Вы находитесь на странице: 1из 10

Nama :Dita Ayu Suhari NPM :1006690310

Etika Lingkungan dalam Upaya Pelestarian Burung di Indonesia. Antara News menyebutkan, hingga menjelang akhir 2010 Indonesia berada di puncak daftar dari sepuluh negara di dunia dengan jumlah jenis burung terancam punah global tertinggi diakibatkan ekspolitasi yang berlebihan. Pada tahun 2009 terdapat 117 jenis burung terancam punah di Indonesia, 17 jenis di antaranya memiliki status keterancaman tertinggi, yaitu kritis. Tahun 2010 angka ini meningkat menjadi 122 jenis terancam punah, dengan 19 jenis dalam kondisi kritis. Hal ini memprihatinkan, sebab burung merupakan indikator bagi kualitas lingkungan dan tulang punggung dalam menjamin berjalannya proses regenerasi hutan tropis secara alami di Indonesia. Berdasarkan data dari Antara News, kawasan prioritas untuk keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian besar berupa hutan dan 56 persen kawasan prioritas itu berada di luar jaringan kawasan perlindungan. Hutan di Indonesia, merupakan hutan tropika basah dan karena pengaruh faktor geografi, hidrografi, dan klimatologi, memiliki bermacam-macam tipe hutan dan jenis flora dan fauna yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Sumber daya hutan merupakan penentu siklus kehidupan dan siklus alami, sehingga hilangnya hutan berarti hilang pula sumber daya alam dan daya dukungnya (Pamulardi, 1999:2). Menurut Direktur Pelaksana Burung Indonesia atau Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, Agus Budi Utomo, melihat intensitas ancaman bagi burung-burung di Indonesia, upaya perlindungan dapat diprioritaskan pada Daerah Penting bagi Burung (DPB) (Antara News, 2010). Namun, tidak semua DPB masuk dalam jaringan kawasan konservasi dan sebagian masuk di kawasan hutan alam produksi. Sedangkan, konvervasi penting bagi kelanjutan pelestarian burung di Indonesia. UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
1

alam hayati dan ekosistemnya, pasal 3 menyebutkan bahwa Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistem sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Sumber daya alam hayati merupakan unsur ekosistem yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup manusia. Oleh karena itu, keseimbangannya perlu dijaga agar fungsinya dapat berjalan. Ekosistem dapat berjalan dengan baik apabila komponen-komponennya yang meliputi biotik dan abiotik selalu seimbang (Pamulardi, 1999:177). Untuk memperoleh keseimbangan tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan dalam konservasi seperti yang tercantum dalam pasal 5, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, antara lain: a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan; b. Pengawetan ekosistemnya; c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Berita dari Antara News menyebutkan, dalam konferensi tentang Konvensi Keanekaragaman Hayati di Nagoya, Jepang, terungkap bahwa berdasar studi menyeluruh terhadap vertebrata, saat ini terjadi krisis kepunahan burung-burung di dunia. Studi yang akan dipublikasikan pada jurnal internasional ini menggunakan data dari 25.000 jenis yang terdapat pada Daftar Merah Jenis terancam Punah IUCN (The IUCN Red List of Threatened Species), untuk menelaah status semua jenis hewan bertulang belakang di dunia (mamalia, burung, amfibi, reptil dan ikan), serta perubahan statusnya selama ini. Hasilnya menunjukkan, setiap tahunnya 50 jenis mamalia, burung, dan amfibi bergerak mendekati kepunahan. Penyebab ancaman kepunahan jenis-jenis ini antara lain: pembukaan lahan pertanian, pembalakan, eksploitasi berlebihan, serta invasi jenis keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

asing. Asia Tenggara, khususnya Indonesia telah mengalami kepunahan jenis paling dramatis akhir-akhir ini, sebagian besar disebabkan oleh kerusakan atau berkurangnya habitat hutan alam.
A. Etika lingkungan dalam upaya pelestarian burung di Indonesia

Lalu apa kaitan etika lingkungan dengan upaya pelestarian burung di Indonesia? Etika lingkungan atau etika ekologis adalah suatu etika berdasarkan rasionalitas ekologi atau lingkungan, yang memberikan nilai penting pada sistem ekologi atau lingkungan sebagai suatu sistem pendukung kehidupan makhluk hidup di bumi termasuk manusia (Soeriaatmadja, 2000:32). Apabila manusia memahami etika lingkungan, secara tidak langsung ia akan melakukan upaya konservasi sumber daya hayati dalam hal ini populasi burung. Untuk dapat memadukan etika lingkungan dengan etika-etika yang ada di masyarakat, perlu pemahaman dari masyarakat mengenai etika lingkungan sebagai etika fungsional. Etika fungsional adalah etika yang didasari oleh rasionalitas atau penalaran fungsional antara hubungan timbal-balik manusia dengan lingkungannya (Soeriaatmadja, 2000:32). Rasionalitas fungsional, menekankan pentingnya koordinasi untuk menyusun tata-kaitan antara etika manusia yang menyangkut manusia itu sendiri dengan lingkungannya, baik secara individual maupun dalam bentuk suatu ikatan kemasyarakatan. Selain itu etika fungsional juga harus memperhatikan struktur. Etika fungsional perlu memperhatikan secara seksama proses pengambilan keputusan secara struktural bukan bergantung pada keputusan perorangan. Jadi, etika lingkungan merupakan perwujudan dari semua etika yang berlaku dalam kehidupan manusia, yang didasarkan pada rasionalitas ekonomi, teknik, sosial, politik, hukum maupun ekologis (Soeriaatmadja, 2000). Etika lingkungan bersumber pada pemikiran bahwa lingkungan hidup sebagai suatu sistem ekologi (ekosistem) perlu dikembangkan struktur dan fungsinya sehingga menciptakan suatu sistem pendukung kehidupan terbaik pada komponennya, termasuk manusia sebagai salah satu komponen biotik dalam ekosistem.

Manusia sebagai satu-satunya komponen dalam ekosistem yang dapat mengembangkan etika, dituntut untuk mampu melakukan upaya mengembangkan etika lingkungan secara konsekuen, ditunjukkan dengan perilaku yang konsisten dalam melestarikan sumber daya hayati. Perilaku tersebut khususnya menyangkut kesadaran untuk memelihara kestabilan dan keseimbangan lingkungan dalam tiap kegiatan untuk menunjang kelangsungan kehidupannya di bumi. Tanpa manusia, lingkungan hidup merupakan suatu sistem yang dinamis dan seringkali melahirkan perubahan, lingkungan hidup alami dilengkapi dengan mekanisme untuk mengembalikan kestabilan dan keseimbangan (Soeriaatmadja, 2000). Manusia sebagai salah satu komponen ekosistem bisa turut serta menimbulkan perubahan-perubahan, tetapi mekanisme untuk memelihara kestabilan dan keseimbangan lingkungan harus tetap terpelihara. Restorasi dan pengelolaan hutan alam produksi yang menjaga fungsi ekosistem dan produksinya secara berkelanjutan perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Upaya ini juga vital karena hutan selain merupakan rumah utama bagi keragaman hayati dunia, juga membawa manfaat bagi jutaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Menurut pasal 11 UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi kegiatan: a. Pengawetan ekosistemnya; b. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta dapat dilaksanakan melalui,

ekosistemnya dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka marga satwa) agar tetap dalam keadaan asli (pasal 12, 14 UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya).

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, dilakukan dengan cara menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis: a. Tumbuhan dan satwa yang dilindungi:
1) Tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan (vulnerable)

yaitu taxa yang populasinya merosot akibat eksploitasi yang berlebihan dan oleh kerusakan habitat. Demikian juga taxa yang populasinya besar tetapi mengalami ancaman karena timbulnya faktor perusak di seluruh wilayah penyebaran.
2) Tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang (rate); 3) Tumbuhan dan satwa yang nyaris punah (endengered).

b. Tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi (Pamulardi, 1999: 182). Antara News menyebutkan, status keanekaragaman hayati berpotensi turun hingga 20 persen, kalau tidak ada upaya konservasi yang dilakukan selama ini. Konservasi terhadap habitat burung sangat diperlukan agar populasi burung tetap terjaga. Oleh karena itu, etika lingkungan menduduki posisi yang amat fundamental dalam kehidupan manusia, karena tanpa kelestarian sistem pendukung dalam hal ini lingkungan, tidak mungkin sistem etika lainnya berkembang atau dikembangkan. Selain itu, diperlukan usaha bersama untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia yang mulai mengalami krisis kepunahan. Restorasi dan pengelolaan hutan alam produksi yang menjaga fungsi ekosistem dan produksinya secara berkelanjutan perlu dilakukan. Upaya ini juga vital karena hutan selain merupakan rumah utama bagi keragaman hayati dunia, juga membawa manfaat bagi jutaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Daftar Pustaka Antara News.Jumlah Burung Terancam Punah di Indonesia Tertinggi. http://antaranews.com/index.php/news/2010/11/jumlah-burung-terancam-punahdi-indonesia-tertinggi.(10 Desember 2010). Kementrian Negara Lingkungan Hidup.1990.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Jakarta:Departemen Lingkungan Hidup. Pamulardi, B. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Saile, S. 2003. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: CV. Restu Agung. Soeriaatmadja, R. 2000. Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Lampiran : Jumlah Burung Terancam Punah di Indonesia Tertinggi Senin, 1 November 2010 12:13 WIB Bogor (ANTARA News) - Jumlah jenis burung yang terancam punah di Indonesia paling banyak di dunia akibat eksploitasi berlebihan, kata Direktur Pelaksana Burung Indonesia atau Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, Agus Budi Utomo. "Indonesia berada di puncak klasemen dari sepuluh negara di dunia dengan jumlah jenis burung terancam punah global tertinggi yang diakibatkan oleh over eksploitasi," kata Agus dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Bogor, Senin. Ia mengemukakan bahwa pada 2009 terdapat 117 jenis burung terancam punah di Indonesia, 17 jenis di antaranya memiliki status keterancaman tertinggi yaitu kritis. Tahun 2010 angka ini meningkat menjadi 122 jenis terancam punah, dengan 19 jenis dalam kondisi kritis. Burung, selain merupakan indikator bagi kualitas lingkungan, juga merupakan tulang punggung dalam menjamin berjalannya proses regenerasi hutan tropis secara alami di Indonesia. Di sisi lain, kawasan prioritas untuk keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian besar berupa hutan dan 56 persen kawasan prioritas itu berada di luar jaringan kawasan perlindungan. Agus mengatakan, melihat intensitas ancaman bagi burung-burung di Indonesia, upaya perlindungan dapat diprioritaskan pada Daerah Penting bagi Burung (DPB). Namun tantangannya, tidak semua DPB masuk dalam jaringan kawasan konservasi dan sebagian masuk di kawasan hutan alam produksi. Dalam konferensi tentang Konvensi Keanekaragaman Hayati di Nagoya, Jepang, terungkap bahwa berdasar studi menyeluruh terhadap vertebrata tengah terjadi krisis kepunahan hewan bertulang belakang tersebut.

Agus mengatakan diperlukan usaha bersama untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia yang mulai mengalami krisis kepunahan. "Seperlima jenis hewan bertulang belakang diketahui terancam punah saat ini, kondisi ini bisa saja lebih buruk kalau saja tidak ada upaya konservasi global selama ini," katanya. Dijelaskannya, studi yang akan dipublikasikan pada jurnal internasional Science ini menggunakan data dari 25.000 jenis yang terdapat pada Daftar Merah Jenis terancam Punah IUCN (The IUCN Red List of Threatened Species), untuk menelaah status semua jenis hewan bertulang belakang di dunia (mamalia, burung, amfibi, reptil dan ikan), serta perubahan statusnya selama ini. "Hasilnya menunjukkan, rata-rata setiap tahunnya 50 jenis mamalia, burung, dan amfibi bergerak mendekati kepunahan. Penyebab ancaman kepunahan jenis-jenis ini antara lain adalah pembukaan lahan pertanian, pembalakan, eksploitasi berlebihan, serta invasi jenis asing," ungkapnya. Lebih lanjut dijelaskannya, sebagian dari Amerika Tengah, wilayah tropis di Pegunungan Andes di Amerika Selatan, dan bahkan Australia telah mengalami kepunahan jenis akibat jamur yang mematikan pada hewan-hewan amfibi. Asia Tenggara, khususnya Indonesia telah mengalami kepunahan jenis yang paling dramatis belakangan ini, yang sebagian besar disebabkan oleh kerusakan atau berkurangnya habitat hutan alam. "Oleh karena itu, restorasi dan pengelolaan hutan alam produksi yang menjaga fungsi ekosistem dan produksinya secara berkelanjutan perlu dilakukan," papar Agus. Upaya ini juga vital karena hutan selain merupakan rumah utama bagi keragaman hayati dunia, juga membawa manfaat bagi jutaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, tambahnya.Selain mengonfirmasikan laporan sebelumnya mengenai kepunahan keanekaragaman hayati yang terus berlangsung, studi ini juga pertama kalinya memberikan bukti nyata mengenai dampak positif dari upaya konservasi yang dilakukan di seluruh dunia. Hasil studi menunjukkan bahwa status keanekaragaman hayati bisa turun lebih jauh hingga 20 persen, kalau tidak ada upaya konservasi yang dilakukan selama ini. "Namun upaya lebih besar diperlukan melalui LSM, pemerintah, perusahaan, maupun individu yang berkomitmen untuk bekerja sama menghentikan kepunahan dan mulai
8

mengarahkan aksinya pada akar penyebab kepunahan keanekaragaman hayati," ujarnya. Studi ini mengetengahkan 64 jenis mamalia, burung dan amfibi yang mengalami perbaikan status berkat aksi konservasi. Walaupun demikian studi ini hanya menyampaikan perkiraan minimum dari dampak sesungguhnya yang diberikan oleh aksi konservasi. Terdapat harapan baik, tercatat 9 persen dari jenis-jenis terancam punah yang mengalami peningkatan populasi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan sumber daya dan komitmennya upaya konservasi telah menunjukkan hasil. (LR/B010)

Etika Lingkungan dalam Upaya Pelestarian Burung di Indonesia


Disusun oleh : Dita Ayu Suhari 1006690310

Tugas untuk Mata Kuliah MPKT

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

10

Вам также может понравиться