAMAN 4. BIAYA PENYUSUTAN LABA SEBELUM PAJAK 5. PAJAK PERSEROAN LABA SESUDAH PAJAK AKUMULASI LABA BERSIH

TAHUN 0 0.00 60.00 0 0 1 16,000.00 60.00 960,000 960,000 2 16,000.00 60.00 960,000 960,000 3 16,000.00 60.00 960,000 960,000 4 16,000.00 60.00 960,000 960,000 5 16,000.00 60.00 960,000 960,000 6 16,000.00 60.00 960,000 960,000 7 16,000.00 60.00 960,000 960,000 8 16,000.00 60.00 960,000 960,000 9 16,000.00 60.00 960,000 960,000 10 16,000.00 60.00 960,000 960,000 11 16,000.00 60.00 960,000 960,000 12 16,000.00 60.00 960,000 960,000

0 0 0 0 0 0 0 0 0

663,800 296,200 44,400 144,640 41,675 65,485 22,920 42,565 42,565

663,800 296,200 44,400 130,176 41,675 79,949 27,982 51,967 94,532

663,800 296,200 44,400 115,712 41,675 94,413 33,044 61,368 155,900

663,800 296,200 44,400 101,248 41,675 108,877 38,107 70,770 226,670

663,800 296,200 44,400 86,784 41,675 123,341 43,169 80,172 306,842

663,800 296,200 44,400 72,320 41,675 137,805 48,232 89,573 396,415

663,800 296,200 44,400 57,856 41,675 152,269 53,294 98,975 495,390

663,800 296,200 44,400 43,392 41,675 166,733 58,357 108,376 603,766

663,800 296,200 44,400 28,928 41,675 181,197 63,419 117,778 721,544

663,800 296,200 44,400 14,464 41,675 195,661 68,481 127,180 848,724

663,800 296,200 44,400 0 41,675 210,125 73,544 136,581 985,305

663,800 296,200 44,400 0 41,675 210,125 73,544 136,581 1,121,887

213

Lampiran 32 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha pembesaran kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
ARUS KAS MASUK 1. LABA BERSIH 2. KREDIT INVESTASI 3. KREDIT MODAL KERJA 4. MODAL SENDIRI - INVESTASI - MODAL KERJA 3. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI JUMLAH KAS MASUK ARUS KAS KELUAR: 1. INVESTASI 2. IDC 3. ANGSURAN KREDIT: JUMLAH KAS KELUAR KAS SURPLUS/DEFISIT SALDO KAS AWAL SALDO KAS AKHIR

TAHUN KE 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 204,750 566,560 204,750 141,640 1,117,700

42,565 0 0 0 0 41,675 84,240

51,967 0 0 0 0 41,675 93,642

61,368 0 0 0 0 41,675 103,043

70,770 0 0 0 0 41,675 112,445

80,172 0 0 0 0 41,675 121,846

89,573 0 0 0 0 41,675 131,248

98,975 0 0 0 0 41,675 140,650

108,376 0 0 0 0 41,675 150,051

117,778 0 0 0 0 41,675 159,453

127,180 0 0 0 0 41,675 168,855

136,581 0 0 0 0 41,675 178,256

136,581 0 0 0 0 41,675 178,256

409,500 32,248 0 441,748 675,952 0 675,952

0 80,356 80,356 3,884 675,952 679,836

0 80,356 80,356 13,286 679,836 693,122

0 80,356 80,356 22,687 693,122 715,809

0 80,356 80,356 32,089 715,809 747,898

0 80,356 80,356 41,491 747,898 789,389

0 80,356 80,356 50,892 789,389 840,281

0 80,356 80,356 60,294 840,281 900,575

0 80,356 80,356 69,695 900,575 970,270

0 80,356 80,356 79,097 970,270 1,049,367

0 80,356 80,356 88,499 1,049,367 1,137,866

0 0 0 178,256 1,137,866 1,316,122

0 0 0 178,256 1,316,122 1,494,378

214

Lampiran 33 Proyeksi neraca usaha pembesaran kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
A K T I V A 1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK - PIUTANG JUMLAH AKTIVA LANCAR 2. AKTIVA TETAP - HARTA TETAP - AKUMULASI PENYUSUTAN NILAI BUKU AKTIVA TETAP 3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN - AKUMULASI AMORTISASI NILAI BUKU AKTIVA LAIN JUMLAH AKTIVA P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI - PINJAMAN MODAL KERJA - PINJAMAN I D C JUMLAH HUTANG 2. M O D A L - EQUITY SHARES - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA JUMLAH MODAL JUMLAH PASSIVA

TAHUN KE 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

675,952 0 675,952 399,500 399,500 42,248 42,248 1,117,700

679,836 0 679,836 399,500 37,450 362,050 42,248 4,225 38,023 1,079,909

693,122 0 693,122 399,500 74,900 324,600 42,248 8,450 33,799 1,051,520

715,809 0 715,809 399,500 112,350 287,150 42,248 12,674 29,574 1,032,533

747,898 0 747,898 399,500 149,800 249,700 42,248 16,899 25,349 1,022,947

789,389 0 789,389 399,500 187,250 212,250 42,248 21,124 21,124 1,022,763

840,281 0 840,281 399,500 224,700 174,800 42,248 25,349 16,899 1,031,980

900,575 0 900,575 399,500 262,150 137,350 42,248 29,574 12,674 1,050,599

970,270 0 970,270 399,500 299,600 99,900 42,248 33,799 8,450 1,078,620

1,049,367 0 1,049,367 399,500 337,050 62,450 42,248 38,023 4,225 1,116,042

1,137,866 0 1,137,866 399,500 374,500 25,000 42,248 42,248 0 1,162,866

1,316,122 0 1,316,122 399,500 411,950 (12,450) 42,248 46,473 (4,225) 1,299,447

1,494,378 0 1,494,378 399,500 449,400 (49,900) 42,248 50,698 (8,450) 1,436,029

204,750 566,560 771,310 346,390 0 0 346,390 1,117,700

204,750 566,560 32,248 803,558 304,142 42,565 0 346,707 1,150,265

184,275 509,904 29,023 723,202 304,142 51,967 42,565 398,674 1,121,876

163,800 453,248 25,799 642,847 304,142 61,368 94,532 460,042 1,102,888

143,325 396,592 22,574 562,491 304,142 70,770 155,900 530,812 1,093,303

122,850 339,936 19,349 482,135 304,142 80,172 226,670 610,984 1,093,118

102,375 283,280 16,124 401,779 304,142 89,573 306,842 700,557 1,102,336

81,900 226,624 12,899 321,423 304,142 98,975 396,415 799,532 1,120,955

61,425 169,968 9,674 241,067 304,142 108,376 495,390 907,908 1,148,976

40,950 113,312 6,450 160,712 304,142 117,778 603,766 1,025,686 1,186,398

20,475 56,656 3,225 80,356 304,142 127,180 721,544 1,152,866 1,233,222

0 0 0 0 304,142 136,581 848,724 1,289,447 1,289,447

0 0 0 0 304,142 136,581 985,305 1,426,029 1,426,029

215

Lampiran 34 Internal rete of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period usaha pembesaran kerapu
T A H U N URAIAN INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%: INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = HARGA TURUN 5%: INVESTASI LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: IRR = BIAYA NAIK 10%: INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = -450450 0 (450,450) 22.5152 84240 84,240 93642 93,642 103043 103,043 112445 112,445 121846 121,846 131248 131,248 140650 140,650 150051 150,051 159453 159,453 168855 168,855 178256 178,256 993,278 TOTAL -409500 0 (409,500) 13.0222 36240 36,240 45642 45,642 55043 55,043 64445 64,445 73846 73,846 83248 83,248 92650 92,650 102051 102,051 111453 111,453 120855 120,855 130256 130,256 506,228 TOTAL -429975 0 (429,975) 23.7254 84240 84,240 93642 93,642 103043 103,043 112445 112,445 121846 121,846 131248 131,248 140650 140,650 150051 150,051 159453 159,453 168855 168,855 178256 178,256 1,013,753 TOTAL 0 -409500 0 (409,500) 25.0322 84,240 84,240 93,642 93,642 103,043 103,043 112,445 112,445 121,846 121,846 131,248 131,248 140,650 140,650 150,051 150,051 159,453 159,453 168,855 168,855 178,256 178,256 1,034,228 1 2 3 4 5 K E 6 7 8 9 10 11 TOTAL

216

HARGA TURUN 10%: INVESTASI LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: IRR = -409500 0 (409,500) (0.6277) TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = (409,500) 71,435 67,235 62,753 58,022 53,247 48,693 44,164 39,914 36,036 32,251 28,878 542,627 -11760 (11,760) -2358 (2,358) 7043 7,043 16445 16,445 25846 25,846 35248 35,248 44650 44,650 54051 54,051 63453 63,453 72855 72,855 82256 82,256 (21,772) TOTAL

542,627 PROFITABILITY INDEX = 409,500 = 1.33 NPV = 542,627

PAYBACK PERIOD B/C RATIO =

(409,500) TAHUN KE :

(338,065) 7

(270,830)

(208,077)

(150,055)

(96,808)

(48,115)

(3,951)

35,962

71,999

104,250

133,127

1.36

217

Lampira 35 Analisa break even usaha pembesaran kerapu


TAHUN KE URAIAN VOLUME PENJUALAN (kg) 0 0 1 16000 2 16000 3 16000 4 16000 5 16000 6 16000 7 16000 8 16000 9 16000 10 16000 11 16000 12 16000

HARGA JUAL / UNIT (Rp1000) NILAI PENJUALAN (RP 1000) BIAYA VARIABEL (RP 1000) BIAYA VARIABEL /UNIT MARGIN KEUNTUNGAN BIAYA TETAP (Rp 1000) BREAK EVEN POINT (VOLUME) BREAK EVEN POINT ( HARGA) BREAK EVEN POINT DALAM %

60.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0.00 0.00

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

60.00 960,000 663,800 41.49 296,200 44,400 2,398.38 44.26 14.99

218

Lampiran 36 Proyeksi produksi dan harga-harga usaha penanganan pascapanen

URAIAN
1. Pembelian Ikan (ekor) 6x/th 2. Harga Beli ikan (Rp 000/ekor) 2. Survival Rate (%) 3. Pemanenan Ikan (ekor) 4. Konversi ekor : kg 5. Pemanenan ikan (kg) 6. Harga Jual Per Kg (Rp 000) 7. Nilai Penjualan (Rp 000)

TAHUN KE 0 0 1 30,000 30 0.00 0 0.55 0.00 95.00 0.99 29,700 0.55 16,335.00 97.50 1,592,663 2 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 3 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 4 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 5 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 6 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 7 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 8 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 9 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 10 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 11 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500 12 30,000 30 0.99 29,700 0.55 16,335.00 100.00 1,633,500

219

Lampiran 37 Proyeksi biaya operasi usaha penanganan pascapanen kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
BIAYA LANGSUNG a. Pembelian Ikan b. Biaya Pakan IKAN c. Obat dan Vitamin d. BBM / solar ( liter) e. Pelumas (liter) f. Buruh harian
TOTAL BIAYA LANGSUNG BIAYA TAK LANGSUNG:

TAHUN KE 0 1 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 2 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 3 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 4 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 5 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 6 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 7 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 8 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 9 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 10 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 11 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400 12 900,000 120,000 6,000 28,800 3,600 36,000 1,094,400

a. Biaya Pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan
TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG TOTAL BIAYA OPERASIONAL MODAL SENDIRI (50%) MODAL PINJAMAN (50%) 0 0 622,200 622,200

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

12,000 12,000 6,000 72,000 48,000 150,000 1,244,400

220

Lampiran 38 Proyeksi penyusutan dan amortisasi usaha penanganan pascapanen kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
PENYUSUTAN: LAHAN BANGUNAN SIPIL PERLENGKAPAN P.PANEN PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. KENDARAAN / KAPAL ANGKUT TOTAL AKUMULASI PENYUSUTAN AMORTISASI: 1. BIAYA KONSULTANSI 2. CONTINGENCIES 3. I D C 4. PRA OPERASI TOTAL: JUMLAH AMORTISASI AKUMULASI AMORTISASI JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI

TAHUN KE

NILAI
50,000 160,000 112,000 13,500 6,000 0

METODA
5% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs.

1 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 31,650

2 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 63,300

3 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 94,950

4 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 126,600

5 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 158,250

6 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 189,900

7 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 221,550

8 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 253,200

9 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 284,850

10 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 316,500

11 2,500 16,000 11,200 1,350 600 0 31,650 348,150

341,500

10,000 0 49,888 0 59,888

10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs. 10% Grs.Lrs.

1,000 0 4,989 0 5,989 5,989 37,639 37,639

1,000 0 4,989 0 5,989 11,978 37,639 75,278

1,000 0 4,989 0 5,989 17,966 37,639 112,916

1,000 0 4,989 0 5,989 23,955 37,639 150,555

1,000 0 4,989 0 5,989 29,944 37,639 188,194

1,000 0 4,989 0 5,989 35,933 37,639 225,833

1,000 0 4,989 0 5,989 41,922 37,639 263,472

1,000 0 4,989 0 5,989 47,911 37,639 301,111

1,000 0 4,989 0 5,989 53,899 37,639 338,749

1,000 0 4,989 0 5,989 59,888 37,639 376,388

1,000 0 4,989 0 5,989 65,877 37,639 414,027

221

Lampiran 39 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha penanganan pascapanen
DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
MODAL INVESTASI - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN PINJAMAN IDC - POKOK PINJAMAN - KUMULATIF PINJAMAN - BUNGA (18,0%) - ANGSURAN T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) BUNGA ANGSURAN

TAHUN 0 1 2 3 4 5 6

KE 7 8 9 10 11 12

316,750 316,750 0 0

0 316,750 47,513 31,675

0 285,075 42,761 31,675

0 253,400 38,010 31,675

0 221,725 33,259 31,675

0 190,050 28,508 31,675

0 158,375 23,756 31,675

0 126,700 19,005 31,675

0 95,025 14,254 31,675

0 63,350 9,503 31,675

0 31,675 4,751 31,675

0 0 0 0

0 0 0 0

622,200 622,200 0 0 622,200 111,996 62,220 559,980 100,796 62,220 497,760 89,597 62,220 435,540 78,397 62,220 373,320 67,198 62,220 311,100 55,998 62,220 248,880 44,798 62,220 186,660 33,599 62,220

0 124,440 22,399 62,220

0 62,220 11,200 62,220

0 0 0 0

0 0 0 0

49,888 49,888 0 0 988,838 0 0

0 49,888 8,980 4,989 988,838 168,488 98,884

0 44,899 8,082 4,989 889,954 151,640 98,884

0 39,911 7,184 4,989 791,071 134,791 98,884

0 34,922 6,286 4,989 692,187 117,942 98,884

0 29,933 5,388 4,989 593,303 101,093 98,884

0 24,944 4,490 4,989 494,419 84,244 98,884

0 19,955 3,592 4,989 395,535 67,395 98,884

0 14,966 2,694 4,989 296,651 50,547 98,884

0 9,978 1,796 4,989 197,768 33,698 98,884

0 4,989 898 4,989 98,884 16,849 98,884

0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0

222

Lampiran 40 Proyeksi rugi laba usaha penanganan pascapanen kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
1. PEMASUKAN: 1. Penjualan Ikan (kg) 2. Harga Jual Ikan (Rp 000) 3. Nilai Penjualan Ikan TOTAL NILAI PENJUALAN 2. BIAYA POKOK a. BIAYA LANGSUNG LABA KOTOR b. BIAYA TAK LANGSUNG 3. BUNGA PINJAMAN 4. BIAYA PENYUSUTAN LABA SEBELUM PAJAK 5. PAJAK PERSEROAN LABA SESUDAH PAJAK AKUMULASI LABA BERSIH

TAHUN 0 0.00 95.00 0 0 1 16,335.00 97.50 1,592,663 1,592,663 2 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 3 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 4 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 5 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 6 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 7 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 8 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 9 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 10 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 11 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500 12 16,335.00 100.00 1,633,500 1,633,500

0 0 0 0 0 0 0 0 0

1,094,400 498,263 150,000 168,488 37,639 142,135 49,747 92,388 92,388

1,094,400 539,100 150,000 151,640 37,639 199,822 69,938 129,884 222,272

1,094,400 539,100 150,000 134,791 37,639 216,670 75,835 140,836 363,108

1,094,400 539,100 150,000 117,942 37,639 233,519 81,732 151,788 514,895

1,094,400 539,100 150,000 101,093 37,639 250,368 87,629 162,739 677,635

1,094,400 539,100 150,000 84,244 37,639 267,217 93,526 173,691 851,326

1,094,400 539,100 150,000 67,395 37,639 284,066 99,423 184,643 1,035,969

1,094,400 539,100 150,000 50,547 37,639 300,915 105,320 195,595 1,231,563

1,094,400 539,100 150,000 33,698 37,639 317,764 111,217 206,546 1,438,109

1,094,400 539,100 150,000 16,849 37,639 334,612 117,114 217,498 1,655,607

1,094,400 539,100 150,000 0 37,639 351,461 123,011 228,450 1,884,057

1,094,400 539,100 150,000 0 37,639 351,461 123,011 228,450 2,112,507

223

Lampiran 41 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha penanganan pascapanen kerapu
DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
ARUS KAS MASUK 1. LABA BERSIH 2. KREDIT INVESTASI 3. KREDIT MODAL KERJA 4. MODAL SENDIRI - INVESTASI - MODAL KERJA 3. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI JUMLAH KAS MASUK ARUS KAS KELUAR: 1. INVESTASI 2. IDC 3. ANGSURAN KREDIT: JUMLAH KAS KELUAR KAS SURPLUS/DEFISIT SALDO KAS AWAL SALDO KAS AKHIR

TAHUN KE 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 316,750 622,200 316,750 622,200 1,877,900

92,388 0 0 0 0 37,639 130,027

129,884 0 0 0 0 37,639 167,523

140,836 0 0 0 0 37,639 178,475

151,788 0 0 0 0 37,639 189,426

162,739 0 0 0 0 37,639 200,378

173,691 0 0 0 0 37,639 211,330

184,643 0 0 0 0 37,639 222,282

195,595 0 0 0 0 37,639 233,233

206,546 0 0 0 0 37,639 244,185

217,498 0 0 0 0 37,639 255,137

228,450 0 0 0 0 37,639 266,089

228,450 0 0 0 0 37,639 266,089

633,500 49,888 0 683,388 1,194,512 0 1,194,512

0 98,884 98,884 31,143 1,194,512 1,225,655

0 98,884 98,884 68,639 1,225,655 1,294,294

0 98,884 98,884 79,591 1,294,294 1,373,885

0 98,884 98,884 90,543 1,373,885 1,464,427

0 98,884 98,884 101,494 1,464,427 1,565,922

0 98,884 98,884 112,446 1,565,922 1,678,368

0 98,884 98,884 123,398 1,678,368 1,801,765

0 98,884 98,884 134,350 1,801,765 1,936,115

0 98,884 98,884 145,301 1,936,115 2,081,416

0 98,884 98,884 156,253 2,081,416 2,237,669

0 0 0 266,089 2,237,669 2,503,758

0 0 0 266,089 2,503,758 2,769,846

224

Lampiran 42 Proyeksi neraca usaha penanganan pascapanen kerapu


DALAM RIBU RUPIAH

URAIAN
A K T I V A 1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK - PIUTANG JUMLAH AKTIVA LANCAR 2. AKTIVA TETAP - HARTA TETAP - AKUMULASI PENYUSUTAN NILAI BUKU AKTIVA TETAP 3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN - AKUMULASI AMORTISASI NILAI BUKU AKTIVA LAIN JUMLAH AKTIVA P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI - PINJAMAN MODAL KERJA - PINJAMAN I D C JUMLAH HUTANG 2. M O D A L - EQUITY SHARES - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA JUMLAH MODAL JUMLAH PASSIVA

TAHUN KE 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1,485,279 0 1,485,279 1,173,500 1,173,500 159,121 159,121 2,817,900

1,481,887 0 1,481,887 1,173,500 114,850 1,058,650 159,121 15,912 143,209 2,683,745

1,506,614 0 1,506,614 1,173,500 229,700 943,800 159,121 31,824 127,297 2,577,711

1,559,462 0 1,559,462 1,173,500 344,550 828,950 159,121 47,736 111,385 2,499,797

1,640,431 0 1,640,431 1,173,500 459,400 714,100 159,121 63,648 95,473 2,450,003

1,749,519 0 1,749,519 1,173,500 574,250 599,250 159,121 79,561 79,561 2,428,330

1,886,728 0 1,886,728 1,173,500 689,100 484,400 159,121 95,473 63,648 2,434,777

2,052,057 0 2,052,057 1,173,500 803,950 369,550 159,121 111,385 47,736 2,469,344

2,245,507 0 2,245,507 1,173,500 918,800 254,700 159,121 127,297 31,824 2,532,031

2,467,076 0 2,467,076 1,173,500 1,033,650 139,850 159,121 143,209 15,912 2,622,838

2,716,766 0 2,716,766 1,173,500 1,148,500 25,000 159,121 159,121 (0) 2,741,766

3,234,920 0 3,234,920 1,173,500 1,263,350 (89,850) 159,121 175,033 (15,912) 3,129,158

3,753,075 0 3,753,075 1,173,500 1,378,200 (204,700) 159,121 190,945 (31,824) 3,516,550

946,800 1,307,520 2,254,320 563,580 0 0 563,580 2,817,900

946,800 1,307,520 149,121 2,403,441 404,459 106,190 0 510,649 2,914,090

852,120 1,176,768 134,209 2,163,097 404,459 134,310 106,190 644,958 2,808,055

757,440 1,046,016 119,297 1,922,753 404,459 162,430 240,499 807,388 2,730,141

662,760 915,264 104,385 1,682,409 404,459 190,550 402,929 997,939 2,680,347

568,080 784,512 89,473 1,442,065 404,459 218,671 593,480 1,216,609 2,658,674

473,400 653,760 74,561 1,201,721 404,459 246,791 812,150 1,463,400 2,665,121

378,720 523,008 59,648 961,376 404,459 274,911 1,058,941 1,738,311 2,699,688

284,040 392,256 44,736 721,032 404,459 303,031 1,333,852 2,041,343 2,762,375

189,360 261,504 29,824 480,688 404,459 331,152 1,636,884 2,372,494 2,853,182

94,680 130,752 14,912 240,344 404,459 359,272 1,968,035 2,731,766 2,972,110

0 0 (0) (0) 404,459 387,392 2,327,307 3,119,158 3,119,158

0 0 (0) (0) 404,459 387,392 2,714,699 3,506,550 3,506,550

225

Lampiran 43 Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period usaha pascapanen
T A H U N URAIAN INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%: INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = HARGA TURUN 5%: INVESTASI LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: IRR = BIAYA NAIK 10%: INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH IRR = -696850 0 (696,850) 23.93 130027 130,027 167523 167,523 178475 178,475 189426 189,426 200378 200,378 211330 211,330 222282 222,282 233233 233,233 244185 244,185 255137 255,137 266089 266,089 1,601,234 TOTAL -633500 0 (633,500) 13.25 50394 50,394 85848 85,848 96800 96,800 107751 107,751 118703 118,703 129655 129,655 140607 140,607 151558 151,558 162510 162,510 173462 173,462 184414 184,414 768,201 TOTAL -665175 0 (665,175) 25.20 130027 130,027 167523 167,523 178475 178,475 189426 189,426 200378 200,378 211330 211,330 222282 222,282 233233 233,233 244185 244,185 255137 255,137 266089 266,089 1,632,909 TOTAL 0 -633500 0 (633,500) 26.58 130,027 130,027 167,523 167,523 178,475 178,475 189,426 189,426 200,378 200,378 211,330 211,330 222,282 222,282 233,233 233,233 244,185 244,185 255,137 255,137 266,089 266,089 1,664,584 1 2 3 4 5 6 K E 7 8 9 10 11 TOTAL

226

HARGA TURUN 10%: INVESTASI LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: IRR = -633500 0 (633,500) (2.58) TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = (633,500) 881,808 PROFITABILITY INDEX = 633,500 PAYBACK PERIOD = B/C RATIO = = (633,500) TAHUN KE : (523,237) 9 TOTAL (402,956) (294,265) (196,521) (108,956) (30,552) 39,244 101,284 156,470 205,201 248,308 = 1.39 NPV = 881,808 110,263 120,281 108,691 97,744 87,565 78,403 69,796 62,040 55,186 48,731 43,106 881,808 -29239 (29,239) 4173 4,173 15125 15,125 26076 26,076 37028 37,028 47980 47,980 58932 58,932 69883 69,883 80835 80,835 91787 91,787 102739 102,739 (128,182) TOTAL

1.31

227

Lampiran 44 Analisa break even usaha pascapanen


TAHUN KE URAIAN VOLUME PENJUALAN (kg) 0 0 1 16335 2 16335 3 16335 4 16335 5 16335 6 16335 7 16335 8 16335 9 16335 10 16335 11 16335 12 16335

HARGA JUAL / UNIT (Rp 1000) NILAI PENJUALAN (RP 1000) BIAYA VARIABEL (RP 1000) BIAYA VARIABEL /UNIT MARGIN KEUNTUNGAN BIAYA TETAP (Rp 1000) BREAK EVEN POINT (VOLUME) BREAK EVEN POINT ( HARGA) BREAK EVEN POINT DALAM %

95.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0.00 0.00

97.50 1,592,663 1,094,400 67.00 498,263 150,000 4,917.59 76.18 30.10

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

100.00 1,633,500 1,094,400 67.00 539,100 150,000 4,545.08 76.18 27.82

228

Lampiran 45 Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan

Lampiran 46

Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan

229

Lampiran 47 Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan pembenihan

Lampiran 48 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan

230

Lampiran 49 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap keuntungan pembenihan

Lampiran 50 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pembesaran

231

Lampiran 51 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap keuntungan pembesaran

Lampiran 52 Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap keuntungan pembesaran

232

Lampiran 53 Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap keuntungan pembesaran

Lampiran 54 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan pembesaran

233

Lampiran 55 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pascapanen

Lampiran 56

Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap keuntungan pascapanen

234

Lampiran 57 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap keuntungan pascapanen

Lampiran 58 Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap keuntungan pascapanen.

235

Lampiran 59 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap keuntungan pascapanen

236

Lampiran 60 Grafik perkembangan harga kerapu Hong Kong 2002 -2006

Perkembangan Harga Kerapu Hongkong 2002-2006


400 350 300
Giant Grouper Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya

HK $

250 200 150 100 50 0


02 M ar M ei Ju l Se p J a No n_ v 20 03 M ar M ei Ju l Se p J a No n_ v 20 04 M ar M ei Ju l Se p J a No n_ v 20 05 M ar M ei Ju l Se p J a No n_ v 20 06 M ar M ei 20 Ja n_

Bulan
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (Diolah)

Вам также может понравиться