Вы находитесь на странице: 1из 3

Dampak UU Otonomi terhadap Pembangunan Indonesia Posted on May 18, 2010

Indonesia merupakan negara yang banyak mempunyai daerah yang berpotensi dalam mengembangkan wilayahnya sendiri. Wilayah wilayah tersebut mempunyai kekhasan dan ciri berbeda dari daerah lainnya. Hal ini pula yang menjadikan wilayah (daerah) di Indonesia mempunyai APBD dan dana pemasukan yang berbeda. Penerapan UU otonomi daerah untuk memberikan kewenangan pemerintah daerah mengatur kawasannya sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah pusat.Tidak dapat dipungkiri bahawa pembangunan di Indonesia tidak lepas dari pembangunan daerah yang setiap tahunnya beberapa daerah yang dapat mengoptimalkan pendanaannya mengalami kemajuan yang cukup signifikan.

Sebagaimana telah disebutkan dalam UU otonomi daerah tahun 2004 pasal 32 dan 33 tentang keuangan dan perimbangan keuangan daerah dan pusat, dana anggaran daerah yang dihasilkan untuk daerah menjadi pendapatan asli daerah (PAD) telah diberikan hak dan kewenangan penuh untuk daerah dalam mengelola hal tersebut.

Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain itu juga dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannnya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai bagian utama dari tujuan nasional.1

Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi daerah diharapkan dapat (1) menciptakan efisinesi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, (2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, (3)

membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisifasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002).

Jika dikaji lebih dalam lagi, otonomi daerah mempunyai banyak sisi baik dan cukup menjadikan birokrasi dari suatu daerah menjadi pemerintahan yang baik ( Good Governance). Namun di sisi lain, peraturan yang dibuat dilanggar oleh aparat yang mempunyai wewenang tersebut. Lambatnya administrasi dan banyak kecurangan yang dilakukan oleh pemerintahan setempat menjadi sebuah tolak belakang dengan UU yang ada. Adanya reformasi birokrasi memang sangat diperlukan guna membangun Indonesia yang lebih baik.

Apabila kita menilik kembali kepada pemerintahan pada masa orde baru dengan sentralisasi kekuasaan dan keuangan, maka daerah yang berpenghasilan dan mempunyai banyak sumber daya akan merasa dirugikan terhadap kebijakan tersebut. Daerah hanya mendapatkan sedikit beberapa persen saja dari keuntungan yang dicapai daerah. Ini akan memberikan dampak buruk bagi masyarkat yang ikut serta dalam proses produksi. Namun, ketika adanya kebijakan otonomi daerah dan tidak adanya proses sentralisasi keuangan, daerah mendapatkan sebuah kesempatan besar untuk mendapatkan hasil maksimal dari apa yang mereka kerjakan.

Otonomi daerah mempunyai sebuah dampak positif bagi pembangunan di Indonesia. Artinya pembangunan di Indonesia berkecenderungan dengan pembangunan di daerah. Jika sebuah daerah dapat mengembangkan potensi daerahnya sendiri, maka hal tersebut akan menciptakan sebuah atmosfir yang baik dalam program pembangunan pemerintah pusat. Lebih dalam lagi daerah tersebut mempunyai pendapatan asli daerah yang maksimal. Sebagaimana digambarkan dalam tata keuangan daerah yang menjadi patokan daerah memaksimalkan daerah masing masing.

Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah

selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

Dari beberapa hal di atas, didapati kesimpulan bahwa otonomi daerah merupakan salah satu langkah konkrit guna melaksanakan pembangunan di Indonesia. Namun memang tak dapat dipungkiri masih banyak yang perlu dibenahi dari UU maupun peraturan daerah itu sendiri guna mengembangkan produktivitas daerah. Penggunaan dana daerah juga menjadi hal terpenting yang tidak boleh luput dari pengawasan agar tidak ada kecurangan di dalamnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan keuangan daerah harus transparan yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam arti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Kemudian, perlunya efektivitas dan efisiensi dalam melakukan sebuah pekerjaan menjadi pertimbangan lain dalam menghadapi dinamika perekonomian baik di daerah maupun di negara.

Вам также может понравиться