Вы находитесь на странице: 1из 29

PERSIAPAN MENUJU RUMAH TANGGA

Oleh : MAHDI WAHAB, S.Ag

A. PENDAHULUAN Nikah atau perkawinan merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw. Beliau selalu menganjurkan kepada umatnya agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan mempunyai kamampuan untuk itu Anjuran Rasulullah itu mengandung fadhilah yang sangat besar bagi kehidupan manusia sebagaimana tujuan perkawinan itu sendiri mencari ketenangan hidup bersama suami istri dalam rumah tangga. Terciptanya rumah tangga itu karena adanya perkawinan yang dilakukan oleh calon suami dan calon istri yang keduanya ingin hidup bersama dalam satu atap dan satu cita-cita dengan memegang peranan dan tanggung jawab menurut posisi dan fitrahnya masing-masing menuju kebahagiaan lahir dan bathin. Bagaimana caranya agar suami istri berhasil membangun rumah tangga bahagia sehingga bisa mendukung upaya untuk lebih meningkatkan ketaqwaan keduanya kepada Allah SWT ? Apa saja yang haus di persiapkan sebelum memasuki dunia keluarga/ rumah tangga ? Untuk itu pembahasan kali ini akan menguraikan tentang persiapan dalam menuju rumah tangga. B. MEMAHAMI MAKNA BERKELUARGA 1. Pengertian Berkeluarga Hidup berkeluarga dalam pandangan Islam adalah sebuah kehidupan sepasang anak manusia yang diikat dengan ikatan suci berupa pernikahan yang akad dan syarat-syaratnya telah ditentukan dalam syariat. Yang perlu dicatat oleh masing-masing mempelai adalah bahwa hidup bekeluarga merupakan kehidupan yang teramat suci dan sacral. Ia bukan ajang uji coba yang suatu saat bias diakhiri semaunya atau diulang dengan pasangan lainnya. Persiapan mental merupakan perkara pokok yang harus dimiliki oleh masing-masing sebelum mereka menuju kearah tersebut. Karena kehidupan yang dilewati setelah bekeluarga sungguh sangat berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Masing-masing bukan lagi menjadi dirinya sendiri yang tidak peduli dengan urusan orang lain, namun ia menjadi bagian dari anggota masyarakat yang terikat dengan aturan-aturan yang berlaku. Bahkan

lebih dari itu, pihak laki-laki telah menjadi seorang suami yang bertanggung jawab penuh terhadap istrinya. Jika keduanya telah dikaruniai seorang anak, maka ia tak lagi sekedar menjadi sorang suami/ istri, namun juga telah menjadi bapak/ibu bagi anak-anaknya. Yang jelas setelah menikah masing-masing pasangan akan menjalani kehidupan yang sangat berbeda dengan masa sebelumnya, diantara perkaraperkara pokok yang harus dimengerti oleh keduanya adalah sebagai berikut: a. Masing-masing dituntut untuk bersikap mandiri dalam segala aspek kehidupan, mulai dari mencari penghidupan, mencukupi kebutuhan sehari-hari, menyelesaikan problem dan persoalan, menghadapi masalah dan menyelesaikantugas-tugas harian. b. Seorang suami dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan istrinya, baik berupa nafkah lahir maupun batin. c. Seorang suami dituntut untuk bias membimbing istrinya dalam berbakti kepada dirinya dan mertuanya, membantunya di dalam beribadah dan membimbing ke jalan yang benar. d. Seorang suami harus mampu menjadikan keluarganya tali penghubung dan mempersaudarakan kedua belah pihak keluarga besar dari pihak suami dan istri. e. Seorang istri dituntut untuk memberikan secara utuh kebaktiannya kepada suami, melayaninya kapanpun dia minta. Pada prinsipnya bahwa seorang istri harus mendahulukan kepentingan suaminya di atas manusia lainnya, meski kedua orang tuanya. f. Keduanya dituntut untuk dapat berbaur dengan kehidupan masyarakat setempat dimana mereka tinggal. Dan keberhasilan seorang suami dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya sangat terkaik erat dengan dukungan seorang istri dan bantuannya. g. Masing-masing dituntut untuk sabar dalam setiap perbedaan yang muncul dari keduanya. h. Masing-masing juga dituntut untuk mampu tampil sebagai pendidik yang baik terhadap anak-anaknya, memberi tarbiyah shalihah dan ilmu yang benar serta pemahaman yang shalih kepada mereka. Berkeluarga bisa juga bermakna upaya melindungi kehormatan seseorang dari melakukan hal-hal yang diharamkan oleh agama. Ia juga bisa

bermakna sebagai sarana meningkatkan keimanan seseorang, memperbanyak ibadah dan menghindari kemaksiatan. Berkeluarga juga bias berperan sebagai sarana meningkatkan ekonomi seseorang, mengembangkan bakat yang tersimpan dan memanfaatkan sumber daya manusia yang masih terpendam. Dalam banyak kenyataan, banyak orang yang semasa lajangnya tidak memiliki penghasilan yang mapan, namun setelah menikah ia banyak menemukan kemudahan dalam mencari sumber penghidupan. Itu merupakan salah satu janji Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga golongan yang berhak untuk mendapatkan pertolongan Allah, yaitu: Orang yang berjuang di jalan Allah (berjihad), seseorang menikah dengan tujuan untuk menjaga kesucian dirinya, dan seorang budak yang ingin menebus dirinya. (HR. Tarmidzi, Al Hakim dan Daruquthni). Berkeluarga juga merupakan ikatan kerja sama antara suami dan istri untuk senantiasa tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, dalam mencari penghidupan dan beribadah kepada Allah, dalam mendidik anak-anaknya dan mengarahkan mereka pada kebaikan, juga dalam menjaga hubungan silaturahmi dengan masing-masing familinya dan bekerja sama dalam menyelesaikan setiap masalah dan persoalan yang dihadapi keduanya. Itulah gambaran tentang hakikat hidup berkeluarga. 2. Hukum dan Anjuran hidup berkeluarga Para ulama memberi penjelasan yang ia hadapi. Namun secara umum bahwa Rasulullah SAW sangat mrnganjurkan kepada setiap umatnya untuk bersegera hidup berumah tangga. Beliau bersabda, yang artinya : Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu akan beban nikah, maka hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu dapat menahan pandangan mata dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu (menikah) maka hendaklah ia (memperbanyak)shiyam, sesungguhnya shiyam itu akan menjadi penahan nafsu baginya. (HR. Al Jamaah) Para ulama memberi penjelasan tentang hukum menikah sebagai berikut: a. Pada dasarnya menikah adalah jaiz (boleh) b. Hukum menikah bisa menjadi sunnah, yaitu bagi pemuda yang telah memiliki kesanggupan dan kecukupan untuk berkeluarga sekalipun ia masih sanggup menahan hasrat biologisnya. tentang berbedanya hukum berkeluarga bagi masing-masing orang, sesuai dengan kondisi dan keadaan

c. Nikah bias menjadi wajib bagi seseorang yang telah mampu untuk memnuhi kebutuhan lahir dan batin, dan dikhawatirkan terjerumus pada perbuatan yang diharamkan jika ia tetap membujang. d. Nikah juga bias dihukumi makruh, yaitu bagi mereka yang memang belum mampu untuk menanggung kebutuhan hidup berkeluarga, belum mampu memenuhi kebutuhan lahir batin, sedang dirinya tidak dikhawatirkan terjerumus pada perbuatan haram. Dalam kondisi demikian, hendaknya ia selalu memperbanyak ibadah shiyam sebagai benteng yang akan mengendalikan syahwatnya. e. Hukum nikah bisa menjadi haram, yaitu manakala seseorang berniat untuk menyakiti calon istrinya, menguras harta kekayaannya, tidak berkeinginan membangun rumah tangga, namun hanya semata-mata untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Yang jelas secara ghalib bahwa menikah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan dan ditekankan oleh Islam kepada setiap umatnya. Allah berfirman :

...
Maka nikahilah perempuan yang menyenangkan hatimu.(QS.An Nisa :3) Allah juga memerintahkan kepada majikan dan pemimpin yang mengayomi bawahannya untuk menikahkan siapa saja diantara mereka yang masih sendirian dan belum menikah, baik karena alasan malu ataupun karena belum mampu, sementara keinginan kearah sana kian menggebu. Allah berfirman :


Dan kawinilah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orangorang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberianNya) lagi maha mengetahui. (QS. An Nuur :32) Rasulullah bersabda :

Nikah itu sunnahku, maka barang siapa yang benci sunnahku berarti dia bukan golonganku. (HR. Bukhari dan Muslim) 3. Tujuan dan Hikmah Berkeluarga Secara umum, tujuan dari pernikahan dan hidup berumah tangga yang disyariatkan Islam memiliki enam tujuan pokok sebagaimana yang tertuang dalam point-point berikut : a. Tujuan Biologis Aspek ini lebih banyak mendasari setiap keinginan seseorang untuk menikah bahkan factor ini yang paling banyak mendapat stressing dari Rasulullah saw.agar setiap pemuda yang telah mampu untuk bersegera menikah. Sesungguhnya hasrat seksual merupakan kebutuhan fitrah setiap manusia yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sikap mengabaikan urusan yang satu ini ahan berakibat fatakl bagi seseorang, yang dampaknya tidak hanya dirasakan oelh yang bersangkutan namun juga bagi selainnya. Itulah makna sabda Nabi SAW yang artinya : Sesungguhnya nikah itu lebih dapat menjaga pandangan dan lebih mampu melindungi kemaluan. (HR. Al Jamaah) b. Tujuan Religius Faktor ini merupakan penentu bagi nilai pernikahan seseorang. Nilai rumah tangga sesorang sangat ditentukan oleh motif menegakkan nilai-nilai agama dalam rumah tangganya. Islam menganggap bahwa seseorang yang telah menikah berarti telah menyempurnakan sebagian besar agamanya, selanjutnya ia diperintahkan untuk berhati-hati dalam menyempurnakan bagian lainnya. Sesungguhnya amalan tersebut banyak amalan-amalan dimiliki bagi ibadah mereka yang yang dapat belum diperoleh bagi sesorang yang telah berumah tangga, dimana amalanmustahil menikah/berkeluarga. Mulai dari memberi nafkah, mencarinya dengan jalan yang halal, mendidik anak-anaknya, bercumbu dan bergurau dengan sang istri, membantu pekerjaan rumah tangga, bahkan didalam hubungan intim dengan sang istri juga merupakan pahalanya. Dengan demikian seseorang yang sama sekali tidak memiliki motif agama dalam pernikahannya, rusaklah nilai rumah tangganya, hancurlah sendi-sendi pokok pernikahannya, dan pernikahannya akan jauh dari berkah. Rasulullah saw. bersabda yang artinya : ibadah yang sangat agung

Barang siapa yang menikahi wanita karena kemuliaannya semata, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain kehinaan. Barang siapa yang menikahi wanita karena hartanya semata, niscaya Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain kehinaan. Brang siapa yang menikahi wanita karena nasabnya semata, maka Allah tidak akan menambahkan sesuatu kepadanya selain kerendahan.dan barang siapa yang menikahi wanita semata-mata untuk menundukkan pandangan matanya dan menjaga kehormatannya atau untuk menyambung tali silaturrahmi, niscaya Allah akan memberkati pernikahannya dan memberkahi wanita tersebut dalam perkawinannya dengan suami yang memilihnua. (HR. Abu Daud dan An Nasai) c. Tujuan Psikologis Perbedaan yang menyolok akan tampak dari seseorang yang telah berkeluarga. Jika sebelumnya ia selalu tergantung kepada kedua orang tuanya, maka kini ia harus bersikap dewasa dan mandiri dalam menentukan setiap keputusan yang diinginkan. Jika sebelumnya ia sering menyerah dan pasrah pada setiap problem dan persoalan yang dihadapinya, kini ia harus menyelesaikan semuanya sendiri. Kedewasaan seseorang akan semakin kelihatan manakala ia berhadapan dengan berbagai persoalan keluarga yang demikian kompleks, mulai dari memberi nafkah kepada keluarganya, melindungi mereka dengan menyediakan segala sarana dan fasilitas yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup mereka, mengajari mereka untuk mengerti kebaikan dan banyak lagi tugas yang harus dipikul bagi mereka yang telah berkeluarga. Karena seseorang yang telah berkeluarga bukan lagi sekedar menjadi suami bagi istrinya (atau sebaliknya), namun juga menjadi ayah bagi anak-anaknya. Lebih dari itu seseorang yang telah menikah telah menjadi bagian dari sebuah masyarakat yang dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. d. Tujuan Ekonomis Hal itu sebagimana yang digambarkan Rasulullah saw yang artinya: Menikahlah dengan wanita, sesungguhnya wanita akan mendatangkan rizki (HR. Abu Daud) Merupakan gambaran lazim terjadi jika seseorang yang masih lajang cenderung untuk santai dan merasa bebas, karena mereka belum memiliki tanggung jawab dan beban sebagaimana mereka yang telah

menikah. Pada akhirnya mereka tidak begitu serius dalam mencari nafkah, bahkan cenderung mengantungkan kepada orang lain (orang tuanya). Mereka cenderung bersikap santai, dan tidak sedikit yang umurnya telah melewati masa baligh (25 tahu-an) masih tetap tergantung kepada kedua orang tuanya, baik karena alasan masih sekolah atau belum mendapatkan pekerjaan atau lasan lainnya. Hal ini amat berbeda dengan mereka yang telah mempunyai tanggungan manusia lainya, dalam hal ini adalah anak dan istri yang sudah sewajarnya menggantungkan penghasilan untuk hidupnya dari suami. Seorang suami yang bijak dan bertanggung jawab tidak akan berpangku tangan seraya mengandalkan hidupnya dari kedua orang tuanya atau mertuanya, atau bahkan istrinya sendiri. Namun ia akan terdorong untuk menghidupi keluarganya dengan mandiri, bekerja keras mencari nafkah dan menjauhkan diri dari sikap meminta-minta. Dalam sejarah tidak pernah ditemukan seorang yang masih lajang memiliki harta kekayaan melebihi yang dimiliki oleh mereka yang berkeluarga. Yang perlu diingat oleh mereka yang belum menikah adalah apa yang dijanjikan Allah kepada mereka :

Jika mereka fakir, niscaya Allah akan memberikan kecukupan kepada


mereka dengan karunia-Nya.... (QS. An Nuur:32) e. Tujuan Politis Pada dasarnya setiap manusia memiliki program, rencana dan sasaran dari setiap aktivitas yang ia akan lakukan. Demikian pula jika seseorang menjalani kehidupan berumah tangga. Setiap program dan rencana itu pasti memiliki nilai taktik dan politik sekecil apapun. Demikian pula yang terjadi dalam rumah tangga. Tidak ada hubungan manusia yang lebih kuat ikatannya dan lebih intim jalinannya melebihi ikatan pernikahan. Tidak ada yang lebih merasa berhak untuk menjaga amanat sang suami melebihi istrinya, demikian pula tidak ada yang lebih bertanggung jawab atas apa yang menimpa istrinya kecuali sang suami. Juga apa yang terjadi pada anak-anak adalah tanggung jawab kedua orang tuanya. Jika seorang suami dan istri telah memiliki keturunan, maka tujuan politis ini akan semakin nampak. Ia akan berfikir untuk mendidik

dan menyekolahkan anaknya, sejak dari TK sampai pada perguruan tinggi. Tujuannya muda ditebak : yaitu agar anak tersebut berbakti kepada kedua orang tuanya, bisa membantu kedua orang tuanya dengan ilmu yang telah dimilikinya,dapat menggantikan kedudukan orang tuanya jika telah lanjut usia, bisa membantu kedua orang tuanya dan meringankan biaya adik-adiknya, dan banyak lagi target dan sasaran yang diinginkan orang tua dalam mendidik anaknya yang semua itu merupakan bagian dari politik praktis. Jika orang tua tersebut adalah orang mukmin, maka ia akan mengarahkan anaknya dengan pendidikan yang benar dan mengajarkan kepada mereka arti dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Yang paling tampak dari semua ini adalahbahwa setiap oarang tua sangat berharap memiliki anak yang shalihah yang kelak selalu berbakti kepada orang tuanya terkhusus disaat mereka telah lanjut usia. Karena dengan keberadaan anak-anak yang shalih itulah orang tua akan senantiasa mendapatkan bagian pahala dari setiap amal shalih dan doa yang diperbuat oleh anaknya. Keberhasilan seseorang didalam karirnya baik yang bersifat duniawi maupunukhrawi juga tidak terlepas dari peran seorang istri. Hampir setiap oarang yang sukses dalam segala bidang tidak pernah lepas dari peran dan bantuan sang istri. Dengan demikian keluarga merupakan sarana politik praktis yang sangat berperan bagi sukses dan gagalnya seseorang. f. Tujuan Sosial Artinya bahwa seseorang akan diakui sebagai bagian yang utuh dari sebuah masyarakat manakala ia telah berumah tangga. Karena pada dasarnya yang disebut dengan sebuah masyarakat adalah berkumpulnya sebuah masyarakat pada sebuah tempat yang terikat dengan aturan-aturan tertentu. Bukan berarti bahwa seseorang yang masih lajang tidak dapat disebut sebagai bagian dari masyarakat, namun jabatan keluarga lebih identik ditujukan kepada mereka yang telah bekeluarga. Maka perkawinan dikatakan memiliki tujuan sosial dikarenakan bahwa struktur masyarakat itu terdiri dari beberapa keluarga., dimana mereka berkumpul untuk membuat sekian tujuan dan target demi kelangsungan hidup masyarakat tersebut.

Secara global, itulah tujuan dari pernikahan dan hidup berkeluarga. Sekalipun demikian, disa masih terdapat beberapa tujuan lain yang bersifat cabang, seperti: untuk memperbanyak keturunan yang dengan itu jumlah kaum muslimin semakin bertambah, untuk mengembangkan dakwah, untuk memperkuat tali persaudaraan dll. Adapun beberapa hikmah dari hidup berkeluarga adalah : a. Dengan berkeluarga, maka nilai ibadah seseorang akan semakin sempurna. Yang dimaksud dengan kalimat di atas adalah bahwa separoh dari nilai ibadah tersebut adalah didalam berkeluarga. Dimana seseorang jika belum berkeluarga mustahil akan dapat menyempurnakan seluruh ibadahnya. b. Pernikahan akan menjadikan seseorang merasakan ketentraman, hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah dalam kitab-Nya :


Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram bersamanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum :21) c. Tersalurnya hasrat seksual dengan baik dan benar, yang dengannya fitrah manusia akan selalu terjaga dan terhindar dari kehancuran. Islam tidak pernah memberi rukshah bagi seorangpun untuk menumpahkan gejolak nafsu birahinya atau budak wanita yang dimilikinya. d. Dengan menikah, kehormatan seseorang akan lebih mudah terjaga, karena ia dapat menyalurkan hasrat seksualnya dengan jalan baik dan halal. e. Dengan hidup berkeluarga, seseorang dapat memiliki keturunan yang sah, yang dengannya akan lahirlah generasi-generasi umat yang shalih. Sesungguhnya keberadaan anak-anak yang shalih, cerdas, lurus jalur nasab dan keturunannya merupakan sesuatu yang amat diharapkan oleh

setiap manusia. Untuk mewujudkan semua itutak ada jalan lain kecuali harus melalui jalan perkawinan yang sah. f. Hidup berkeluarga akan menjadikan kepribadian seseorang dewasa dan memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi. Secara psikis ia akan banyak merasakan perubahan dari masa lajangnya menuju kehidupan berkeluarga. Cara berfikirnya tak lagi dangkal dan serabutan, sikapnya tak lagi kekanak-kanakan, pandangannya luas kedepan,emosinya tak mudah terpancing oleh gangguan kecil, nafsunya tak mudah terbakar oleh sesuatu yang sepele, dan semangatnya untuk mencari penghasilan hidup semakin nyata dan riil, mengingat ia tak lagi mengurusi dirinya sendiri, namun juga keluarganya yang mrnjadi tanggung jawabnya. g. Berkeluarga merupakan salah satu sara untuk mencari rizki. Hal itu sebagaimana disinyalir dalam sebuah sabda Nabi SAW yang artinya: Menikahlah dengan perempuan, sesungguhnya perempuan itu mendatangkan rizki. (HR. Abu Daud) h. Dengan berkeluarga, maka jumlah saudara, famili dan kerabat akan bertambah banyak, in merupakan faktor kebahagiaan manusia. Keluarga besar istri juga menjadi milik suami, dan sebaliknya. Banyaknya saudara juga merupakan salah satu faktor penunjang banyaknya rizki. Sabda Rasulullah saw yang artinya: Barang siapa yang ingin diperluaskan rizkinya, maka sambunglah tali ikatan keluarga (silaturrahmi) (HR. Muslim) 4. Gambaran Global Tentang Rumah Tangga Islam Rumah tangga Islam merupakan rumah tangga yang di tegak di atas pilar-pilar ibadah, nilai-nilai keimanan, keutaman dan akhlah yang mulia, perilaku yang luhur dan kebaikan unsur-unsur sosial lainnya. Semua unsur tesebut berintekrasi dalam sebuah rumah tangga sehingga terciptanya suasana aman dan tentram, saling mengasihi dan menyayangi. Mereka berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam kebenaran, saling menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar. Rumah tangga Islam merupakan panutan dan teladan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Penghuninya merupakan hamba-hamba Allah yang selalu beribadah kepada-Nya, baik dalam keadaan suka maupun duka. Mereka merasa nyaman berada di dalamnyanya karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani.

Ia juga merupakan rumah tangga yang di dalamnya terdapat sakinah, mawaddah dan rahmah. Perasaan itu menyelimuti seluruh anggota keluarga. Mereka merasa angin surga di dalam rumah mereka, sehingga mereka benarbenar merasakan ketentraman batin dan ketenangan hati. Secara global, ada beberapa point pokok yang menunjukkan identitas sebuah rumah tangga muslim. Berikut ini rinciannya : a. rumah tangga tersebut hendaknya didirikan di atas dasar ibadah kepada Allah semata. Maksudnya sejak awal proses pemilihan jodoh, niat berkeluarga, pelaksanaan walimah, akad nikah semuanya hanya ditujukan semata-mata mengharap ridha Allah dalam rangka beribadah kepadaNya. Dengan demikian tidak ada pelanggaran terhadap hukum-hukum syariat di dalam pelaksanaan semua acara tersebut. b. Setiap anggota keluarga berfungsi sesuai dengan tugas dan kewajibanya masing-masing. Sang ayah berperan sebagai pencari nafkan dan bertanggung jawab atas kebutuhan hidup anak dan istrinya, ia juga bertanggung jawab atas pendidikan mereka, ia menjadi pemimpin rumah tangga tersebut dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada rumah tangganya. Sang istri berperan sebagai rabbatul bait (palayang rumah tangga), senantiasa mengikuti perintah sang suami selama tidak dalam kemaksiatan, ia juga berperan sebagai pendidik pertama bagi anakanaknya, tugas pokoknya adalah menjadi ibu rumah tangga. Seorang istri tidak dituntut untuk mencari penghasilan hidup sendiri selama sang suami masih mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia tak akan berubah profesi menjadi wanita karir yang konsekuensinya harus meninggalkan tugas pokoknya sebagai ibu rumah tangga. Demikian juga sang anak, kewajiban pokoknya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya, menuntut ilmu dan membantu pekerjaan orang tuanya sebatas yang mampu ia kerjakan. c. Rumah tangga tersebut harus terbebas dari segala pengaruh buruk, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Secara internal rumah tangga tersebut harus terdiri dari orang-orang shalih dan bertaqwa, bukan orang-orang yang gemar bermaksiat dan berbuat durhaka. Sedangkan secara eksternal rumah tangga tersebut harus bersih dari segala macam sarana perusak khususnya produk-produk barat yang bertujuan merusak kehidupan kaum muslimin. Rumah tangga tersebut bukan ditujukan untuk

memuaskan hawa nafsu, koran-koran dan majalah porno, kaset-kset film maupun lagu yang merusak, permainan-permainan papan semisal karambol, catur, remi, domino semuanya harus dienyahkan dari rumah tersebut. Dengan demikian anggota keluarga tersebut selamat dari berbagai pengaruh buruk yang timbul dari semua fasilitas tersebut. d. Adanya teladan anggota keluarga yang paling dewasa. Dalam hal ini adalah kedua orang tua, kakak yang paling besar dan anggota keluarga lainnya yang dianggap mampu menjadi teladan bagi yang lainnya. Seorang ayah tidak patut memerintahkan anaknya untuk mengaji dan menuntut ilmu agama, sementara ia membiarkan dirinya dalam kebodohan terhadap hukum-hukum syariat, atau seorang ayah yang menjadi mubaligh yang selalu berdaqwah kepada masyarakat setempat, sementara ia lupa kewajibannya untuk mendidik anak dan istrinya. Keteladanan dalam hal seperti ini sangat diperlukan, karena sang anak akan sangat mudah menilai orang tuanya. Sesungguhnya perintah dengan menunjukkan teladan yang baik lebih berguna bagi anak dari pada serangkaian kalimat perintah apalagi disertai ancaman- sementara oarang tua justru menunjukkan sikap yang sebaliknya dari apa yang dia ucapkan. e. Rumah tangga tersebut merupakan ladang subur bagi terlaksananya hukum-hukum dan norma Islam dalam setiap aspek kehidupannya. Bukan berarti bahwa rumah tersebut harus senantiasa terdengar di dalamnya bacaan murattal dari sebuah kaset, atau dindingnya dihiasi dengan kaligrafi ayat-ayat Al-Quran. Lebih dari itu setiap keluarga telah memahami konsekuansi dirinya sebagai seorang mukmin. Ketika azdan tanda panggilan shalat berkumandang, maka masing-masing anggota harus bersiap-siap untuk menegakkan shalat. Sang ayah dan anak laki-laki harus segera berangkat menuju masjid. Pekerjaan duniawi harus segera ditinggalkan. Sang ibu tidak boleh membiarkan anaknya tetap tidur atau masih bermain-main pada saat seperti itu, bahkan ia harus memaksa kewajahnya. f. Rumah yang sempit bukan alasan syari untuk tidak memberlakukan hijab, memisahkan antara anak laki-laki dan perempuan yang menginjak dewasa. Orang tua harus mensiasati agar norma-norma ini ditegakkan suaminya yang mungkin masih tertidur pulas, membangunkannya, bahkan kalau perlu dengan memercikkan air

dalam sebuah keluarga. Meski terkadang problema ini sulit untuk dipecahkan bagi mereka yang tinggal diperumahan sangat sederhana, dimana antara satu keluarga dengan keluarga lainnya hanya dibatasi dengan sket papan tipis, dan sebuah kamar mandi yang difungsikan untuk beberapa keluarga. Kondisi yang seperti ini sangat rawan bagi munculnya berbagai penyakit sosial. g. Rumah tersebut harus menjadi sarana tarbiyah dan pembinaan anggota keluarga dan masyarakat. h. Terpenuhinya kebutuhan material rumah tangga secara wajar. Meski demikian bukan berarti rumah tersebut harus mewah dan serba ada. Memang material bukan segalanya, namun demi terciptanya keamanan dan ketentraman, sarana ini harus terpenuhi. Selanjutnya bahwa terpenuhinya kebutuhan material secara cukup dan baik juga memiliki dampak yang positif bagi penerapan tarbiyah Islamiyah dalam rumah tangga. Tersedianya perpustakaan pribadi, permainan yang merangsang garak motorik bagi anak usia pra sekolah, adanya kaset murattal, terpenuhinya sarana ibadah dengan mushalla pribadi di dalam rumah, adanya sarana hijab untuk menutupi bagianbagian yang bersifat aurat bagi rumah tersebut, semua itu merupakan faktor penunjang tarbiyah Islamiyah dalam lingkungan rumah tangga. Tentunya semua fasilitas tersebut tidak mungkin diperoleh dengan cumaCuma, semuanya harus dengan materi yang cukup. i. Masing-masing anggota keluarga menerapkan prinsip amar maruf dan nahi munkar, saling menolong dalam kebaikan dan taqwa dan berusaha untuk menegakkan adab-adab Islam di dalam rumah tangga tersebut. j. Rumah tangga Islam harus terbebas dari infikasi yang mengarah pada bentuk maksiat dan atribut jahiliyah. Gambar-gambar makhluk bernyawa, apalagi tokoh-tokoh kafir dan gambar-gambar yang mengandung nafsu, semua itu harus disingkirkan. Demikian pula benda-benda lainy yang menyebabkan enggannya malaikat rahmat untuk berkunjung semisal anjing, alat musik yang diharamkan, benda-benda keramat yang mengundang kemusyrikan, atau permaina-permaina yang melenakan penghuni rumah tersebut dari dzikrullah dan ibadah.

Jika sebuah kelurga memiliki alat-alat elektronik semisal vidio, komputer yang dilengkapi dengan internet, parabola dan tape recorder atau yang lainnya, maka yang demikian itu harus diwaspadai. Banda-benda tersebut ibarat pisau bermata dua. Jika ia digunakan untuk kebaikan, maka banyak juga nilai positifnya. Namun jika tidak maka benda itu akan menjadi ancaman bagi pemiliknya. k. Kepemimpinan rumah tangga harus berada di tangan suami, sang istri berperan sebagi mitra untuk membantu kelancaran program keluarga. Dalam hal ini suami merupakan pemegang keputusan, ia berhak untuk menentukan dan melarang apa yang diinginkan oleh anggota keluarganya jika dipandang bermaslahat. Rasulullah saw dalam sebuah sabdanya mengingatkan : Tidaklah sekali-kali beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan urusan kepemimpinannya kepada seorang wanita (HR. Bukhari, Turmudzi dan An Nasai) Allah berfirman :


Laki-laki itu pemimpin atas wanita (QS. An Nisa :34) l. Rumah tangga muslim harus terlindungi dari segala pengaruh buruk lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini Rasullullah melarang umatnya untuk tinggal berdekatan dengan ahli kitab dan musyrikin, bahkan beliau memberi peringatan keras yang tinggal dekat dengan perkampungan musyrik. Beliau menyamakan mereka dengan orang disekitarnya. Dalam sebuah sabdanya beliau juga mengingatkan bahwa api orang mukmin tidak boleh dilihat oleh orang kafir dan sebaliknya. Singkatnya bahwa yang menjadi tetangga orang mukmin adalah oarang mukmin juga. Karena pengaruh yang ditimbulkan oleh tetangga sangat besar bagi pembentukan sikap dan kepribadian anggota keluarga khususnya anak-anak. B. JALAN MENUJU RUMAH TANGGA Jika sebuah rumah tangga diibaratkan sebuah tujuan, maka untuk menempuhnya harus menggunakan metode dan cara yang benar. Ketidak fahaman seseorang tentang jalan menuju jalan rumah tangga Islam akan

berakibat tergelincirnya ia dalam kesesatan, cita-citanya akan berubah anganangan yang menggantung tampa pernak ia peroleh apa yang diinginkan. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan oelh mereka yang ingin meraih kebahagiaan rumah tangga ini : 1. Memilih Pasangan Yang Tepat Pada dasarnya Allah lah yang menentukan pasangan masing-masing. Namun Allah juga memberi gambaran bahwa seorang mukmin yang baik (thayyibun) akan mendapatkan wanita mukminah yang baik (thayyibah). Secara logika tidak mungkin seorang mukmin akan mencari pasangannya dari seorang wanita nakal yang bodoh terhadap syariat Islam, yang tidak mengetahui perkara-perkara yang tidak diperbolehkan dan dilarang dalam agama. Ia akan mencari pendampingnya dari orang-orang yang baik agamanya. Dan sebaliknya. Maka secara otomatis merekan akan mendansapatkan pasangan yang sesuai dengan diri mereka. Sebaliknya

seorang laki-laki yang tidak shalih pun akan mendapatkan jodoh dari wanita yang tidak shalihah pula. Barometer yang mereka jadikan sebagai ukuran untuk menentukan pilihan bukan faktor ibadah dan agama, melainkan karena kecantikan, kekayaan dan nasabnya. Padahal itu bukan satu-satunya faktor yang mengantarkan seseorang kepada kebahagian rumah tangga. Rasulullah mengingatkan dalam hadistnya yang artinya: Janganlah kalian menikahi perempuan karena kecantikannya semata, boleh jadi kencantikan itu akan membawa kepada kehancuran, dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaannya semata, boleh jadi kekayaan itu akan membawa kepada kesombongan. Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak wanita yang hitam lagi cacat tetapi taat beragama lebih baik (dari pada perempuan cantik lagi kaya tetapi tidak taat beragama). (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) Dalam hadits lain Rasulullah bersabda : Pilihlah tempat air mani kamu sekalian, sesungguhnya keturunan itu amat kuat pengaruhnya. (HR. Ibnu Majah dan Ad Dailami) Lalu apa saja langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan pilihan yang tepat ? a. Utamakanlah Memilih Jodoh Karena Agamanya Rasulullah saw barsabda yang artinya:

Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena kekayaannya, karena keturunannya, kare kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah wanita itu atas dasar agamanya, niscaya kedua tangganmu akan beruntung. (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits di atas bukan melarang seorang mukmin untuk mencari istri yang cantik dan kaya, bukan melarang menikahi wanita yang mulia nasabnya. Namun jika tujuan pernikahan tersebut hanya mempertimbangkan persoalan kecantikan, kekayaan dan kemulian nasabnya tampa melihat kepada agamanya, itulah yang diharamkan. Pada dasarnya setiap manusia menyukai pada kecantikan, kekayaan dan suka pada kemuliaan nasab. Semua merupan fitrah yang tik mungkin dipangkas habis. Akan tetapi jika ketiganya diikat dengan ikatan agama, maka semua itu akan lebih bersih dan sici, jauh dari luapan syahwat belaka. Yang pada akhirnya apa yang diharapkan oleh manusia berupa ketentraman, sakinah, mawaddah wa rahmah akan tercapai. b. Jangan Menikahi Wanita Yang Masih ada Hubungan Darah (mahram). Landasannya adalah Firman Allah yang berbunyi :


Dan janganlah kalian menikahi permpuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali pada masa yang telah lalu.sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan merupakan seburuk-burk jalan. Dan diharamkan atas kamu (menikah) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu ayahmu (bibi), saudarasaudara perempuan ibumu (bibi) anak perempuan dari saudarasaudaramu laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan, ibu-ibu yang menyusuimu, anak-anak tirimu yang dalam pemeliharaan dari istri yang telah kamu nikahinya. (Dan diharamkan bagimu untuk menikahi) istri-istri anak kandungmu (menantu)dan (diharamkan)menghimpun pernikahan dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa silam. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.An Nisa: 22-23) Demikian pula kita dianjurkan untuk tidak menikahi wanita yang masih ada hubungan darah dengannya sekalipun tidak diharamkan oleh syariat, seperti menikahi saudara sepupu. Menurut hasil penelitian para dokter disimpulkan bahwa pernikahan dengan saudara sepupu terkadang menimbulkan penyakit bawaan (atau bahkan cacat) pada keturunan yang dihasilkannya. Sebaliknya Islam menganjurkan agar setiap muslim meluaskan hubungan keluarganya dengan cara menikahi wanita yang jauh nasabnya. Hal itu dengan tujuan agar hubungan antara dua keluarga yang jauh itu menjadi dekat dan kuat. c. Utamakan Menikah dengan Gadis Hal itu sebagai mana yang disabdakan oleh Rasulullah saw kepada sahabat jabiir saat ia menikah dengan seorang janda : Wahai jabir, apakah engkau telah menikah ? Jabir menjawab :Banar wahai Rasulullah. Dengan janda atau gadis ? Jabir menjawab:Dengan Janda Beliau bersabda: Mengapa tidak dengan seorang gadis yang engkau dapat bermain dengannya dan dia dapat bermain denganmu? (HR.Ibnu Majah). Dalam hadits yang lain beliau bersabda yang artinya :

Kawinilah olehmu gadis, sebab merek lebih manis pembicaraannya, lebih banyak melahirkan anak, lebih sedikit tuntutannya dan tipuannya, serta lebih menyukai kemudahan. (HR. Ibnu majah dan Baihaqi) d. Memilih berdasarkan keturunan dan kemuliaan nasabnya Dalam sebuah haditsnya Rasulullah bersabda: Pilihlah untuk air mani kamu sekalian dan kawinilah oleh kamu orangorang yang sama derajatnya. (HR. Ibnu Majah) Maksud dari hadits di atas adalah bahwa faktor keturunan memiliki pengaruh kejiwaan seseorang. Seseorang wanita yang dilahirkan dari keluarga yang bodoh, miskin dan tidak berpendidikan akan cenderung menjadi beban bagi suaminya kelak. Apa lagi seorang wanita yang dilahirkan dari hubungan haram, ia cenderung tertutup, lemah dalam menghadapi masa depan dan banyak memiliki kekurangan baik yang berupa fisik, akal maupun mental. Sebaliknya wanita yang dilahirkan dari keturunan orang-orang yang shalih dan mulia akan tumbuh secara baik karena pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tuanya. e. Mengutamakan Menikah dengan Wanita yang Subur Diantara ciri yang menonjol dari karakter wanita yang subur dan banyak melahirkan anak-anak adalah : 1. Kesehatan fisiknya dari penyakit yang menghalinginya dari kehamilan. Untuk mengetahui akan hal ini dapat meminta bantuan kepada para spesialis. 2. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saura perempuannya yang sudah menikah, sekiranya mereka termasuk wanita yang banyak melahirkan anak, maka biasanya wanita tersebut pun akan seperti mereka. Perintah mengutamakan menikahi wanita yang banyak melahirkan anak itu sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah saw dalam sebuah hadits yang artinya: Kawinilah olehmu sekalian wanita yang banyak melahirkan anak dan penuh kecintaan, karena sesungguhnya aku ingin mempunyai banyak umat dengan kamu sekalian. (HR. Abu Daud, Nasai dan Al Hakim). 2. Membuang Prinsip Pergaulan Bebas dan Pacaran Salah satu syubhat yang banyak menimpa kaum muslimin dan muslimat dewasa ini terutama mereka yang lemah pemahaman diennya-

adalah opini yang mengatakan bahwa pacaran atau saling mengenal merupakan solusi terbaik untuk membangun rumah tangga bahagia. Logika yang mereka kemukakan adalah bahwa dengan pacaran dan saling mengenal secara lebih dalam, maka rasa cinta dan sayang akan terpupuk sebelum mereka berumah tangga, sehingga seteleh mereka menikah maka hubungan mereke akan semakin harmonis dan sangat indah. Sebaliknya merupakan sesuatu yang mustahil jika sepasang anak manusia bisa hidup bahagia dalam ikatan perkawinan jika sebelumnya mereka belum saling mengenal dan memahami pribadi masing-masing. Banyak faktor yang melatar belakangi cara berfikir mereka yang keliru, diantaranya akan terbuka pintu maksiat yang demikian lebar, lagu-lagu cinta yang melenakan pendengarnya,film-film porno yang menyuguhkan kenikmatan sepasang pemuda dan pemudi yang tengah terbuai cinta, tempat maksiat yang memberikan kebebasan untuk melakukan apa saja, demikian juga pengaruh budaya barat yang demikian kuatnya bercokol dalam hati kebanyakkan para remaja, semua itu memiliki andil besar untuk terciptanya iklim yang kondusif biasanya diwujudkan dalam bentuk saling pandang, kemudian ngobrol kesana kemari, berbincang tentang kesukaan dan hobi masing-masing, atau jalan-jalan sambil bergandeng tangan, atau menonton bersama yang dilanjutkan dengan makan makan disebuah cafe. Terkadang juga saling bercumbu dan merayu, berpelukan dan berciuman. Celakanya bila sepasang manusia itu tak lagi sanggup menahan nafsunya hingga akhirnya melakukan perbuatan yang dikutuk Allah dan semua hambanya yang shalih (zina). Lebih celaka lagi hal itu sudah dianggap lumrah dan bukan sesuatu yang aib, apalagi jika hal itu terjadi sebagai dalih bukti cinta dan kesetiaan seseorang kepada kekasihnya ; yaitu dengan menyerahkan kehormatannya. Akibat yang terjadi setelah itu mudah ditebak, jika sang lelaki tak mampu mengelak dari tanggung jawab atas perbuatannya, maka ia akan menerima tuntutan dari pihak wanita untuk menikahinya dengan terpaksa (karena sang putri sudah terlanjur hamil. Jika sang lelaki adalah tipe yang tidak bertanggung jawab, maka dengan mudah ia lari dari kasus tersebut, entah dengan cara kabur atau lainnya. Sementara nasib wanita terlunta-lunta. Bisa jadi ia akan bunuh diri atau sekalian akan menceburkan dirinya dalam dunia hitam karena sudah merasa tak memiliki harga diri dan kehormatan. Atau jika mereka menikahpun, maka biasanya pernikahan mereka selalu

diwarnai dengan percekcokan dan contoh yang paling sering kita lihat adalah para artis dan selebritis yang menjadikan pacaran sebagai kehidupan mereka yang tak dapat dipisahkan. Dalam pandangan umum seakan-akan mereka adalah manusia yang paling bahagia sebagaimana yang mereka dendangkan dalam lagu-lagu cinta mereka. Padahal justru kasus perceraian banyak menimpa mereka, sampai artis yang membintangi iklan siaga (siap antar jaga) pun akhirnya bercerai. Padahal masyarakat melihat suami yang muncul dalam iklan tersebut seakan-akan tipe suami yang paling setia dan bertanggung jawab, sampai ketika sang istri mengikuti syuting disitu dinyatakan bahwa sang suami dengan penuh tanggung jawab menggendong anaknya. Dari situ masyarakat akan mudah menebak bahwa sebagian besar para artis dan kaum selebritis biasanya tidak pernah memiliki umur pernikahan yang lama. Sebenarnya hal seperti itu bukan sesuatu yang mengherankan, mengingat mereka tidak menjadikan pernikahan sebagai bagian dari ibadah yang besar, sekalipun ada diantara mereka yang berencana menikah di Makkah saat hendak melaksanakan ibadah umrah bersama. Tentang hukum pacaran dan khalwat (berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya) Rasulullah saw bersabda yang artinya : Janganlah sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, karena yang ketiga adah syetan kecuali jika ada mahramnya. (HR. Ahmad) Lalu bagaimana cara yang diperbolehkan Islam agar seorang mengetahui hakekat seseorang yang akan menjadi pendamping hidupnya. Bukankah jika seseorang tidak mengerti karakter calonnya besar kemungkinan akan tertipu ? Disinilah Islam datang memberikan jawa ban. Bahwasanya Islam memperkenankan kepada seseorang untuk mengetahui calonnya melihatnya pada saat meminang. Bahakan banyak pendapat para ulama (diantaranya adalah syah Al Albani) yang membolehkan melihat calonnya lebih dari sekedar wajah dan telapak tangannya, hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Umar Bin Khatab saat ia meminang Ummu Kaltsum binti Ali (beliau melihat betisnya). Saat itulah kedua calon suami istri tersebut bisa saling bertanya tentang karakter masing-masing, latar belakang keluarga, hobi dan kesukaan, ia juga dapat mengungkapkan perasaan hatinyanya saat meminang tersebut. Semua itu tentunya tidak dilakukan dengan berkhalwat, namun tetap

didampingi oleh mahramnya. Disinilah kejujuran dan keauntentikan karakter keduanya akan terungkap secara valid dan akurat, yang semua itu sebagai bahan pertimbangan untuk kemudian melanjutkan ke pernikahan. Kesimpulannya bahwa pacaran (apalagi sampai terjerumus dalam perbuatan zina) bukan hanya merugikan manusia didunia baik yang bersifat materi maupun mental dan moral. Lebih dari itu Allah melaknat mereka dan mangancam mereka dengan siksa- Nya yang amat pedih berupa sikasa neraka di akhirat nanti. 3. Memahami Hakikat Rumah Tangga Islam Sebagai Bagian dari Ibadah yang Paling Mulia Point ini merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam membangun rumah tangganya, yaitu menyadi bawha pernikahan bukanlah salah satu aktivitas ritual semata yang mesti dilewati oleh seseorang dalam hidupnya, atau kenikmatan yang bisa diperoleh dengan berbagai cara. Seorang mukmin memandang bahwa pernikahan yang merupan berkumpulnya sepasang manusia dalam suatu ikatan suci perkawinan adalah sebagaimana yang digambarkan Allah dalam firman-Nya :


Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram bersamanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum :21) Point-point berikut ini adalah merupakan gambaran global tentang nuansa rumah tangga yang bernilai ibadah dalam setiap kehidupan berumah tangga : 1. Cinta kepada anak dan istri merupakan fitrah yang telah ditetapkan dalam setiap diri muslim, maka cinta dan kasih sayang kepada mereka semua adalah bernilai ibadah. Allah berfirman:


Dan orang-orang yang berkata, Wahai rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-oarang yang bertaqwa. (QS. Al Furqan :74) 2. Seseorang yang memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada anakanaknya, maka Allah akan membalas dengan cinta dan kasih-Nya kepadanya. Rasulullah saw bersabda , Tidaklah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang kecil diantara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) 3. Seorang ayah yang mempu mendidik dua oarang anak perempuannya hingga baligh akan masuk jannah. Rasulullah bersabda, Barang siapa yang memelihara dua orang anak wanita hingga mereka berdua baligh, maka pada hari kiamat dia dan aku bagaikan ini beliau merapatkan jari-jarinya-. (HR. Muslim) 4. Bahwa berguraunya suami dan istri, saling pandang dan jabat tangan diantara keduanya merupakan shadaqah dan amalan yang dapat mengugurkan dosa-dosa keduanya, dan hubungan badan di antara keduanya adalah bernilai pahala. 5. Orang tua yang tabah menghadapi musibah atas kematian anaknya, maka anak-anaknya kelak akan menjadi benteng bagi dirinya dari siksa api neraka. Dalam sebuah hadits shahih juga dikatakan bahwa anak tersebut kelak akan berdiri di depan pintu jannah untuk membukakan pintu tersebut bagi kedua orang tuanya. (HR. An Nasai) 6. Seseorang yang tetap mengutamakan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya di atas cintanya kepada anak dan istrinya, berarti ia telah sukses ujian yang Allah akan membalas usahanya dengan janji berupa

jannah dan ridha-Nya. Allah juga akan memberikan kekuatan iman di dalam hatinya. 7. Seorang suami yang mendidik istri dan anaknya (bahkan sekalipun dengan cara memukul) merupakan amal shalih yang Allah akan membalasnya dengan pahala. 8. Seseorang yang bekerja mencari nafkah adalah amalan yang paling mulia. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ada dosa manusia yang tidak dapat ditebus kecuali dengan letihnya seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya agar tidak meminta-minta. 4. Bagaiman Memahami Hakikat Pernikahan dan Walimatul Ursy ? Pernikahan merupakan merupakan satu-satunya jalan untuk membentuk sebuah kehidupan berkeluarga. Berikut ini penulis paparkan

secara global tentang fiqih nikah atau hukum-hukum pernikahan dalam syariat Islam, agar masing-masing calon pengantin putra dan putri terlebih dahulu memahami ilmu tentang hakikat pernikahan dan kehidupan berkeluarga secara benar, terkhusus kepada mereka yang memang bersegara menempuh kehidupan berumah tangga, maka mempelajari hukum-hukum pernikahan merupakan sesuatu yang wajib baginya. a. Pengertian Nikah Secara syari bahwa yang dimaksud dengan nikah adalah sebuah akad yang menghalalkan setiap suami dan istri untuk bersenang senang satu dengan yang lainnya. b. Hukumnya Nikah itu disyariatkan berdasarkan firman Allah Swt:


.......maka nikahilah wanita-wanita (lain yang kamu senangi; dua tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah seorang saja.....(QS. An Nisa:3)

Juga firman-Nya yang berbunyi :

Dan nikahilah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak untuk menikah dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. (QS. An Nuur :32) Juga sabda Nabi saw yang artinya : Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu sekalian yang telah mampu untuk menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu dapat menahan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan.. (HR. Bukhari dan Muslim) c. Hikmah Pernikahan : 1) 2) 3) 4) Mengekalkan umat manusia dengan keturunan yang Tersalurnya naluri bersetubuh antara sepasang suami dan Tumbuhnya rasa tolong menolong antara suami dan istri Mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dihasilkan dari pernikahan istri yang bersifat fitrah guna mendidik dan memelihara keturunan dalam kehidupannya berdasarkan hak dan kewajibannya masing-masing, saling menolong dengan penuh cinta dan kasih sayang, saling hormat menghormati dan saling memuliakan satu sama lainnya. d. Rukun-rukun Nikah Untuk sahnya sebuah pernikahan, ada empat syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1) Adanya wali dengan ketentuan sebagai berikut: atau ahli Harus laki-laki, yaitu ayahnya, atau kerabat dekatnya warisnya atau ashabahnya Baligh. Berakal. Adil dan terpercaya. Tidak dalam keadaan ihram. Sang wali memberi izin.

Tidak dibenarkan wali dari kerabat dekat jika ada yang

lebih dekat. 2) Dua orang saksi dengan ketentuan sebagai berikut: kecil) 3) Sighah akad Yaitu wali putri mengatakan : Aku nikahkan anakku yang bernama..... dengan dirimu dengan mahar....... Lafadz ini lebih utama dengan bahasa arab. 4) Mahar Yaitu segala sesuatu yang diberikan seseorang kepada wanita untuk menghalalkan dirinya bersenang-senang dengannya. Mahar ini hukumnya wajib, dengan ketentuan : Dianjurkan untuk meringankan mahar tersebut dan Disunahkan untuk menyebutkan mahar tersebut saat Mahar tersebut sah dengan segala yang mubah, Dianjurkan untuk mempercepat pembayarannya tidak memberatkannya. mengucapkan lafadz akad nikah diusahakan nilainya melebihi dinar bersama akad nikah berlangsung Tanggung jawab mahar tersebut berkaitan dengan waktu pelaksanaan akad nikah dan wajib hukumnya jika telah digauli. Jika terjadi perceraian sebelum sempat menggaulinya, maka ia hanya berhak membayar separuh mahar Jika sang suami meninggal sebelum sempat menggauli istrinya, maka mahar tersebut tetap menjadi milik istrinya dan ia berhak memperoleh warisan secara penuh. e.Adab-adab dan Sunnah dalam Nikah 1) 2) Adanya khutbah nikah Melaksanakan walimatul ursy Sangat dianjurkan untuk memperbanyak saksi mengingat sedikitnya saksi yang benar-benar adil di zaman ini. Hendaknya terdiri dari dua orang atau lebih Keduanya adalah adil dan terpercaya (tidak pernah

mengerjakan dosa besar dan tidak terbiasa mengerjakan dosa

3) 4)

Merayakan pernikahan tersebut dengan cara memukul Doa bagi pengantin laki-laki dan wanita

rebana dengan nasyid yang dibolehkan oleh syariat

Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkatimu baik dikala senang dan susah, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan (At Tirmidzi) 5) Disunnahkan agar mulai menggauli istrinya pada bulan syawal sebagaimana saat Rasulullah menikah dengan Aisyah. 6) Apabila suami ingin menggauli istrinya, hendaknya memulainya dengan membaca doa.

Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dari kebaikan dan sebaik-baik anak yang akan dikandungnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan seburuk-buruk bayi yang akan dikandungnya (Muslim) 7) Jika hendak bersetubuh hendaklah berdoa :

Dengan nama Allah. Ya Allah jaukanlah aku dari syetan dan jaukanlah syetan dari anak yang akan engkau berikan kepada kami. 8) Dilarang bagi suami untuk menceritakan apa yang terjadi

pada keduanya dalam hubungan itu. f. Beberapa Jenis Pernikahan yang Dilarang dalam Islam 1) Nikah Mutah, yaitu nikah dalam waktu tertentu baik

waktunya sebentar maupun lama. Pernikahan ini identik dengan syriat orang-orang syiah. Memang dahulu Rasulullah saw pernah mengizinkannya, kemudian beliau mengharamkan hingga hari kiamat 2) Nikah Syighar, yaitu seorang wali yang menikahkan wanita

yang berada dibawah perwaliannya dengan seorang laki-laki dengan syarat seorang laki-laki tersebut menikahkannya (wali wanita tadi) dengan wanita yang berada dibawah perwaliannya keduanya tidak menggunakan mahar. Jika wali tersebut adalah

oarng tua kandungnya,maka baik dengan mahar maupun tidak hukumnya haran. 3) Nikah Al Muhallil, yaitu nikahnya seorang wanita yang telah

dicerai suaminya hingga talak tiga, dimana wanita tersebut tidak halal untuk menikah kembali dengan bekas suaminya sehingga ia dinikah oleh yang lain lalu dicerainya kemudian wanita tersebut dinikahi oleh orang lain dengan maksud agar ia bisa kembali kepada suami yang pertama. 4) 5) 6) Nikahnya seorang pada ihram Nikahnya seorang pada waktu menjalani masa iddah Nikah tanpa wali, yang dimaksud dengan wali disini adalah

pihak orang tua atau kerabat dekatnya. Jika mereka tidak ada, maka bisa diwakilkan pada sultan. 7) Pernikahan poliandri, yaitu seorang wanita yang memiliki

suami lebih dari satu dalam waktu bersamaan. 8) kitab 9) Pernikahan seorang muslim dengan orang kafir kecuali bukan ahli kitab, hal itu dengan ketentuan sbb: a. Wanita tersebut kehormatannya b. c. adalah wanita yang menjaga Pernikahan orang muslim dengan orang kafir sekalipun ahlu

Wanita tersebut taat menjalankan ajaran agama Wanita tersebut adalah dari golongan kafir dzimmi,

dimana hak dan kewajiban keduanya berbeda Kondisi yang demikian tidak mungkin terjadi pada masa sekarang, dimana hak orang kafir dan hak orang muslim sama, bahkan hak-hak orang muslim cenderung direndahkan. Dengan demikian hukum menikah antara seorang muslim dengan wanita ahli kitab adalah haram.

C. KESIMPULAN Dari uraian diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam pandangan Islam berkeluarga adalah sebuah kehidupan sepasang anak manusia yang diikat dengan ikatan yang suci berupa pernikahan yang akad dan syarat-syaratnya telah ditentukan dalam Syariat. 2. Diantara hikmah berkeluarga adalah semakin sempurnanya ibadah seseorang, akan menjadikan seseorang merasakan ketentraman, tersalurnya hasrat seksual yang baik dan benar, kehormatan seseorang akan lebih terjaga, dapat memiliki keturunan yang sah, menjadikan kepribadian seseorang lebih dewasa dan memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi dan jumlah saudara, famili dan kerabat akan bertambah. 3. Diantara beberapa persiapan menuju rumah tangga adalah: memilih pasangan yang tepat (mengutamakan memilih jodoh karena agama), memilih berdasarkan keturunan dan kemuliaan nasabnya dan mengutamakan wanita yang subur, membuang prinsip pergaulan bebas dan pacaran serta memahami hakekat rumah tangga Islam sebagai bagian dari ibadah yang paling mulia.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Proyek pengadaan Kitab suci Al Quran, Jakarta : 1978/1979 H. Arso Soeratmodjo, SH dan H. A. Wasit Aulawi, MA, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta: 1975 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, PT. Hida Karya, Bandung: 1983 Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: 1999/2000 Drs. Muhammad Thalib, Keutamaan Pernikahan Dalam Islam, Irsyat Baitus Salam, Bandung: 2000 Departemen Agama, Majalah Bulanan Perkawinan dan Keluarga, BP4 Pusat, Jakarta: 2007 Departemen Agama RI, Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Usia Nikah, Dirjen Bimas islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta: 2004 Departemen Agama RI, Pedoman Akad Nikah, Dirjen Bimas Islam Depag RI, Jakarta: 2006 KH. Abdurrahman Navis, Lc, Islam Sehari-hari Solusi Permasalahan Umat, Mitra abadi Press, Jakarta: 2004 Ahmad Faiz, Citra Keluarga Islam, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta: 2002 Depag RI, Pedoman Penghulu, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag RI, Jakarta: 2005 Depag RI, Membina Keluarga Sakinah, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta: 2007

Вам также может понравиться