Вы находитесь на странице: 1из 35

PENGERTIAN SUTRAH DAN HUKUMNYA DALAM SHALAT

Pengertian Sutrah dan hukumnya dalam shalat-Diantara hal yang disyariatkan ketika shalat adalah sutrah atau pembatas yang mana hal ini telah banyak dari kaum muslimin yang telah melupakannya padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda :

"Jika shalat salah seorang diantara kalian, hendaklah shalat menghadap sutrah dan hendaklah mendekat padanya dan jangan biarkan seorangpun lewat antara dia dengan sutrah. Jika ada seseorang lewat di depannya maka perangilah karena dia adalah syaithan" (HHR. Ibnu Majah) Mengomentari hadits diatas Imam As Syaukani berkata :"Padanya (menunjukkan) bahwa memasang sutrah adalah wajib" (Lihat Nailul Authar 3/2) Diantara perkara yang menguatkan wajibnya adalah sesungguhnya sutrah merupakan sebab syar'i yang menyebabkan tidak batalnya shalat karena lewatnya wanita yang baligh, keledai dan anjing hitam sebagaimana yang telah sah yang demikian itu dalam hadits yang menyatakan larangan orang lewat di depan orang yang shalat dan hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan sutrah. Oleh karena itu para salafus shalih bersemangat memasang sutrah ketika shalat. Disamping itu telah sampai pula berturut-turut perkataan, perbuatan, anjuran dan perintah mereka untuk menggunakannya serta pengingkaran terhadap orang yang tidak menghadap sutrah ketika shalat. Berkata Qurrah bin Iyas ": Umar melihatku sedangkan aku ketika itu sedang shalat diantara dua tiang, maka ia memegang tengkukku dan mendekatkanku ke sutrah seraya berkata "Shalatlah menghadap kepadanya" (R. Bukhari secara mu'allaq) Berkata Al-Allamah As-Safarini " : Ketahuilah, sesungguhnya dimustahab kan (disunnahkan) shalatnya seseorang menghadap sutrah secara ittifaq (sepakat) sekalipun tidak dikhawatirkan adanya orang yang lewat". Berbeda dengan Imam Malik , dimana menyebutkan dalam "Al-Wadhih" tentang wajibnya bersutrah dengan tembok atau sesuatu yang menonjol dan berwujud dan pendapat ini pula yang disenangi oleh Imam Ahmad (Lihat Syarhu Tsulatsiyatil Musnad 2:786) Pemutlakan ini adalah yang lebih benar -Insya Allah- karena alasan disunnahkannya memasang sutrah dengan disebabkan adanya kekhawatiran orang yang lewat hanyalah alasan ra'yu (akal) belaka, tidak ada dalil atasnya. Berkata Ibnu Khuzaimah setelah menyebutkan sebagian hadits yang berisi perintah memasang sutrah : "Khabar atau riwayat ini seluruhnya shahih.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah memerintahkan seseorang shalat agar memasang batas atau sutrah dalam shalatnya. Abdul Karim telah mengaku dari Mujahid dari Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam shalat tidak menghadap sutrah yakni ketika beliau berada di padang yang luas karena disana tidak ada satupun bangunan yang bisa dijadikan pembatas dengannya. (Hadits ini dhaif sebagaimana diperingatkan Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" hal. 305 dan beliau berkata hadits ini telah dicantumkan dalam Al-Ahadits Adh-Dhaifah No. 5814 bersama hadits lain yang semakna). Padahal beliau telah mencela orang yang melakukan shalat bila tidak menghadap sutrah, maka bagaimana mungkin beliau mengerjakan perkara yang beliau sendiri mencelanya" (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah 2:27-28). Dari uraian di atas jelaslah bagi kita kesalahan orang yang melakukan shalat dengan tidak memasang sutrah di depannya sekalipun aman dari lewatnya manusia atau ketika di padang luas, juga tidak ada perbedaan antara Mekkah dan tempat lainnya tentang hukum yang berkaitan dengan sutrah secara mutlak. Sebagian ahlul ilmi menganggapnya mustahab bagi orang yang shalat agar memasang sutrah agak ke kanan sedikit atau ke kiri sedikit dan tidak menghadap lurus didepannya, padahal tidak ada dalil yang shalih yang membenarkan perbuatan ini. (Lihat Ahkamus Sutrah hal. 46-48) Ukuran sutrah Ukuran sutrah yang sah yang dengannya dapat membatasi seseorang yang shalat dan dapat menolak orang yang lewat antara dia dengan sutrah adalah sepanjang bagian belakang pelana kendaraan tunggangan, dan tidak diperbolehkan seseorang yang shalat mencukupkan diri menggunakan sutrah kurang dari ukuran tersebut ketika dalam kelonggaran. Dari Thalhah Radhiyallahu 'anhu dia berkata bahwasanya telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam :

:
"Jika salah seorang diantara kalian meletakkan seperti bagian belakang pelana kendaraan tunggangan hendaklah shalat menghadapnya dan jangan pedulikan orang yang lewat di belakangnya" (HR. Muslim). Pelana yang dimaksudkan itu panjangnya satu hasta sebagaimana yang dijelaskan oleh Atha, Qatadah, At-Tsauri dan Nafi ( Lihat Mushannaf Abdur Razzaq 2:9,14,15/ Shahih Ibnu Khuzaimah hal.807 dan Sunan Abu Daud hal.686). Satu hasta itu ukurannya antara ujung siku-siku sampai ujung jari yang tengah (Lihat Lisanul Arab 3:1495). Diperkirakan sekitar 46,2 cm (Lihat Mu'jam Lughatil Fuqaha:450,451). Dalam Subulus Salam 1:295 Imam AshShan'ani mengatakan 2/3 hasta. Telah jelas dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah shalat menghadap batu, tombak dan

semisalnya, dan sudah maklum bahwa keduanya bentuknya kecil. Inilah yang menguatkan bahwa yang dimaksud dengan sutrah satu hasta adalah panjangnya dan bukan lebarnya. Berkata Ibnu Khuzaimah ": Dalil dari Riwayat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau memaksudkan sutrah itu seperti bagian belakang pelana kendaraan tunggangan adalah ukuran panjangnya dan bukan lebarnya merupakan perkara yang telah tsabit atau tetap. Diantaranya ialah khabar ketika ditancapkan tombak untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam,, lalu beliau shalat menghadapnya, sedangkan lebarnya tombak tidaklah seperti lebarnya bagian belakang pelana kendaraan tunggangan" (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah 2:12). Berarti yang dimaksud adalah panjangnya dan bukan lebarnya. Atas dasar ini tidak diperbolehkan menjadikan garis sebagai sutrah selama ada kemampuan mengambil yang lainnya sekalipun hanya berbentuk tongkat, kayu atau tanah, bahkan sekalipun hanya menumpuk batu seperti yang dilakukan Salamah bin Al-Akwa' Radhiyallahu 'anhu. Adapun hadits:

:
"Apabila salah seorang dari kalian shalat maka jadikanlah dihadapannya sesuatu, kalau tidak dapat maka letakkanlah sebuah batu, kalau tidak dapat maka buatlah sebuah garis" (HR. Ibnu Majah) adalah hadits dhaif (lemah). Kedhaifannya itu diisyaratkan oleh Sufyan bin 'Uyainah, Syafi'i, Al-Baghawi dan lainnya. Daruqutni berkata "Hadits ini tidak shahih dan tidak tsabit". Berkata Imam Syafi'i dalam "Sunan Harmalah": "Tidak boleh orang yang shalat menggaris di depannya satu garis pun kecuali yang demikian itu tercantum dalam hadits yang tsabit sehingga bisa diikuti". Berkata Imam Malik didalam "Al-Mudawwanah": "Sutrah dengan garis itu bathil". Ulama-ulama mutaakhiriin telah mendhaifkannya pula seperti Ibnu Shalah, Imam An-Nawawi, Al-Iraqi, Al Albani dan yang lainnya. Sutrah Bagi Makmum Sesungguhnya tidak diwajibkan sutrah bagi makmum karena sutrah dalam shalat menjadi tanggung jawab imam dan jangan disangka bahwa tiap-tiap orang sutrahnya adalah orang yang shalat di depannya karena demikian ini tidak terjadi pada shaf pertama lalu mengharuskan pula mencegah orang-orang yang lewat diantara shaf-shaf itu. Dalil yang menyelisihi hal ini adalah dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ia berkata :

:
"Saya datang dengan mengendarai keledai dan saat itu saya sudah ihtilam (baligh) dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam sedang melaksanakan

shalat bersama orang-orang di Mina. Maka saya melewati bagian depan shaf, kemudian saya turun, kemudian saya membiarkan keledai makan rumput dan saya masuk ke dalam shaf dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatanku tersebut" (HR. Muslim) Ibnu Abbas mengendarai keledai betina di depan shaf pertama dan tidak seorangpun dari shahabat yang menahannya. Tidak ada shahabat yang mengingkari hal tersebut dan tidak pula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, seandainya ada orang yang mengatakan mungkin saja Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak mengetahui hal tersebut, maka kita katakan bahwa kalau seandainya saja beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam dapat melihat orang yang berada di belakang beliau ketika sedang shalat, sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam : "Demi Allah tidak tersembunyi bagiku kekhusyu'an kalian dan tidak pula ruku' kalian, sesungguhnya aku benar-benar akan melihat kalian dari belakang punggungku" (HR. Bukhari). Apatah lagi orang yang datang dari arah samping beliau. Berkata Ibnu Abdil Barr : "Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ini menjadi pengkhususan hadits Abu Sa'id (yang artinya): "Jika salah seorang dari kalian shalat jangan biarkan seorang pun lewat didepannya" karena hadits ini khusus bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Sedangkan tidak ada yang memudharatkan makmum siapapun orang yang lewat di depannya berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ini. Ini semua tidak ada perselisihan diantara para ulama" (Lihat Fathul Bari 1:572) Dengan ini diketahui sesungguhnya shalat berjamaah itu adalah shalat satu yang terbilang dan bukan shalat sejumlah bilangan orang yang melakukannya, oleh karena itu cukup satu sutrah. Seandainya itu merupakan shalat-shalat (sendiri sejumlah bilangan orang yang melakukannya) niscaya tiap orang yang melakukan shalat membutuhkan sutrah (Lihat Faidhlul Bari 2:77). Jika imam tidak memasang sutrah sungguh ia telah berbuat jelek dan itu adalah kekurangan darinya dan tidak wajib bagi tiap-tiap makmum memasang sutrah sendiri-sendiri dan hendaknya mencegah orang yang lewat di depannya (Lihat Ahkamus Sutrah hal. 21-22) Permasalahan : Jika makmum masbuq berdiri setelah salamnya imam untuk menyelesaikan apa-apa yang terluput bersama imam maka keluarlah keadaan ia sebagai makmum, lalu apa yang harus dia lakukan ? Bekata Imam Malik ": Dan tidak mengapa bergeser setelah salamnya imam ke suatu yang dekat dengannya dari tiang-tiang yang berada di depannya, kesamping kanan, kiri atau belakangnya dengan mundur sedikit, bersutrah dengannya jika dekat dan jika jauh maka ia tetap berdiri di tempatnya dan bersungguh-sungguh menahan orang yang melewatinya".(Lihat Syarhu Zarqani 'Ala Mukhtashar Khalil 1:208) Berkata Ibnu Rusyd ": Seandainya seseorang berdiri menyelesaikan apaapa yang tertinggal dari shalatnya, dan ada tiang di dekatnya maka hendaknya ia berjalan ke sana dan menjadikannya sutrah baginya pada sisa shalatnya, jika tidak ada tiang di dekatnya maka dia shalat sebagaimana pada tempatnya semula dan menahan orang yang lewat di depannya itu semampu mungkin, dan orang yang lewat tersebut berdosa. Adapun orang yang lewat

diantara shaf-shaf, jika sekelompok kaum shalat bersama imam mereka maka tidak berdosa atasnya karena imam menjadi sutrah bagi mereka. Wabillahi Taufiq" (Lihat Fatawa Ibnu Rusyd 2/904). -Abu Ahmad Fudhail-

KESALAHAN-KESALAHAN SEPUTAR ZIARAH KUBUR

Pada mulanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang ziarah kubur, namun kemudian beliau membolehkannya dengan sabdanya : . "Dulu saya melarang kalian untuk ziarah kubur maka (sekarang) ziarahlah kalian padanya karena sesungguhnya itu mengingatkan kematian" (HR. Muslim) Hadits ini menunjukkan bahwa pada mulanya ziarah kubur dilarang, namun akhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkan untuk melakukannya. Larangan tersebut memang sangat beralasan mengingat ziarah kubur rawan akan munculnya kesyirikan yang merupakan lawan dari da'wah tauhid bahkan tidak sedikit kesyirikan yang terjadi dimasyarakat adalah ziarah kubur dan apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut telah terjadi di zaman ini yang mana sangat banyak kita temui kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam ziarah kubur. Adapun kesalahan dan penyimpangan dalam ziarah kubur yang banyak terjadi dimasyarakat adalah sebagai berikut : 1. Menyembah kuburan, dengan meminta pertolongan dan bantuan kepada para wali yang telah meninggal dunia dengan keyakinan bahwa para wali yang telah meninggal dunia bisa memenuhi hajat serta bisa membebaskan manusia dari berbagai kesulitan. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman : ( 23: ) "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia"

(QS. Al-Isra : 23) Sebagian penyembah kuburan ada yang mencium setiap sudutnya lalu mengusapnya kebagian tubuhnya mereka juga mencium pintu kuburan tersebut dan melumuri wajahnya dengan tanah dan debu kuburan. 2. Thawaf di kuburan. Thawaf (mengelilingi) kuburan adalah haram jika dengan niat taqarrub (mendekatkan diri) kepada penghuni kuburan tersebut maka hal tersebut termasuk kesyirikan yang besar yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam karena thawaf adalah ibadah berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : ( 29: ) "Dan hendaklah mereka berthawaf dibaitullah yang tua" (QS. Al Hajj:29) Sedangkan berthawaf atas sesuatu selain Ka'bah dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadanya maka hal tersebut termasuk kesyirikan. 3. Menyembelih di atas atau di sisi kuburan jika dimaksudkan untuk penghuni kubur tersebut maka hal tersebut termasuk syirik besar berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: 162: . "Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku dan sembelihanku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mengatur sekalian alam.". (QS. Al An'am:162) Dan berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : ( ) "Allah melaknat orang-orang yang menyembelih untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala" (HR Muslim). Pada binatang sembelihan terdapat dua hal yang diharamkan pertama penyembelihannya untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kedua penyembelihannya bukan atas nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Keduanya menjadikan daging binatang tersebut tidak boleh dimakan dan termasuk penyembelihan jahiliyah (yang terkenal di zaman kita saat ini) adalah menyembelih untuk jin yaitu manakala mereka membeli rumah atau membangunnya atau ketika mereka menggali sumur, meraka menyembelih di tempat tersebut atau di depan pintu gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin. 4. Menyalakan lampu atau lilin dan memasang kelambu di atas kuburan, berdasarkan hadits : ( ... )

"Rasulullah melaknat....dan (orang-orang yang) memberi penerangan (lampu pada kubur)" (HR. Hakim) 5. Menyiram kuburan dan menabur bunga-bunga atau menancapkan pelapah pohon diatas pusara karena hal itu termasuk tasyabbuh (menyerupai) orangorang kafir. Adapun perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menancapkan pelepah kurma di atas dua buah kuburan yang sedang beliau lewati tidak bisa di qiaskan dengan tabur bunga, namun perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut berkaitan dengan perkara-perkara yang ghaib karena pada saat itu Allah Subhanahu wa Ta'ala memperlihatkan kepada beliau keadaan penghuni dua kuburan tersebut yang sedang disiksa dan ini pulalah yang dipahami oleh para shahabat Radhiyallahu 'anhum dan tidak pernah diriwayatkan dari mereka bahwa mereka meletakkan pelepah pohon atau bunga diatas kuburan kecuali diatas kuburan Buraidah Al Aslami karena beliau berwasiat untuk diletakkan diatas kuburannya dua pelepah kurma -Wallahu A'lam- (Lihat Fiqhus Sunnah 1:299) 6. Menembok kuburan dan memasang prasasti baik dari batu, marmer atau kayu dengan menuliskan nama, tanggal lahir dan wafatnya karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan bid'ah dan ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuliakan penghuni kubur tersebut serta jalan untuk menuju pada kesyirikan. Hal ini berdasarkan hadits : . "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mengkapuri kuburan, menulisi diatasnya dan membuat bangunan di atasnya" (HR Tirmidzi) 7. Membaca Al-Qur'an di kuburan dengan keyakinan bahwa membaca AlQur'an di tempat tersebut memiliki keutamaan. Juga mengkhususkan membaca surah Al-Fatihah dan Yaasiin untuk para arwah, karena ibadah apa saja yang dilaksanakan dikuburan seperti berdo'a, dzikir membaca Al-Qur'an, menyembelih, thawaf, shalat (kecuali shalat jenazah) dan lain-lain adalah termasuk menjadikan kuburan tersebut sebagai mesjid dan itu dilarang berdasarkan hadits : ( ... ) "Rasulullah melaknat ....orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid" (HR. Hakim) 8. Mengadakan safar (perjalanan) untuk menziarahi kuburan-kuburan tertentu seperti kuburan para wali atau orang-orang yang dianggap shalih dengan tujuan bertawassul (menjadikan mereka sebagai perantara) dalam berdoa atau meminta pertolongan kepada mereka karena hal ini adalah perbuatan bid'ah yang sesat bahkan kesyirikan yang mengeluarkan seseorang dari islam. 9. Mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk melakukan ziarah kubur seperti harus dua hari raya menjelang masuknya bulan ramadhan, pada hari jum'at, tiga hari, tujuh hari atau 40 hari setelah pemakaman tersebut. Semua

itu tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya dan beliau beserta para sahabat serta orang-orang yang datang setelah mereka tidak pernah mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk ziarah kubur. 10. Ziarah wanita-wanita ke kuburan, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : ( ) "Rasulullah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur" (HR Ibnu Majah) 11. Menginjak kuburan atau berjalan diatas kuburan dengan sendal atau sepatu. Hal ini sering kita jumpai pada suatu prosesi pemakaman yang mana sebagian orang ada yang tak mengindahkan jalan yang mesti dilaluinya sehingga disana sini menginjak kuburan bahkan terkadang dengan sepatu atau sendal mereka tanpa sedikitpun mempunyai rasa hormat kepada orang yang sudah meninggal. Tentang besarnya persoalan ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : . "Sungguh berjalan diatas bara api atau pedang atau menambal sepatu dengan kakiku sendiri lebih aku senangi dari pada aku berjalan diatas kuburan seorang muslim" (HR Ibnu Majah) Lalu bagaimana halnya dengan orang yang menguasai tanah kuburan kemudian diatasnya dibangun pusat perbelanjaan atau perumahan elit ? oleh karena itu salah satu adat yang perlu diperhatikan dalam ziarah kubur adalah melepas sendal atau sepatu saat berjalan diantara sela-sela kuburan. 12. Bersandar di kuburan atau duduk diatasnya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : . "Akan duduk salah seorang diantara kamu hingga terbakar pakaiannya sampai terkelupas kulitnya maka itu lebih baik baginya dari pada duduk diatas kuburan" (HR Muslim). -Abu Muhammad Ibnu Hanafi-

SYI'AH DAN NIKAH MUT'AH (NIKAH KONTRAK)

Nikah mutah dalam ajaran syiah adalah nikah kontrak dalam waktu tertentu. Beberapa tahun, bulan, minggu atau bahkan beberapa jam saja. Terserah pada kesepakatan calon mempelai. Nikah mutah ini tidak ada bedanya dengan zina selain karena adanya kontrak waktu, juga tidak disyaratkan adanya saksi dan wali. Pembaca yang baik, al-Balagh edisi kali ini kembali mengangkat salah satu sisi paling mencolok yang membedakan kita Ahlussunnah dengan Syiah Rafidhah mengingat banyak kaum Muslimin yang tidak tahu hakikat syiah. Mutah memiliki keistimewaan yang besar di dalam aqidah Syiah Rafidhah, dikatakan dalam buku Manhajus Shadiqin yang ditulis oleh Fathullah Al Kasyani, dari Ash Shadiq bahwasanya mutah adalah bagian dari agamaku, dan agama nenek moyangku, dan barang siapa yang mengamalkannya berarti ia mengamalkan agama kami, dan barang siapa yang mengingkarinya berarti ia mengingkari agama kami, bahkan ia bisa dianggap beragama dengan selain agama kami, dan anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan mutah lebih utama dari pada anak yang dilahirkan di luar nikah mutah, dan orang yang mengingkari nikah mutah ia kafir dan murtad. Dinukil oleh Al-Qummy dalam bukunya Maa laa Yudhrikuhul Faqih, dari Abdillah bin Sinan dari Abi Abdillah ia berkata Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala mengharamkan atas orang-orang syiah segala minuman yang memabukkan, dan menggantikan bagi mereka dengan mutah. Syiah Rafidhah tidak membatasi jumlah tertentu dalam mutah, dikatakan dalam buku Furuul Kaafi, Ath-Thahdib, dan Al-Istibshar, dari Zurarah dari Abi Abdillah ia berkata, Saya bertanya kepadanya tentang jumlah wanita yang dimutah, apakah hanya empat wanita? ia menjawab nikahilah (dengan mutah) dari wanita, meskipun itu 1000 (seribu) wanita, karena mereka (wanita-wanita ini) dikontrak. Orang Rafidhah tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan mereka memperbolehkan mendatangi wanita (istri) dari duburnya (menyetubuhi istri dari jalan belakangnya). Disebutkan dalam buku Al-Istibshar yang diriwayatkan dari Ali bin Al-Hakam, ia berkata, Saya pernah mendengar Shafwan berkata saya berkata kepada Ar-Ridha, Seorang budak memperintah saya untuk bertanya kepadamu tentang suatu masalah yang mana ia malu menanyakan langsung kepadamu, maka ia berkata, Apa masalah itu?, ia menjawab, Bolehkah seorang lakilaki menyetubuhi istrinya dari duburnya, maka ia menjawab, Ya, boleh baginya. Bagaimana kita bisa menerima dan membenarkan nikah seperti ini, sementara Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka, atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam

hal ini tiada tercela, barang siapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS.Al-Muminun : 5-7). Pembaca budiman, inilah salah satu ajaran syiah yang bertentangan secara nyata bertentangan dengan ajaran ahlussunnah wal jamaah Kisah Nyata Tentang Mutah Syaikh Dr. Abdul Munim an-Nimr dalam salah satu risalahnya bercerita tentang teman beliau yang seorang guru besar sastra Persi. Sang guru besar bertutur pada beliau,Saya berkunjung ke Teheran saya siapkan makalahku tentang sastra Persia. Selama saya di sana saya menyempatkan waktu untuk mencari informasi tentang nikah mutah, bukan untuk bermutah tapi saya ingin menyelidiki. Setelah saya bertanya tentang tempat-tempat mutah, maka saya pun menuju ke salah satu tempat tersebut. Sesampai di sana, seorang syaikh menyambutku dengan ucapan selamat datang. Saya ingin bermutah kataku membuka pembicaraan. Kalau ia cantik dan menarik saya ingin mutah dalam waktu yang lama kataku melanjutkan. Maka saya oleh syaikh tersebut dipersilahkan masuk ke salah satu ruangan. Lalu laki-laki paru baya tersebut memerintahkan kepada beberapa orang perempuan melintas di depanku dengan memperlihatkan seluruh kecantikannya untuk saya pilih. Karena hanya ingin menyelidik, sayapun lalu minta maaf dengan ramah karena tak satu pun yang menarik hatiku. Saya lalu pergi ke tempat lain guna melanjutkan penyelidikan di salah satu kafe. Kali ini saya melangkah lebih jauh. Setelah saya memilih satu wanita, kami lalu duduk bersama. Wanita itu lalu bertanya padaku tentang lama waktu mutah yang saya inginkan sebab setiap jam beda upahnya. Wanita itu juga bertanya tentang tempat yang saya inginkan untuk berbulan madu apakah di penginapanku atau di rumahnya. Upahnya berbeda-beda sesuai fasilitas yang ada di tempat yang telah disepakati kata wanita itu. Saya berpura-pura tidak setuju dan marah-marah, lalu pergi sambil minta maaf kepada pemilik kafe. Sebelum pergi, saya menyempatkan diri pada pemilik kafe tentang tanggapan penduduk sekitar tantang keberadaan kafe-kafe yang memiliki pelayanan plus. Pemilik kafe dengan berterus terang mengatakan bahwa penduduk merasa terusik dengan keberadaan tempat tersebut. Di lain waktu (juga dalam rangka penyelidikan) saya pernah bercanda pada salah seorang kerabatku keturunan persia di Teheran. Saya memintanya untuk menikahkan putrinya denganku secara mutah. Kerabatku itu marah besar dan memutus tali silaturrahimya denganku. Demikian tutur Dr Abdul Munim an-Namr salah seorang akademisi yang banyak menulis masalah -masalah syiah. Mutah dan AIDS Empat tahun terakhir di Irak, sejak AS menginvasi negeri 1001 malam itu, terjadi peningkatan tajam penderita AIDS, yang paling parah dibanding masamasa sebelumnya.

Tahun 2003, jumlah penderita positif HIV mencapai 265 orang dan sebagian besar meninggal dunia. Dalam penelitian disimpulkan, 80 orang dari jumlah tersebut, tertular virus HIV melalui transfusi darah yang diperoleh dari luar Irak sebelum tahun 1986. Tapi pada tahun-tahun belakangan ini, penyebaran virus HIV mengalami perubahan di Irak. Melalui sejumlah penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa virus HIV di Irak menyebar melalui hubungan dengan lawan jenis secara intensif, melebihi apa yang biasa dilakukan seorang pelacur. Sebuah lembaga penelitian Irak yang khusus memantau perkembangan penyakit seksual di antara warga Irak di kota Nejef, Karbala, Wasith, Qadisiya, Maisan, Dzi Qar, Bashra, Matsana, dan Baghdad, baru baru ini mengeluarkan sejumlah hasil penelitiannya. Mereka menemukan beberapa tahun terakhir terjadi trend pernikahan mutah di banyak keluarga Irak yang berada di bawah garis kemiskinan. Kaum wanita yang menjadi pelaku nikah mutah inilah yang menurut penelitian, menjadi salah satu sarana perpindahan virus HIV ke manusia lain. Sementara si wanita tidak sadar bila dirinya membawa virus HIV. Satu dari dua penderita AIDS di Irak adalah pelaku nikah mutah. Menurut perkiraan dokter, di sejumlah distrik yang dihuni mayoritas oleh kaum Syiah, terjadi kasus penderita penyakit AIDS lebih dari 75 ribu kasus per tahunnya. Kajian yang dilakukan juga memunculkan kesimpulan adanya sejumlah besar para penderita AIDS yang belum merujuk ke dokter karena alasan sosial. Jumlah penderita AIDS di Irak merupakan jumlah yang paling besar dari berbagai negara Eropa dan Arab, setelah Iran. Dan pernikahan mutah menjadi sebab utama yang paling banyak menularkan virus HIV melalui hubungan seksual. Sejak tumbangnya pemerintahan Irak pimpinan Saddam Husein tahun 2003, secara tidak resmi terjadi arus pernikahan mutah yang luar biasa di Irak. Nikah mutah di Irak bahkan dilakukan dalam tempo sangat singkat, yakni satu kali hubungan badan lalu berpisah. Karena itulah sebagian kaum pria dan wanita terlibat hubungan seksual melalui pernikahan mutah beberapa kali, bahkan dalam satu hari. Dan kini, menurut Kementerian Kesehatan Irak, selama tiga tahun terakhir, terjadi 64.428 kasus penderita AIDS di Irak. Para tokoh agama dan pejabat pemerintah saat ini melakukan upaya intensif untuk menekan trend nikah mutah yang menjadi indikator hilangnya pertimbangan logika, kesehatan, etika dan moralitas warga Irak. Para pembaca budiman, inilah fakta nyata jika kemaksiatan yang bernama zina dilegalkan atas alasan apapun, termasuk dengan mengemasnya dengan nama nikah mutah (Al Fikrah)

ADAKAH YANG NAMANYA PACARAN ISLAMI?

Pacaran, setiap kali kita mendengarnya akan terlintas dibenak kita sepasang anak manusia yang tengah dimabuk cinta dan dilanda asmara, saling mengungkapkan rasa sayang serta rindu. Lalu kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah "ada pacaran islami" tanpa harus melanggar batasan-batasan syariat? CINTA, FITRAH ANAK MANUSIA Manusia diciptakan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala dengan membawa fitrah (insting) untuk mencintai lawan jenisnya. sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. li-'Imrn: 14). Berkata Imam Qurthubi, "Allah memulai dengan wanita karena kebanyakan manusia menginginkannya, juga karena mereka merupakan jerat-jerat setan yang menjadi fitnah bagi kaum laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Tiadalah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita." (HR. Bukhr dan Muslim). Oleh karena itu, wanita adalah fitnah terbesar dibanding yang lainnya. (Lihat Tafsr al Qurthub 2/20). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun, sebagai manusia, tak luput dari rasa cinta terhadap wanita. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Disenangkan kepadaku dari urusan dunia wewangian dan wanita." (HR. Ahmad dan selainnya dengan sanad hasan). Karena cinta merupakan fitrah manusia, maka Allah menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman di surga dengan bidadarinya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalihah." (HR. Muslim). Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, artinya, "Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahmn: 70). Namun, Islam sebagai agama paripurna para rasul, tidak membiarkan fitnah itu mengembara tanpa batas, Islam telah mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan cinta, juga bagaimana batas pergaulan antara dua insan lawan

jenis sebelum nikah, agar semuanya tetap berada dalam koridor etika dan norma yang sesuai dengan syari'at. ETIKA PERGAULAN LAWAN JENIS DALAM ISLAM 1. Menundukan Pandangan terhadap Lawan Jenis Allah memerintahkan kaum laki-laki untuk menundukan pandangannya, sebagaimana firman-Nya, artinya, "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nr: 30). Sebagaimana hal ini juga diperintahkan kepada wanita beriman, Allah berfirman, artinya, "Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluan-nya." (QS. An-Nr: 31). 2. Menutup Aurat Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya." (QS. An-Nr: 31). Juga firman-Nya, artinya, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anakanak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzb: 59). 3. Adanya Pembatas Antara Laki-laki dengan Wanita Seseorang yang memiliki keperluan terhadap lawan jenisnya, harus menyampaikannya dari balik tabir pembatas. Sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab." (QS. Al-Ahzb: 53). 4. Tidak Berdua-duaan dengan Lawan Jenis Dari Ibnu 'Abbs Radhiyallahu Anhu berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Janganlah seorang laki-laki berduaduaan dengan wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya." (HR. Bukhr 9/330, Muslim 1341). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda, "Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan seorang wanita, karena setan akan menjadi yang ketiganya." (HR. Ahmad dan At-Tirmidz dengan sanad shahih).

5. Tidak Mendayukan Ucapan Seorang wanita dilarang mendayukan ucapan saat berbicara kepada selain suami. Firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala, artinya, "Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik." (QS. AlAhzb: 32). Berkata Imam Ibnu Katsrrahimahullh, "Ini adalah beberapa etika yang diperintahkan oleh Allah kepada para istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa

Sallam serta para wanita Mukminah lainnya, yaitu hendaklah dia kalau berbicara dengan orang lain tanpa suara merdu, dalam artian janganlah seorang wanita berbicara dengan orang lain sebagaimana dia berbicara dengan suaminya." (Tafsr Ibnu Katsr: 3/530). 6. Tidak Menyentuh Lawan Jenis Dari Ma'qil bin Yasr t berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Thabrn dalam Mu'jam al Kabr: 20/174/386). Berkata Syaikh Al-Albnrahimahullh, "Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (Ash-Shohhah: 1/448). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti membaiat dan lain-lain. Dari 'Aisyah berkata, "Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat." (HR. Bukhr 4891). Inilah sebagian etika pergaulan laki-laki dengan wanita selain mahram, yang mana, apabila seseorang melanggar semuanya atau sebagiannya saja akan menjadi dosa zina baginya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. zina mata dengan memandang, zina lisan dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan serta berangan-angan, lalu farji yang akan membenarkan atau mendustakan semuanya." (HR. Bukhr dan Muslim). Padahal Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah melarang perbuatan zina dan segala sesuatu yang bisa mendekati perzinaan. (Lihat Hirsatul Fadhlah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid, hal. 94-98). Sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isr': 32). Hukum Pacaran Setelah memerhatikan ayat dan hadits di atas, maka tidak diragukan lagi bahwa pacaran itu haram, karena beberapa sebab berikut: Orang yang sedang pacaran tidak mungkin menundukan pandangannya terhadap kekasihnya. Awal munculnya rasa cinta itu pun adalah dari seringnya mata memandang kepadanya. Orang yang sedang pacaran tidak akan bisa menjaga hijab. orang yang sedang pacaran biasanya sering berdua-duaan dengan kekasihnya, baik di dalam rumah atau di luar rumah Wanita akan bersikap manja dan mendayukan suaranya saat bersama kekasihnya Pacaran identik dengan saling menyentuh antara laki-laki dengan wanita, meskipun itu hanya jabat tangan. Orang yang sedang pacaran, bisa dipastikan selalu membayangkan orang yang dicintainya. Perhatikan kembali etika pergaulan dengan lawan jenis dalam Islam yang telah kami sebutkan di atas. Berapa poin pelanggaran yang dilakukan oleh

1. 2. 3. 4. 5. 6.

orang pacaran? Dalam kamus pacaran, hal-hal tersebut adalah lumrah dilakukan, padahal satu hal saja cukup untuk mengharamkan pacaran, lalu bagaimana kalau semuanya? SYUBHAT DAN JAWABANNYA Sebenarnya, keharaman pacaran lebih jelas daripada matahari di siang bolong. Namun begitu, masih ada yang berusaha menolaknya walaupun dengan dalil yang sangat rapuh, serapuh rumah laba-laba Di antara syubhat itu adalah: Syubhat pertama: Tidak bisa dipukul rata bahwa pacaran itu haram, karena bisa saja orang pacaran yang Islami, tanpa melanggar syariat. Tanggapan: Istilah "Pacaran Islami" itu cuma ada dalam khayalan, dan tidak pernah ada wujudnya. Anggaplah dia bisa menghindari khalwat (berduaan), menyentuh serta menutup aurat, tapi tetap tidak akan bisa menghindari dari saling memandang. Atau paling tidak membayangkan dan memikirkan kekasihnya. Yang mana hal itu sudah cukup mengharamkan pacaran. Syubhat kedua: Orang sebelum memasuki dunia pernikahan, butuh untuk mengenal dahulu calon pasangan hidupnya, baik sisi fisik maupun karakter, yang mana hal itu tidak akan bisa dilakukan tanpa pacaran, karena bagaimanapun juga kegagalan sebelum menikah akan jauh lebih ringan daripada kalau terjadi setelah nikah. Tanggapan: Memang, mengenal fisik dan karakter calon istri maupun suami merupakan suatu hal yang dibutuhkan orang sebelum memasuki biduk pernikahan, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari, juga tidak terkesan membeli kucing dalam karung. Namun, tujuan ini tidak bisa menghalalkan sesuatu yang haram. Ditambah lagi, bahwa orang yang sedang jatuh cinta akan berusaha menampakkan segala yang baik dengan menutupi kekurangannya di hadapan kekasihnya. Juga orang yang sedang jatuh cinta akan menjadi buta dan tuli terhadap perbuatan kekasihnya, sehingga akan melihat semua yang dilakukannya adalah kebaikan tanpa cacat. (Lihat Faidhul Qodr oleh Imam AlMunw: 3/454).

BEBERAPA KELEMAHAN HADITS TENTANG FADHILAH SURAH YASIN

Tidak diragukan lagi, bahwa munculnya ditengah-tengah masyarakat perbuatan yang berbau syirik, khurafat dan bidah dikarena-kan mereka tidak

bisa membedakan mana yang bidah dan mana yang khilafiyyah (perbedaan pendapat),tersebab sikap taashub madzhabiy (fanatik terhadap golongan) dan taqlid buta yg berlebih-lebihan serta ketidak pahaman mereka terhadap hadits-hadits yang dhaif (lemah) maupun maudhu (palsu). Berikut ini akan diuraikan kelemahan hadits-hadits tentang fadhilah (keutamaan) surat Yasin. >>Hadits Pertama Barang siapa yang membaca surat Yasin pada setiap malam, diampuni (dosadosa) nya. Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi di kitabnya Syuabul Iman dan hadits ini tidak ada seorangpun ulama ahli hadits yang menshahih-kannya. Lihat kitab Jamius shagier oleh Imam As Suyuti, jilid 2 bagian huruf MIM halaman 178 dan kitab Dhaif Jamiis shagier wa ziyaadatihi oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dibagian huruf MIM. >>Hadits Kedua Barang siapa membaca (surat) Yasin pada malam hari, maka pada waktu pagi hari ia mendapat ampunan. Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dan Abu Nuaim dikitabnya Al-Hilyah. Menurut Imam Ibnul Jauzi: Hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya dan menurut Imam Daraquthni: Muhammad bin Zakaria yang ada di sanad hadits ini adalah pemalsu hadits. Ringkasnya: Hadits ini maudhu (Palsu) yang tidak ada asalnya. Lihat kitab Al-Maudhuat jilid 1 halaman 246 dan 247 oleh Ibnul Jauzi. >>Hadits Ketiga Barangsiapa yang membaca surat Yasin satu kali, maka seolah-olah ia membaca Al-Quran dua kali.) Hadits ini diriwayatkan Baihaqi di kitabnya Syuabul Iman dan hadits ini termasuk maudhu (Palsu) yang tidak diketahui asal usulnya. Lihat kitab Jamius shagier oleh Imam As Suyuti, jilid 2 bagian huruf MIM halaman 178 dan kitab Dhoif Jamiis shagier wa ziyaadatihi oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dibagian huruf MIM. >>Hadits Keempat Barangsiapa yang membaca surat Yasin satu kali, maka seolah-olah ia membaca Al-Quran sepuluh kali. Hadits ini juga hadits maudhu (Palsu) yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang tidak diketahui asal-usulnya. Selain itu hadits ketiga dan keempat diatas saling bertentangan. Lihat kitab Jamius shagier oleh Imam As Suyuti, jilid 2 bagian huruf MIM halaman 178 dan kitab Dhoif Jamiis shagier wa ziyaadatihi oleh Muh. Nashiruddin Al-Albani dibagian huruf MIM. >>Hadits Kelima Sesungguhnya bagi tiap-tiap sesuatu itu mempunyai hati, dan hati Al-Quran

itu ialah surat Yasin. Oleh karena itu barang siapa yang membaca surat Yasin, maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu sama seperti pahala mem-baca sepuluh kali Al-Quran. Hadits ini diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam sunan Tirmidzi jilid 4 hadits No. 3048, Hal. 337 setelah meriwayatkan hadits ini ia berkata: Harun Abu Muhammad yang ada dalam sanad hadits tersebut adalah Majhul (tidak dikenal sifat dan keadaan dirinya oleh ahli hadits) dan Imam Ibnu Hajar di kitabnya Tahdzibut-tahdzib juga menerangkan perkataan Imam Tirmidzi tersebut. Sedangkan rawi yang Majhul ulama-ulama ahli hadits memasukkannya ke dalam derajat rawi yang dhaif (lemah) yang riwayatnya tidak boleh diterima dan di amalkan. Menurut Imam Abu Hatim yang merupakan salah seorang Imam ahli hadits yang telah meneliti satu persatu keadaan rijalul hadits (orang-orang pada sanad) mengatakan bahwa Muqotil yang ada di sanad hadits ini bukan Muqotil bin Hayyan, tapi Muqotil bin Sulaiman salah seorang pendusta. Jika hal ini benar maka tidak diragukan lagi bahwa hadits ini adalah Maudhu (Palsu). Lihat Silsilah hadits dhaif wal maudhu jilid 1, halaman 202, hadits no: 169 oleh Muh. Nashiruddin Al-Albani & tafsir Ibnu Katsir jilid 3, halaman 562. >>Hadits Keenam ( Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati diantara kamu. Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasaai. Menurut Imam An Nawawy isnad hadits ini dhaif (lemah) di dalamnya terdapat dua perawi yang Majhul (tidak dikenal sifat dan keadaan diri-nya oleh ahli hadits); pertama: Abu Utsman, berkata Imam Ibnul Mundzir: Abu Utsman dan bapaknya bukan orang yang masyhur (terkenal disisi ahli hadits) Lihat di Aunul mabud syarah Abu Dawud jilid 8 halaman 390. Imam Ibnul Qaththan berkata: Hadits ini ada illat (penyakit) nya serta Mudtharib (goncang) karena Abu Utsman dan bapaknya majhul. Kedua, Bapaknya Abu Utsman, selain ia majhul juga rawi yang Mubham (seorang rawi yang ada di sanad satu hadits yang tidak disebut namanya) Maka dengan sendirinya gugurlah hadits ini ke derajat dhaif yang tidak boleh diamalkan (sebab bukan sabda Rasulullah). >>Hadits Ketujuh (surat) Yasin itu hatinya Al-Quran, tidak membacanya seseorang karena Allah dan kampung Akhirat, melainkan dia akan diampuni. Oleh karena itu bacalah surat Yasin itu untuk orang-orang yang akan mati diantara kamu Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal, derajat hadits ini juga Dhaif karena disanadnya juga terdapat Abu Utsman dan bapaknya dua orang rawi yang telah kita ketahui kelemahannya. Lihat Nailul Authar jilid 4, halaman 52, kitab Subulus Salam jilid 2, halaman 90, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, halaman 32 dan jilid 3 halaman 562. Hadits keenam dan ketujuh ini dijadikan dalil oleh mereka yang membolehkan

membaca surat Yasin disisi orang yang telah mati. Sebetulnya kalimat yang dikehendaki di hadits 6 dan 7 itu ialah orang yang hampir mati bukan yang telah mati. Perhatikan sabda Rasulullah : Ajarkan oleh kamu orang-orang yang akan/ hampir mati diantara kamu: Laa Ilaaha Illallah(HSR. Muslim, Abu Daud, Nasaai, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)Apakah kita mau berkata bahwa yang diperintahkan Nabi di hadits ini supaya kita mengajarkan kalimat Laa ilaaha illallah terhadap orang yang telah mati? Tentu tidak demikian !! Karena yang dimaksud Nabi adalah orang yang hampir mati supaya akhir perkataannya kalimat tauhid. Ini sesuai dengan sabda beliau dibawah ini: Barangsiapa yang akhir dari perkataan-nya Laa Ilaaha Illallah maka ia akan masuk surga. (HHR. Hakim, Ahmad dan lain-lain). Akan tetapi, karena hadits keenam dan ketujuh diatas itu dhaif (bukan sabda Rasulullah ), maka membaca Yasin disisi orang yang hampir mati maupun yang telah mati tidak boleh dikerjakan baik pada hari wafatnya atau hari lainnya seperti hari ketiga, kesepuluh, keempat puluh atau satu tahun setelah wafatnya, karena tidak ada contoh dan perintahnya dari Rasulullah maka hal itu adalah BIDAH, dikarenakan: Pertama : Beramal dengan hadits dhoif (nomor 6 dan 7) Kedua : Salah dalam memahami hadits tersebut Rasulullah bersabda : Semua perbuatan bidah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya di Neraka (HSR. Muslim ) Hendaknya kaum muslimin mau belajar sadar bahwa yang biasa mereka kerjakan yaitu ramai-ramai membaca surat Yasin disisi orang mati adalah perbuatan BIDAH. Tidakkah mereka fikirkan salah satu ayat yang terdapat di dalam surat Yasin itu, yang mana Allah berfirman: Supaya ia (Al-Quran) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP" (QS. Yasin :70). Allah menyatakan dengan tegas bahwa Al-Quran ini menjadi peringatan untuk orang-orang yang hidup. Sedangkan saudara-saudara kita membacakan surat Yasin ini di hadapan orang-orang yang mati (mayat). Subhanallah !!!) PERINGATAN Perlu diketahui bahwa tulisan ini bukanlah larangan kepada kaum muslimin dan muslimat untuk membaca surat Yasin karena seluruh surat yang ada dalam Al-Quran adalah baik dan disyariatkan untuk dibaca akan tetapi tidak boleh mengkhususkan surat tertentu atau mengutamakannya dari surat-surat yang lain tanpa disertai dalil yang shohih Wallahu al Muwaffiq- (Al Fikrah/ABU HANAFI) Disarikan dari kitab 25 masalah penting dalam Islam oleh Abdul Hakim bin Amir Abdat

AGAR IMANMU SELALU FIT DAN TERJAGA

Iman adalah sumber kekuatan seorang Muslim. Kalau iman kuat maka seorang Muslim akan kuat. Sebaliknya jika iman lemah maka ia pun akan lemah. Karena itu merawat iman adalah agenda harian seorang Muslim. Seorang Muslim tidak melewatkan hari-harinya kecuali di sana ada aktifitas merawat iman.Pembaca budiman berikut ini beberapa kiat bagaimana agar iman kita selalu fit >>Pertama, Selalu Menyimak al-Quran Al-Quran adalah penerang kegelapan bahkan obat bagi semua penyakit. Dengan menyimak bacaannya iman akan kuat dan selalu dalam keadaan fit. Dan inilah yang dilakukan oleh Rasulullah. Beliau menyimak al-Quran dan membacanya berulang kali, tatkala beliau sedang shalat malam. Sehingga pada suatu malam ketika shalat, beliau pernah mengulang-ulang satu ayat saja, dan tidak beralih dari ayat tersebut sampai masuk waktu fajar. Yaitu firman Allah:Jika Engkau menyiksa mereka, maka sungguh mereka adalah hamba-hambaMu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sungguh Engkau Maha Perkasa lagi maha Bijaksana. (al-Maidah: 188) Para shahabat beliau juga seperti itu. Mereka membaca, menyimak dan merenungkan bacaan al-Quran sampai mereka menangis tersedu-sedu. AlImam Ibnu Katsir menyebutkan sebuah riwayat dalam kitab tafsirnya, bahwa Abu Bakar as-Shiddiq adalah orang yang lembut, belas kasih dan hatinya mudah tersentuh jika mengimami jamaah shalat. Bisa dipastikan khalifah Rasulullah ini menangis bila ia berdiri menjadi imam. Begitu pula Umar bin Khatthab. Bahkan shahabat yang bergelar al-Faruq ini pernah sakit beberapa waktu lamanya karena firman Allah, Sesungguhnya adzab Rabbmu pasti terjadi, tak seorang pun yang dapat menolaknya . >>Kedua, Merenungkan Keagungan Allah Azza waJalla Banyak ayat dalam al-Quran begitu juga hadits-hadit Rasululah tentang keagungan Allah. Jika seorang muslim memperhatikan nas-nas tersebut, maka tentu hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk dan khusyu pada Dzat yang Maha Agung. Ketika Nabi Musa meminta pada Allah agar ia bisa melihatNya. Ia berkata kepada Musa melalui firmanNya:Kamu sekali-kali tidak akan bisa melihatku, tapi lihatlah gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya maka kamu dapat melihatku. Tatkala Allah menampakkan dirinya pada gunung tersebut maka hancurlah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan. (al-Araf: 143) Saat menafsirkan hadits ini Rasulullah bersabda, sambil memberi isyarat

dengan tangan beliau dan berkata, Seperti ini sambil meletakkan ujung ibu jarinya pada sendi jari kelingkingnya yang atas lalu beliau berkata, lalu gunung itu pun tenggelam. Maksudnya, gunung itu tidak tampak lagi kecuali seukuran yang diisyaratkan oleh beliau. Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, Allah menggenggam bumi pada hari kiamat dan melipat langit dengan tangan kananNya lalu berfirman, Aku adalah raja, mana raja-raja bumi (HR. Bukhari). Nash-nash tentang masalah ini sangat banyak. Tujuannya membangkitkan perasaaan agung akan kekuasaan Allah dan dengan itu hati menjadi lembut. Jika hati lembut maka ia mudah menerima hidayah dari Allah. Dengan itu pula ia peka dengan berbagaio kemungkaran yang terjadi di sekitarnya. Dengan begitu ia bersemangat melakukan ketaatan dan sedih dengan berbagai penyimpangan-penyimpangan. >>Ketiga, Mencari ilmu Syari Ilmu syari yang kita inginkan di sini adalah ilmu yang membangkitkan rasa takut pada Allah dan menambah bobot iman sebagaimana firman Allah:Sesungguhnya yang takut pada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu (Qs. Faathir: 28). Dalam kaitannya dengan iman ini, orang yang mengetahui tidak bisa disamakan dengan orang yang tidak mengetahui. Bagaimana mungkin orang yang mengetahui perkara-perkara syariat, makna syahadat disamakan dengan orang-orang yang tidak mengetahuinya? Bagaimana mungkin menyamakan orang yang mengetahui kejadian sesudah mati, alam barzakh, padang mahsyar, siksa neraka, nikmat surga, hikmah di balik syariat, hal-hal yang halal dan haram, dipersamakan dengan orang-orang yang tidak mengetahui semua itu? Samakah orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Qs.az-Zumar: 9). Dengan demikian jelas ilmu syari di antara hal yang dapat menambah dan menguatkan iman. Betapa tidak dengan inilah seorang Muslim diantar mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan. Dari sinilah lahir rasa takut, harap dan cinta pada Allah. >>Keempat, Menggiatkan Berbagai Bentuk Ibadah. Di antara rahmat Allah pada kita semua adalah Dia mensyariatkan pada kita berbagai macam ibadah. Di antaranya ada ibadah fisik seperti shalat, ada ibadah lisan seperti dzikirdan doa, apa ibadah hati seperti tawakkal, redha, khauf, dan rajabahkan ada ibadah yang memadukan ketiga-tiganya seperti ibadah haji. Ditinjau dari sifatnya ada ibadah yang wajib, sunnah dan anjuran. Yang wajib pun dibagi lagi dalam beberapa jenis; wajib kifayah dan wajib aini .Begitupun yang sunnah. Shalat misalnya, ada yang rawatib sebanyak dua belas rakaat sebelum dan sesudah shalat fardhu. Ada yang lebih sedikit bobotnya seperti empat rakaat sebelum Ashar dan dua rakaat sebelum shubuh. Ada juga shalat yang lebih tinggi bobotnya dari itu yaitu shalat lail. Dari ragam pelaksanaannya, ada yang dikerjakan dengan dua-dua rakaat atau empat-empat rakaat setelah itu ditutup dengan witir; satu, tiga, lima, tujuh, atau sembilan rakaat dengan satu tasyahud.

Dengan begitu, setiap orang bisa melihat kondisinya. Jika kondisi iman lagi fit maka ia bisa mengerjakan banyak macam ibadah beserta berbagai ragam pelaksanaannya. Jika ia merasa dirinya lagi futur (letih dan tidak semangat) maka ia bisa memilih jenis ibadah yang ringan. Ini semua ada hikmah Allah di balik semua itu agar kita senantiasa dalam kondisi ibadah dan ibadah itu sesederhana bagaimana pun pasti akan memberi pengaruh pada iman. >>Kelima, Banyak Mengingat Mati. Kematian adalah pintu perpindahan alam yang pasti dilalui oleh setiap manusia. Setiap kita tidak ada yang tahu bagaimana kelanjutan nasibnya di alam yang baru itu. Di sana ada huru hara, ada fitnah, ada pertanyaan yang dihadapkan kepada setiap kita. Itulah sebabnya Rasulullah bersabda, Perbanyaklah mengingat penghalau kelezatan, yaitu kematian.(HSR. Tirmidzi) Mengingat mati bisa mendorong seseorang menghindari berbagai kedurhakaan. Tidaklah seseorang mengingat mati melainkan akan membuat hatinya semakin lapang. Begitu pula dengan mengingat mati hati seseorang akan menjadi lembut. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan kita untuk berziarah kuburan setelah sebelumnya beliau melarangnya. Beliau bersabada, Dulu saya melarang kalian ziarah kuburan, adapun sekarang ziarahilah karena itu bisa melembutkan hati, membuat mata menangis, mengingatkan akhirat... (HR. Hakim). Dalam ziarah kubur, seorang muslim hendaknya menghadirkan kesadaran, mengambil pejajaran dari orang yang telah terbujur kaku dalam liang lahad itu. Hendaknya ia mengamati keadaan si mayit yang telah meninggalkan teman-teman sejawatnya, keluarganya tercinta, harta benda yang ditumpuknya. Saat ini teman sejawat dan kelaurga tercinta tak satu pun yang dapat menolongnya. Harta yang banyak tidak berguna lagi, bahkan mungkin menjadi rebutan ahli waris. Tidak ada yang bisa menyelamatkan simayit kecuali dirinya sendiri. Begitulah seterusnya, semua perenungan itu akan membawa seorang muslim pada tiga faidah; penyegaran taubat, kelembutan hati, dan semangat menjalankan ibadah.sedangkan mereka yang melupakan kematian ia akan menunda-nunda taubat, tidak pernah puas dengan dunia, dan malas ibadah. Masih banyak lagi sarana yang bisa menambah kekuatan iman kita, namun lima hal ini mendesak untuk dilakukan. Semuanya agar iman agar kita tetap fit. Wallahu taala alam. Hal-hal yang Melemahkan Iman 1. Menjauh Dari Suasana Keislaman dalam waktu yang lama 2. Enggan Mempelaajari Ilmu syari 3. Betah dengan lingkungan yang banyak maksiatnya. 4. Tenggelam dengan kesibukan duniawi sehingga hatinya jadi mati. 5. Berangan-angan yang serba muluk-muluk. 6. Berlebih-lebihan dalam makan, bicara, tidur, dan istirahat

7. Sibuk Mengurus Istri, harta, dan anak-anak

MANFAAT SENYUMAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

Apa yang menghalangimu untuk tersenyum saat engkau bertemu dengan orang lain? padahal ia sangat mudah bagimu,dan engkau pun mengetahui bahwa tersenyum kepada saudaramu adalah sedekah.sebagaimana Rasulullah bersabda senyummu kepada saudaramu adalah sedekah. Juga engkau mengetahui bahwa tersenyum tidak membutuhkan biaya darimu,bahkan tidak membutuhkan tenaga dari kekuatanmu, ia hanya menggunakan beberapa otot di wajahmu Saudaraku Senyummu kepada saudaramu adalah kesejukan,seperti kesejukan embung membasahi dedaunan,senyummu adalah obat penawar bagi hati-hati yang bersedih, pemberi semangat bagi jiwa-jiwa yang lesu,jangan engkau memandang enteng amal ini Saudaraku Cobalah renungkan, andai anda berada di tempat yang asing, tidak ada keluarga dan sanak famili, tidak ada kenalan dan sahabat, tidak ada seorangpun yang bisa tersenyum dan menyapa padamubagaimana perasaan mu saat itu? Atau di saat anda dalam keadaan bersedih, atau sakitlalu semua orang malah cemberut padamu?bagaimana perasaanmu saat itu?tentu engkau akan merasa semakin sedih dan semakin sakit, padahal obat dari dokter tidak pernah kurang, buah-buah dan makanan lainnya selalu terhidang dikamarmu lalu apa yang engkau harapkan ???diantara yang anda harapkan adalah senyuman Wahai saudaraku tercinta Jika anda seorang Ayah atau Ibu,maka hadiah pertama yang engkau berikan saat anak anda membuka matanya saat ia terbangun dari tidurnya adalah senyuman manis,kemudian ucapkan selamat dan syukur kepadanya seraya menuntunnya untuk membaca doa bangun tidur, sedekahkanlah senyum padanya sebelum anda mensedekahkan segelas susu untuknya, dan ini akan menjadi hadiah terindah untuknya sebelum hadiah yang lainnya.

Jadikanlah senyum ini sebagai hiasan di setiap sudut dan ruangan dalam ruasruas waktu anda Jika anda adalah suami bagi istrinya,maka jangan anda kikir kepadanya.bahkan tersenyum kadang menjadi barang yang sangat langkah,sampai kadang istri harus menunggu dalam waktu yang lama untuk mendapatkan senyummu. Wahai saudaraku Bukankah engkau telah mengetahuinya bahwa setiap hari istrimu harus bangun sebelum anda dan anak-anak anda terbangun?dia harus mempersiapkan segalanya dalam waktu yang bersamaan.Menyiapkan sarapan,pakaian dan membersihkan rumah.Dia melakukannya sendiri karna mungkin anak-anaknya masih kecil-kecil dan banyakbelum berhenti sampai di sini, karna dia harus mengantar anak-anaknya pergi sekolah berjalan kaki, dia kembali sesudah itu dengan setumpuk pekerjaan di rumahnya,memasak,mencuci,menyetrika dan lain-lain. Lalu dimana anda saat itu? Saudaraku, jika dalam segenap kepenatannya engkau datang dan tersenyum padanya, rasanya semua kelelahan seharian bekerja itu akan hilang seketika, karena senyummu untuknya seperti air segar yang mengguyur tenggorokannya dan segera memberi kesegaran dalam seluruh tubuhnya. Semangatnya bangkit kembali, seakan tak terasa beban-beban dalam hidupnya walau sebenarnya ia harus peras keringat dan banting tulang. Saudariku Jika anda seorang Istri maka kado termahal untuk suami anda adalah senyumanmu Suami anda akan keluar rumah dengan harap-harap cemas kemana ia harus mencari rezeki untuk anak-anaknya.diluar beliau akan bertgelut dengan kemacetan,kekerasan dan persaingan,ditempat kerja ia harus bertahan dengan segala omelan atasan.atau pusing dengan ulah karyawan atau bawahanbingun denga 1001 masalah yang dihadapinya Wahai saudariku... Maka jika ia pulang jadikan rumahmu seperti sorga baginya.jadikan senyummu sebagi hiburan untuknyajadikan ia senang memandangmu dengan senyummu yang manis, bahkan engkau mampu membuatnya tersenyum karena kecantikan wajahmu, kebersihan pakaianmu dan kepintaramu berhias di hadapannya.senyummu mampu menghilangkan segala kegundahan dan kegalauan berfikirnya, jika engkau tersenyum padanya berarti engkau telah bersedekah sebelum engkau menyedekahklan yang lainya untuk suamimu.. Saudarakuapa yang menghalangimu.??? Jika anda seorang anak maka pandai pandailah berterima kasih kepada kedua orang tuamu

Berikan apa yang merupakan haknya, berikan cinta sepenuh hati untuk keduanya,jangan engkau menelantarkannya karena ia termasuk dosa besar..jangan menghardiknya dan membantahnya..dan berlemah lembutlah kepadanyajadikanlah senyum sebagai hiasan wajahmu saat keduanya memandang wajahmu atau engakau memandang wajah keduanya Wahai saudaraku Saat engkau berada dalam kandungannya, ibumu selalu tersenyum padamu walau engkau tidak mengetahuinya, berbicara padamu walau engkau tidak mendengarkannya, bahkan keduanya telah menyiapkan nama untukmu walau ia belum mengetahui jenis kelaminmu Bajumu, ayunanmu, ranjang kecil lengkap dengan kelambu dan bantalbantalnya telah siap menunggu kelahiranmu. Saudaraku.di saat lahirmuibumu tersenyum dalam rasa sakitnya yang mendalam. Iya tersenyum bahagia dengan kehadiranmu, beribu kali ia harus mengucap syukur dengan keselamatamu.. Saudaraku. Saya tidak dapat menulis setiap senyum kedua orang tuamu dalam setiap tahapan usiamukarena saya tidak mampu menulis semuanya. Saya kira engkau pasti sudah mengetahuinya apa lagi bagi anda yang sudah menjadi orang tua terhadap anak-anaknya hari ini. Apa yang kutuliskan untukmu kali ini hanyalah sebagian kecil saja dari apa yang seharusnya tertulis. Saudaraku Jika anda seorang tetangga, mana senyum untuk tetanggamu Jika anda seorang guru,mana senyum untuk murid-muridmu Jika anda seorang murid, mana senyum untuk gurumu Jika anda seorang direktur, mana senyum untuk karyawanmu Jika anda seorang Dai,mana senyum untuk madu anda Jika anda seorang dokter,mana senyum untuk pasien anda Jadi apa yang menghalangimu untuk tersenyum??? Saudaraku Tersenyumlah sebelum datang saatnya anda ingin selalu tersenyum tapi anda sudah tidak bisa melakukannya.Semoga bermanfaat untuk keluarga besarku dan semua saudaraku (Catatan:Tersenyum itu lebih gampang ketimbang cemberut, karena otot yang digunakan untuk tersenyum lebih sedikit daripada cemberut, Seperti dikutip dari Howstuffworks (4/12/2010):beberapa ahli menyatakan dibutuhkan 43 otot untuk cemberut dan hanya 17 otot untuk tersenyum.Subhanalloh)

PERBEDAAN ANTARA WALI ALLAH DENGAN WALI SETAN

Di masyarakat, wali adalah gelar yang memiliki prestise tinggi. Orang yang dianggap sudah mencapai derajat wali, segala tindakan dan ucapannya bak titah raja, harus diterima dan dilaksanakan meski tak jarang melanggar syariat. Mendengar kata wali, akan segera terbayang dalam benak kita sosok manusia luar biasa, ajaib, dan sakti. Itulah pemahaman umum masyarakat kita terhadap sosok seorang wali. Tak heran, seorang ulama atau kyai, meski sering bertingkah aneh, suka nyeleneh, pun dinobatkan sebagai wali. Mestinya, keadaan ini tidak terjadi bila masyarakat paham bahwa tidak semua orang yang dianggap sebagai wali adalah betul-betul seorang wali. Sebaliknya, bisa jadi dia adalah wali setan. Siapa Wali Allah? Istilah wali menurut Ahlusunnah wal Jamaah adalah setiap mukmin yang bertakwa dan selain nabi. Jadi, siapa saja yang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhaanahu Wataala adalah wali. Karena derajat keimanan dan ketakwaan bertingkat-tingkat, maka derajat kewalianyaitu kecintaan dan pertolongan Allah pada hamba-Nyajuga bertingkat-tingkat. Yang dimaksud dengan wali adalah orang yang senantiasa menyempurnakan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan kemampuannya, serta sebagian besar kondisinya berada dalam keimanan dan ketakwaan. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza Wajalla, artinya, Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus: 62-63). Allah menyebutkan bahwa wali-Nya adalah orang yang beriman dan bertakwa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, Wali Allah hanyalah orang yang beriman kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Beriman dengan apa yang dibawanya, dan mengikuti secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, namun tidak mengikuti beliau, maka tidak termasuk wali Allah. Bahkan jika dia menyelisihinya, maka termasuk musuh Allah dan wali setan. Allah Taala berfirman, Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan

mengampuni dosa-dosamu. (QS. Ali Imran: 31). Hasan Al Bashri berkata, Suatu kaum mengklaim mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka. Allah menjelaskan dalam ayat tersebut, barangsiapa mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maka Allah akan mencintainya. Namun siapa yang mengklaim mencintai-Nya tapi tidak mengikuti beliau Shallallahu Alaihi Wasallam maka bukan termasuk wali Allah. Walaupun banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai wali Allah, tetapi kenyataannya mereka bukanlah wali-Nya. K.H. Hasyim Al Asy'arirahimahullah(tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, NU) berkata, "Barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah tanpa mengikuti sunnah, maka pengakuannya adalah kebohongan." (Ad Durar Al Muntasirah, hal. 4). Maka keliru, pemahaman yang berkembang di masyarakat kita saat ini, bahwa wali itu identik dengan ulama atau kyai yang memiliki keajaiban dan ilmu yang aneh-aneh. Meskipun dia adalah seorang kyai yang banyak meninggalkan kewajiban syariat, pernyataannya sering merugikan dan menyakiti umat Islam, mengobok-obok syariat, bahkan menjadi penolong musuh-musuh Allah, Yahudi dan Nasrani. Karamah para Wali Allah Subhaanahu Wataala dan Rasul-Nya menerangkan, karamah memang ada pada sebagian manusia bertakwa, baik dulu, sekarang, maupun yang akan datang, sampai hari kiamat. Di antaranya apa yang Allah kisahkan tentang Maryam di dalam surat Ali Imran: 37, kisah Ashhabul Kahfi dalam surat Al Kahfi, dan kisah pemuda mukmin yang dibunuh Dajjal di akhir jaman. Selain itu, kenyataan yang kita lihat atau dengar dari berita yang mutawatir, karamah itu memang terjadi di jaman kita ini. Adapun definisi karamah adalah kejadian di luar kebiasaan yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil Itiqad, 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah, 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaiminrahimahullah). Wali, Tak Mesti Punya Karamah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullahmenyatakan bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karamah bisa jadi lebih utama dari yang memilikinya. Karena itu, karamah yang terjadi di kalangan para tabiin, lebih banyak daripada karamah yang terjadi di kalangan para sahabat. Padahal para sahabat lebih tinggi derajatnya daripada para tabiin. (Disarikan dari Majmu Fatawa, 11/283). Singkatnya, wali yang memiliki karamah, belum tentu lebih mulia dan utama

dari wali yang tidak memiliki karamah. Apakah Setiap yang Di Luar Kebiasaan Disebut Karamah? Sesuatu yang terjadi di luar kebiasaan, bisa dikelompokkan menjadi tiga: - Mukjizat, terjadi pada para rasul dan nabi. - Karamah, terjadi pada para wali Allah. - Tipuan setan, terjadi pada wali-wali setan. (At Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313). Lalu bagaimana membedakan antara karamah dan tipu daya setan? Tentunya, dengan mengenal sejauh mana keimanan dan ketakwaan masing-masing orang yang mendapatkan hal luar biasa tersebut. Al Imam Asy Syafiirahimahullah berkata, Apabila kalian melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam . (Alamus Sunnah Al Manshurah hal. 193). Sikap Keliru terhadap para Wali Setidaknya, ada dua kelompok manusia keluar dari pemahaman yang benar tentang hakikat wali Allah Azza Wajalla. Dua kelompok itu adalah sebagai berikut: a. Ahli tafrith, yaitu orang-orang yang menganggap enteng dan meremehkan orang yang beriman dan bertakwa. Kedudukan wali Allah Subhaanahu Wataaladi hadapan ahli tafrith tidak jauh beda dengan pelaku maksiat, pelaku kesyirikan, dan kebidahan. Padahal Allah menyatakan, artinya, Patutkah Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah pula Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (QS. Shad: 28). b. Ahli ifrath, yaitu orang-orang yang berlebihan (ghuluw) dalam menyikapi wali Allah, termasuk juga orang-orang yang mengultuskan wali Allah Subhaanahu Wataala tersebut sehingga mengangkatnya ke derajat ilah (sesembahan). Diserahkan kepadanya beraneka ragam peribadahan, seperti cinta, takut, pengagungan, harapan, doa, penyembelihan, dan sebagainya. Tak ayal, mereka melakukan safar yang jauh sekadar untuk berdoa di kuburan para wali tersebut. Mereka bertawassul dengan menggunakan kemuliaan dan kedudukan para wali tersebut. Memohon kepada mereka ketika turun bencana. Memohon agar semua kebutuhannya terpenuhi, diselamatkan dari segala marabahaya. Semua ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Allah Azza Wajalla berfirman, artinya, "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim (syirik) itu mengetahui ketika

mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya, (niscaya mereka menyesal)." (QS. Al-Baqarah:165). "Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya."(QS. Al-Isra: 56). Mereka beranggapan bahwa karamah akan terjadi pada setiap saat dan atas kesadaran pemiliknya, sehingga para wali dan orang shaleh memiliki kekuatan untuk melakukan perkara yang bersifat luar biasa pada waktu dan kondisi yang mereka kehendaki, kapan saja dapat diminta, bahkan setelah mereka meninggal. Allah Subhaanahu Wataala berfirman, melarang kita untuk beribadah kepada selain-Nya, artinya, "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." (QS. Yunus: 106). Wali Setan, Adakah? Wali setan, mungkin belum akrab di pendengaran sebagian kita. Berbeda dengan istilah wali Allah. Jelasnya, kata-kata wali setan telah disebutkan di beberapa ayat dalam Al Quran, di antaranya firman Allah Subhaanahu Wataala, artinya, Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, karena itu perangilah wali-wali setan karena sesungguhnya tipu daya setan lemah. (QS. An-Nisa: 76). Barangsiapa menjadikan setan sebagai wali (pelindung) selain Allah, maka ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An-Nisa: 119). Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orangorang yang tidak beriman. (QS. Al-Araf: 27). Masih banyak lagi nash yang menjelaskan keberadaan wali setan di tengahtengah orang beriman. Lalu siapakah mereka yang layak diberi gelar wali setan? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyahrahimahullahberkata, Barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah Subhaanahu Wataala dan ber-wala kepada-Nya namun dia tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, maka dia bukan wali Allah Subhaanahu Wataala. Bahkan barangsiapa yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, maka dia adalah musuh Allah Subhaanahu Wataala dan wali setan. Kemudian beliau berkata, Walaupun kebanyakan orang menyangka mereka atau selain mereka adalah wali Allah Subhaanahu Wataala, namun mereka bukanlah wali Allah Azza Wajalla. Wallahul Haadi Ilaa Ath Thoriiq Al Mustaqiim (Diramu dari berbagai sumber) (Al Fikrah No.02/Tahun XI/22 Muharram 1431 H)

PEMUDA DAN BAU SURGA


Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah rhodiyallaahu anhu, Rasululllah shollallaahu alaihi wasallam pernah bersabda, Ada tujuh golongan orang yang mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain dari naunganNya diantaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Dan di dalam sebuah hadits shohih yang berasal dari Anas bin an-Nadhr rhodiyallaahu anhu, ketika perang Uhud ia berkata,Wah . angin surga, sunguh aku telah mencium wangi surga yang berasal dari balik gunung Uhud. Seorang Doktor bercerita kepadaku, Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata pasien tersebut adalah seorang pemuda yang sudah meninggal semoga Allah merahmatinya -. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya? Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya semoga Allah membalas segala kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh. Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit dan mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah ia marah dan jengkel ? Atau apa? Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka, Jangan khawatir! Saya akan meninggal tenanglah sesungguhnya aku mencium wangi surga.! Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat tersebut di hadapan para dokter yang sedang merawat. Meskipun mereka berusaha berulang-ulang untuk menyelamatkannya, ia berkata kepada mereka, Wahai saudara-saudara, aku akan mati, maka janganlah kalian menyusahkan diri sendiri karena sekarang aku mencium wangi surga.

Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah Ruhnya melayang kepada Sang Pencipta subhanahu wa taala.

Allahu Akbar apa yang harus aku katakan dan apa yang harus aku komentariSemua kalimat tidak mampu terucap dan pena telah kering di tangan Aku tidak kuasa kecuali hanya mengulang dan mengingat Firman Allah subhanahu wa taala, Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat. (Ibrahim : 27) Tidak ada yang perlu dikomentari lagi. Ia melanjutkan kisahnya, Mereka membawa jenazah pemuda tersebut untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudara Dhiya di tempat pemandian mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan yang terakhir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesudah shalat Magrib pada hari yang sama.

1. Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullaah Shallallaahu alahi wasallam bersabda, Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat. Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah. 2. Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga pada persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Pada tubuh orang yang sudah meninggal itu (biasanya-red) dingin, kering dan kaku. 3. Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.

Subhanalllah Sungguh indah kematian seperti itu. Kita memohon semoga Allah subhanahu wa taala menganugrahkan kita khusnul khatimah. Saudara-saudara tercinta kisah belum selesai

Saudara Dhiya bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabnya?

Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya? Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk

khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia dapatkan husnul khatimah (insyaAllah red) yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-ngidamkann ya; meninggal dengan mencium wangi surga.

Ayahnya berkata, Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapat melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Ia gemar menghafal al-Quran dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU.

Aku katakan, Maha benar Allah yang berfirman (yang artinya-red)

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fhushilat:30- 32)

Diambil dari : Serial Kisah Teladan Karya Muhammad bin Shalih Al-Qahthani, sebagaimana yang dinukil dari Qishash wa Ibar karya Doktor Khalid al-Jabir.

BAHAYA DAN CARA MENGATASI RIYA'

Bahaya Riya Bahaya riya telah banyak disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diantaranya: 1. Riya menghapus amal shalih.. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: . : . : . Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu ? Beliau menjawab, Riya. Allah ? berfirman kepada mereka pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal manusia, Pergilah kepada orang - orang yang kalian berbuat riya di dunia apakah kalian mendapat kebaikan di sisi mereka? (Diriwayatkan Ahmad dan Al-Baghawy) Wahai saudara seiman, hati-hatilah terhadap riya ini,karena ia sejelek-jelek bencana, merusak kebaikan serta membuat amal perbuatan laksana debu yang beterbangan. 2. Riya adalah syirik yang tersembunyi. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam : : . Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih aku takuti kepadamu dari pada Masihi Dajjal ? Yaitu syirik yang tersembuny : Seorang berdiri mengerjakan shalat lalu ia menghiasinya karena ada yang melihatnya (HR. Ibnu Majah,

hadits ini hasan) 3. Riya menambah kesesatan. Firman Allah Azza Wajalla yang artinya: Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (QS. Al-Baqarah : 9-10) Hal-hal Yang Tidak Tergolong Riya 1. Menampakkan syiar-syiar Islam, dengan tujuan bukan agar manusia memujinya dan menyanjungnya. 2. Seorang hamba yang di puji oleh manusia lain atas kebaikannya tanpa maksud minta dipuji. 3. Giatnya seorang hamba berbuat kebaikan tatkala melihat/ menyaksikan para ahli ibadah serta bergaul dengan orang-orang yang ikhlas dan shalih. 4. Menyembunyikan Dosa. 5. Memperbagus pakaian, sandal atau yang lainnya dengan tidak meremehkan orang lain (sombong) Terapi Riya 1. Membiasakan diri menyembunyikan amalan Hal ini telah banyak dicontohkan oleh para salafus shaleh mereka berusaha menyembunyikan amalan yang dapat disembunyikan untuk menghindari riya dan menjaga/ mengawasi hati-hati mereka terhadap amalan yang tidak mungkin dapat disembunyikan. 2. Mengetahui dan mengingat bahaya riya Terkadang kecenderungan untuk berbuat riya sering muncul dalam diri seseorang karena syetan tidak akan meninggalkannya sekalipun pada saat beribadah, ia akan terus menawarkan bisikan-bisikan riya kepadanya. Jika ia menyadari akan bahaya riya, kemurkaan Allah dan adzab yang diterimanya maka akan timbul rasa takut dan tidak suka akan perbuatan tersebut. Dan apalah artinya pujian dan sanjungan mereka kalau hanya membuat Allah murka. 3. Berdoa. Abu Musa Al-Asyari Radhiyallahu Anhu berkata, pada suatu hari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkhutbah kepada kami: Wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya) karena ia lebih tersembunyi dari pada rayapan seekor semut, lalu salah seorang bertanya, Ya Rasulullah, bagaimana kita mewaspadainya ? Beliau menjawab: Berdoalah dengan doa ini: Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan-Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui. (HR. Ahmad) Wahai saudaraku tidak sepantasnya bagi seorang hamba berputus asa dari berbuat ikhlas, menyangka bahwa yang mampu melaksanakannya hanyalah

orang-orang yang kuat semata, lalu ia tidak mujahadah (bersungguh-sungguh) untuk meraihnya. Padahal orang yang lemah harus lebih bermujahadah untuk meraihnya.

PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS RIYA'

Riya merupakan penyakit kronis yang mengendap dalam jiwa seseorang yang sulit untuk dihindarkan dan dihilangkan kecuali bagi mereka yang betul-betul mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah Azza Wajalla. Penyakit ini mampu menyelusup pada semua amal perbuatan dan membatalkannya, penyakit yang sangat tersembunyi dan lebih halus dari rambatan semut serta tak seorang pun yang dapat mendeteksinya. Hal ini termasuk jebakan syetan yang paling besar dan berbahaya yang berupaya terus menerus untuk memalingkan hamba-hambanya yang mukhlisin. Apa Itu Riya Riya berasal dari kata Ruyah (melihat), orang yang Riya adalah mereka yang menginginkan agar orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya, dan orang yang beramal kepada Allah Azza Wajalla tetapi juga diniatkan untuk selain Allah dan hari akhirat. Bahkan orang yang riya pun melaksanakan ibadah yang Allah perin-tahkan tapi bukan karena Allah. Penyakit ini timbul karena disebabkan beberapa hal: 1. Senang terhadap pujian dan sanjungan. 2. Menghindari akan celaan 3. Mengharapkan kedudukan di hati orang lain. Tiga hal inilah yang memicu tumbuh suburnya penyakit ini dan menggerogoti jiwa manusia, menyerang sebelum, dan sesudah bahkan pada saat amalan tersebut dikerjakan. Dan telah disebutkan didalam Al-Quran dan Sunnah Rasullulah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang celaan terhadap riya diantaranya firman Allah Azza Wajalla yang artinya : Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS. Al-Maaun : 4-6) Macam-Macam Riya 1. Riya yang berasal dari badan Memperlihatkan bentuk tubuhnya yang kurus dan pucat, serta memamerkan bekas

sujud di wajah agar mereka bisa melihat bahwa dia ahli ibadah, atau dia memperlihatkan rambutnya yang acak-acakan, agar dia di-anggap terlalu sibuk dalam urusan agama sehingga merapikan rambut pun tidak sempat. Gambaran serupa ialah memperlihatkan suara yang parau, mata yang cekung dan bibir yang layu, agar orangorang menganggap dirinya terus menerus berpuasa. Sedangkan orang-orang yang tunduk pada dunia, mereka riya dengan memperlihatkan badannya yang gemuk, penampilan yang bersih, kegagahan, dan kecantikan wajah. Mereka itu semua disinyalir oleh Allah Azza Wajalla dalam Al-Quran dalam surat Al-Munafiqun ayat 4. 2. Riya yang berasal dari Perhiasan/ Pakaian. Menampakkan kezuhudannya dengan memakai pakaian yang kasar lagi tipis atau memakai pakaian yang lusuh/ tambalan. Memakai pakaian khusus biar manusia memberi predikat ulama. Gambaran yang lain (riyanya ahli dunia) ialah memperlihatkan pakaian yang mahal, tempat tinggal dan perabotperabot yang mewah. 3. Riya yang berasal dari Perkataan Memperlihatkan kedalaman ilmunya agar bisa bercakap-cakap dengan para ulama, atau mempermainkan orang-orang bodoh serta sombong dan angkuh terhadapnya, begitu pula dengan merendahkan suara dan memperhalus tatkala membaca Al-Quran Sedang di hatinya tersimpan maksud agar dikira takut kepada Allah Azza Wajalla dan lain-lainnya. Sedangkan riyanya para pemuja dunia , mereka pura-pura fasih dalam berbicara dan lain-lain. 4. Riya yang berasal dari Perbuatan Menghiasi shalatnya dengan memanjangkan bacaan saat berdiri, memanjangkan ruku dan sujud, menampakkan kekhusyuan dan lain-lainnya. Begitu pula riya dalam puasa, haji, shadaqah dll. Dan bagi pemuja dunia mereka riya dengan menampakkan penampilan yang berlebih-lebihan . 5. Riya dengan teman dan orang-orang yang berkunjung kepadanya Dengan memamerkan kedatangan ulama, Syaikh atau ahli ibadah ke-rumahnya agar dikatakan, Dia telah dikunjungi Fulan, sehingga orang-orang datang ke rumahnya dan meminta barakah kepadanya atau dikatakan ia sudah banyak menimba ilmu dari mereka. Dan hal ini dilakukan untuk membanggakan diri, mencari ketenaran dan kedudukan di hati manusia. Wahai hamba Allah inilah sederetan amalan yang sering diperlihatkan oleh pelaku riya yang seharusnya dihindari. Namun terkadang pula seseorang ingin menghindari penyakit riya akan tetapi ia justru terjatuh dalam perbuatan riya seperti: Seseorang meninggalkan suatu amalan karena takut dikatakan Dia hanya ingin mencari muka, padahal ini termasuk tipuan syaitan. Fudhail Bin Iyadh berkata : Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amalan karena manusia adalah riya dan ikhlash adalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya.

Вам также может понравиться