Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Dimana : o = tegangan ( N/mm
2
)
F = beban proporsional (N)
A
o
= luas penampang (mm
2
)
[9]
1.2.2.1 Tegangan Sebenarnya ( True Stress )
Adalah total beban dibagi luas penampang spesimen akhir, tegangan ini
merupakanhasil pengukuran tegangan sesungguhnya pada benda uji.
1
2
dimana : o = tegangan ( N/mm
2
)
F = beban proporsional (N)
Au = luas penampang ( mm )
[2]
Gambar 1.9 Ilustrasi Material saat Rupture
1.2.2.2 Tegangan Engineering ( Engineering Stress)
Tegangan engineering adalah perbandingan antara beban proporsional
yang diberikan terhadap luas penampang,atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana : o = tegangan ( N/mm
2
)
F = beban proporsional (N)
Ao = luas penampang mula-mula (mm
2
)
[1]
o =
0
A
F
=
Au
F
Gambar 1.10 Ilustrasi Engineering Stress
Gambar 1.11 Kurva Tegangan Regangan
Gambar 1.12 Perbandingan Kurva engineering stress dengan true stress
1.2.3 Regangan
Adalah perbandingan antara pertambahan panjang ( L A ) dengan panjang
mula-mula. Regangan dapat dinyatakan dalam prosntase pertamban panjang,
satuannya adalah (%) atau mm/mm atau in/in. Regangan dirumuskan :
e =
% 100
L
A
Lo
= % 100
Lo
Lo Lu
Dimana :
e = regangan (%)
Lu = panjang sesudah patah (m, mm)
Lo = panjang mula mula (m, mm)
[1]
Gambar 1.13 Ilustrasi Regangan
[10]
1.2.3.1 Regangan Sebenarnya (True Strain)
Regangan Sebenarnya adalah perubahan panjang dibagi panjang
spesimen mula mula, regangan ini merupakan hasil pengukuran sebenarnya
yang terjadi pada benda uji.
Lo
Lu
ln = c
Au
Ao
ln =
dimana :
c
= regangan (%)
Lu = panjang sesudah patah (m, mm)
Lo = panjang mula mula (m, mm)
Au
= luas penampang benda setelah mengalami pengujian (m
2
,mm
2
)
Ao
= luas penampang benda saat keadaan awal (m
2
, mm
2
)
Sedang hubungan antara regangan nominal dengan regangan yang
sebenarnya
c
u
= ln ( e + 1 )
[11]
1.2.3.2 Regangan Engineering (Engineering Strain)
Regangan Engineering adalah perubahan panjang dibagi panjang
spesimen mula mula, regangan ini merupakan hasil pengukuran
secara teoritis
c = % 100
Lo
Lo Lu
dimana :
c
= regangan (%)
Lu = panjang sesudah patah (m, mm)
Lo = panjang mula mula (m, mm)
Regangan juga dapat dipengaruhi oleh luas penampang bahan
material, yang dirumuskan sebagai berikut :
( )
% 100
=
Ao
Au Ao
e
Keterangan:
e = regangan
Au
= luas penampang benda setelah mengalami pengujian (m
2
, mm
2
)
Ao
= luas penampang benda saat keadaan awal (m
2
, mm
2
)
[2]
Gambar 1.14 Engineering strain
[2]
1.2.4 Elastisitas
Deformasi adalah perubahan bentuk luar suatu material yang diakibatkan
adanya gaya yang bekerja atau dikenakan pada material tersebut. Benda yang
telah terdeformasi tidak dapat kembali ke bentuk semula. Hal-hal yang
mempengaruhi deformasi yaitu dislokasi butir.
Deformasi elastis terjadi pergerakan dislokasi tidak sampai batas
permukaan
o/2
o/2
o
L
/2 o
L
/2
L
o
w
o
Gambar 1.15. Dislokasi elastis
Gambar 1.16 Elastic Deformation
[4]
1.2.4 Plastisitas
Deformasi Plastis berhubungan dengan pergerakan dislokasi dalam jumlah
yang sangat besar.
Artinya: Deformasi plastis akan tertahan jika pergerakan dislokasi terhambat
Deformasi plastis terjadi jika pergerakan dislokasi sampai permukaan. Sehingga
ketika tegangan diberi dan dilepas tidak dapat kembali kebentuk semuala.
F
o
bonds
stretch
return to
initial
[3]
Gambar 1.17 screw dislocation
[3]
.
Gambar 1.18. Grafik Elastisitas dan Plastisitas Material
1.2.6 Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu bahan. Makin besar
modulus, makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan. Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom. Karena
gaya-gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan mendasar sifat
bahannya, maka modulus elastisitas merupakan salah satu dari banyak sifat-
sifat mekanik yang tidak diubah.
Modulus elastisitas baja ST 40 adalah sekitar 197-220Gpa dan ST 60
sekitar 300-340Gpa. Dalam hukum Hooke dinyatakan bahwa tegangan
berbanding lurus dengan regangan, perbandingann ini disebut modulus
elastisitas atau modulus young
e
o
= E
Keterangan:
E: Modulus Elastisitas ( MPa )
o: Tegangan ( N/m
2
, MPa, kgf/mm
2
)
e: Regangan ( % / mm )
Modulus elastisitas merupakan nilai rancangan yang penting dan
digunakan bagi ahli teknik jika ingin merencanakan konstruksi.Hal ini
disebabkan karena modulus elatisitas diperlukan untuk menghitung lenturan
batang dan anggota struktur yang lain. Modulus elastis ditentukan oleh gaya
ikat antar atom, karenan gaya yang tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan
mendasar sifat bahannya, maka modulus elastisitas merupakan salah satu sifat
mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya
penambahan paduan, perlakuan panas atau pengerjaan dingin. Modulus
biasanya diukur pada suhu tinggi dengan metode dinamik.
Berikut ini adalah table nilai E untuk berbagai material.
Tabel 1.4. Nilai Modulus Elastisitas untuk beberapa material
Material E
(modulus of
elasticity)
(GPa)
G
( shear
modulus )
(GPa)
Poissons Ratio
()
Cast iron 110 51 0.17
Steel (mild) 207 82 0.26
Alumunium 70 25 0.33
Copper 110 44 0.36
Brass 70/30 100 37
Nickel (cold
drawn)
215 80 0.30
Titanium 107
Zirconium 94 36
Lead 18 6.2 0.40
Granite 46 19 0.20
Glass 69 22 0.23
Alumina sintered 325 0.16
Concrete 10-38 0.15
Nylon 2.8 0.4
Phenolic resin 5-7
Rubber, hard 2.8 0.43
P.V.C 3.5 0.4
[13]
Tabel 1.5. Nilai kekuatan tarik beberapa logam
Tabel 1.6. Modulus elastisitas dan kadar carbon dari beberapa jenis baja
\
Modulus elastisitas suatu bahan penting sekali bagi ahli teknik jika
merencanakan kontruksi. Modulus elastisitas merupakan salah satu sifat
mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya
penambah paduan, perlakuan panas atau pengerjaan dingin.
1.2.7 Batas Proporsional dan Batas Elastisitas
Batas proporsional adalah tegangan tertinggi untuk daerah hubungan
proporsional antara tegangan regangan. Harga ini diperoleh dengan cara
mengamati penyimpangan dari garis lurus kurva tegangan regangan.
Sedangkan batas elastik adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan
oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur, pada saat beban
telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai
batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik
sejati ( 2 x 10
-6
inci/inci ) yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan
mikro. Batas elastik lebih besar daripada batas proporsional. Pengukuran batas
elastik memerlukan prosedur pengujian yang diberi beban.
Gambar 1.19 Batas Proporsional dan Elastisitas
[15]
1.2.8 Ultimate Tensile Strength
Tegangan tarik adalah tegangan maksimum yang ditahan oleh batang uji
sebelum patah. Tegangan tarik juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan
antara beban maksimum yang dicpai serlama percobaaan tarik dan penampang
batang mula-mula. Tegangan tarik dirumuskan sebgai berikut:
o
m
u
A
F
= o
Keterangan :
o
u
: Tegangan Tarik ( N / mm
2
)
F
m
: Beban maximum ( N )
A
o
: Penampang batang mula-mula ( mm
2
)
Tabel 1.7. Tegangan Tarik Maksimal
[17]
Untuk logam-logam yang liat tegangan tariknya harus dikaitkan
dengan beban maksimum, dimana logam dapat menahan beban sesumbu
untuk keadaan yang sangat terbatas. Kekuatan tarik berguna untuk
keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan. Untuk bahan-bahan yang
getas, kekuatan tarik merupakan kriteria yang tepat untuk keperluan
perancangan.
Gambar 1.20 Kurva kekuatan tarik
[16]
Kurva ini menjelaskan pada daerah elastik tegangan berbanding linear
dengan regangan. Namun apabila bahan melampaui nilai yang berkaitan
dengan kekuatan luluh, benda mengalami deformasi permanen.Untuk bahan
yang getas UTS sama dengan tegangan patah.
Gambar 1.21. Kurva tegangan regangan untuk bahan getas.
[16]
1.2.9 Yield Point
Yield Point adalah suatu keadaan dimana regangan meningkat sekalipun
tidak ada peningkatan tegangan. Pada baja lunak, jika beban yang bekerja
pada tersebut diteruskan hingga diluar batas elastis akan terjadi perpanjangan
permanent bahkan pada suatu saat dapat terjadi perpanjangan tanpa ada
penambahan beban (batang atau baja lunak bertaambah panjang deengan
sendirinya). Keadaaan ini berlangsung hanya beberapa saat. Yield point
berada di antara batas proporsional dan batas elastic. Posisi yield point
ditunjukan gambar di bawah ini:
Yield point
Gambar 1.22. Yield Point
1.2.10 Yield Strength (Kekuatan Luluh)
Kebanyakan struktur dirancang untuk memastikan bahwa deformasi
elastis hanya akan terjadi ketika dikenai tegangan. Sebuah struktur atau
komponen yang telah mengalami deformasi plastis, atau mengalami
perubahan permanen dalam bentuk, mungkin tidak mampu berfungsi
sebagaimana biasanya. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat stress
(tegangan) di mana deformasi plastis dimulai, atau di mana fenomena
yielding (luluh) terjadi. Untuk logam fenomena ini bertahap dari elastis
plastis transisi, titik luluh dapat ditentukan sebagai titik awal dari linearitas
dari kurva tegangan-regangan, ini biasanya disebut batas proporsional.
Tegangan sesuai dengan perpotongan garis ini dan kurva tegangan-
regangan seperti kurva di wilayah plastis didefinisikan sebagai kekuatan
luluh. Perubahan elastis plastis sangat didefinisikan dengan baik dan terjadi
tiba-tiba yang disebut sebagai fenomena titik luluh. Pada titik luluh atas
(upper yield point), deformasi plastis dimulai dengan penurunan aktual dalam
tegangan. Deformasi kontinu berfluktuasi secara sedikit tentang beberapa
nilai tegangan konstan, disebut titik luluh bawah; tegangan meningkat
sebagaimana ketika regangan meningkat. Untuk logam yang menampilkan
efek ini, kekuatan yield diambil sebagai rata-rata tegangan yang berhubungan
dengan titik luluh rendah. Besarnya kekuatan luluh untuk logam adalah besar
ketahanannya pada deformasi plastis. Yield plastis dapat berkisar dari 35 MPa
(5000 psi) untuk lowstrength suatu aluminium lebih dari 1400 MPa (200.000
psi) untuk kekuatan tinggi baja.
Gambar 1.23. Yield Strength
1.2.11 Kontraksi / Necking
Kontraksi adalah pengerutan atau pengecilan luas penampang pada batas
penampang. Kontraksi disebut juga dengan perbandingan antara pertambahan
luas ( A ) dengan luas mula-mula.
% 100 x
A
A A
C
u
u o
=
Keterangan : C = kontraksi ( % / mm
2
)
Ao = luas penampang mula-mula ( mm
2
)
Au = luas penampang setelah patah ( mm
2
)
[2]
Gambar 1.24. Beberapa pengujian dan evaluasi bahan industri
Pada diagram diatas menunjukkan adanya proses kontraksi dan necking.
Necking terjadi pada saat tegangan maksimum. Hal ini dikarenakan karena
pada saat tegangan maksimum maka bebanpun mencapai maksimum pada
batang uji sehingga terjadi pengecilan penampang setempat ( local Necking ),
dan pertambahan panjang akan terjadi di sekitar necking tersebut. Peristiwa
seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam-logam yang
lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban
maksimum.
[20]
1.2.12 Skema perubahan struktur atom pada perpatahan.
Gambar 1.25. Tahapan perpatahan
[2]
Dari gambar 1.14 diatas kita dapat melihat bagaimana cara terjadinya
perpatahan :
a. Menunjukkan serat atau butiran masih membentuk, pada tempatnya
masing-dan diameter batang uji mulai mengecil.
b. Menunjkkan serat atau butiran mudah memisah menuju tempat
masing-masing.
c. Menunjukkan batang uji mulai retak.
d. Menunjukkan batang uji sudah mulai akan patah.
e. Menunjukkan batang uji sudah patah.
Jenis-jenis perpatahan
Jenis-jenis perpatahan yang terjadi dalam pengujian :
a. Material dengan keuletan tinggi (Gambar 1.19a)
Pada patahan ini material mengalami necking sebelum patah, hal
ini terjadi karena material memiliki keuletan yang tinggi.
Sehingga material mengalami peregangan hingga akhirnya patah.
Contoh : ST 37.11 dan ST 40.
b. Material dengan keuletan sedang (Gambar 1.19b)
Pada patah jenis ini, material tidak mengalami necking, hanya
saja material juga mengalami sedikit peregangan sebelum patah.
Contoh : ST 60
c. Material getas (Gambar 1.19c)
Pada patah ini material tidak mengalami necking, karena material
tidak memiliki keuletan, sehingga langsung patah. Bentuk
perpatahannya datar.
Contoh : besi cor.
Gambar 1.26. Jenis-jenis patahan
[2]
Gambar 1.27. Macam-macam Patahan
[12]
1. Flat Granular cleavage
Perpatahan jenis ini terjadi pada spesimen yang tidak ulet. Perpatahan
jenis ini terjadi pada bahan dengan karakteristik nilai kontraksi yang sangat
kecil, regangan yang sangat kecil, modulus elastisitas yang sangat besar.
Contoh : besi cor, baja karbon tinggi
2. Cup cone silky
Perpatahan jenis ini terjadi pada spesimen yang memiliki modulus
elastisitas relatif kecil, sering terjadi pada baja karbon rendah .
Contoh : tembaga, baja karbon rendah
3. Partial cup cone silky
Perpatahan jenis ini hampir sama dengan jenis perpatahan Cup cone
silky, perbedaannya adalah pada Partial cup cone silky ada sebagian
spesimen yang terbawa patahan salah satu spesimen.
Contoh : aluminium, plastis
4. Star fracture
Perpatahan jenis ini terjadi pada spesimen ulet, hal ini bisa dianalisa
dari necking atau penyempitan yang relatif panjang.
Contoh :baja karbon sedang
5. Irregular Fibrous
Perpatahan jenis ini terjadi pada spesimen ulet yang memiliki
kandungan karbon dan struktur mikro yang tidak seragam.
Contoh : baja karbon rendah, aluminium
6. Cup-cone silky ( flat speciment )
Perpatahan jenis ini sama dengan perpatahan pada Cup-cone silky,
hanya saja terjadi pada spesimen yang berbentuk balok
Dilihat dari struktur atomnya
Gambar 1.28 Patahan mterial dilihat dari struktur atomnya
Penjelasan Gambar:
a. Pertama atom masih berbentuk butir normal, tetapi ikatan antar atom
tersebut mulai renggang dan menimbulkan kekosongan butir
b. Karena tegangan bertambah, kekosongan butir juga bertambah dan makin
renggang mengikuti batas butir
c. Kekosongan butir menjadi satu area dan segaris serta mengikuti batas butir
d. Terjadilah patahan
1.2.13 Kelentingan
Kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada waktu
berdeformasi secara elastis dan kembali kebentuk awal apabila bebannya
dihilangkan disebut kelentingan. Kelentinganya biasanya dinyatakan sebagai
modulus kelentingan, yakni energi regangan tiap satuan volume yang
dibutuhkan untuk menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan luluh o
0
.
[12]
E
S
E
S
S e S U
o o o R
2 2
1
2
1
2
0 0
= = =
Keterangan :
y
= Yield Strength
e
o
= Zero-gage-length elongation
Tabel 1.8. Nilai Modulus Kelentingan Beberapa Bahan
Bahan Modulus kelentingan (Psi)
Baja karbon rendah 33,7
Baja pegas karbon tinggi 3,20
Aluminium 17
Tembaga 5,3
Karet 3,00
Polimer arkilik 4
[12]
Gambar. 1.29 . Modulus Kelentingan
[2]
1.2.14 Ketangguhan
Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan menyerap energi pada daerah
plastis. Kemampuan untuk menahan beban yang kadang kadang di atas
tegangan luluh tanpa terjadi patah, dan khususnya diperlukan pada bagian
bagian rantai, roda gigi, kopling mobil barang, dan cangkung kran.
Rumus ketangghan =
UT = ou ef atau = (( oo+ou )/2 )ef ( untuk material ulet) dan
UT = 2/3 ou.ef ( untuk material getas )
Dimana = UT = Ketangguhan
ou = tegangan maksimum ( N/mm
2
)
oo = tegangan mula (N/mm
2
)
e = regangan
[12]
1.2.15 Mulur
Mulur adalah perubahan struktur sebagai dari ketergantungan deformasi
terhadap waktu. Dan ini erat kaitannya dengan pengaruh temperature
terhadap benda uji. proses aktivasi termal menyebabkan terjadinya perubahan
struktur misalnya penyepuhan regang, pengendapan, atau kristalisasi. Dan
perlu diketahui bahwa pada logam kubik terpusat ruang (kpr) jika
temperaturnya turun maka, sedangkan untuk nikel tegangan luluhnya hanya
sedikit dipegaruhi oleh temperarur.pada logam logam lain yang tidak begitu
dipengaruhi oleh temperature tetapi eksponen pengerasan regang mengecil
dengan bertambahnya temperature. Hasil yang didapatkan adalah kurva
tegangan dan regangan menjadi datar apabila temperaturnya bertambah besar
dan ketergantungan kekuatan tarik terhadap temperature lebih besar
dibanding kekuatan luluhnya. Dan semakin tinggi temperatur maka deformasi
tarik sulit diketahui karena terbentuknya penyempitan setempat pada benda
uji.
[12]
Perpanasan permanen terjadi jika diberikan suatu tegangan yang melampaui
batas elastis. Perpanjangan tersebut dinamakan deformasi plastis dan tegangan
terendah dimana deformasi plastis terjadi disebut tegangan mulur. Pada bahan
berkristal , mulurnya sangat berbeda.
Unsur mulur utama didalam kristal adalah:
1. Slip (pergeseran)
Paling sering teramati.Slip merupakan deformasi plastis.Slip terjadi dalam
arah yang diduduki atom lebih banyak.Bidang slip adalah bidang yang paling
banyak diduduki atom atau bidang berikutnya kurang diduduki atom.
Fungsi dari bidang slip yaitu :
- Mengetahui mudah atau tidaknya benda terdeformasi
- Mengetahui ketahanan struktur atom tersebut
Tabel 1.10. Sistem Slip pada Kristal Utama
[21]
2. Kembaran(Twinning)
Kembaran merupakan mekanisme mulur yang lain didalam bahan logam.
Umumya karena tegangan yang menyebabkan kembaran lebih besar daripada
tegangan yang diperlukan untuk slip didalam kristal dimana tegangan mulur
bertambah pada temperatur rendah.Kadang kembaran mendahului slip deformasi
temperatur rendah.Pada bagian kembaran,menunjukkan orientasi yang berbeda
dari kristal sekelilingnya,karena itu dapat diamati walaupun setelah dipoles dan
di tes ulang.Tidak ada perubahan orientasi kristal pada slip,Tetapi dapat terjadi
tangga pada permukaan.yang tidak terlihat setelah pemolisan ulang.
Gambar 1.30. menunjukan perbedaan antara slip dan kembaran.
(a) Garis slip pada alumunium akibat dideformasi pada temperature kamar.
(b) Deformasi kembar akibat kecepatan tinggi pada Fe pada 196 K.
3. Mulur Tak Continue
Mulur terjadi secara tidak continue pada baja sampai baja karbon medium,
logam bcc yang mengandung ketidak murnian seperti C, N, dsb dan berbagai
paduan seperti Al-Mg, Al-Cu, Al-Li, Cu-Zn dst.
Gambar 1.31. Perkembangan Deformasi Tak Continue (Lueders)
a. Kurva tegangan-regangan besi murni.
b. Perambatan deformasi Lueders (daerah-daerah), pada permukaan batang
uji dengan regangan 1-5 pada batas mulur.
4. Mulur Continue
Tegangan mulur yang continue ditentukan oleh besarnya regangan sisa,
kekuatan mulur didapat pada tegangan yang menyebabkan perpanjangan 0.2%.
Seperti telah dikemukakan terdahulu, bagian lurus dari kurva dan modulus elastis
tidak akan berubah karena deformasi plastis, oleh karena itu untuk mendapatkan
tegangan mulur, ukuran deformasi 0.2% dari pada sumbu tegangan, kemudian
tarik sejajar dengan bagian kurva yang lurus memotong kurva pada titik C, tinggi
titik C menyatakan tegangan mulur. Cara ini dinamakan metode offset.
Gambar 1.32. Hubungan Tegangan-Regangan pada bahan mulur kontinyu
[21]
Dari kurva di atas batas luluh didapat dengan menarik garis dari 0,02% nilai
regangan. Untuk beberapa logam non-ferro dan baja-baja keras, yield point sukar
dideteksi begitu pula batas limitnya. Oleh karena itu dinyatakan perpanjangan non
proposional adalah misalnya 0.2%. Angka tersebut off-set.
[12]
a) Kembaran ( twinning )
Kembaran merupakan mekanisme mulur yang lain di dalam bahan
logam. Umumnya karena tegangan yang menyebabkan kembaran lebih
besar daripada tegangan yang diperlukan untuk slip didalam kristal
dimana tegangan mulur bertambah pada temperature rendah, kadang
kembaran mendahului slip deformasi temperature rendah.
Pada bagian kembaran, menunjukkan orientasi yang berbeda dari kristal
sekelilingnya, karena itu dapat diamati walaupun setelah dipolis dan
dites ulang. Tidak ada perubahan orientasi kristal pada slip, tetapi dapat
terjadinya tangga pada permukaan, yang tidak terlihat setelah pemolisan
ulang. Gambar 1.18 menunjukkan perbedaan antara slip dan kembaran.
Gambar 1.33. Slip dan kembar pada permukaan kristal.
[21]
a. Garis slip pada alumunium akibat dideformasi pada temperature kamar.
b. Deformasi kembar akibat kecepatan tinggi pada Fe pada 196 K
b) Mulur Tak Continue
Mulur terjadi secara tidak continue pada baja sampai baja karabon
medium, logam bcc yang mengandung ketidak murnian seperti C, N, dsb
dan berbagai paduan seperti Al-Mg, Al-Cu, Al-Li, Cu-Zn dst.
Gambar 1.34. Perkembangan Deformasi Tak Continue (Lueders)
c. Kurva tegangan-regangan besi murni.
d.Perambatan deformasi Lueders (daerah-daerah), pada permukaan
batang uji dengan regangan 1-5 pada batas mulur.
c) Mulur yang Continue
Tegangan mulur yang continue ditentukan oleh besarnya regangan
sisa yang ditunjukkan pada gambar 1.8. kekuatan mulur didapat pada
tegangan yang menyebabkan perpanjangan 0.2%. seperti terlah
dikemukakan terdahulu, bagian lurus dari kurva dan modulus elastis
tidak akan berubah karena deformasi plastis, oleh karena itu untuk
mendapatkan tegangan mulur, ukurkan deformasi 0.2% dari pada sumbu
tegangan, kemudian tarik sejajar dengan bagian kurva yang lurus
memotong kurva pada titik C, tinggi titik C menyatakan tegangan mulur.
Cara ini dinamakan metode offset atau disebut metode tegangan mulur
atau tegangan uji 0.2%.
Gambar 1.35. Hubungan Tegangan-Regangan pada bahan yang
mulur kontinu, dan cara memperoleh kekuatan mulur.
[21]
Aplikasi Uji Tarik Di Dunia Industri
Aplikasi pengujian tarik salah satunya adalah pada pengujian tulangan (besi
beton). Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui mutu tulangan besi beton
yang dipakai. Diambil sample pada tiap jenis diameter tulangan sepanjang 1
meter. Setiap satu meter besi mewakili 100 ton material besi yang datang.
Sampel tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian
kuat tarik dan lengkung statis baja.
Pemeriksaan visual tulangan
Yang meliputi pemeriksaan diameter tulangan yang dipakai dengan
jangka sorong dan pemeriksaan tulangan terhadap cacat luar
Pengujian tarik tulangan
Dalam pengujian tarik besi beton akan terukur berapa kekuatan material,
pengujian ini ditujukan agar penggunaan material dapat dilasifikasikan sesuai
fungsi yang benar
1.2.15 Contoh Soal tentang Uji tarik
Sebuah benda uji logam memiliki penampang segiempat dengan ukuran 10,8 mm
x 12,5 mm ditarik dengan gaya 34300 N sehingga hanya menghasilkan deformasi
elastis.Diberikan modulus elastis sebesar 79 GPA,Hitung regangannya?
Diketahui :
Benda uji logam = 10,8 mm x 12,5 mm
F= 34300 N E= 79 GPA = 79 x 10
9
Pa
Ditanya : e (regangannya)
Solusi :
A = 12.5 x 10
-3
x 10.8 10
-3
= 135 x 10
-6
m
2
F = A
0
34300 = 135 x 10
-6
= 254.1 10
6
E =
= 0.00322
1.3 Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitan diperlukan prosedur untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Maka dari itu dibutuhkan peralatan percobaan yang memadai untuk
melakukan penelitian.
1.3.1 Peralatan Percobaan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pengujian tarik :
1.3.1.1 Alat
Alat Pengujian
1. Vernier Caliper
Gambar. 1.36. Vernier Caliper
[23]
2. Spidol/Marker
Gambar 1.37. Spidol/Marker
[23]
3. Palu dan Batang besi
Gambar 1.38 Palu Besi/Besar
[23]
4. Universal Testing Machine
1.
2.
3. 4.
7. 5.
6. 9.
8.
Gambar. 1.39. Universal Testing Machine
[23]
Gambar 1.40. Penggaris (Universal Testing Machine)
[23]
Keterangan :
1. Dial indicator, penunjuk nilai kekuatan spesimen
2. Jarum penunjuk, terdapat 2 jarum :
a. Jarum merah : menunjukan pada pengujian tekan
b. Jarum hitam : menunjukan pada pengujian tarik
3. Pencekam atas specimen.
4. Perseneling untuk mengatur kecepatan tarik atau tekan.
5. Tuas untuk memposisikan mesin tarik atau tekan.
6. Pencekam specimen bawah.
7. Penutup upper damping head.
8. Pelepas beban, berisi oli untuk pelumas mesin
9. Pompa hidrolik, pengatur kekuatan tekan/tarik mesin.
1.3.1.2. Bahan
Test piece (batang uji) baja ST-40 dan ST-60 (standar ASTM)
Gambar. 1.41. Baja ST 60 dan ST 40
[23]
1.3.2 Langkah Pengujian
Langkah dan Diagram Alir Pengujian
Langkah-langkah pengujian dalam uji tarik ini yaitu :
1. Ambil spesimen batang uji
2. Memberi tanda garis menggunakan spidol ditengah-tengah batang uji
3. Menghitung panjang awal batang (Lo) 3x.
4. Mengukur diameter awal batang uji (Do) 3x
5. Memasang spesimen pada upper damping head
6. Memposisikan hand lever pada posisi tekan
7. Menggerakkan tuas perseneling pada posisi cepat.
8. Menaikkan lower damping head
9. Menunggu sampai posisi lower damping head pas dengan batang uji.
10. Memasang benda kerja pada upper damping head
11. Memastikan batang uji tercekam dengan baik
12. Menggerakan hand lever pada kecepatan persneling paling lambat.
13. Menghidupkan mesin.
14. Mengamati dan membaca besarnya tegangan saat yield, maksimal dan patah
serta besarnya.
15. Melepas spesimen dari pencekam.
16. Mengambil gambar spesimen setelah patah
17. Melepas benda kerja dari pencekam.
18. Mengambil gambar spesimen setelah patah.
19. Mengukur panjang dan diameter spesimen setelah patah
start
A
Diagram Alir Pengujian:
Ambil spesimen batang uji
Memberi tanda garis menggunakan spidol ditengah-tengah
batang uji
Menghitung panjang awal batang (Lo) 3x
Mengukur diameter awal batang uji (Do) 3x
Memasang spesimen pada upper damping head
Memposisikan hand lever pada posisi tekan
Menggerakkan tuas perseneling pada posisi cepat
Menaikkan lower damping head.
Menunggu sampai posisi lower damping head pas dengan
batang uji
A
Memastikan batang uji
Tercekam dengan baik
FINISH
No
Yes
- - - - - -
Memasang benda kerja pada upper damping head
Menggerakan hand lever pada kecepatan persneling paling
lambat
Menghidupkan mesin
Menunggu spesimen hingga patah
Mengamati dan membaca besarnya
tegangan saat yield, maksimal dan
patah serta besarnya
Melepas spesimen dari pencekam
Mengambil gambar spesimen setelah patah
Mengukur panjang dan diameter spesimen setelah patah
1.4 PEMBAHASAN
A. Data Hasil Percobaan
Baja ST 40
Tabel 1.11. Data uji tarik baja ST 40
NO Do
(mm)
Lo
(mm)
Du
(mm)
Lu
(mm)
Fy
(kN)
Fm
(kN)
Ff
(kN)
1. 12,2 53 7 64,5 U=55 61 40
2. 12,25 53 7,2 64,55 L=54
3. 12,20 53 7 64,5 ALy=13mm ALm=17mm ALf=22mm
Baja ST 60
Tabel 1.12. Data uji tarik baja ST 60
NO Do
(mm)
Lo
(mm)
Du
(mm)
Lu
(mm)
Fy
(kN)
Fm
(kN)
Ff
(kN)
1. 12,4 52,5 9,6 63,5 U=55 96 82
2. 12,3 52,5 9,6 63,4 L=53
3. 12,3 52,4 9,4 63,4 ALy=7,5mm ALm=17,5mm ALf=27,5mm
B. Pengolahan Data
Baja ST 40
Tabel 1.13. Pengolahan data Do baja ST 40
Do
(Do-Do)
(Do-Do)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
12,2 - 0,02 0.0004 0.017 0.14 99.86
12,25 0,03 0.0009
12,2 -0,02 0,0004
D0= 12,22
= -0,01
=0,0017
( )
Error =
= 0.137
Keseksamaan = 100% - 0.137 = 99.98%
Ralat Nisbi = 100% - 99.98% = 0.137
Tabel 1.14. Pengolahan data Lo baja ST 40
Lo
(Lo-Lo)
(Lo-Lo)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
53 0 0 0 0 100
53 0 0
53 0 0
L0= 53
= 0
=0
Error =
= 0
Keseksamaan = 100% - 0 = 100%
Ralat Nisbi = 100% - 100% = 100%
Tabel 1.15. Pengolahan data Du baja ST 40
Du
(Du-Du)
(Du-Du)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
7 -0.01 0.0001 0.007 0.098 99.902
7.2 0.01 0.0001
7 -0.01 0.0001
Du= 7.1
= -0.01
= 0.0003
( )
Error =
= 0.000985
Keseksamaan = 100% - 0.000985 = 99.99%
Ralat Nisbi = 100% - 99.99% = 0.000985
Tabel 1.16. Pengolahan data Lu baja ST 40
Lu
(Lu-Lu)
(Lu-Lu)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
64,5 -0.02 0.0004 0.017 0.026 99.974
64,55 0.03 0.0009
64,5 -0.02 0.0004
Lu= 64.52
= -0,01
= 0,0017
( )
Error =
= 0.002
Keseksamaan = 100% - 0.002 = 99.98%
Ralat Nisbi = 100% - 99.98% = 0.002
Penghitungan
a. Luas Penampang
- Luas mula mula
( ) ( )
2 2 2
22 . 117 22 . 12
4 4
mm d A
o o
= = =
t t
Luas Akhir
( ) ( )
2 2 2
572 . 39 1 . 7
4 4
mm d A
u u
= = =
t t
- Kontraksi
C = ((Ao Au) /Ao)x 100%
=( (117.22 39.572) /117.22) x 100%
= 66.24 %
b. Engineering Stress
- Kekuatan luluh
2
/ 4692 . 0
22 . 117
55
mm kN
A
F
o
y
y
= = = o = 469.2 Mpa
- Kekuatan luluh low
Mpa mm kN
A
F
o
y
y
460 / 460 . 0
22 . 117
54
2
= = = = o
-Kekuatan tarik maksimal
Mpa mm kN
A
F
o
m
3 . 520 / 5203 . 0
22 . 117
61
2 max
= = = = o
- Tegangan patah
Mpa mm kN
A
F
o
f
f
2 . 341 / 3412 . 0
22 . 117
40
2
= = = = o
c. True stress
- True strenght pada saat patah
Mpa mm kN
A
F
u
f
1011 / 011 . 1
572 . 39
40
2
= = = = o
d. Engineering Strain
Regangan saat yield point
24 . 0
55
13
= =
A
=
mm
L
Ly
Up e
o
y
Regangan saat maksimum
321 . 0
53
17
= =
A
=
mm
L
Lm
e
o
m
Regangan saat patah
415 . 0
53
22
= =
A
=
mm
L
Lf
e
o
f
Perpanjangan (Elongation)
% 736 . 21 % 100
53
53 52 . 64
% 100 =
= x x
L
L L
e
o
o u
Regangan sebenarnya (True strain)
086 . 1
572 . 39
22 . 117
ln ln
1
= = =
u
o
A
A
e
1967 . 0
53
52 . 64
ln ln
1
= = =
o
u
L
L
e
Modulus elastis
Mpa mm kN
e
E
y
y
1915 / 915 . 1
245 . 0
4692 . 0
2
= = = =
o
Baja ST 60
Tabel 1.17. Pengolahan data Do baja ST 60
Do
(Do-Do)
(Do-Do)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
12.4 0.07 0.0049 0.031 0.251 99.749
12.3 -0.03 0.0009
12.3 -0.03 0.0009
D0= 12.33
= 0.01
=0.0058
( )
Error =
= 0.0025
Keseksamaan = 100% - 0.137 = 99.9975%
Ralat Nisbi = 100% - 99.9975% = 0.0025
Tabel 1.18. Pengolahan data Lo baja ST 60
Lo
(Lo-Lo)
(Lo-Lo)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
52.5 0.05 0.0025 0.0353 0.067 99.93
52.5 0.05 0.0025
52.4 -0.05 0.0025
L0= 52.45
= 0.05
=0.0075
Error =
= 0.0006
Keseksamaan = 100% - 0.0006 = 99.99%
Ralat Nisbi = 100% - 9.99% = 0.001%
Tabel 1.19. Pengolahan data Du baja ST 60
Du
(Du-Du)
(Du-Du)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
9.6 0.07 0.0049 0.0667 0.699 99.301
9.6 0.07 0.0049
9.4 -0.13 0.0169
Du= 9.53
= 0.01
= 0.0267
( )
Error =
= 0.22
Keseksamaan = 100% - 0.22 = 99.978%
Ralat Nisbi = 100% - 99.978% = 0.22
Tabel 1.20. Pengolahan data Lu baja ST 60
Lu
(Lu-Lu)
(Lu-Lu)
2
Standar
deviasi (o)
Error (E)
( %)
Keseksamaan
(K) (%)
63.5 0.07 0.0049 0.0334 0.053 99.947
63.4 -0.03 0.0009
63.4 -0.03 0.0009
Lu= 63.43
= 0.01
= 0.0067
( )
Error =
= 0.0005
Keseksamaan = 100% - 0.0005 = 99.99%
Ralat Nisbi = 100% - 99.99% = 0.001
Penghitungan
a. Luas Penampang
- Luas mula mula
( ) ( )
2 2 2
34 . 119 33 . 12
4 4
mm d A
o o
= = =
t t
- Luas Akhir
( ) ( )
2 2 2
294 . 71 53 . 9
4 4
mm d A
u u
= = =
t t
- Kontraksi
C = ((Ao Au) /Ao)x 100%
=( (119.34 71.294) /71.294) x 100%
= 67.39 %
c. Engineering Stress
- Kekuatan luluh low
2
/ 444 . 0
34 . 119
53
mm kN
A
F
o
y
y
= = = o = 444 Mpa
- Kekuatan luluh up
Mpa mm kN
A
F
o
y
y
461 / 461 . 0
34 . 119
55
2
= = = = o
-Kekuatan tarik maksimal
Mpa mm kN
A
F
o
m
804 / 804 . 0
34 . 119
96
2 max
= = = = o
- Tegangan patah
Mpa mm kN
A
F
o
f
f
687 / 687 . 0
34 . 119
82
2
= = = = o
c. True stress
- True strenght pada saat patah
Mpa mm kN
A
F
u
f
1150 / 150 . 1
294 . 71
82
2
= = = = o
d. Engineering Strain
Regangan saat yield point
143 . 0
45 . 52
5 . 7
= =
A
=
mm
L
Ly
Up e
o
y
Regangan saat maksimum
3336 . 0
45 . 52
5 . 17
= =
A
=
mm
L
Lm
e
o
m
Regangan saat patah
524 . 0
45 . 52
5 . 27
= =
A
=
mm
L
Lf
e
o
f
Perpanjangan (Elongation)
% 93 . 20 % 100
45 . 52
45 . 52 43 . 63
% 100 =
= x x
L
L L
e
o
o u
Regangan sebenarnya (True strain)
5152 . 0
294 . 71
34 . 119
ln ln
1
= = =
u
o
A
A
e
19 . 0
45 . 52
43 . 63
ln ln
1
= = =
o
u
L
L
e
Modulus elastis
Mpa mm kN
e
E
y
y
3104 / 104 . 3
143 . 0
444 . 0
2
= = = =
o
1.4.3 Analisa Hasil Percobaan
1.4.3.1 Analisis Data
KETERANGAN BAJA ST-40 BAJA ST-60
Kekuatan luluh upper 330 MPa 405,5 MPa
Kekuatan luluh lower 304 MPa 397 MPa
Kekuatan tarik 462 MPa 638,6 MPa
Tegangan patah 473 MPa 620 MPa
Kontraksi 66,91 % 29,11 %
True Strength / Tegangan
Sejati
1430 MPa 876 MPa
True Strain / Regangan Sejati 1110 MPa 344 MPa
Modulus elastisitas 82990 MPa 2141,7 MPa
Analisis Data
Grafik tegangan regangan baja ST 40
Analisa :
Pada ST 40 Titik awal dari pengujian tarik, dari titik awal ke yield point
tegangan masih sebanding dengan regangan dan belum terjadi deformasi. Mulai
dari titik yang bernilai 330 MPa terjadi penurunan tegangan secara tiba-menjadi
304 MPa. Hal ini yang disebut titik luluh atas dan bawah. Awal deformasi plastis
ditandai dengan terjadinya penurunan tegangan secara tiba-tiba yang merupakan
indikasi titik luluh atas dan bawah.
0
200
400
600
800
1000
1200
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Engineering
TRUE
Grafik tegangan regangan baja ST 60
Analisa :
Pada ST 60 Titik awal dari pengujian tarik, dari titik awal ke yield point
tegangan masih sebanding dengan regangan dan belum terjadi deformasi. Mulai dari
titik yang bernilai 405,5 MPa terjadi penurunan tegangan secara tiba-menjadi 397
MPa. Hal ini yang disebut titik luluh atas dan bawah. Awal deformasi plastis
ditandai dengan terjadinya penurunan tegangan secara tiba-tiba yang merupakan
indikasi titik luluh atas dan bawah.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
engineering
TRUE
Analisa:
Perbandingan ST 40 dan ST 60 dapat diketahui dari kurva regangan dan
tegangan bahwa baja ST 40 memiliki sifat lebih keras dibandingkan baja ST 60.
Pada Spesimen
Pada
Pengujian
Lo Lu Lf l
ST 40 53 64.52 11.52 13
ST 60 52.45 63.43 10.98 13
Analisa Perbedaan nilai antara panjang di mesin dengan saat pengukuran
dengan penggaris
Perbedaan panjang yang terjadi antara nilai di mesin uji tarik dengan alat ukur
penggaris karena pada saat di ukur dengan penggaris kita hanya mengukur panjang
specimen dari setelah pengujian penampang yaitu dimulai dari UTS sampai putus
Sedangkan apabila dengan mesin uji tarik hasil nilai pengukuran lebih panjang
karena pada mesin uji tarik di ukur dari saat benda awal di tarik sampai mengalami
patahan.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Engineering_ST-40
TRUE_ST-40
engineering_ST-60
TRUE_ST-60
1.5 KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan
1.Uji tarik untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan
sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.
2. Dari percobaan didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 1.21. Hasil pengolahan data
KETERANGAN BAJA ST-40 BAJA ST-60
Kekuatan luluh Up Mpa 2 . 469 Mpa 461
Kekuatan luluh low 460Mpa 444Mpa
Kekuatan tarik
Mpa 3 . 520
Mpa 804
Tegangan patah Mpa 2 . 341 Mpa 687
Kontraksi 66.24 % 67.39%
True Strength / Tegangan
Sejati
Mpa 1011 Mpa 1150
True Strain / Regangan Sejati 086 . 1 5152 . 0
Modulus elastisitas Mpa 1915 Mpa 3104
Secara teori Baja ST-60 seharusnya lebih keras dari ST-40, karena butirannya
lebih besar dan kandungan karbonnya lebih banyak dan ini terbukti pada
pengujian yang kami lakukan. Kekuatan luluh yang terjadi pada ST-40 lebih besar
dari ST-60, ini juga tidak sesuai dengan teori yang ada. Begitu juga dengan
modulus elastisitas, ST 40 lebih besar dari ST 60, ini juga tidak sesuai dengan
teori yang ada. Hal-hal semacam ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam
proses penarikan oleh mesin, yaitu terjadi slip pada pencekam spesimen. Juga
dikarenakan beberapa faktor lain. Seperti ketidaktepatan pengukuran,
ketidakhomogenan material, serta adanya porous yang terdapat pada material uji.
3. Uji tarik merupakan pengujian yang sederhana untuk mengetahui sifat-sifat
mekanis suatu bahan. Sifat-sifat mekanis yang diketahui antara lain :
a. Tegangan :
i. tegangan luluh
ii. tegangan maksimum
iii. tegangan patah.
b. Regangan :
i. regangan luluh
ii. regangan maksimum
iii. regangan patah
c. Modulus elastisitas
d. Yield point.
e. Kontraksi.
4. Bentuk patahan yang terjadi adalah partial cup and cone untuk baja ST-60 dan
partial cup and cone untuk baja ST-40.
Gb. 1.41. Bentuk patahan ST-40 Gb. 1.42. Bentuk Patahan ST-60
5. Hasil pengujian yang kurang tepat antara lain dipengaruhi oleh :
a. peralatan uji yang kurang presisi.
b. Kurang telitian dalam membaca skala.
c. Pemasangan batang uji yang kurang tepat.
d. Ketidak homogenan material.
e. Adanya porous yang terdapat pada benda uji.
f. Penyebaran karbon yang tidak merata.
g. Pembentukan filet yang tidak sempurna.
6. Baja ST-40 mempunyai tingkat keuletan yang lebih tinggi dari pada baja ST-60. hal
ini disebabkan karena baja ST-60 memiliki kadar karbon yang lebih tinggi dari pada
ST-40.
B. Saran
1. Dalam melakukan pengujian, ukurlah perubahan panjang bahan tiap titik,
antara lain pada saat tegangan luluh, tegangan maksimum dan titik sampel pada
waktu mendapatkan perbandingan.
2. Ukur pula diameter benda uji supaya didapat perubahan luas penampang setiap
perubahan tegangan.
3. Bagilah tugas untuk setiap orang agar pengujian terhadap tiap titik lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ilmu dan Teknologi Bahan, Lawrence H. Van Vlack, 1995
[2] Callister,William D. Materials Science and Engineering
[3] http://www.google.co.id/imgres?kawat+baja+st+40+indonetwork.co.id
[4] http://www.google.co.id/imgres?q= contoh+PAKU+Baja+st+40&hl
=i:&imgrefbudisutomo.multiply.com/journal&docid= c1
[5] digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1603
[6] Jurnal pengerasan permukan baja ST 40 oleh Pribadi Bangun
[7] www.scribd.com/doc/.../Tabel-5-Komposisi-kimia-bahan-Baja-ST-60
[8] http://www.google.co.id/imgres?connecting+rod+st+60+indonetwork.co.id
[9] Lawrence H. Van Vlack ,Ilmu dan Teknologi Bahan
[10] http://www.google.co.id/imgres /HF_stress-strain-curve.gif
[11] Metalurgi Mekanik
[12] Metalurgi Mekanik, George E. Dieter, 1987
[13] Engginering Materials, Jastrzebski, 1976
[14] The testimg and inspecting of engineering material, George Earl Troxel
[15] sumber:http://www.bayermaterialsciencenafta.com
/products/bayblend_dp_et1000/mechanical_stress.html
[16] en.wikipedia.org/Brittle v ductile stress-strain behaviour.png
[17] ASM Metal Handbook Volume 8, Mechanical Testing and Evaluation, hal 123
[18] Penerbit ITS, Pengetahuan Bahan
[19] William F. Smith, 1987
[20] Ir. Wahid Suherman,1987
[21] Pengetahuan Bahan Teknik, Prof.Ir. Tata Surdia MS.Met.E
[22] www.mtschina.com
[23] Lab.Metalurgy fisik Tenik Mesin Undip