Вы находитесь на странице: 1из 3

MERAJUT KEMBALI FUNDAMENTAL HUKUM NASIONAL Daryono (Universitas Terbuka) Judul : Identitas Hukum Nasional Editor : Artidjo Alkostar

Penerbit : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Halaman : xxii, 300 hal. 1997 Tidak berlebihan kiranya menggolongkan buku ini sebagai salah satu bunga rampai yang cukup kritis dan objektif dalam melihat permasalahan pembangunan hukum secara menyeluruh, dan tidak hanya dipermukaan saja. Buku ini tersusun dalam 6 bagian, yang masing-masing bagian menyajikan topik-topik tertentu dengan masing-masing terdiri dari 2-5 artikel dan disertai kesimpulan dan rekomendasi pada bagian akhir buku. Keragaman latar belakang dan kompetensi para penulis memberikan suatu nuansa yang lebih komprehensif serta mendalam dalam memahami objek yang cukup kompleks yaitu Identitas Hukum Nasional. Realitasnya dapat secara transparan muncul dalam suatu bentuk proposisi-proposisi yang substantif baik dalam lingkup kaca mata hukum maupun lingkup kaca mata disiplin ilmu yang lain. Nama-nama yang tidak asing bagi dunia hukum seperti: Satjipto Rahardjo, Baharuddin Lopa, alm. Teuku Mohamad Radhie, Sri Soemantri, Sunaryati Hartono dan Abdul Hakim G. Nusantara menyajikan ulasan-ulasan kritis terhadap hukum dan pembangunan hukum di Indonesia. Dilengkapi dengan artikel dari berbagai pakar dalam bidang ilmu lain yang sangat erat dengan dunia hukum, seperti: filsuf: Koento Wibisono, sosiolog: Nasikun dan budayawan: Toeti Herati Noerhadi, membuat buku ini menjadi sangat berharga dalam membuka wawasan para ahli hukum dogmatis dan para pengambil keputusan. Mengingat kompetensi para penulis yang sebagian besar adalah pakar, sangat disayangkan dalam penyajian berbagai artikelnya, sebagian besar tidak dilengkapi dengan daftar pustaka sehingga agak menyulitkan pembaca untuk mencari (trace back) sumber utamanya (original sources). Begitu juga identitas dan interest penulis tidak tercover dalam buku ini secara lengkap sehingga membuat semacam personal dissonance kepada para pembaca. Melengkapi kekurangan dari buku ini, karena sifatnya yang lepas dari artikel satu dengan lainnya, agak sulit mengikuti alur diskusi yang terjadi di dalamnya. Namun demikian sebagai salah satu karya multi-dicipline yang jarang dilakukan oleh ilmu hukum, buku ini telah menyumbangkan ide-ide baru (new ideas) dalam bidang filsafat hukum. Sesuai dengan salah satu tujuannya yaitu untuk menghimpun berbagai pemikiran dan pandangan (xix), buku ini telah lebih dari sekedar menghimpun akan tetapi juga telah dapat mengintegrasikan berbagai tanggapan kritis, yang telah menghasilkan sintesa awal/dasar dari Identitas Hukum Nasional yang tentunya masih diperlukan diskusi-diskusi pada forumforum selanjutnya.

Permasalahan Lama Dengan Wajah Baru Topik atau inti kajian dari buku ini sebenarnya bukan merupakan barang baru dalam sejarah Pembangunan Hukum Nasional. Pembangunan Hukum Nasional sebenarnya sudah dimulai sejak Kemerdekaan Indonesia 1945, dengan keinginan bangsa Indonesia untuk menuju pada tertib Hukum Nasional dengan meninggalkan tertib Hukum Kolonial, yang disemangati oleh ideologi Pancasila dan kemerdekaan. Akan tetapi berbagai diskursus tentang pembangunan hukum nasional belum menghasilkan sintesis yang secara subtantif dapat dipakai menjadi acuan dasar/teorisasi hukum Indonesia (hal. 168). Kondisi ini memang tidak hanya disebabkan oleh kompleksitas permasalahannya akan tetapi juga oleh

orientasi politik hukum pemerintah yang lebih mementingkan kebutuhan kekinian dan sektoral, sehingga permasalahan mendasar dari pembangunan hukum sendiri akhirnya terabaikan. Meskipun muncul berbagai terminologi dalam pembangunan hukum yang dipergunakan oleh para pakar, seperti: rule of law, rule of moral, clean government, negara berdasar hukum (rectstaat), prolegnas, Indonesian legal framework dan masih banyak lainnya, dan telah berulang kali dimasukkan dalam GBHN hingga sekarang ini, tampaknya sangat tergantung pada komitmen, semangat dan tanggung jawab moral (moral responsibility) dari Pemerintah untuk bertindak. Tidak berlebihan kiranya Sri Sumantri mengutip dari penjelasan umum UUD 1945 untuk menggambarkan keprihatinannya (hal 240) yang berbunyi: "....... yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin UUD yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, UUD tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Dari berbagai realitas empiris disadari sebenarnya permasalahan utama dan mendasar dalam pembangunan Hukum Nasional lebih terletak pada supra-strukturnya (kekuasaan) dibandingkan dengan infra-strukturnya (sistem hukum). Meskipun demikian permasalahan yang dihadapi oleh infra-struktur hukum juga sangat kompleks, akan tetapi usaha-usaha untuk memecahkan berbagai permasalahan infra struktur hukum masih terus berlangsung dan salah satunya adalah usaha untuk menemukan kembali Identitas Hukum Nasional yang dikaji dalam buku ini.

Identitas Hukum Nasional Berkaitan dengan identitas, tidak mungkin terlepas dari realitas empiris yang terjadi dalam masyarakat dan juga realitas hukum yang dikembangkan. Hal inilah tentunya yang mendasari diperlukannya pendekatan dari berbagai bidang ilmu: filsafat, kebudayaan, sosial, politik/kebijakan dan kehidupan manusia, dan tentunya bidang hukum itu sendiri (hal 286). Dalam usaha untuk menemukan kembali Identitas Hukum Nasional dari berbagai pemikiran, perkembangan serta perubahan masyarakat yang terjadi di Indonesia, perlu dirumusan suatu sistem nilai yang mendasari norma-norma hukumnya, dan pada kesimpulannya bahwa sistem nilai yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, merupakan acuan dasar dari Indentitas Hukum Nasional disamping nilai-nilai yang relevan yang terkandung dalam kebudayaan Indonesia (hal. 288). Karena menyangkut permasalahan identitas/kepribadian tampaknya aspek aksiologi dan ontologinya mendapatkan perhatian yang sangat besar oleh para penulis. Terdapat kurang lebih 10 buah artikel dari 14 artikel yang membahas permasalahan etika hukum dan sistem nilai dasar dalam kaitannya dengan pembangunan Hukum Nasional. Para penulis berusaha untuk memberikan gagasan dan pemikiran tentang fundamental hukum Indonesia dengan mengangkat kembali realitas sosial, budaya, dan nilai-nilai ideologis bangsa. Identitas hukum identik dengan kepribadian hukum demikian dikemukakan oleh Abdul Hakim G. Nusantara yang mengemukakan bahwa membahas identitas hukum tidak terlepas dari permasalahan perkembangan hukum ekonomi yang terjadi. Salah satu indikator dari kepribadian hukum Indonesia adalah demokrasi dan keadilan sosial. Permasalahan dengan identitas hukum adalah suatu evaluasi kritis seberapa jauh indikator ini diterjemahkan dalam pembangunan hukum di Indonesia?

Kita memiliki kata kunci dalam konstalasi pembangunan hukum ekonomi (hal.261) "Pembangunan ekonomi tanpa diiringi demokrasi dalam pengambilan keputusan, tidak akan pernah menghasilkan keadilan sosial". Pragmatisme yang dipakai sebagai acuan pembangunan ekonomi telah pengarahkan orientasi hukum yang kapitalistik (melindungi para pemegang kapital). Dan kita semua memahami bahwa orientasi ini tidak seiring dengan nilai-nilai dasar pembangunan hukum di Indonesia. Sekali lagi tampaknya jalan masih panjang, akan tetapi kalau kita tidak memulainya justru akan semakin panjang. Buku ini memberikan kepada kita salah satu jalan untuk memulainya dan dibutuhkan jalan-jalan lainnya dalam rangka meningkatkan semangat dan komitmen pembangunan hukum nasional.

Вам также может понравиться