Вы находитесь на странице: 1из 1

Bohong itu (Bukan) Emas Kejujuran kembali menjadi barang langka di Indonesia.

Seperti halnya hukum permintaan ekonomi, semakin langka suatu barang, maka semakin tinggi nilainya. Sebut saja barang berharga, seperti emas dan berlian, dianggap bernilai tidak hanya karena terlihat begitu mempesona, bagi sebagian besar wanita, tapi juga karena tidak banyak yang memilikinya, apalagi dalam jumlah yang besar. Angelina Sondakh, mantan Putri Indonesia 2001, yang pada masanya kejayaannya telah dianggap sebagai sang putri dengan pesona bak berlian 24 karat, kini tengah berada dalam posisi yang sebaliknya. Setelah memutuskan untuk terjun di bidang politik, Anggie yang kini masih tercatat sebagai anggora DPR RI, disebut sebut oleh Nazarudin, mantan Bendhara Partai Demokrat, sebagai salah satu nama yang terlbiat dalam dugaan korupsi pembangunan wisma atlet. Dalam sejumlah sidang di pengadilan, terungkaplah dugaan peran Anggie melalui rekaman BBM, antara Anggie, dan Saksi. Meski dianggap tidak mengejutkan oleh Samad Riyadi, Ketua KPK, reaksi Angie yang mengaku belum memakai Blackberry pada tahun 2010, menjadi perdebatan serius. Wajar jika Anggie berbohong kata Samad. Bagi sebagian orang, termasuk rekan separtainya, Roy Suryo, kesaksian Anggie di Pengadilan dianggap bertentangan dengan kenyataan yang ada. Bukti foto pada tahun 2009, yang menunjukkan Anggie, nama panggilan Angelina Sondakh, telah menenteng Blackberry, semakin membuat publik meradang. Foto tersebut, yang dikabarkan telah dianggap sebagai foto asli oleh Roy Suryo, yang juga dikenal sebagai pakar IT, menjadikan posisi Anggie semakin terpojok. Hingga saat ini, Anggie yang menjadi tersangka kasus korupsi pembangunan wisma atlet, masih terus menjalani proses persidangan. Fenomena Anggie barangkali hanyalah pucuk gunung es, yang tidak mampu menggambarkan keseluruhan kebobrokan birokrat di tingkat elit, tapi juga mencemaskan banyak kalangan. Kejujuran barangkali dianggap tidak lagi berharga bagi sebagian kalangan yang rakus dan tamak, atau dalam kondisi yang terpojok. Namun dengan berkata tidak jujur, apakah mereka berpikir, kondisi akan menjadi lebih baik? Beberapa kisah dalam sejarah telah membuktikan, orang yang besar barangkali pernah melakukan banyak kesalahan, tapi ada satu yang selalu mereka jaga, yaitu kejujuran. Berkata benar, barangkali akan membuat kita harus menanggung akan kesalahan yang telah kita lakukan, tapi orang akan tetap percaya, Tuhanpun demikian. Maka ketika kita tidak lagi berkata jujur, maka tunggulah saat kehancuran sudah di depan mata. Seperti petuah a la Mario Teguh, Berkatalah jujur, berbuatlah benar, lalu perhatikan apa yang terjadi. Semarang, 22 Februari 2011 Bayu Bagas Hapsoro, Pengamat Sosial, Media dan Teknologi

Вам также может понравиться