Вы находитесь на странице: 1из 28

PERKEMBANGAN FISIK DAN KOGNITIF DAN PSIKOSOSIAL MASA REMAJA

DEFINISI REMAJA Istilah adolescene atau remaja berasal dari Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescene, seperti yang digunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (121) dengan mengatakan secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada di dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah bak integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif , kurang lebih berhubungan dengan masa puber termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umumi periode perkembangan ini. Penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja dari pada pada akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku, sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja. Dengan dua bagian yaitu awal dam akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau tujuh belas tahun. Dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Masa remaja awal (sekitar usia 10 atau 11 sampai 14 tahun), peralihan dari masa kanak-kanak, memberikan kesempatan untuk tumbuh , tidak hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan sosial, otonomi, harga diri, dan keintiman. Masa remaja adalah saat meningkatnya perbedaan di antara kebanyakan remaja, yang menuju ke masa dewasa yang

memuaskan dan produktif, dan hanya sebagian kecil yang akan menghadapi masalah besar (Offer, 1987; Offer, Kaiz, Ostrov, dan Albert, 2002; Offer, Offer dan Ostrov, 2004; Offer & Schonert-Reichl, 1992). Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting Ada periode yang penting karena akibat fisik da nada lagi karena akibat psikologis. Dalam membahas akibat fisik pada masa remaja, Tanner mengatakan (156): bagi sebagian besar anak muda, usia antara 12 dan 16 tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan, janin dan tahun pertama atau kedua setelah kelahiran, perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, senang dan takut. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan Osterrieth, Struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak ciri yang umum dianggap sebagai ciri khas remaja sudah ada pada akhir masa kanak-kanak. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia kan diajari untuk bertindak sesuai umurnya. Kalau remaja berusaha bertindak seperti orang dewasa, ia sering kali dituduh terlalu besar untuk celananya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberikan waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas Pada tahun awal-awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal seperti sebelumnya. Tetapi status remaja yang mendua dalam kebudayaan Amerika saat ini menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan krisis identitas atau masalah identitas-ego pada remaja. Seperti yang dijelaskan Erikson: identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah nantinya ia dapat menjadi seorang suami atau ayah?... apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang rasa tau agama atau nasionalnyamembuat beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal? Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja: dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dna kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secraa artifisial orang-orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh, dan mereka sellau siap untuk menempatkan idola dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjumlahann identifikasi masa kanak-kanak.

PERKEMBANGAN FISIK Pengertian Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan fisik remaja merupakan pertumbuhan yang paling pesat. Remaja tidak hanya tumbuh dari segi ukuran (semakin tinggi atau semakin besar), tetapi juga mengalami kemajuan secara fungsional, terutama organ seksual atau pubertas. hal ini ditandai dengan datangnya menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat progresif dan kontinyu dan berlangsung dalam periode tertentu. Perubahan ini berkisar hanya pada aspek-aspek fisik individu. Pertumbuhan itu meliputi perubahan yang bersifat internal maupun eksternal.

Perubahan Fisik Datangnya masa remaja, ditandai oleh adanya perubahan-perubahan fisik. Hurlock (1992) menyatakan bahwa perubahan fisik tersebut, terutama dalam hal perubahan yang menyangkut ukuran tubuh, perubahan proposisi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder. Pertumbuhan yang terjadi pada fisik remaja dapat terjadi melalui perubahan-perubahan, baik internal maupun eksternal.

Perubahan Internal ialah perubahan yang terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar. Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan tersebut adalah: a. Sistem Pencernaan b. Sistem Peredaran Darah c. Sistem Pernafasan d. Sistem Endoktrin e. Jaringan tubuh

Perubahan Eksternal perubahan dalam tubuh seorang remaja yang mengalami datangnya masa remaja ini terjadi sangat pesat. Perubahan yang terjadi, dapat dilihat pada fisik luar anak. Perubahan tersebut ialah: a. Tinggi Badan b. Berat Badan c. Proporsi Tubuh d. Organ Seks/Ciri Seks Primer e. Ciri-ciri Seks Sekunder . Kondisi - Kondisi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik Remaja Pertumbuhan fisik erat hubungannya dengan kondisi remaja. Kondisi yang baik berdampak baik pada pertumbuhan fisik remaja, demikian pula sebaliknya. Adapun kondisi-kondisi yang mempengaruhi sebagai berikut :

1. Pengaruh Keluarga Pengaruh keluarga meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan. Karena faktor keturunan seorang anak dapat lebih tinggi atau panjang dari anak lainnya.

2.

Pengaruh Gizi Anak yang mendapatkan gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf dewasa dibadingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan gizi cukup.

3.

Gangguan Emosional Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan dan ini akan membawa akibat berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitari (otak). Bila terjadi hal demikian pertumbuhan awal remajanya terhambat dan tidak tercapai berat tubuh yang seharusnya.

4. Jenis Kelamin Anak laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dari pada anak perempuan, kecuali pada usia 12 15 tahun. Anak perempuan biasanya akan sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada laki-laki-laki. Hal ini terjadi karena bentuk tulang dan otot pada anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak perempuan lebih cepat kematangannya dari pada laki-laki . 5. Status Sosial Ekonomi Umumnya anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah, cenderung lebih kecil dari pada anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah

6.

Kesehatan Kesehatan amat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik remaja. Remaja yang berbadan sehat dan jarang sakit, biasanya memiliki tubuh yang lebih tinggi dan berat atau besar dibanding yang sering sakit.

7. Kecerdasan Pada umumnya, anak yang kecerdasannya lebih tinggi atau berprestasi di sekolah biasanya lebih gemuk dan berat daripada anak yang kecerdasannya rendah.

8. Pengaruh Bentuk Tubuh Perubahan psikologis muncul antara lain disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik. Di antara perubahan fisik yang sangat berpengaruh adalah; pertumbuhan tubuh (badan makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada perempuan dan "mimpi pertama" pada anak laki-laki ), dan tanda-tanda kelamin kedua yang tumbuh.

Bagaimana Pubertas Bearawal: Perubahan Hormonal Pubertas dimulai dengan peningkatan tajam dari produksi hormone terkait jenis kelamin dan terjadi dalam dua tahapan: adrenarche, matangnya kelejar adrenal, diikuti beberapa tahun berikutnya oleh gonadarche, kematangan organ seksual dan munculnya perubahan pubertas yang lebih jelas. Pertama, diantara usia 6 dan 9 tahun (Susman, Dorn, dan Schiefelbein, 2003), kelenjar adrenal, yang terletak di atas ginjal, secara bertahap dan meningkat mengeluarkan androgen, pada dasarnya dehydroepiandrosterone (DHEA). DHEA berperan terhadap tumbuhnya rambut di bagian kemaluan, wajah dan ketiak, juga pertumbuhan tubuh yang lebih cepat, kulit yang lebih berminyak, dan perkembangan bau badan. Di usia 10 tahun, tingkat DHEA sepuluh kali lebih banyakdibandingkan antara usia 1 dan 4 tahun. Kematangan organ seksual dua sampai empat tahun kemudian memicu produksi DHEA berikutnya, yang kemudian meningkat hingga dewasa. Dalam tahap ke dua ini, gonadarche, indung telur anak perempuan mulai mengeluarkan estrogen, yang merangsang pertumbuhan alat kelamin perempuan dan perkembangan payudara. Pada anak laki-laki, testis meningkatkan produksi androgen, terutama testosterone, yang merangsang pertumbuhan alat kelamin laki-laki, masa otot dan rambut tubuh. Pada anak perempuan, testosterone memengaruhi pertumbuhan klitoris dan juga tulang serta rambut kemaluan dan ketiak.

Beberapa penelitian mengaitkan peningkatan kondisi emosional dan perubahan mood di awal masa remaja dengan perkembangan hormonal. Akan tetapi, pengaruh lain seperti jenis kelamin, usia, tempramen, dsan waktu dari pubertas, dapat menahan bahkan mengalahkan pengaruh hormonal (Buchanan, Eccles, dan Becket, 1992).

Waktu, Urutan, Serta Tanda-tanda Pubertas dan Kematangan Seksual Terdapat rentang tujuh tahun bagi kemunculan pubertas pada laki-laki dan rentang delapan tahun pada anak perempuan. Di AS usia rata-rata bagi anak laki-laki saat memasuki pubertas adalah 10 sampai 11 tahun (Susman et., 2003). Tetapi peububahan mulai ditunjukkan antara usia 9 sampai 16 tahun. Kebanyakan anak perempuan mulai menunjukkan perubahan pubertas antara 9 sampai 10 tahun, tetapi beberapa orang mulai paling dini di usia 6 tahun dan paling lambat di usia 13 atau 14 tahun. Perubahan fisik pada saat pubertas, baik pada anak laki-laki dan anak perempuan, mencakup perkembangan rambut kemaluan, suara yang bertambah besar, pesatnya pertumbuhan badan, dan perkembangan otot. Matangnya organ reproduksi mengawali haid pada anak perempuan dan produksi sperma pada anak laki-laki

Karakteristik Seks Primer dan Sekunder Karakteristik seks primer adalah perubahan biologis yang secara langsung melibatkan organorgan yang diperlukan untuk melakukan reproduksi. Pada perempuan organ-organ ini ialah indung telur, tuba falopi, Rahim dan vagina. Pada laki-laki adalah testis, penis, skrotum, vesikula seminalis, dan kelenjar prostat. Selama pubertas organ-organ ini menjadi lebih besar dan matang. Pada anak laki-laki tanda pertama pubertas adalah tumbuhnya testis dan skrotum. Pada anak perempuan, tumbuhnya karakteristsik seks primer tidak secara jelas tampak karena organorgannya berada di dalam tubuh. Karakteristik seks sekunder adalah tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak secara langsung melibatkan organ seks. Misalnya payudara pada perempuan dan bahu bidang

pada laki-laki. Karakteristik lainnya adalah perubahan pada suara dan tekstur kulit, perkembangan otot, serta tumbuhnya rambut di kemaluan, wajah ketiak dan sekujur tubuh

Berbagai Pengaruh Terhadap Munculnya Pubertas Para ahli perkembangan menemukan tren sekuler (secular trend) - tren yang berlangsung selama beberapa generasi dalam munculnya pubertas: makin mudanya usia saat pubertas dimulai dan saat remaja mencapai tinggi badan orang dewasa dan kematangan seksual. Tren ini dimulai sekitar 100 tahun yang lalu dan terjadi di AS, Eropa Barat, Jepang, terus terjadi paling tidak di AS (Anderson, Dallal, dan Must, 2003). Penjelasan yang mungkin diterima adalah meningkatnya standar kehidupan. Anak-anak yang lebih sehat, lebih berkecukupan dalam hal gizi, dan lebih mendapatkan perhatian diharapkan matang lebih dini dan tumbuh lebih besar. Oleh karena itu, rata-rata usia kematangan seksual lebih awal di negara-negara bagian maju dibandingkan dengan negara berkembang. Pemberi kontribusi besar dari tren sekuler di AS selama akhir abad ke-20 tampaknya adalah peningkatanberat badan di antara anak-anak perempuan (Anderson et., al 2003).

Tanda-tanda Kematangan Seksual: Produksi Sperma dan Haid Tanda utama dari kematangan seksual pada anak laki-laki adalah reproduksi sperma. Ejakulasi pertama, spermache, atau biasa disebut mimpi basah pertama kali, terjadi rata-rata pada usia 13 tahun. Tanda utama kematanga seksual pada anak perempuan adalah haid, luruhnya jaringan pada dinding rahim. Haid pertama, menarche, terjadi relative lambat dalam tahapan perkembangan perempuan: wkatu normalnya dapat bervariasi dari usia 10 sampai 16 tahun. Sejalan dengan tren sekuler yang disebut sebelumnya, usia rata-rata anak perempuan di AS saat mengalami menarche sebelum tahun 1900 adalah lebih dari 14 tahun, tapi di tahun 1900-an adalah usia 12 tahun. Rata-rata anak perempuan kulit hitam mengalami haid pertama segera setelah ulang tahun ke-12 dan anak perempuan kulit putih sekitar enam bulan kemudian (Anderson et al., 2003).

Kombinasi dari pengaruh genetic, fisik, emosional, dan lingkungan dapat mempengaruhi waktu munculnya menarche. Usia saat anak perempuan mendapat haid pertama cenderung mendekati usia ibu mereka saat mendapat haid pertama. Anak perempuan dengan tubuh yang lebih besar dan payudara yang lebih berkembang cenderung mendapatkan haid lebih awal. Gizi adalah faktor yang menentukan. Olahraga berat, seperti atletik kompetitif , dapat menunda menarche (Ellis & Garber, 2000; Graber, Brookss-Gunn, dan Warren, 1995; Moffitt, Caspi, Belsky, dan Silva, 1992; Steinberg, 1998).

Otak Remaja Dua perubahan besar dalam proses parallel otak remaja yang terjadi sebelum kelahiran dan selama masa bayi: pertumbuhan dan seleksi gray matter. Remaja memproses informasi mengenai emosi secara berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Remaja awal cenderung menggunakan amigdala , bagian otak dalam lobus temporal yang kecil dan berbentuk seperti kacang almond, yang berperan besar dalam reaksi emosional dan instingtual. Remaja yang lebih matang, seperti orang dewasa, cenderung menggunakan lobus frontalis, yang memungkinkan penilaian lebih akurat dan beralasan. Maka, pada remaja awal, perkembangan otak yang belum matang dapat membuat perasaan atau emosi mengalahkan akal sehat, alas an yang memungkinkan remaja untuk membuat pilihan yang tidak bijaksana, seperti penyalahgunaan alcohol atau narkoba dan melakukan aktivitas seksual beresiko (Baird et al., 1999; YurgelonTodd, 2002).

Kesehatan Fisik dan Mental Sembilan dari 10 remaja awal dan menengah menganggap diri mereka sehat, menurut survey internasional berbasis sekolah terhadap lebih dari 120.000 remaja usia sebelas, tiga belas dan lima belas tahun di AS dan 27 negara industri barat lainnya yang diselenggarakan oleh WHO (Scheidt, Overpeck, Wyatt, dan Aszmann, 2000). Namun banyak remaja yang lebih muda, terutama anak perempuan, sering mengeluhkan masalah kesehatan, seperti sakit kepala, sakit perut, sakit punggung, gugup, dan merasa lelah, kesepian atau sedih. Laporan tersebut paling

umum ditemukan di AS dan Israel, dimana kehidupan cenderung terasa lebih sulit dan penuh stress. (Scheidt et al., 2000).

Aktivitas Fisik Gaya hidup yang tidak aktif dan berlanjut hingga masa dewasa dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kelebihan berat badan, penyakit jantung, kanker, dan diabetes tipe 2, masalah yang makin banyak dialami anak-anak dan remaja ( Centers for Disease Control and Prevention, 2000a; Hickman, Roberts, dan de Matos, 2000; NCHS, 2004; Troiano, 2002). Sayangnya sepertiga dari siswa SMA AS tidak melakukan jumlah aktivitas fisik yang dianjurkan, dan proporsi remaja yang tidak aktif meningkat sepanjang tahun sekolah menengah atas (NCHS, 2004).

Kebutuhan Tidur Banyak remaja yang tidak mendapatkan cukup tidur. Waktu tidur malam hari rata-rata berkurang dari sepuluh jam lebih di usia 9 tahun ke kurang dari delapan jam di usia 16 tahun (Hoban, 2004). Remaja cenderung mengantuk di siang hari bahkan saat mereka tidur sebanyak sembilan jam penuh, menunjukkan bahwa mereka membutuhkan tidur sebanyak sebelumnya (Hoban, 2004; Iglowstein, Jenni, Molinari, dan Largo, 2003). Pola tidur larut malam dan terlambat bangun di pagi hari dapat menyebabkan insomnia (gangguan sulit tidur), masalah yang sering kali muncul di masa kanak-kanak akhir atau remaja. Mengapa remaja terjaga hingga larut malam? Sebagian mungkin karena mereka butuh mengerjakan tugas sekolah, ingin berbicara dengan teman lewat telepon atau menelusuri dunia maya, atau ingin berperilaku seperti orang dewasa akan teapi perubahan fisiologis juga dapat berperan (Sadeh et al., 2000). Remaja mengalami perubahan dalam siklus tidur alamiah di otak mereka (circadian timing system). Waktu pengeluaran hormone melatonin adalah sinyal saat otak siap untuk tidur. Setelah pubertas, pengeluaran ini terjadi pada waktu yang lebih larut di malam hari (Carskadon, Acebo, Richardson, Tate, dan Seifer, 1997)

Gizi dan Gangguan Makan Remaja AS memiliki pola makan yang kurang sehat jika dibandingkan dengan negara industri barat lainnya. Mereka kurang memakan buah-buahan dan sayuran serta lebih banyak mengkonsumsi makanan manis, cokelat, minuman ringan, dan makanan sampah, yang tinggi kolestrol, lemak, dan kalori serta memiliki kandungan gizi yang rendah (Vereecken & Maes, 2000). Kekurangan kalsium, zinc, dan zat besi umum dialami pada usia dini (Llyod et al., 1993; Bruner, Joffe, Duggan, Casella, dan Brandt, 1996); kekurangan zat besi dikaitkan dengan nilai matematika standar yang lebih rendah (Halterman, Kaczorowski, Aligne, Auinger, dan Szilagyi, 2001).

Obesitas/ Kelebihan Berat Badan Remaja AS lebih mungkin mengalami kelebihan berat badan dibandingkan remaja seusia mereka di 14 negara industri lain. 26 31% dari remaja AS memiliki indeks masa tubuh (body mass indeks-BMI) pada atau diatas 85 atau 95 persentil untuk usia dan jenis kelamin, dibandingkan rata-rata 15% dari semua 15 negara (Lissau et al., 2004). Remaja dengan kelebihan berat badan atau obesitas cenderung memiliki kesehatan lebih buruk dibandingkan teman seusia mereka dan lebih mungkin mengalami keterbatasan fungsional, seperti kesulitan menghadiri sekolah, melakukan pekerjaan, rumah tangga, atau melakukan aktivitas berat atau merawat diri (Swallen, Reither, Haas, dan Meier, 2005). Faktor genetika dna lainnya yang tidak berhubungan dengan kekuatan diri sendiri atau pilihan gaya hidup tampaknya membuat beberapa orang rentan mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Dalam penelitian terhadap 878 remaja berusia 11 sampai 15 tahun di California, kurangnya gerak adalah faktor resiko utama yang menyebabkan kelebihan berat badan pada anak laki-laki dan perempuan (Patrick et al., 2004). Citra Tubuh dan Gangguan Makan 1. Anoreksia Nervosa atau melaparkan diri, berpotensi membahayakan jiwa. Orang dengan anoreksia memiliki citra tubuh yang terganggu, walaupun secara terus-menerus berdiet dan hampir tidak makan, mereka berpikir mereka terlalu gemuk. Anoreksia dapat disertai dengan

haid yang tidak teratur atau teratur atauberhenti sama sekali dan tumbuhnya rambut halus di sekujur tubuh. Diperkirakan sekitar 0,5 % dari remaja dan dewasa awal perempuan, serta dalam jumlah yang lebih kecil adalah anak laki-laki dan laki-laki dewasa di negara-negara barat, sudah terpengaruh. Kebanyakna dari mereka adalah siswa yang baik, dipandang sebagai anak teladan oleh orang tua mereka. 2. Bulimia Nervosa, pada bulimia nervosa, seseorang secara berkala mengosumsi makanan dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat, biasanya dua jam atau kurang, dan kemudian berusaha untuk membatalkan asupankalori yang tinggi tersebut dengan memuntahkannya sendiri, diet ketat atau puasa, berolahraga berat secara berlebihan, atau mengonsumsi obat pencahar, memasukkan cairan melalui dubur (enema), atau obat pemicu diare untuk mengeluarkan isi perut.

Pengobatan dan Akibat dari Anoreksi dan Bulimia Tujuan segera dari pengobatan untuk anoreksia adalah membuat pasien mau makan dan menambah berat badan. Mereka dapat diberi obat untuk merangsang nafsu makan dan mencegah muntah. Bulimia juga dapat diatasi dengan perilaku terapi dalam lingkup 24 jamsehari, pasien menulis buku harian tentang pola makan dan diajarkan cara-cara untuk menghindari memuntahkan makan. Psikoterapi individu, kelompok atau keluarga dapat membantu pasien anoreksia dan bulimia, biasanya setelah terapi perilaku awal membuat gejala terkendali. Karena para pasien beresiko mengalami depresi dan bunuh diri, obat antidepresan dapat dikombinasikan dengan psikoterapi (Becker et al., 1999; Edwards, 1993; Fluoxetine-BulimiaCollaborative Study Group, 1992; Harvad Medical Scholl, 2002b; Hudson & Pope, 1990; Kaye, WeltzinHsu, dan Bulik, 1991; McCallum & Bruton, 2003).

Penggunaan dan Penyalahgunaan Narkoba Tren dalam penggunaan narkoba. Penggunaan narkoba menurun secara stabil sejak tahun 1996 di antara siswa kelas 8 di AS dan sejak tahun 2001 di antara siswa kelas 10 dan 12, serta jumlahnya di bawah puncak yang tejadi di akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an. Pada

tahun 2004, sebanyak 15,2 persen siswa kelas 8, sebanyak 31,1 persen siswa kelas 10 dan 38,8 persen siswa kelas 12 menggunakan narkoba di tahun sebelum penelitian (L.D. Johnston, OMalley, Bachman, dan Schulenberg, 2004b, 2005).

Faktor Resiko Untuk Penyalahgunaan Narkoba Alkohol, Mariyuana, dan Tembakau. Alkohol adalah zat kuat dan mempengaruhi pikiran dnegan efek besar terhadap kesejahteraan fisik, emosional, dan sosial. Penggunaannya menjadi masalah serius dibanyak negara (Gabhainn & Francois, 2000). Remaja lebih rentan dibandingkan orang dewasa untuk mengalami baik efek segera maupun jangka panjang negative dari lakohol, pada proses belajar dan ingatan (White, 2001). Dalam satu penelitian, pemyalahgunaan alcohol berusia 15 dan 16 tahun yang menghentikan konsumsi alkohol menunjukkan gangguan kognitif beberapa minggu kemudian dibandingkan teman sebaya yang tidak mengonsumsi lakohol (Brwon et al., 2000). Penggunaan mariyuana seacra signifikan menurun sejak tahun 1996, seiring dengan meningkatnya proporsi siswa yang melihat bahayanya. Aka tetapi mariyuana adalah narkoba yang jumlah penggunaannya paling tinggi di AS. Pada tahun 2004, sebanyak 11,8 persen dari siswa kelas ke delapan 27,5 persen siswa kelas sepuluh, dan 34,4 persen siswa kelas dua belas mengaku menggunakannya setahun terakhir (L.D. Johnston et al., 2004b, 2005). Remaja yang mulai merokok di usia 11 tahun dua kali lebih mungkin untuk melakukan perilaku beresiko, seperti naik kendaraan dengan pengemudi yang mabuk, membawa pisau atau senjata api ke sekolah, menggunakan inhalant, mariyuana atau kokain, dna membuat rencana bunuh diri, dibandingkan remaja lain. Penggunaan alcohol dan mariyuana sejak dini juga berkaitan dengan risiko perilaku ganda (DuRant, Smith, Kreiter, dan Krowchuck, 1999).

Depresi Remaja perempuan, terutama yang matang lebih awal, dan perempuan dewasa lebih mungkin terkena depresi dibandingkan laki-laki (Birmaher etal., 1996; Brent & Birmaher, 2002; Cicchetti & Toth, 1998; Ge, Conger, dan Elder, 2001; Stice et al., 2001). Remaja yang depresi dan tidak memberikan respon baik terhadap perawatan jalan atau yang memiliki ketergantungan zat atau psikotik atau terlihat memiliki kecenderungan bunuh diri mungkin perlu di rawat di rumah sakit. Setidaknya satu dari lima orang yang mengalami beberapa episode pendek depresi di masa kecil atau remaja beresiko mengalami gannguan bipolar, yang episode depresifnya (masa-masa rendah diri) bergantian dengan masa-masa tinggi yang ciri-cirinya adalah meningkatnya energy, euphoria, grandiosity, dan berani mengambil resiko (Brent & Birmaher, 2002.

Kematian Pada Masa Remaja Kematian karena Kecelakaan Kendaraan dan Senjata Api Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab utama kematian pada remaja AS, yaitu sekitar 2 dari 5 kematian pada remaja. Resiko tabrakan lebih besar untuk remaja usia 16 sampai 19 tahun dibandingkan kelompok usia lain dan terutama pada remaja yang baru saja mulai mengemudikan kendaraan bermotor (McCartt, 2001; National Center for Injury Prevention and Control NCIPC, 2004). Kematian yang berhubungan dengan senjata api pada remaja usia 15 sampai 19 tahun (termasuk pembunuhan, bunuh diri, dan kematian karena kecelakaan) lebih umum di AS dari oada di negara-negara industri lain. Kematian jenis ini berjumlah sekitar sepertiga dari keseluruhan kematian karena luka pembunuhan di kelompok usia tersebut. dan lebih dari 85 persen dari semua

Bunuh Diri Ketersediaan senjata api juga merupakan fator utama dalam bunuh diri pada remaja, penyebab ketiga tertinggi kematian remaja usia 15 sampai 19 tahun di AS pada tahun 2002 (Anderson & Smith, 2005). Senjata apai digunakan dalam 52 persen kasus bunuh diri yang terjadi di tahun

2001 (NCIPC, 2001). Hampir seperempat dari siswa SMA di AS pernah berpikir secara serius untuk bunuh diri selama setahun terakhir (AAP Committee on Adolescene, 2000), dan hampir 9 persen mengatakan telah mencoba bunuh diri (NCHS, 2004). Remaja yang memikirkan atau mencoba bunuh diri cenderung memiliki sejarah gangguan emosional. Mereka cenderung menjadi pelaku ataupun korban kekerasan dan memiliki masalah di sekolah, baik akademis maupun perilaku.

Perkembangan Kognitif Remaja

1. Tahap Perkembangan Kognitif Remaja Perkembangan kognitif remaja membahas tentang perkembangan remaja dalam berfikir (proses kognisi/proses mengetahui ). Menurut J.J. Piaget, remaja berada pada tahap operasi formal, yaitu tahap berfikir yang dicirikan dengan kemampuan berfikir secara hipotetis, logis, abstrak, dan ilmiah. Pada usia remaja, operasi-operasi berpikir tidak lagi terbatas pada obyek-obyek konkrit seperti usia sebelumnya, tetapi dapat pula dilakukan pada proposisi verbal (yang bersifat abstrak) dan kondisi hipotetik (yang bersifat abstrak dan logis).

2. Kemampuan Kognitif Remaja Berbagai penelitian selama dua puluh tahun terakhir dengan menggunakan berbagai pandangan teori juga menemukan gambaran yang konsisten dengan teori Piagetyang menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode dimana seseorang mulai berfikir secara abstrak dan logik (Carlson, Derry, Fouad, Jacobs, Krieg, & Peterson, 1999). Berbagai penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang konsisten antara kemampuan kognitif anak-anak dan remaja. Dibandingkan anak-anak, remaja memiliki kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotetis dan logis.Remaja juga lebih mampu memikirkan beberapa hal sekaligus - bukan hanya satu - dalam satu saat dan konsep-konsep abstrak (Keating, dalam Carlson, dkk., 1999). Menurut Nettle (2001), remaja juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya sendiri, serta dapat memikirkan halhal yang tidak nyata - sebagaimana hal-hal yang nyata - untuk menyusun hipotesa atau dugaan.

3. Faktor Perkembangan Kognitif Remaja Menurut pandangan teori pemrosesan informasi, kemampuan berfikir pada usiaremaja disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan sumberdaya kognitif (cognitive resource). Peningkatan ini disebabkan oleh automaticity atau kecepatan pemrosesan (Case; Keating & MacLean; dalam Carlson, dkk. 1999); pengetahuan lintas bidang yang makin luas (Case, dalam Carlson, dkk. 1999); meningkatnya kemampuan dalam menggabungkan informasi abstrak dan menggunakan argumen-argumen logis (Moshman & Frank, dalam Carlson, dkk., 1999); serta makin banyaknya strategi yang dimiliki dalam mendapatkan dan menggunakan informasi(Carlson, dkk., 1999). Walaupun cara berfikir kelompok remaja (usia 11 tahun ke atas) berbeda dengan anak usia 7 11 tahun, akan tetapi bila ditelaah lebih jauh, di antara para remajasendiri sering ditemukan perbedaan (Seifert dan Hoffnung, 1987). Perbedaan tersebut, menururt Torgesen (dalam Collins,

dkk., 2001), terjadi antara lain karena faktor penggunaan strategi kognitif yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Berpikir Kritis Remaja Para remaja yang kekurangan ketrampilan fundamental umumnya mengalami kesulitan meraih pencapaia-pencapaian potensial. Bagi remaja yang lain, masa ini adalah periode transisional yang penting dalam perkembangan berpikir kritis (Keating, 1990). Beberapa perubahan-perubahan kognitif yang memampukan remaja berpikir kritis terjadi selama masa remaja, mencakup hal-hal berikut : Meningkatnya kecepatan, otomatisasi, dan kapasitas pemrosesan informasi, sehingga membebaskan sumberbudaya-sumberbudaya kognitif untuk tujuan-tujuan yang lain Peningkatan pengetahuan dalam berbagai bidang Kemampuan yang meningkat dalam menyusun kombinasi-kombinasi baru pengetahuan Penggunaan strategi atau prosedur secara spontan dan dalam rentang yang lebih luas, mencakup perencanaan, pertimbangan alternatif-alternatif dan pemonitoran kognitif

Pembuatan Keputusan Masa remaja adalah waktu meningkatnya pengambilan keputusan; bagaimanakah masa depan, siapakah teman-teman yang harus dipilih, apakah haris melanjutkan ke perguruan tinggi, siapakah orang yang diajak berkencan, apakah harus melakukan hubungan seksual, apakah harus membeli mobil (Byrnes, 1997, 2003, 2005; Galotti & Kozberg).

Hubungan remaja dengan keluarga, teman sebaya, dan orang dewasa Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Masa remaja merupakan periode perkembangan dibentuk baik oleh terungkapnya biologi dan oleh norma-norma sosial dan budaya dan harapan. Menurut Erickson, masa remaja ditandai dengan berbeda krisis, mereka menghadapi beberapa titik penting dalam mengembangkan identitas. Mereka menjawab atau setidaknya menghadapi pertanyaan identitas tentang pandangan dunia, arah karir, kepentingan, orientasi jenis kelamin, nilai-nilai, filsafat hidup, dan aspirasi untuk masa depan. Seperti remaja menjadi orang mereka menghabiskan berjam-jam di ruang kelas dan sekolah dalam interaksi konstan dengan guru, teman sebaya, ide dan kegiatan. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial. Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :

memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan

memperoleh peranan sosial menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.

Perkembangan kepribadian dan sosial Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991). Usia menjadi hal kuat yang mengikat pada masa remaja. Remaja menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebaya dan lebih sedikit dengan keluarga. Akan tetapi, sebagian besar nilai-nilai dasar remaja tetap lebih dekat dengan nilai-nilai orang tua mereka dibandingkan dengan yang secara umum disadari (Offer & Cruch, 1991: Papalia, 2009). Bahkan, seiring dengan saat remaja beralih ke teman sebaya sebagai tokoh panutan, teman, dan kedekatan, mereka seperti balita yang mulai menjelajahi dunia yang lebih luasmencari orang tua untuk kenyamanan dasar. Remaja yang paling merasa aman memiliki hubungan yang kuat dan penuh dukungan dengan orang tua yang memahami cara remaja melihat diri mereka sendiri, mengizinkan dan mendorong usaha mereka untuk mencapai kemandirian, serta menyediakan tempat aman di saat-saat remaja mengalami tekanan emosional (Allen et al., 2003; Lauren, 1996) dalam Papalia (2009).

Remaja dan orang tua Seperti remaja yang merasakan tekanan antara ketergantungan dengan orang tua mereka dan kebutuhan untuk melepaskan diri, orang tua sering kali merasakan berbagai hal. Mereka ingin anak mereka menjadi mandiri, tetapi mereka sulit untuk melepaskan. Orang tua harus hatihati dan seimbang dalam memberikan kemandirian yang cukup kepada remaja serta melindungi mereka dari kegagalan dalam menilai sesuatu karena ketidakmatangan remaja. Tekanan ini sering kali menyebabkan konflik dalam keluarga serta gaya pengasuhan orang tua dapat mempengaruhi bentuk dan hasil konflik tersebut. Sama seperti anak-anak, hubungan remaja dengann orang tua dipengaruhi oleh situas kehidupan orang tua itu sendiripekerjaan, status pernikahan, dan social ekonomi. Konflik keluarga dapat muncul karena kecepatan pertumbuhan remaja untuk mendapatkan kemandirian (Arnett, 1999; Papalia, 2009). Sebagian perdebatan adalah mengenai kejadian sehari-hari dan bukan nilai-nilai mendasar (Adams & Laursen, 2001;B.K. Barber, 1994; Papalia, 2009). Akan tetapi, beberapa isu kecil ini dapat menjadi awal dari isu besar yang lebih serius, misalnya penggunaan narkoba, dan seks bebas. Akumulasi dari seringnya bertengkar dapat menimbulkan atmosfer keluarga yang penuh tekanan (Arnett, 1999; Papalia, 2009). Tingkat dari putusnya hubungan keluarga tampaknya berpusat pada kepribadian remaja dan perlakuan orang tua terhadap remaja. Konflik keluarga paling sering terjadi pada masa remaja awal, tetapi paling kuat dalam masa remaja pertengahan (Laursen, Coy, dan Collins, 1998; Papalia, 2009). Frekuensi dari pertengkaran di masa awal remaja mungkin berhubungan dengan tekanan pubertas dan kebutuhan untuk mendapatkan otonomi. Makin kuat argumentasi dalam masa remaja pertengahan dan tetap ada di masa remaja akhir dalam tingkat yang lebih rendah, mencerminkan stress emosional yang terjadi saat remaja. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa remaja akhir (usia 18-19 tahun) yang masih tinggal di rumah orang tua, cenderung untuk kurang dekat dengan orang tua mereka dan memiliki interaksi yang lebih negative dibandingkan dengan remaja akhir yang telah meninggalkan rumah untuk kuliah maupun bekerja.

Gaya pengasuhan juga mempengaruhi kehidupan remaja sekarang maupun masa depannya. Gaya pemgasuhan yang otoritatif, gaya pengasuhan yang tampaknya membantu perkembangan karakter remaja (Baumrind, 1991; Papalia, 2009). Pengasuhan otoritarian terlalu ketat sehingga dapat membuat remaja menolak pengaruh orang tua serta mencari dukungan dan penerimaan dari teman sebaya dengan segala cara (Fuligni &Eccles, 1993; Papalia, 2009). Remaja dan saudara kandung Remaja kurang dekat dengan saudara kandung dibandingkan dengan orang tua atau teman, kurang terpengaruh oleh saudara kandung, dan menjadi lebih berjarak saat mereka menjalani masa remaja (Laursen, 1996; Papalia, 2009). Perubahan dalam hubungan antarsaudara kandung mungkin mendahului perubahan serupa dalam hubungan antara remaja dan orang tua; remaja makin mandiri dan orang yang lebih tua menjadi kurang menekankan otoritasnya. Remaja dan teman sebaya Sumber penting bagi dukungan emosional selama masa peralihan yang rumit (masa remaja) dan juga sumber tekanan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai oleh orang tua, yaitu meningkatnya keterlibatan remaja dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntutan moral; tempat untuk melakukan eskperimen; serta sarana untuk mencapai otonomi dan kemandirian dari orang tua. Kelompok teman sebaya adalah tempat untuk membentuk hubungan dekat yang berfungsi sebagai latihan bagi hubungan yang akan mereka bina di masa dewasa (Buhrmester, 1996; Gecas & Seff, 1990; Laursen, 1996; Papalia, 2009). Pengaruh dari teman sebaya paling kuat di saat masa remaja awal; biasanya memuncak di usia 12-13 tahun serta menurun selama masa remaja pertengahan dan akhir, seiring dengan membaiknua hubungan remaja dengan orang tua. Keterikatan dengan teman sebaya di masa remaja tidak selalu menyebabkan masalah, kecuali jika keterikatan ini terlalu kuat sehingga remaja bersedia untuk mengabaikan aturan di rumah mereka, lalai mengerjakan tugas sekolah dan lain-lain.

1. Pertemanan Pertemanan telah diteliti lebih luas dibandingkan dengan jenis hubungan antarteman sebaya yang lain. Kekuatan dan pentingnya pertemanan serta jumlah waktu yang dihabiskan dengan teman, lebih besar di masa remaja dibandingkan dengan masa-masa lain sepanjang rentang kehidupan manusia. Meningkatnya kedekatan dalam pertemanan remaja mencerminkan perkembangan kognitif dan juga emosional. Remaja kini dapat mengungkapkan pemikiran dan perasaan pribadi mereka dengan lebih baik, melalui social media misalnya, apapun yang dirasakan oleh remaja pada saat itu, biasanya akan di share ke ruang public, demi mendapatkan perhatian dari teman-temannya atau sekedar ingin menceritaka apa yang ia rasakan tanpa ada tanggapan dari teman-temannya. 2. Kawanan Kawanan mungkin ada pada anak-anak praremaja, tetapi lebih merupakan karakteristik dari masa remaja awal. Sebagai perpanjangan lingkaran teman-teman, kawanan biasanya terdiri dari remaja dengan usia, gender, dan suku bangsa yang sama. Akan tetapi keanggotaan kelompok cenderung tidak hanya didasarkan pada kesamaan pribadi, tetapi popularitas atau status social. 3. Kerumunan Kategori kerumunan adalah tujuan kognitif untuk karakteristik yang sama-sama dimiliki oleh para anggota kerumunan. Kerumunan memiliki beberapa tujuan, mereka membantu remaja membangun identitas dan memperkuat kesetiaan terhadap norma petilaku dari kelompok etnik atau social ekonomi. 4. Hubungan romantic Hubungan romantic adalah bagian utama dari sebagian besar dunia social remaja. Hunungan ini memunculkan emosi kuat, baik positif maupun negative. Hubungan ini berperan dalam perkembangan baik kedekatan maupun identitas. Sayangnya, karena hubungan ini melibatkan kontak seksual, hubungan ini juga memuncukkan risiko

kehamilan, penyakit menular seksual, dan korban kekerasan rumah tangga. Dengan munculnya pubertas, kebanyakan remaja laki-laki dan perempuan heteroseksual mulai berpikir serta lebih sering interaksi dengan lawan jenis. Hubungan romantic cenderung menjadi lebih kuat dan lebih dekat sepanjang masa remaja (Bouchey & Furman, 2003; Furman & Wehner, 1997; Papalia, 2009). Remaja awal berpikir terutama tentang bagaimana hubungan romantic dapat memengaruhi status mereka dalam kelompok teman sebaya (Bouchey & Furman, 2003; Papalia, 2009) secara umum remaja awal sedikit memperhatikan atau tidak memperhatikan sama sekali mengenai kebutuhan akan kedekatan atau dukungan serta perhatian mereka terhadap kebutuhan seksual terbatas pada bagaimana melakukan aktivitas seksual dan aktivitas mana yang kaan mereka akan terus lakukan (Bouchey & Furman, 2003; Furman & Wehner, 1997; Papalia, 2009) Remaja bermasalah : perilaku antisosial dan nakal Kenakalan remaja memuncak pada sekitar usia 15 tahun serta berkurang saat kebanyakan remaja dan keluarga mereka mulai memahami kebutuhan remaja untuk mencapai kemandirian. Akan tetapi, remaja yang tidak melihat alternative postitf, lebih mungkin memilih untuk tetap menjalani gaya hidup antisosial (Elliot, 1993; Papalia, 2009). Mereka yang tetap melakukan kekerasan adalah laki-laki yang mendapatkan pengaruh, mereka yang tetap melakukan kekerasan adalah anak laki-laki yang mendapatkan pengaruh antisosial sejak awal. Apa saja akar penyebab dari perilaku antisosial dan kenakalan remaja serta apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi hal-hal ini serta risiko-risiko lain dari remaja ? Kenakalan kronis berhubungan denagn berbagai faktor risiko yang saling berinteraksi, termasuk pengasuhan orang tua yang tidak efektif, kegagalan dalam sekolah, pengaruh teman sebaya, dan status social ekonomi yang rendah. Program yang melibatkan faktor-faktor risiko tersebut yang diberikan sejak usia dini telah berhasil.

Kencan dan Hubungan Percintaan Walaupun banyak remaja laki-laki dan perempuan menjalin hubungan sosial melalui kelompok sebaya formal dan informal, melalui kencanlah kontak yang lebih serius antar jenis kelamin terjadi (Bouchey & Furman, 2003; Carver, Joyner, & Udry, 2003; Collins & Steinberg, 2006). Satu studi terbaru terhadap remaja usia 14 hingga 19 tahun menemukan bahwa remaja yang tidak terlibat dalam hubungan percintaan memiliki kecemasan sosial lebih besar dibanding teman mereka yang berkencan atau menjalin hubungan percintaan (La Greca & Harrison, 2005). Remaja menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk berkencan atau memikirkan tentang berkencan. Kencan telah melampaui fungsi asal berpasangan untuk menjadi suatu bentuk rekreasi, sumber status dan pencapaian, dan latar untuk belajar mengenai hubungan yang dekat. Walaupun demikian, satu fungsi kencan yang tetap adalah mencari pasangan. Hubungan Percintaan Heteroseksual Sejumlah perubahan perkembangan menandai kencan heteroseksual. Pada penjelajahan awal mereka dalam hubungan percintaan, remaja masa kini sering menemukan kenyamanan dalam jumlah dan mulai berkumpul dalam kelompok heteroseksual. Kadang-kadang mereka hanya berkumpul dirumah seseorang atau meminta seseorang mengantar mereka ke mal atau bioskop (Peterson, 1997). Penelitian oleh Jennifer Connolly dan koleganya (Connolly, Furman, & Konarksi, 1995, 2000; Connolly & Goldberg, 1999; Connolly dkk.,2004; Connolly & Stevens, 1999) mencatat peran sebaya dalam munculnya keterlibatan romantis pada masa remaja. Suatu studi terbaru menegaskan bahwa partisipasi remaja dalam kelompok sebaya gabungan-gender meningkat (Connolly dkk., 2004). Partisipasi ini "tidak difokuskaan secara eksplisit pada kencan, melainkan mengumpulkan anak laki-laki dan perempuan dalam suatu situasi dimana interaksi heteroseksual mungkin terjadi tetapi bukan keharusan...Kami berspekulasi bahwa kelompok gabungan gender penting karena kelompok ini tersedia bagi remaja yang dapat ikut serta pada tingkat kenyamanan mereka sendiri" (p.201) Dalam suatu studi, remaja yang menjadi bagian dari kelompok seebaya gabungan-gender lebih siap bergerak ke hubungan percintaan daripada kekasihnya yang memiliki kelompok sebaya gabungan gender yang lebih terbatas (Connolly, Furman, & Konarksi, 2000). Internet telah menciptakan kemungkinan yang lain: kencan virtual atau cyberdating (Thomas, 1998). Remaja erlu diingatkan dari potensi bahaya dari tidak mengetahui siapa lawan berkomunikasi di internet. Kencan virtual khususnya populer diantara siswa sekolah menengah pertama. Ketika mereka mencapai sekolah menengah atas dan bisa menyetir, remaja biasanya lebih suka pada kencan sungguhan. Selama masa remaja, persentase anak laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam hubungan percintaan yang berkelanjutan meningkat (Collins & Steinberg, 2006).

Motivasi hubungan percintaan juga berubah selama masa remaja. Pada hubungan percintaan awal mereka, banyak remaja tidak terdorong untuk memenuhi keterikatan atau bahkan kebutuhan seksual. Alih-alih hubungan percintaan awal bertindak sebagai konteks bagi remaja untuk menggali seberapa menariknya mereka, bagaimana mereka seharusnya berinteraksi secara romantis dengan seseorang, dan bagaimana pendapat kelompok sebaya mengenai hal ini (Brown, 2003). Hanya setelah remaja memperoleh beberapa kompetensi daasar dalam berinteraksi dengan kekasihlah pemenuhan kebutuhan keterikatan dan seksual menjadi fungsi sentral dari hubungan ini (Furman & Wehner, 1999). Hubungan Percintaan pada Pemuda Minoritas Seksual Kebanyakan riset tentang hubungan percintaan pada remaja berfokus pada hubungan heteroseksual. Baru-baru ini, peneliti telah mulai mempelajari hubungan percintaan pemuda gay, lesbian, dan biseks (Diamond & Savin-Williams, 2003; Savin Williams & Diamond, 2004). Usia rata-rata dari aktivitas awal sesama jenis kelamin bagi perempuan berkisar antara 14 hingga 18 tahun bagi laki-laki dari 13 sampai 15 tahun (Savin-Wiliams & Diamond, 2004). Mitra sesama jenis kelamin yang paling umum adalah sahabat. Lebih banyak remaja lesbian dibanding remaja gay yang memiliki pasangan heteroseksual sebelum melakukan aktivitas sesama jenis kelamin; remaja gay lebih cenderung menunjukkan urutan sebaliknya (Savin-Williams & Diamond, 2004). Kebanyakan pemuda minoritas seksual memiliki pengalaman seksual dengan sesama jenis, namun relatif sedikit yang menjalin hubungan percintaan sesama jenis karena kesempatan yang terbatas dan penentangan sosial yang bisa dibangkitkan hubungan semacam itu dari keluarga dan sebaya heterokseksual (Diamond, 2003). Pentingnya percintaan bagi pemuda minoritas seksual dipertegas dalam suatu studi yang menemukan bahwa mereka menganggap putusnya hubungan percintaan sebagai masalah kedua yang paling membuat stres, dibawah terbongkarnya orientasi seksual mereka kepada orang tua (D'Aguelli, 1991). Kemungkinan percintaan dari pemuda seksual minoritas menjadi kompleks (Diamond, 2003; Savin-Williams & Diamond, 2004). Untuk menjawab secara layak minat relasional dari pemuda seksual minoritas, kita tidak bisa hanya menggeneralisir dari emuda heteroseksual dan hanya mengganti label. Alih-alih, variasi pada keinginan seksual dan hubungan percintaan pemuda minoritas seksual akan mitra sesama jenis dan berlainan jenis perlu dipertimbangkan.

Daftar Pustaka
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Martin, K. B. (2006). Ego Development on Adolescene Academic Achievement . Journal Adolescene Research. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.

Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge. Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3), 549-563 Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology in the 90s (6th ed.). California : Brooks / Cole Publishing Company. Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill. Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha. Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press. Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2009). Human development (10th ed.) Perkembangan Manusia. Boston: McGraw-Hill Rice, F.P. (1990). The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.

Вам также может понравиться