Вы находитесь на странице: 1из 6

Ketuban pecah dini dengan angka waktu : induksi langsung dengan gel PGE2 dibanding induksi tertunda menggunakan

oksitosin Tujuan : untuk membandingkan induksi langsung dengan gel PGE2 dan induksi oksitosin intravena tertunda pada wanita yang mengalami ketuban pecah dini Metode : Dalam penelitian prospektif ini, 223 perempuan secara acak diminta untuk melakukan induksi langsung dengan gel PGE2 pada fornix anterior atau manajemen hamil selama 12-24 jam diikiuti dengan persalinan dengan oksitosin intravena. Kedua kelompok ini dibandingkan dengan memperhatikan cara persalinan, karakteristik tenaga kerja, dam morbiditas infeksi neonatal dan ibu. Hasil : 91% wanita memerlukan aplikasi tunggal dari gel PGE2 untuk induksi persalinan di kelompok induksi langsung. 32% perempuan memiliki onset persalinan spontan melalui observasi pada kelompok induksi tertunda. Induksi segera dengan PGE2 menghasilkan tingkatan yang jauh lebih rendah dari operasi Caesar ( 17,8 % vs 28,5%, P=0,049) dan tingkat yang lebih rendah dari persalinan pervaginam ( 3,5% vs 14,2 %, P= 0,007) antara wanita nulipara. Tidak ada perbedaan yang signifikan dengan rumah sakit sebelum melahirkan. Morbiditas ibu hamper diabaikan. Hanya beberapa infeksi yang teradi pada neonatal dan tidak ada perbedaan yang signifikan yang dicatat antara kedua kelompok ( 2,7% vs 3,5%, P=0,71 ) Kesimpulan : pada wanita PROM, persalinan induksi langsung dengan PGE2 dan manajemen hamil diikuti suntikan oksitosin dalam tingkat rendah mirip dengan infeksi neonatal. Kata kunci : ketuban pecah dini, induksi persalinan, induksi dengan PGE2, induksi oksitosin Pengenalan. Ketuban pecah dini (PROM) yang didefinisikan sebagai pecah ketuban sebelum onste persalinan, mempersulit 5 10 %. Setidaknya 60% kasus PROM ini telah ditemukan. Meskipun banyak literature studi mengenai ini, manajemen klinis nya masih kontoversial. Penanganan konservaif dapat menjadi resiko terjadinya infeksi pada ibu dan neonatal karena induksi langsung dapat meningkatkan angka kelahiran dengan operasi Caesar. Oksitosin dan prostaglandin E2 sama sama efektif dalam menginduksi persalinan pada wanita yang mengalami ketuban pecah dini. Untuk menginduksi persalinan masih memperdebatkan lamanya waktu untuk membujuk pasien. Beberapa literature telahmenunjukkan penggunaan prostaglandin vagina pada wanita dengan PROM. Jika induksi dilakukan oksitosin intravena dilakukan pada wanita dengan serviks kurang baik dimungkinkan induksi yang dilakukan gagal dan kelahiran sesar berikatnya dan persalinan yang lama dapat meningkatkan resiko infeksi pada ibu dan bayi. Manajemen kehamilan yang diikuiti dengan induksi tertunda dengan oksitosin dapat menurunkan angka operasi sesar dan infeksi neonatal dan ibu.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah persalinan induksi langsung dengan PGE2 lebih baik dari induksi tertunda menggunakan oksitosin intravena setelah manajemen kehamilan selama 12-24 jam.

Metode Uji coba prospektif secara acak dilakukan secara terkontrol dari januari 2003 sampai juni 2004. Syarat bagi wanita yang dapat mengikuti uji ini adalah mereka yang mengalami pecah ketuban pada kehamilan 37 minggu yang memiliki janin tunggal berdasarkan persentasi kepala dan tidak dalam proses persalinan. Waktu saat pecahnya ketuban harus dicatat. Diagnose nya harus berdasarkan (i) awal mula adanya cairan, (ii) palpasi ostium servik, (iii) jumlah cairan di fornix posterior yang di lihat dari pemeriksaan dengan speculum, (iv) pengurangan cairan yang dilihat pada sonografi (ICA < 5 )dimana pada klinis nya belum dapat diketahui secara pasti. Tidak ada tes yang lain untuk pecah ketuban seperti pH vagina atau adanya temuan pakis pada mikroskop. Saat sudah ditegakkan diagnosis pecah ketuban, bishop skor juga harus dikerjakan, yang diikiuti dengan palpasi uterus oleh perawat dan jam pertama dan detak jantung janin harus selalu dipantau. Jika denyut jantung bayi normal dan kontraksi tidak dirasakan, ibu dapat dialokasikan secara acak baik padainduksi segera ataupun induksi tertunda. Pengacakan dilakukan dengan menggunakan table angka acak. Antibiotic profilaksis baik grup penisilin maupun sefalosporin, diberikan tergantung jenis antibiotik apa yang tersedia di rumah sakit. Ibu hamil yang tidak termasuk dalam studi adalah mereka yang sudah berada pada onset persalinan atau jika sudah ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan induksi ( seperti solution plasenta) atau manajemen kehamilan (seperti pewarnaan mekonium cairan ketuban). Inform consent untuk studi ini diminta oleh staf medis dan tidak ada probandus yang menolaknya. Vagina swab telah diambil pada 119 wanita. Pada kelompok persalinan dengan induksi segera lakukan induksi dengan 0,5 mg PGE2 pada forniks posterior. Observer medis yang memenuhi syarat harus berada didekat perempuan tadi. Jika persalinan tidak berhasil setelah 6 jam, penggunaan gel PGE2 dilakukan kembali. Perempuan dalam kelompok induksi tertunda kerap diamati oleh tim medis terlatih selama 12 24 jam. Pengamatan itu meliputi (i) penilaian suhu setiap 4jam, (ii) detak jantung janin harus di deteksi setiap jam, (iii) tidak ada dilakukan pemeriksaan digital vagina sampai wanita berada pada persalinan aktif, (iv) induksi jika terjadi korioamnionitis. Criteria untuk mendiagnosa korioamninitis adalah pada saat suhu lebih dari 380 disertai 2 gejala dari lima gejala yang ada seperti berikut ibu takikardi, DJJ cepat/ takikardi, nyeri rahim, adanya discharge, dan adanya leukositosis pada ibu. Wanita tersebut akan dikirim lagi keruang persalinan jika jantung janin dalam tingkat yang gawat atau ibu meminta anti nyeri karena kontraksi uterus pada fase laten atau ibu sudah berada pada persalinan aktif. Jika persalinan tidak dilakukan selama 12-24 jam sejak masuk, lakukan persalinan induksi dengan oksitosin. Lima unit oksitosin ditempatkan di 500ml ringer solusi dan infuse dimulai pada 2 mIU/menit. Naikkan tingkat oksitosin intravena dua kali lipat setiap 15 menit sampai tingkat maksimum nya tercapai, yakni 32 mIU/menit.pemeriksaan vagina dilakukan setiap 4 jam untuk menilai persalinan maju. Dikatakan persalinan maju itu gagal apabila sudah lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 14 jam pada multigravida. Tidak terjadi persalinan maju apabila tidak terjadi perubahan setelah dilatasi serviks sebesar 3 cm atau kontraksi uterus yang tidak adekuat. Kegagalan dalam persalinan maju tahap kedua didefinisikan ketika tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat selama 2 jam untuk primigravida dan 1 jam untuk multigravida.

Tentukan Apgar skor untuk persalinan tersebut. Ambil sampel darah dari kedua kelompok neonatal tadi untuk menghitung jumlah leukosit dan lakukan kultur tidak lebih dari 24 jam setelah kelahiran dan sebelum diberikan antibiotic. Tes dan perawatan lain yang harus diterima bayi dilakukan oleh dokter yang menangani nya. Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan program Epi info, Z test, dan chi square test untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Hasil Dari 223 wainta, 111 wanita dimasukkan dalam kelompok induksi segera dan 112 wanita masuk dalam kelompok induksi tertunda. Metode induksi persalinan dan penggunaan oksitosin selama persalinan disajikan pada table 2. Pada kelompok induksi tertunda 32,14 % (36/112) wanita mengalami persalinan spontan sementara dibawah pengamatan. Cara persalinan untuk persalinan induksi segera dan induksi tertunda disajikan pada table 3. Tingkat operasi sesar pada wanita nulipara tidak hanya tinggi pada persalinan induksi tertunda tetapi juga secara garis besar pada setiap persalinan ( 28,5 % vs 17,8 %, P=0,049 ). Persalinan pervaginam mengalami kenaikan yang signifikan pada induksi tertunda (14,2% vs 3,5%, P= 0,007). Pada kelompok induksi segera 12 seksio sesar harus dilakukan untuk persaalinan distocia dan tiga untuk gawat janin. Pada kelompok induksi tertunda 20 seksio sesar dilakukan untuk persalinan distocia dan empat untuk gawat janin. Tidak ada perbedaan metode persalinan antara kedua kelompok pada wanita multipara.

karakteristik Usia ibu (tahun) Usia kehamilan (minggu) Paritas 0 1 USG untuk mengkonfirmasi usia kehamilan (jam) Metode untuk mengkonfirmasi pecahnya ketuban. Jumlah cairan amnion pada pemeriksaan speculum Tidaknya selaput ketuban pada pemeriksaan digital. Mengurangu volume cairan pada USG Bisops score 6 <6 Adanya stertococus grub B pada kultur vagina Nilai rata-rata S.D

Induksi segera(n=111) 23,23,9 38,71,3 84 (75,67%) 27(24,32%) 102(91,89%)

Induksi tertunda(n=122) 23,94,7 38,01,1 85(75,0%) 28(25,0%) 84(75,0%)

Nilai P 0,02 0,01

0,0006

87(72,97%) 81(72,97%) 6(5,40%) 36(32,43%) 76(67,56%) 9(8,0%)

96(85,71%) 92(82,14%) 4(3,57%) 34(30,35%) 78(69,64%) 11(9,8%)

0,153 0,100 0,508 0,738 0,738 0,654

PGE2 0ksitosin PGE2 ulang Tidak diinduksi Penggunaan oksitosin selama persalinan

Induksi segera (n=111) 102(91,89%) -9(8,10%) 0 36(32,43%)

Induksi tertunda (n=112) -76(67,85%) -36(32,14%) 92(82,14%)

Induksi segera ( n=111) Paritas 0 Bedah sesar Persalinan pervaginam operatf Persalinan pervaginam spontan total Paritas 1 Bedah sesar Persalinan pervaginam operatf Persalinan pervaginam spontan total Hasil pengukuran Korioamnionitis Penggunaan antinyeri Gawat janin Antibiotic sebelum atau selama persalinan Penisilin Sefalosporin Jumlah pemeriksaan digital pada vagina <4 4-8 Waktu yang dibutuhkan untuk pembukaan(dilatasi) 3 cm (jam) 15 (17,8%) 3 (3,5%) 66 (78,5%)

Induksi tertunda (n=112) 24 (28,5%) 12 (14,2%) 48 (57,14%)

Nilai Z

Nilai P

1,646 2,437 2,962

0,049 0,007 0,001

84 (100%) 0 2 (9,4%) 25 (92,5%)

84 (100%) 0 0 28 (100%) 1,498

27 (100%)

28 (100%) Induksi tertunda (n=112) 0 64 (57,1%) 4 (3,5%) Nilai P

Induksi segera (n=111) 0 66 (59,4%) 3 ( 2,7 %)

0,725 0,71

78 (59,4%) 33 (29,7%)

68 (53,5%) 4 (43,9%)

0,13 0,133

66 (59,4%) 45 (40,5%) 4,74,2

60 (53,5%) 52 (46,4%) 5,734,2

0,375 0,375 0,067

Durasi untuk persalinan aktif (jam) Interval dari pecah ketuban sampai persalinan (jam) Demam pascapersalinan Perawatan di rumah sakit sebelum persalinan Nilai rata-rata < S.D Hasil pengukuran Apgar skor < 7 pada 1 menit < 7 pada 5 menit Resusitasi oksigen Ventilasi setelah resusitasi awal Perawatan intensif pada neonatal unit care Gangguan nutrisi pada umur 48 jam Infeksi neonatal

3,89 2,6 17,10 10,3

3,79 2,0 21,63 10,3

0,749 0,001

2 (1,8%) 16,03 8,6

1 (0,8%) 17,52 9,2

0,55 0,21

Induksi segera (n=111) 6 (5,4%) 0 6 (5,4%) 0 3 (2,7%) 3 (2,7%) 3 (2,7%)

Induksi tertunda (n=112 8 (7,1%) 0 5 (4,4%) 4 (3,5%) 4 ( 3,5%) 4 ( 3,5%) 4 ( 3,5%)

Nilai P 0,59

0,74

0,71 0,71 0,71

Kami juga melakukan penilaian seksio sesar pada kedua kelompok dengan pertimbangan bishop skor. Secara acak, pada kelompok induksi segera 75 wanita memiliki bishop skor < 6 dan tingkat bedah sesar nya 20 % (15/ 75). Pada kelompok induksi tertunda, 74 wanita memiliki bishop skor < 6 dan tingkat bedah sesarnya 27,02% (20/ 74 ). Hasil pemeriksaan ibu dalam hal klinis korioamnionitis, penggunaan analgetik, jumlah pemeriksaan digital vagina selama persalinan, waktu yang dibutuhkan dari induksi sampai melahirkan, infeksi pascapersalinan, dan perawatan di rumah sakit sebelum persalinan disajikan pada table 4. Lebih dari 70% bayi dari kedua kelompok diambil sampel darah nya untuk dihitung jumlah leukosit dan dikultur. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal infeksi neonatal, baik pada kelompok induksi segera maupun induksi tertunda (2,7 % vs 3,57%, P=0,71). (table 5). Diskusi. PROM adalah masih menggunakan manajemen biasa, bahkan tidak ada standar protocol untuk manajemen nya. Diantara 223 wanita yang ikut dalam studi ini, 168 (75,33%) adalah nulipara. 91,89% wanita pada kelompok induksi segera hanya membutuhkan aplikasi gel PGE2 tunggal untuk induksi. Hal ini serupa dengan penelitian Gonen dkk yang melaporkan bahwa 93% wanita memulai persalinan setelah adanya gel PGE2 tunggal. Ben Haroust dkk melaporkan induksi dengan tablet PGE2 vagina insersi berhasil 80%. Pada induksi persalinan tertunda 32,14% wanita memiliki onset persalinan spontan dibawah

pengamatan sementara. Ini serupa dengan pengamatan George dkk yang melaporkan bahwa 35,6% primigravida mengalami onset persalinan spontan selama 12 jam. Penilaian bedah sesar pada nulipara dikelompok induksi cepat sebanyak 17,8%. Hal ini serupa dengan penelitian ben Haroush dkk dan Lettau dkk. Ada banyak studi yang memberitahukan bahwa bedah sesar dapat turun dengan manajemen kehamilan untuk periode tertentu. Pada percobaan yang kepada 5000 wanita , Hannah dkk tidak menemukan perbedaan tingkat bedah sesar pada kelompok induksi cepat dan kelompok perawatan konservatif. Pada pembelajaran kita penilaian untuk bedah sesar induksi tertunda lebih tinggi pada nulipara (28,5% vs 17,8%, P= 0.049). penilaian ini serupa pada pengamatan yang dilakukan pada induksi tertunda menggunakan oksitosin. Penilaian yang sama bedah sesar diobservasi oleh Chouduri, Naheed, dan carbonne dkk ketika penilaian yang dilakukan pada manajemen kehamilan menggunakan oksitosin. Persalinan pervaginam operatif (forcep atau ventous) lebih tinggi pada nulipara di induksi tertunda. Mungkin ini menunjukan gerkan uterus yang tidak efisien atau manajemen kehamilan yang tidak cukup. Conway dkk juga melakukan pengamatan yang sama. Banyak studi yang menunjukan bahwa induksi yang lebih pendek sampai interval persalinan, singkatnya waktu persalinan aktif, menurunnya jumlah periksaan vagina, dan penurunan penggunaan analgetik pada induksi segera ketika dibandingkan dengan manajemen kehamilan atau induksi tertunda. Pada studi ini tidak ada menunjukan keuntungan pada induksi segera yang dibandingkan dengan induksi tertunda. Ini mungkin disebabkan oleh fakta yang ditemukan dalam pengamatan bahwa hanya 12 24 jam dan 32,14% wanita memiliki onset persalinan spontan selama pengamatan sehingga mempengaruhi hasil secara keseluruhan. Namun, interval yang dibutuhkan dari pecah ketuban sampai persalinan ditemukan lebih singkat pada induksi segera (P=0,001). Hannah dkk dalam percobaan terkontrol secara acak mereka menyimpulkan bahwa induksi langsung dengan oksitosin dan manjemen konservatif mendaptakan hasil/ tingkat yang sama dalam hal infeksi neonatal, sedangkan induksi segera dapat menurunkan infeksi pada ibu. Pada penelitian mereka, dilakukan pengamatan pada pasien lebih dari 4 hari, sedangkan pada studi kami melakukan pengamatan pada pasien selama 12-24 jam. Pada studi yang kita lakukan pada kedua kelompok itu didapatkan nilai infeksi ibu dan neonatal yang rendah. Kesimpulan Pada wanita nulipara pada kelompok induksi segera dengan gel PGE2 menghasilkan tingkat bedah sesar yang rendah jika dibandingka dengan induksi tertunda. Wanita yang melahirkan dengan PGE2 dan oksitosin itu sama sama efektif dan aman. Morbiditas pada ibu dan neonatal rendah pada setiap kelompok. Referensi.

Вам также может понравиться