Вы находитесь на странице: 1из 14

FOTOGRAMETRI UNTUK TAPAL BATAS REPUBLIK INDONESIA

Disusun Oleh : Febrian Catur W. S. 11/319040/TK/38177

JURUSAN TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat propinsi dan 15 kabupaten/ kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan dimasa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Sebagai wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika sehingga pembangunan dan masyarakatnya pada umumnya miskin dan banyak yang berorientasi kepada negara tetangga. Di lain pihak, salah satu negara tetangga yaitu Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya.

Kesenjangan yang terjadi di kawasan perbatasan tersebut sering kali membuat masyarakat yang berada disana lebih memilih untuk bepergian ke negara tetangga. Sarana transportasi, pendidikan, informasi dan teknologi sering kali mereka dapatkan dari negara tetangga tersebut terutama untuk masyarakat perbatasan. Dalam makalah ini penulis memilih judul FOTOGRAMETRI UNTUK TAPAL BATAS REPUBLIK INDONESIA karena kurangnya pemerintah untuk membuat perjanjian ulang dalam bentuk pembuatan peta baru dengan negara tetangga secara berkala untuk meminimalisir terjadinya sengketa tapal batas negara. Pembuatan peta-peta perbatasan baru yang dilakukan secara berkala akan sangat membantu berbagai pihak. Baik bagi militer untuk pengamanan batas negara maupun bagi para investor dan pemerintah daerah untuk mengeksplorasi sumber daya yang terdapat pada daerah perbatasan tersebut. Fotogrametri dalam hal ini membantu bagi para surveyor, dalam hal ini Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Republik Indonesia (BAKOSURTANAL), sebagai metode memperoleh data untuk pembuatan peta perbatasan.

BAB II VISI DAN MISI

2.1 Visi dan Misi Universitas Gadjah Mada 2.1.1 Visi Menjadi universitas riset kelas dunia yang unggul, mandiri, bermartabat, dan dengan dijiwai Pancasila mengabdi kepada kepentingan dan kemakmuran bangsa. 2.1.2 Misi 1. Misi Umum :
o

Melaksanakan pembelajaran dan pengabdian berbasis riset.

2. Misi Khusus :
o

Meningkatkan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berkelas dunia, beridentitas kerakyatan serta membangun sosio-budaya Indonesia.

Menuntaskan transisi UGM menjadi universitas yang mandiri dan mempunyai tata kelola yang baik (Good University Governance).

2.2 Visi dan Misi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2.2.1 Visi Fakultas Teknik UGM menjadi lembaga pendidikan tinggi teknik yang memiliki keunggulan dan bermartabat, berperan aktif dalam pengembangan, penerapan ilmu pengetahuan dan teknik, serta berintegritas tinggi, berbudaya, dan berasaskan Pancasila. 2.2.2 Misi a. Menyelenggarakan proses pembelajaran yang memiliki keunggulan dan bermartabat di bidang ilmu pengetahuan dan teknik, untuk

pengembangan manusia seutuhnya.

b. Mengembangkan, menyebarluaskan dan melestarikan ilmu pengetahuan dan teknik, yang diakui secara internasional. c. Melakukan dan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan menerapkan teknologi berbasis riset yang berlandaskan pada budaya bangsa Indonesia. d. Mengembangkan kerjasama yang luas dengan lembaga pendidikan tinggi dan lembaga lain di dalam dan di luar negeri.

2.3 Pandangan Penulis Sejalan dengan visi dan misi dari Universitas Gadjah Mada dan Fakultas Teknik, penulis memiliki anggapan bahwa mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah wajib hukumnya untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa. Pembuatan peta perbatasan dengan menggunakan metode fotogrametri adalah suatu perwujudan untuk turut serta tercapainya cita cita bangsa sesuai yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 dalam bidang Teknik Geodesi dan Geomatika. Melaksanakan yang terbaik untuk bangsa dengan dijiwai Pancasila, mengabdi kepada kepentingan serta kemakmuran bangsa akan membawa kita menjadi Bangsa Indonesia yang seutuhnya.

BAB III FOTOGRAMETRI

3.1 Sejarah Singkat Sejarah fotogrametri sebagai sains diawali jauh sebelum ditemukan fotografi. Diantaranya Aristhoteles pada tahun 350 SM yang menemukan sistem pemroyeksian citra secara optis. Dr. Brook Taylor dan J.H. Lambert memperkenalkan prinsip perspektif untuk pembuatan peta. Dalam perkembangan kamera dan fotografi, ada sejumlah nama lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Fotogrametri dengan penggunaan foto udaranya secara praktis

oleh Louis Daguerre asal Paris, Perancis tahun 1839 dengan proses fotografik secara langsung. Seorang Perancis lainnya yakni Colonel Aime Laussedat pada tahun 1849 menggunakan foto udara untuk pemetaan topografi yang kemudian dikenal sebagai bapak fotogrametri. Waktu itu, pemotretan dilakukan dengan wahana balon udara dan layang-layang besar. Penemuan pesawat udara oleh Wright bersaudara pada

tahun 1902 membawa fotogrametri udara menjadi modern saat itu. Untuk aplikasi pembuatan peta topografi pemotretan dengan pesawat udara dilakukan untuk pertama kalinya adalah pada tahun 1913.

2.2 Definisi Fotogrametri berasal dari kata Yunani yakni dari kata photos yang berarti sinar, gramma yang berarti sesuatu yang tergambar atau ditulis, dan metron yang berarti mengukur. Oleh karena itu fotogrametri berarti pengukuran scara grafik dengan menggunakan sinar. (Thompson, 1980 dalam Sutanto, 1983). Dalam manual fotografi edisi lama, fotogrametri didefinisikan sebagi ilmu atau seni untuk memperoleh ukuran terpercaya dengan mengguanakan foto. Di dalam manual edisi ketiga, definisi fotogrametri dilengkapi dengan menambahkan interpretasi foto udara kedalamnya dengan fungsi yang hampir sama kedudukannya dengan penyadapan ukuran dari foto. Setelah edisi ketiga

pada tahun 1996, definisi fotogrametri diperluas lagi hingga meliputi penginderaan jauh. (Sutanto, 1983). Sehingga dapat disimpilkan bahwa Fotogrametri adalah suatu seni, ilmu, dan teknik untuk memperoleh data-data tentang objek fisik dan keadaan di permukaan bumi melalui proses perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik. Citra fotografik adalah foto udara yang diperoleh dari pemotretan udara yang menggunakan pesawat terbang atau wahana terbang lainnya. Dalam kajian fotogrametri dimaksud di sini adalah fotogrametri dalam arti terbatas yaitu : fotogrametri sebagai dasar untuk interpretasi foto udara vertical karena foto udara vertical merupakan foto yang terbanyak digunakan dalam interpretasi foto udara. Foto udara vertical dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap bidang referensi yaitu bidang datar yang merupakan ketinggian rata-rata daerah yang dipotret, atau daerah yang sempit dengan arah grafitasi. Azas fotogrametri penting bagi penafsir foto, karena merupakan dasar untuk kuantifikasi kenampakan medan hasil interpretasi dalam kaitannya dengan lokasi dan bentangannya. Proses kuantisasi ini penting karena perhatian penafsir pada apa yang terdapat pada citra hampir selalu disertai dengan memperhatikan dimana kedudukan obyek yang diamati tersebut dilapangan dan bagaimana bentangan arealnya. Prosedur analisis fotogrametri dapat berkisar dari mengukur jarak dan elevasi kurang teliti dengan menggunakan alat yang relatif kurang canggih dan memanfaatkan konsep geometrik yang sederhana hingga menghasilkan peta, hingga perolehan ukuran dan peta yang sangat tepat dengan menggunakan alat yang canggih dan dengan teknik perhitungan yang rumit. Walaupun sebagian besar terapan fotogrametri berhubungan dengan fotoudara, tetapi foto terestrial (dipotret dengan kamera dari muka bumi) juga dapat digunakan. Penggunaan teknik fotogrametri terestrial berkisar dari perekam secara tepat pemandangan kecelakaan mobil hingga pemetaan tubuh manusia dalam bidang kedokteran. Penginderaan jauh sistem fotogrametri adalah sistem perekaman objek yang didasarkan pantulan. Semakin besar pantulan tenaga dari objek maka rona yang tergambar akan cerah, dan sebaliknya semakin kecil pantulan objek rona yang terbentuk akan gelap. Karena itu objek yang tegak lurus dengan sumbu

kamera berpantulan tinggi, rona yang tergambar akan cerah dibandingkan dengan objek yang jauh dari sumbu kamera. Sehubungan dengan sumbu kamera yang tegak lurus, maka ukuran objek yang lebih sesuai dan akurat adalah objek yang tegak lurus. Artinya semakin jauh dari sumbu tegak lurus dengan kamera, maka kesalahan ukuran makin besar. Oleh karena itu semakin jauh dari titik tembus suatu kamera (titik prinsipal) skala semakin kecil dan kesalahan (distorsi) pada foto udara bersifat radial. Kedudukan sumbu kamera mempengaruhi skala, karena bila sumbu kamera tidak tegak lurus, maka jarak medan yang sama akan mempunyai perbedaan jarak pada foto udara. Panjang fokus merupakan perbandingan antara ketinggian objek dengan wahana. Sumbu kamera berkaitan dengan sumbu liputan, semakin panjang fokus kamera, maka sudut liputan semakin kecil. Artinya lahan yang terliput semakin sempit dan sebaliknya. Sudut liputan mempengaruhi skala dan kerincian objek yang direkam, karena semakin kecil sudutnya liputan lahan semakin kecil, tetapi kemampuan mendeteksi objek semakin besar. Ilmu yang berhubungan dengan Fotogrametri disini adalah

Penginderaan Jauh. Penginderaan Jauh adalah ilmu, teknologi, dan seni dalam memperoleh informasi mengenai objek atau fenomena di permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji, melainkan melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan energi yang berasal dari gelombang elektromagnetik dan mewujudkan hasil perekaman tersebut dalam bentuk citra. Fotogrametri adalah salah satu (dari dua) teknik Penginderaan Jauh. Hubungan antara Geografi dan Fotogrametri tidak berehenti sampai situ saja. Sebagaimana kita ketahui bahwa Geografi mencakup analisis tentang gejala alam dan manusia. Untunk menganalisis, sebelumnya diperlukan informasi yang banyak mengenai daerah atau objek yang akan dikaji (dianalisis). Untuk mendapatkan informasi-informasi itu, geograf membutuhkan gambaran mengenai objek tersebut yang didapatkan dari hasil Penginderaan Jauh, baik berupa citra satelit maupun citra foto, hasil dari Fotogrametri. Dalam segi informasi, citra foto dari hasil Fotogrametri memiliki keunggulan yaitu dapat melihat kenampakan suatu objek secara tiga dimensi dengan fotostereo, dengan syarat daerah yang akan dikaji saling bertampalan

searah jalur terbang (overlap) dan antar jalur terbang (sidelap). Hal ini memudahkan para geograf untuk menganalisis suatu daerah dan dapat mengumpulkan informasi dari hasil citra foto tersebut. Dari uraian-uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Geografi sebagai induk dari ilmu Fotogrametri. Salah satu dasar dari ilmu Fotogrametri adalah Ilmu Geografi, yang membuat kedua ilmu tersebut berkaitan erat. Kemudian, dapat dikatakan juga bahwa Geografi bergantung pada Fotogrametri dalam hal pengumpulan informasi suatu fenomena atau objek. Fotogrametri menghasilkan produk yang oleh para geograf dapat diolah dan dikaji, dan nantinya akan menghasilkan informasi yang bisa saja lebih memperkaya dan memperluas ilmu Geografi itu sendiri. Menurut Paine (1993), stereoskopi adalah ilmu pengetahuan tentang stereoskop yang menguraikan penggunaan penglihatan binocular untuk

mendapatkan efek 3 dimensi (3D). Penglihatan stereoskopi memungkinkan kita untuk melihat suatu obyek secara simultan dari dua perspektif yang berbeda, seperti dua foto udara yang diambil dari kedudukan kamera yang berbeda, untuk memperoleh kesan mental suatu model tiga dimensi. Perwujudan penglihatan stereoskopis meliputi azas-azas mekanis maupun fisiologis. Pandangan mata normal manusia sebenarnya secara alamiah dapat merekam obyek secara stereoskopik. Hanya saja sering kali kita tidak memperhatikan kemampuan tersebut. Juga tidak semua manusia dapat melakukannya, terutama bagi mereka yang kemampuan matanya tidak seimbang. Kesan kedalaman atau depth perception dalam stereoskopi terjadi karena titik titik yang terletak pada elevasi elevasi yang berbeda telah mengalami pergeseran secara topografis dengan besaran dan arah yang berbeda pada foto-foto yang berurutan. Selisih didalam pergeseran disebut paralaks mutlak. Menurut Paine, paralaks mutlak dalah selisih aljabar, diukur sejajar garis terbang (sumbu x) dan sumbu-sumbu y yang berkaitan untuk dua gambar dari suatu titik pada sepasang foto udara yang stereoskopis. Untuk mengetahui besarnya paralaks mutlak dapat dilakukan dengan meletakkan jalur terbang pada foto. Sumbu x dari suatu titik adalah sejajar dengan arah jalur terbang. Setiap jalur terbang menjadi titik tengah dari foto-foto yang dihasilkan. Karena tampalan depan foto udara minimal 50%, maka setiap titik tengah foto udara akan terganbar pada foto berikutnya sebagai titi pindahan.

Dengan menarik suatu garis dari titik tengah foto ke titik tengah pindahan berarti jalur terbang telah ditetapkan.

2.3 Manfaat Produk dari fotogrametri digunakan oleh berbagai disiplin ilmu keteknikan yang didalam kegiatannya berkaitan dengan lahan atau permukaan bumi. Berdasarkan keperluannya, maka fotogrametri dapat digunakan pada tahap tahap seperti : y y y y y Perencanaan, Perancangan, Implementasi atau konstruki, Operasional atau pengelolaan, serta Pemeliharaannya.

Sedang pemanfaatannya dalam Sistem Informasi Geografi (SIG), fotogrametri merupakan salah satu cara untuk memperoleh data (data acquisition) yakni satu dari lima elemen SIG.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Sengketa Perbatasan Belakangan ini sering kali dijumpai berita di berbagai media massa yang mengabarkan tentang sengketa tapal batas negara Indonesia dengan beberapa negara tetangga. Bahkan, beberapa tahun yang lalu bangsa kita sempat kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia setelah Bangsa Indonesia kalah dalam peradilan di Mahkamah Internasional. Berita yang masih sangat hangat tentang sengketa perbatasan adalah bergesernya patok batas negara Indonesia dan Malaysia nomor A104 di Kampung Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Lemahnya perhatian pemerintah pada daerah perbatasan menyebabkan banyak dari masyarakat disana yang lebih memiliki perhatian terhadap negara tetangga. Banyak sektor yang terbengkalai seperti sektor pendidikan, kesehatan, transportasi bahkan masalah sumber daya energi seperti listrik. Banyak dari masyarakat perbatasan yang lebih memilih untuk bekerja dan bersekolah di negara tetangga. Selain minimnya fasilitas, keberadaan mereka pun sulit untuk dijangkau. Agar dapat mencapai desa perbatasan, kita harus berjuang keras untuk dapat melewati jalan yang terbuat dari tanah liat yang menjadi lumpur bila musim penghujan tiba. Bila menginginkan jalur yang lebih cepat dapat menggunakan transportasi air dengan menyusuri sungai tetapi membutuhkan lebih banyak uang untuk menyewa perahu.

4.2 Fotogrametri untuk Pemetaan Luasnya bentang alam Indonesia menjadi hal yang tidak mudah untuk memetakannya di atas kertas. Indonesia memiliki ribuan pulau dengan puluhan ribu kilometer garis pantai. Dan Indonesia juga memiliki banyak lulusan strata 1 di bidang Teknik Geodesi dan Geomatika. Oleh karena itu, penulis menganggap metode fotogrametri tepat untuk memetakan daerah perbatasan Indonesia.

Di sisi lain, fotogrametri memiliki hasil yang tepat dan akurat bila dibandingkan dengan metode atau cara lain. Fotogrametri dapat digunakan di berbagai medan lapangan baik laut maupun dataran tinggi, hal tersebut tentunya sangat cocok dengan keadaan topografi Indonesia yang memiliki banyak hutan, laut, dan dataran tinggi. Peninjauan ulang setiap tapal batas harus dilakukan setiap beberapa tahun sekali untuk meminimalisir berubahnya tapal batas. Fotogrametri tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan secara berkala dan lebih hemat secara ekonomi. Selain untuk meminimalisir tapal batas yang berubah karena kondisi alam, peninjauan ulang secara berkala ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi dari tapal batas tersebut apakah masih laik atau tidak.

BAB V PENUTUP

5.1 Analisis dari Sudut Pandang Pancasila Permasalahan atau konflik tentang daerah perbatasan Indonesia dengan beberapa negara tetangga sering terjadi, bahkan belakangan ini santer sekali terdengar. Indonesia memiliki negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste dan Papua Nugini. Sebagai contoh konflik sengketa perbatasan yang sering terjadi dengan Indonesia adalah Malaysia. Sudah berulang kali terjadi sengketa perbatasan antara kedua negara satu rumpun ini. Sudah seharusnya pemerintah Republik Indonesia mengusahakan segala cara demi terwujudnya keamanan dan perdamaian bagi seluruh masyarakat Indonesia seperti yang tertuang dalam Pancasila sila ke-5 yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 5.2 Kesimpulan Setelah menyusun makalah ini Penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu : a. Pemerintah kurang cepat tanggap dalam penanganan masalah perbatasan negara dengan berbagai negara tetangga. Sering kali kita kecolongan terhadap batas-batas negara kita. b. Banyak masyarakat di daerah perbatasan yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Mulai dari sarana dan prasarana umum yang tidak memadai hingga pendidikan yang seperti seadanya. c. Pemerintah kurang rutin melaksanakan peninjauan ulang terhadap setiap tapal batas di berbagai wilayah perbatasan Indonesia. Penulis berharap agar keutamaan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi salah satu prioritas utama pemerintah. Masyarakat Indonesia memiliki harapan yang besar terhadap pemerintah. Jangan sampai ada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang direbut oleh bangsa lain dengan alasan apapun.

DAFTAR PUSTAKA

http:/www.google.com/ http:/www.ugm.ac.id/ http:/www.ft.ugm.ac.id/

Вам также может понравиться