Вы находитесь на странице: 1из 78

Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronis

Disusun untuk melengkapi penilaian mata kuliah Sistem Urinari II Disusun oleh: Kelompok Tutorial 4 Erita Yunistisia Rosdani Evelin Aprilianty Fitria Nurjannah Laela Ghaniya Fatra Nela Fardilah Nonny Tentia Maulida Rosma Diar Suci Puspitasari Wanda Karroma Aristya W S Qonita Nur Miladi Astri Mutiar 220110090039 220110090040 220110090032 220110090034 220110090031 220110090037 220110090036 220110090042 220110090035 220110090046 220110090138 220110090043

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012

Chair Sciber 1 Sekretaris

: Erita Yunistisia Rosdani (220110090039) : Astri Mutiar : Wanda Karroma (220110090043) (220110090035)

Kasus Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5 LO Step 6 Self study

Step 7 Reporting

KONSEP

I.

Anatomi Fisiologi. Potongan Longitudinal Ginjal Secara fungsional, membran glomerulus dapat dengan mudah melewatkanzat bermuatan netral yang berdiameter sampai 4 nanometer dan hampir tidak dapat melewatkan zat yang berdiameter lebih dari 8 nanometer. Selain besarnya,muatan molekul juga mempengaruhi kemudahannya untuk masuk ke dalamkapsula browman. Jumlah luas seluruh endotel kapiler glomerulus tempatdilaluinya filtrasi pada manusia kira-kira 0,8 m Panjang tubulus kontortus proksimal manusia kira-kira 15mm dengandiameter 55 mikrometer. Dindingnya terdiri dari selapis sel yang saling berinterdigitasi dan membentuk tight junction didaerah apikal. Didaerah basis sel,

antara 2 sel yang bersebelahan terdapat ruang perluasan ekstra sel yang disebutruang intersel lateral. Tepi sel yang menghadap ke lumen memiliki garis-garis brush border karena terdapat sangat banyak mikrofili yang berukuran 1 x 0,7mikrometer. Bagian tubulus proksimal yang bergelung (pars konvoluta)mengalirkan cairan filtrate kedalam bagian yang lurus (pars rekta) yangmembentuk awal dari ansa henle. Tubulus proksimal berakhir di segmen tipis parsdesendens ansa henle, yang epitelnya terdiri dari sel-sel tipis dan gepeng. Nefronyang glomerulusnya berada di korteks bagian luar
3

mempunyai ansa henle yang pendek (nefron kortikal) sedangkan yang glomerulusnya terletak di daerah jukstamedularis korteks (nefron jukstamedularis) memiliki ansa henle yang panjang sampai mencapai piramid medulla. Hanya 15% nefron manusia yangmemiliki ansa henle yang panjang. Panjang segmen tipis ansa henle berkisar antara 2-14 mm. segmen ini beakhir di segmen tebal pars asendes yang panjangnya kira-kira 12mm. sel tebal pars asendens ini berbentuk kubus. Sel inimemiliki banyak mitokondria dan bagian basis membran selnya sangat berlekuk-lekuk (invaginasi).Segmen tebal pars asendens ansa henle akan mencapai glomerulus nefrontempat asal tubulus dan berjalan berdekatan dengan arteriol aferen dan arterioleferennya. Dinding arteriol aferen mengandung sel jukstaglomerulus yang akanmensekresikan renin. Sel jukstaglomerulus, makula densa dan lasis yang berdekatan akan membentuk satu kesatuan yang disbut sebagai apparatus jukstaglomerulus. Panjang tubulus kontortus distal kira-kira 5 mikrometer epitelnya lebih tipis daripada epitel tubulus proksimal. Epitel ini mengandungsedikit mikrovili tanpa brush border yang jelas. Beberapa tubulus distal akan bersatu membentuk duktus koligentes yang panjangnya kira-kira 20mm. duktuskoligentes akan melalui korteks dan medulla ginjal serta mengalirkan cairanfiltrate kedalam pelvis renalis yang berada ditiap apeks piramis medulla. Epiteldinding duktus koligentes terdiri dari sel principal (sel P) dan sel interkalasi (selI). sel P merupakan sel yang terbanyak relative lebih tinggi dan mengandungsedikit organel. Sel ini berperan dalam reabsorpsi Na+ dan reabsorpsi air yangdirangsang oleh hormone vaso presin. Sel I yang lebih sedikit jumlahnya juga terdapat dinding tubulus distal. Sel ini memiliki banyak mikrovili, vesikelsitoplasma dan mitokondria. Sel I berperan dalam sekresi asam dan transportHCO3-. Panjang seluruh nefron, termasuk duktus koligentis, berkisar antara 45-65mm.

KORTEKS Korteks ginjal terdiri atas banyak tubulus kontortus dan badan-badan bulat yang dikenalsebagai korpus renal atau korpus Malpighi. Korteks tidak hanya membentuk bagian luar ginjal, tetapi pada tempattempat tertentu menyusup diantara bagian medula danmembentuk apa yang disebut kolom Bertini atau kolom Renal. MEDULA

Massa medula utama terdiri atas 8 sampai 18 piramid medula. Bagian dasarnya yanglebar berhubungan dengan bagian korteks dan bagian puncak (apeks) yang membulat danmenonjol ke dalam kaliks minor. NEFRON Parenkim ginjal terdiri atas nefron atau tubulus uriniferus yang berhimpit padat. Nefronmerupakan satuan fungsional ginjal yang bertugas menghasilkan urine. Diantara tubulusini tedapat pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat. Tubulus ini bermuara ke dalamtubulus penampung (duktus koligens), kemudian ke tubulus penampung besar (duktus papilaris Bellini), yang mengcurahkan urine ke dalam pelvis dan ureter melalui kaliksminor dan mayor. Nefron terdiri atas: a.Korpus renal yang bertugas menyaring substansi dari plasma, dan

b.Tubulus renal yang bertugas mengadakan resorpsi selektif terhadap substansi dari filtratglomerulus, sampai mendapatkan komposisi urine.

KORPUS RENAL (KORPUS MALPIGHI) Korpus renal merupakan badan bulat berdiameter 0,2 mm yang terdapat pada bagiankorteks dan kolom renal. Terdapat 1 juta atau lebih korpus renal pada setiap ginjal. 1korpus renal terdiri atas 2 bagian, glomerulus di pusat dan suatu kapsula glomerulus, yang berupa pelebaran tubulus renal mirip kantung, yang disebut kapsula Bowman.

a.GlomerulusGlomerulus terdiri atas gelung-gelung kapiler yang terdapat diantara arteriolaferen dan arteriol eferen. Daerah tempat arteriol aferen masuk dan arteriol eferenkeluar disebut kutub vaskular. Setelah masuk dalam glemerulus, arteriol aferenmemecah menjadi 4 atau 5 kapiler yang relatif besar. Masing- masing kapiler inimenjadi sejumlah kapiler yang lebih kecil yang membentuk lengkung-lengkung tidak teratur menuju ke arteriol eferen. Arteriol eferen lebih kecil dari arteriolaferen. Perbedaan ukuran ini ada kaitan dengan fungsinya . pembuluh eferenmengangkut lebih sedikit cairan bila dibandingkan dengan pembuluh aferen,karena cukup banyak cairan tersaring dari darah selama melalui

kapiler glomerulus. Akibat adanya perbedaan ukuran maka tekanan di dalam aliranglomerulus tetap diperahankan dan hal ini membantu penyaringan plasma.
5

b.Kapsula Bowman Kapsula ini terdapat lapisan dalam atau viseral yang melapis glomerulus, dansuatu lapisan luar atau parietal. Lapisan viseral secara langsung membungkusglomerulus, dan terdiri atas selapis sel epitel gepeng diatas membran basal, yangtelah menyatu dengan membran basal epitel kapiler glomerulus. Jadi epitelviseral dan endotel kapiler hanya terpisah oleh suatu membran basal tipis. Membran basal ini tebalnya hanya 0,3m, tediri atas srat-serat halus dan disebutmembran basal glomerulus. Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas selapissel epitel gepeng. Celah diantara lapian viseral dan parietal disebut ruang urineatau ruang Bowman.Sel-sel gepeng lapisan viseral kapsula Bowman mempunyai struktur khusus, dan sel itudisebut podosit. Podosit ini gepeng, merangkul sel endotel kapiler. Juluran-juluran kakiatau pedikelnya menempel pada membran basal dan berselisih dengan pedikel-pedikel podosit sebelahnya. Podosit merupakan sel yang sangat aktif yang tercermin dari banyaknya metokondria, vakuola dan mikrotubul di dalam sitoplasma. Endotel kapiler yang terdapat disini memiliki tingkap yang kecilkecil. Pori-pori ditutup fragma khusus.Pedikel-pedikel podosit yang berbaris paralel dan berselisip dengan pedikel podosit berdekatan, mirip susunan kancing-rigi (resleting). Keadaan ini membentuk sawar selektif. Sel Mesangial Sel ini merupakan sel fagositik, berupa perisit pada lengkung kapiler golmerulus. Selmesangial membersihkan sisa sel mati dan kompleks imun, yang bila dibiarkan akanmenyumbat saringan urin. Jadi fungsinya adalah sebagai pembersih saringan.

TUBULUS RENAL Tubulus renal terdiri atas:

(1)Kapsula Bowman (2)Tubulus kontortus proksimal (3)Ansa Henle pars desnden, yang terletak dalam bagian piramid medula yang membalik dan membentuk Ansa Henle pars asenden, menuju dan masuk kembali ke korteks dan melanjutkan diri sebagai

Tubulus kontortus distal, yang bagian akhirnya melurus dan membentuk.

Tubulus penghubung, yang berakhir dengan bermuara pada duktus koligens. Diantara tubulus kontortus distal dan tubulus penghubung terdapat suatu segmen bersudut pendek, tubulu berbiku (zig-zag). Duktus koligens mulai dari bagiankorteks dan pada jarak-jarak pendek saling berhubungan dan akhirnya bermuarake dalam saluran lebar yang disebut duktus Bellini, yang akan bermuara pada puncak piramid yang menonjol ke dalam kaliks minor.

1.Tubulus kontortus Tubulus ini merupakan segmen nefron yang paling besar dan paling berkelok dan membentuk sebagian besar korteks. Panjangnya lebih kurang 14 mm dengangaris tengah 50-60um. Dilapisi selapis sel-sel silindris rendah atau piramidterpancung, dengan inti bulat, dan sitoplasma bergranula yang terpulas gelapdengan eosin. Permukaan bebas sel-sel epitel dilengkapi mikrosili yangmembentuk semacam Brush Border. Mitokondria berderet-deret pada agian basal sel yang memberinya corak bergaris. Bagian sel dekat Brush Bordermengandung fosfatase alkali. 2.Ansa Henle Pars Desenden Bagian ini mempunyai susunan sama dengan yang terdapat pada tubulus kontortus proksimal, kecuali Brush Border nya yang disini kurang berkembang. 3.Ansa Henle Segmen Tipis Bagan ansa henle ini mempunyai gais tengah 15m, dilapisi selapis sel epiteliol pipih dngan ini menonjol ke dalam lumen. Mikrofili yang membentukBruh Border disini lebih sedikit dan lebih pendek. Mitokondria dalam sel jugakurang. 4.Ansa Henle Pars Asenden Panjang bagian ini 9 mm dengan garis tengah 30m. Bagian ini naik menujukorteks dan menghampiri kutub atau polus vaskular glomerulus asalnya. Padatempat ini saluran

telah menjadi tubulus kontortus distal. Bagian saluran inidibatasi sel kuboid yang terletak diatas membran sel. 5.Tubulus Kontortus Distal Berawal dekat kutub vaskular glomerulus dan berakhir saat menyatu denganduktus koligens bagian melengkung. Panjangnya 4 -5 mm, dengan garistengah 22-50 m. Dilapisi sel kuboid. Pada bagian distal yang berdekatandengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan ateriol itu mengalami perubahan menjadi berbentuk silindris.Bagian tubulus distal yang mengalami perubahan ini disebut Macula densa.Sel-sel ini membentuk aparat yuksta-glomerular bernama sel-sel

epiteloid.padatunika media arteriol aferen yang bersebelahan. Sel terakhir ini menghasilkan renin. 6. Duktus Koligens Bagian ini dilapisi epitel selapis kuboid. Fungsi Tubulus Renal: Glomerulus Mempertahankan adanya tegangan dalam aliran. 2.Membran Basal Glomerulus dan Podosit Viseral Menyaring selektif 3.Tubulus Kontortus Proksimal Resorpsi selektif terhadap Na, Cl, HCO3 , ion Ca, asam amino, sejumlah proteinglukosa dan air. Sel-sel yang banyak mikrovili pada permukaan lumen danlipatan-lipatan membran sel bagian basal. Lipatan-lipatan basal ini jalannya paralel satu sama lain dan berhimpitan. Banyak mitokondria terselip di dalamlipatan-lipatan itu. Jadi kedua permukaan membran sel membentuk permukaanreabsorpsi yang cukup luas. Di dalam sitoplasma terdapat terdapat mikrotubuldan mikrofilamen untuk transpor aktif. Sel-sel banyak mengandung
8

enzimseperti adenosin trifosfat oksidase sitokrom, dehidrogenase suksinat, fosfatase asam (di dalam benda-benda lisosom), glukose 6 fosfatase dan leusin amino peptidase yang membantu resorpsi. 4.Ansa Henle Pars Desenden Mensekresi ion H dan kreatinin ke dalam urin. 5Ansa Henle Pars Asenden Resorpsi ion Na dan Ca.

6Tubulus Kontortus Distal Dipengaruhi hormon aldosteron.Mengabsorpsi kembali ion Ca, PO, Na danmenyekresi ion K, H, dan NH Duktus Koligens Dipengaruhi hormon ADH dan menyerap air. Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dansolute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatnuntuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak adakarena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponenseluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996).Pada umumnya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring,sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan.Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponendarah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) darisretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudahtersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma,seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, danurea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan diglomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupadengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996).
9

2. Penyerapan ( Absorsorbsi)Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulusrenal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60%kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan

tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan (substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Namelalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehinggakonsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na (contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001).Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, danorganic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasiintraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dankedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat olehtubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2001) 3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu,99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortusdistal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam aminodikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtratedikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar
10

dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03 ,dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat padatubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwadifusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi padatubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).4. AugmentasiAugmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulaiterjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmenempedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolismeadalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa inisudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zatmakanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawatersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupazat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilanPH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk

berbagaikebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001). Proses Pembentukan Urine : Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa, urea, asam amino, dan amonia mengalir ke dalam glomerulus untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini terjadi karena adanya tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan mengerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan glomerulus. Akhir filtrasi dari glomerulus ditampung oleh kapsul Bowman dan menghasilkan filtrat glomerulus atau urine primer. Secara normal, setiap hari kapsul Bowman dapat menghasilkan 180 L filtrat glomerulus. Filtrat glomerulus atau urine primer masih banyak mengandung zat yang diperlukan tubuh antara lain glukosa, garam-garam, dan asam amino. Perhatikan Tabel 8.1. Filtrat glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorpsi. Seperti asam amino, vitamin, dan beberapa ion yaitu Na+, Cl, HCO3, dan K+.
11

Sebagian ionion ini diabsorpsi kembali secara transpor aktif dan sebagian yang lain secara difusi.

Proses reabsorpsi masih tetap berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus distal. Pada umumnya, reabsorpsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa dan asam amino berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat tersebut dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorpsi zat-zat tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan diekskresikan bersama urine. Perhatikan Gambar untuk lebih memahami mengenai proses reabsorpsi.

Selain reabsorpsi, di dalam tubulus juga berlangsung sekresi. Seperti K+, H+, NH4+ disekresi dari darah menuju filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga disekresi dari darah. Sekresi ion hidrogen (H+) berfungsi untuk mengatur pH dalam darah. Misalnya dalam darah terlalu asam maka ion hidrogen disekresikan ke dalam urine.

Sekresi K+ juga berfungsi untuk menjaga mekanisme homeostasis. Apabila konsentrasi K+ dalam darah tinggi, dapat menghambat rangsang impuls serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung menjadi menurun dan melemah. Oleh karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah menuju tubulus renalis dan dieksresikan bersama urine.

Pada saat terjadi proses reabsorpsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis secara otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urine. Sebagai contoh, konsentrasi garam diseimbangkan melalui proses reabsorpsi garam. Di bagian lengkung Henle terdapat NaCl dalam konsentrasi tinggi. Keberadaan NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung Henle senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat permeabel untuk air, akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle bagian bawah dan air bergerak keluar secara osmosis.Di lengkung Henle bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah. Dinding lengkung Henle bagian bawah menjadi permeabel terhadap garam dan impermeabel terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrate untuk bergerak ke lengkung Henle ascending.Air yang bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang bergerak masuk saat di
12

lengkung Henle ascending membuat konsentrasi filtrat menjadi isotonik. Setelah itu, filtrat terdorong dari tubulus renalis menuju duktus kolektivus. Duktus kolektivus bersifat permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat secara difusi. Demikian juga dengan air yang bergerak keluar dari filtrat secara osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan konsentrasi urine menjadi tinggi. Dari duktus kolektivus urine dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urine mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat penyimpanan sementara bagi urine.

Simaklah Tabel 8.2 berikut ini agar lebih mudah memahami proses pembentukan urine.

Di dalam urine tidak lagi terdapat protein dan glukosa. Apabila di dalam urine terdapat senyawa-senyawa tersebut, menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. II. Definisi Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjalmengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekalidalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangancairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakitserius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri.Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa,terlebih pada kaum lanjut usia.

13

Gagal ginjal adalah tergangunya ginjal untuk melakukan fungsinya secaraoptimal. Pada gagal ginjal kemampuan ginjal untuk membuang zat-zat sisa dancairan yang berlebihan dari dalam tubuh akan menurun. Pada akhirnya, kondisiini dapat menyebabkan perlunya penanganan dengan jenis terapi tertentu,seperti transplantasi atau dialisis. Kesimpulan kelompok kami dari pengertian diatas, gagal ginjal adalah penurunanfungsi

ginjal sehingga ginjal tidak mampu berfungsi secara optimal terutamauntuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit.

III. Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626) Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: Infeksi misalnya pielonefritis kronik Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra IV. Epidemiologi Kita tidak dapat mengetahui dengan tepat prevalensi Gagal Ginjal Kronis (GGK) sebetulnya oleh karena banyak pasien yang tak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknnya pasien GGK yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. Dari data yang didasarkan atas kreatini
14

serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien GGK adalah sekitar 2000 per juta penduduk (PJP). Kebanyakan diantara pasien ini tidak memerlukan pengobatan pengganti, karena sudah lebih dahulu meninggal oleh sebab lain. Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, stroke, diabetes melitus, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya amat mahal. Dari data negara maju (Jepang, Australia, Amerika Serikat, Inggris) didapatkan variasi yang cukup besar pada insidensi dan prevalensi GGK terminal. Insidensi berkisar antara 77-283 per juta penduduk (PJP), sedangkan prevalensi yang menjani dialisis antara 476-1150 per juta penduduk (PJP). Perbedaan ini disebabkan antara lain perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan. (Suhardjono, 2003)

V. Manifestasi Klinis Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006). Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal
15

ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK.Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Manifestasi Klinik Menurut Stadium Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium.

Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat:nokturia, penderita sering berkemih di malam hari karena
16

ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sebagai akibatnya volume air kemih bertambah tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan stroke atau gagal jantung. Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama-lama limbah metabolik yang tertimbun di darah semakin banyak.Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejalagejala, letih, mudah lelah, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan otot, kram, perasaan tertusuk jarum pada anggota gerak, hilangnya rasa di daerah tertentu, kejang terjadi jika tekanan darah tinggi atau kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak, nafsu makan menurun, mual, muntah, peradangan lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak di mulut, malnutrisi, penurunan berat badan.

Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran pencernaan.Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik).Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh. VI. Klasifikasi Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.

2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

VII.Stadium Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) ditandai dengan tiga tahap, yaitu : 1. Berkurangnya Cadangan Ginjal
17

Fase pertama ditandai dengan kadar BUN dan kreatinin normal dan tidak terlihat gejala apapun. Fase ini disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang menuju ke ginjal atau oleh kondisi-kondisi yang menyebabkan kerusakan ginjal, seperti misalnya gagal ginjal akut yang tidak diberikan perawatan, atau sebagai perkembangan dari gagal ginjal akut. Awal mula dan durasinya seringkali tidak terdeteksi karena tidak adanya gejala. 2. Gangguan Ginjal Fase gagal ginjal kronis yang kedua adalah gangguan ginjal. Ini terjadi jika GFR berada pada posisi 25% dari normal (McCarley & Lewis, 1996), dan kadar BUN serta kreatinin mengalami peningkatan. Manifestasi klinis yang nampak adalah lelah, lemah, sakit kepala, mual, dan pruritus. Pasien mungkin juga mengalami nokturia dan poliuria yang disebabkan oleh penurunan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. 3. ESRD (End Stage Renal Disease) Fase ketiga adalah ESRD atau uremia. Ini terjadi jika GFR kurang dari 5-10ml/menit (McCarley & Lewis, 1996). Dengan semakin parahnya gagal ginjal kronis, zat-zat yang tertinggal dalam organ tubuh mengalami kerusakan, yang akhirnya menyebabkan gangguan multisistem. Manifestasi kinis ESRD adalah defisit neurologi, defisit hematologis, gangguan GI, gangguan pernafasan, gangguan pada cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, dan kerusakan integritas kulit. (Reeves, 2001) The U.S. National Kidney Foundations Kidneys Disease Outcomes Quality Initiative telah mengalami revisi dan menjelaskan stadium penyakit ginjal kronis. Stadium dibuat berdasarkan ada tidaknya gejala dan progesivitas penurunan Glomerulus Filtrate Rate (GFR), yang dikoreksi per uukuran tubuh (per 1,73 m2). GFR normal pada orang dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml per menit. Stadium penyakit ginjal tersebut adalah : 1. Stadium 1 :

Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau di atas 90 ml per menit ( 75% dari nilai normal). 2. Stadium 2 :
18

Laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal. 3. Stadium 3 :

Laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per menit (25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nofron terus-menerus mengalami kematian. 4. Stadium 4 :

Laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per menit (12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa. 5. Stadium 5 :

Gagal ginjal stadium lanjut; laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml per menit ( < 12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

VIII. Pemeriksaan PEMERIKSAAN LABORATORIUM Urin: Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada (anuria). Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1. Klirens kreatinin: agak menurun Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium.
19

Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Darah: BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom uremik. Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan sindrom uremik. Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL. SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia. GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun. Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium) atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia). Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium/fosfat: meningkat. Kalsium: menurun. Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg. Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. EKG : melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia) b. Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi akibat batu atau massa tumor

20

c. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa. d. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. e. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun f. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi g. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter h. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible i. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, massa. j. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi. k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor ureter yang menonjol dalam kandung kemih, karsinoma prostat,dan hipertrofi prostat lobus median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi, urografi atau IVP, CT Scan, USG dan sitoscopy. a. Pemeriksaan Urografi (IVP) Menggunakan sinar x untuk mengevaluasi sistem saluran kemih. b. CT scan/MRI Merupakan teknik non invasive yang akan memberikan gambar penampang ginjal serta salurah kemih sangat jelas. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive pada ginjal.Untuk menentukan diagnosis dan stadium karsinoma sel ginjal. CT urogram menyediakan pemandangan tiga dimensi ginjal dan sistem urin. Selain itu dapat melihat organ-organ lain, seperti hati atau kelenjar getah bening, untuk memastikan bahwa tumor dari kandung kemih belum menyebar ke organ lainnya. c. Ultrasonografi (USG)
21

Test ini mengunakan alat yang dipegang dan diletakkan di atas permukaan kulit untuk memeriksa kandung kemih dan struktur di pelvis dengan bantuan gelombang suara. Test ini menunjukan hubungan tumor dan penyebaran tumor. d. Endoskopi Dilakukan untuk melihat bentuk dan besar tumor. e. Sistokopi Adalah pemeriksaan pada kandung kemih dan prostat dengan menggunakan alat yang dinamakan sistoskop, untuk mendeteksi penyebab sumbatan pada kandung kemih. f. Systoreustroskopi Dilakukan untuk melihat posisi tumor. IX. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin. Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan. a. Penatalaksanaan Konservatif Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas eksresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi di arahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi. a) Pengaturan Diet Protein Penderita azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Protein dibatsi karena urea, asam urat, dan asam organic-hasil pemecahan makanan dan protein jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus memi;liki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging). Protein yang mengandung nilai
22

biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam amino utama yang diperlukan untuk penambahan dan perbaikan sel. Jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal ginjal berat pradialisis yang stabil (GFR< 24ml/menit). Sedangkan jumlah protein yang diperbolehkan untuk pasien yang menerima dialysis yang teratur dapat dibebaskan hingga 1g/kg/hari. Selain itu, suplemen karbohidrat dapat diberikan untuk memastikan kalori yang memedai untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Suplemen vitamin B kompleks, piridoksin, dan asam askorbat harus diberikan bersama regimen ini. Oleh karena itu, status nutrisi pasien harus dipantua untuk memastikan bahwa berat bdan dan indicator lainnyan seperti albumin serum tetap stabil (3 g/dL). b) Pengaturan Diet Kalium Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau maaknan yang tinggi kandungan kalium seperti tambahan garam (yang mengandung ammonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kaloium sitrat, dan makanan sup, pisang, dan jus buah murni. c) Pengaturan Diet Natrium dan Cairan Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g natrium), tetapi asupan natrium yuang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membantu regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut, karena haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksitasi cairan. Sedangkan asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500600ml untuk 24 jam. d) Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi Hipertensi

23

Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif kontrol volume intravaskuler. Obat penghambat ACE (missal, kaptopril) dapat bermanfaat untuk pasien hipertensi esensial. Obat tersebut juga dapat menurunkan proteinuria, tekanan intraglomerulus dan memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis Bila penderita sedang menjalani hemodialisis, maka perlu menghentikan pemberian obat antihipetensi sebelum pengobatan untuk mencegah hipotensi dan syok dengan keluarnya cairan intravaskuler melalui vasoknstriksi vascular yang normal. Penambahan obat antihipertensi lain seperti penyekat kanal kalsium atau minoksidil (Linoten) biasanya dapat mengontrol tekanan darah. Bila semua cara gagal, masih dapat dipertimbangkan nefrektomi bilateral sebagai saran terakhir. Namun, tindakan tersebut dapat memperberat anemia karena ginjal stadium akhir masih memproduksi sedikit eritropoetin. Akhirnya, penatalaksanaan yang paling efektif yaitu dengan mengatur asupan natrium dan cairan serta dialysis intermiten, karena hipertensi pada kebanyakan pasien uremia disebebkan oleh kelebihan beban cairan. Hiperkalemia Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yangadekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan secara oral. Anemia Anemia pada gagal ginjal ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia rekombinana, EPO). Terapi epogen diberikan utnuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33-38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara intravena atau subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Naiknya hemtokrit memerlukan waktu 2-6minggu, sehingga Epogen tidak diindiaksikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi ini mencakup hipertensi (terutama tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan cadangan besi tubuh. Asidosis Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium bikarbonat atau
24

dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-20 mEq/l. Osteodistrofi ginjal Untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah dengan diet rendah fosfat dengan pemberian agen yang dapat mengikat fosfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya juga rendah fosfat.dahulu, gel antasida alumunium sering digunakan untuk pengobatan. Namun demikian, sekarang diketahui bahwa regimen ini dapat menimbulkan intoksikasi aluminium akibat penimbunan bertahap aluminium dalam jaringan, dengan gejala neurologis dan osteomalasia. Sehingga diganti dengan pemberian natrium karbonat dosis tinggi. Antasid mengandung magnesium juga harus dihindari untuk mencegah toksisitas magnesium. Kalsium karbonat (1-2g) dan antasid pengikat fosfat harus diminum bersama dengan makanan agar efektif. Komplikasi utama pada pasien yang meminum kalsium karbonat sebagi pengikat fosfat adalah timbulnya hiperkalsemia. Sehingga kadar fosfat serum harus dipantau setidaknya setiap bulan untuk memastikan bahwa hasil akhir kalsium fofat dalam rentang normal (<60) untuk menghindari kalsifikasi metastatik. Apabila terjadi keterlibatan rangka yang parah akibat kurangnya atau walaupun terapi preventif dengan agen pengikat fosfat, maka diindikasikan terapi vitamin D atau partiroidektomi subtotal. Hiperurisemia Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada gagal ginjal lanjut biasanya adalah alopurinol, yang mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.

b. Terapi Penggantian Ginjal a) Dialisis Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cairan lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
25

Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purnawaktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah mencapai 85 90 persen. Seperti halnya ginjal sehat, tindakan dialisis juga menjaga agar tubuh berada dalam keseimbangan. Tindakan dialisis dilakukan untuk membuang sisa sisa metabolisme, dan kelebihan cairan agar tidak menumpuk di dalam tubuh, menjaga level yang aman dari unsur unsur kimiawi dalam tubuh seperti potasium dan sodium. Selain itu tindakan dialisis juga untuk membantu mengkontrol tekanan darah. Ada dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis, yaitu Hemodialisis dan dialisis peritoneal. Prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Hemodialisis Hemodialisa berasal dari kata: "hemo" = darah "dialisis" = proses pemisahan. Jadi, hemodialisis adalah proses pemisahan zat-zat tertentu dari darah melalui membran semipermiabel. Pada hemodialisis, sebuah ginjal buatan (dialyzer) digunakan untuk menyaring dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan maupun unsur kimiawi lainnya dari dalam darah. Untuk mengalirkan darah penderita ke dialyzer, diperlukan semacam akses ke pembuluh darah yang dapat dilakukan dengan cara bedah minor di tangan maupun paha. Prinsip-prinsip hemodialisis: i. Proses difusi yaitu proses pengeluaran solut dan solvent karena perbedaan konsentrasi dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul / zat ini melalui suatu membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Proses difusi dipengaruhi oleh: Perbedaan konsentrasi
26

ii.

Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar) QB (Blood Pump) Luas permukaan membrane Temperatur cairan Proses konvektik Tahanan / resistensi membrane Besar dan banyaknya pori pada membrane Ketebalan / permeabilitas dari membrane

Proses osmosis yaitu proses perpindahan air dari zat dengan konsentrasi tinggi ke zat dengan konsentrasi rendah. Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis.

iii.

Proses ultrafiltrasi yaitu proses perpindahan solvent,terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg. Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh: TMP Luas permukaan membrane Koefisien Ultra Filtrasi (KUF) Qd & Qb tekanan osmotic

TMP= Pbi : Tekanan di blood inlet Pdi : Tekanan di dialisat inlet Pbo : Tekanan di blood outlet Pdo : Tekanan di dialisat outlet KUF (koefisien ultra filtrasi) dalam ml/jam /mmHg merupakan karakteristik dari dializer yang menyatakan kemampuan atau koefisien untuk mengeluarkan air dan luas permukaan dializer.

27

Biasanya hemodialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama masing-masing 4-5 jam per tindakan. Namun beberapa petimbangan turut berkontribusi terhadap waktu yang dibutuhkan untuk tindakan hemodialisa yaitu : o Berapa baik ginjal penderita bekerja o Berapa berat kenaikan tubuh penderita diantara dua tindakan hemodialisa o Berapa banyak racun yang ada dalam tubuh pasien o Berapa besar tubuh penderita o Tipe dialyzer yang digunakan Indikasi hemodialisis: i. Segera Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi dan asidosis metabolic, hipertensi maligna, edema paru, oligouri berat atau anuri. ii. Dini atau profilaksis
-

Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan. Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia (kreatinin 8 12 mg%, BUN 100 120 mg%, CCT kurang dari 5 10 mL.menit)

Dialisat Yaitu cairan yang digunakan dalam hemodialisis,terdiri dari campuran air dan elektrolit yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai serum normal. Fungsi dialisat:
-

Membuang zat-zat sisa dan cairan yang keluar dari penderita seperti ureum,kreatinin,elektrolit dan lain-lain.

Untuk menjaga keseimbangan elektrolit Mencegah penurunan air yang sangat berlebihan

Komposisi dialist: Dialisat dibuat dari konsentrat dan air. Kosentrat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam konsentrasi tertentu. Sumber air untuk hemodialisis berasal dari air ledeng,dan air sumur. Air ini secara idealis harus dilakukan water treatment lebih dulu. Komposisi elektrolit dalam dialisat standar adalah:
28

Na: 132-135 meq/L K: 2-3 meq/L Cl: 100-110 meq/L Ca: 3.5 meq/L Mg: 1.5 meq/L Asetat: 35-45 meq/L

Proses pelaksanaan hemodialisa: o Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi o Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik dilakukan dengan : a. Cara Sementara Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah satu vena di tangan. b. Cara permanent Yaitu dengan membuat shunt antara lain:
-

cimino shunt seribner shunt

o Antikoagulansia Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama HD. Obat yang digunakan adalah heparin. Pemakaian heparin :
-

Intermiten : diberikan selama 1 jam Continous : terus-terusan selama HD berjalan Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin

Dosis heparin : 1000 unit / jam


-

Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai ditarik.

Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal

KONSEP TEORI HEMODIALISA 1. Pengertian

29

Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006). 2. Indikasi Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
30

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi. 3. Kontra Indikasi Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003). 4. Tujuan Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
31

d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

5. Proses Hemodialisa Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997). Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995). Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).

32

Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari
33

diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

6. Komplikasi Hemodialisa Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain: a. Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. b. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. c. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f. Perdarahan

34

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. g. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

35

Dialisis peritoneal Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan di dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang akses berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan, area abdominal pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis yaitu continous peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing masing selama 30 menit.

36

b) Transplantasi Ginjal Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Ginjal transplan biasanya tidak ditempatkan di tempat asli ginjal yang sudah rusak, kebanyakan difossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda, seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka eksterna. Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah transplantasi, seperti rejeksi (penolakan), infeksi,sepsis, gangguan proliferasi limfa pasca-transplantasi, ketidakseimbangan elektrolit, dsb. Donor Ginjal Untuk transplantasi ginjal, ada dua jenis donor yaitu donor yang masih hidup dan donor yang sudah meninggal. Donor yang masih hidup biasanya berasal dari
37

anggota keluarga atau teman dekat. Sedangkan ginjal dari donor yang sudah meninggal berasal dari seseorang yang sudah meninggal namun memiliki ginjal yang sehat. Untuk ginjal yang berasal dari donor yang sudah meninggal biasanya akan ada daftar tunggu karena lebih banyak pasien yang membutuhkan daripada ginjal yang tersedia. Kecocokan Meskipun sudah ada ginjal yang berasal dari donor baik yang masih hidup atau sudah meninggal, namun masih diperlukan kecocokan antara pasien dan donor. Ginjal donor harus cocok dengan jenis darah dan jaringan tubuh penerima ginjal (pasien). Beberapa tes dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan baik pada pasien maupun donor potensial untuk menentukan apakah ginjal akan cocok atau tidak.

Gambar: Ginjal donor biasanya ditempatkan lebih rendah daripada lokasi anatomisnya yang normal.

X.

Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain (Menurut Smletzer,2000) : Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic, kata bolisme dan masukan diet berlebih

38

Perikarditis, efusi perincardial dan temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat Hipertensi, Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem reninangiotensin-aldosteron Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, penurunan rentang usia sel darah merah, pendarahan gasstrointestina akibat iritasi Penyakit tulang, akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium XI. Prognosis Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.

XII. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan bagi pasien hemodialisa Hal-hal penting dalam program pendidikan bagi pasien hemodialisa mencangkup: 1. 2. 3. Alasan rasional & tujuan terapi dialisis Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberikan dokter mengenai efek samping tersebut 4. Perawatan akses vaskuler: pencegahan, pendeteksian, dan pentalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler 5. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi akibat kegagalan dalam mematuhi pembatasan ini 6. 7. Pedoman pencegahan dan penatalaksanaan berlebihan volume cairan Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus, neuropati serta gejala-gejala lainnya 8. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis, pembatasan diet, dan obat-obatan) 9. Strategi untuk menangani atau mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien sendiri dan anggota keluarga mereka
39

10. Pengaturan finansial untuk dialisis: strategi untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber-sumber finansial 11. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota keluarga (Suharyanto, Toto & Madjid, Abdul. 2009) Pendidikan pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) 1. Menyampaikan informasi dasar tentang CAPD: anatomi dan fisiologi, proses penyakit, prosedur pertukaran, risiko komplikasi, teknik memeriksa tanda-tanda vital, perawatan kateter, dan contact person 2. Menjelaskan terapi diet Mengkonsumsi makanan tinggi protein Meningkatkan asupan serat untuk menghindari konstipasi, karena dapat mengganggu drainase cairan dialisat Membatasi asupan karbohidrat untuk menghindari kenaikan berat badan yang berlebihan Biasanya tidak diperlukan pembatasan asupan kalium, natrium dan cairan 3. Menjelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut untuk mengingatkan kembali teknik aseptik untuk menghindari infeksi Mengganti selang bila diperlukan Mengevaluasi hasil pemeriksaan kimia darah Memberikan umpan balik Memberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan pengetahuan tambahan 4. Memberikan kesempatan dan semangat kepada pasien untuk mengungkapkan keprihatinan, keraguan dan kecemasannya. (Suharyanto, Toto & Madjid, Abdul. 2009) XIII. Peran dan Fungsi Perawat a. Peran Perawat 1. Pemberi Perawatan

40

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Tidak hanya kesehatan fisik saja yang menjadi focus asuhan keperawatan perawat, tetapi juga meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan social klien. (peran perawat sebagai care provider ini tercantum dalam NCP) 2. Pembuat Keputusan Klinis Sebelum melakukan tindakan keperawatan, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan terbaik bagi setiap klien. Perawat membuat keputusan ini biasa secara sendiri atau melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lain, klien, dan keluarga klien. (peran perawat ini juga bisa dilihat dalam NCP) 3. Pelindung dan Advocat Klien Sebagai pelindung perawat membantu mempertahankan lingkungan yang nyaman bagi klien, mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkandari suatu tindakan diagnostic atau pengobatan. Dalam menjalankan perannya sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hokum serta membantu klien dalam menyatakan hak haknya bila dibutuhkan.Hak-hak klien: Hak atas pelayanan sebaik-baiknya Hak atas informasi tentang penyakitnya Hak atas privasi Hak untuk menentukan nasibnya sendiri Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. Pengaplikasian peran ini dalam kasus diantaranya: kewajiban perawat memenuhi hak klien untuk menerima informasi tentang penyakitnya, penjelasan tentang tujuan dan manfaat serta efek samping dari pengobatan (radical cystectomy, jenis urinary diversion, dan kemoterapi mytomicin) atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada dirinya, hak klien untuk menolak suatu terapi pengobatan atau tindakan perawatan yang akan dilakukan, setelah klien memahami dan memperoleh penjelasan tentang tujuan terapi tersebut dilakukan. 4. Rehabilitator Rehabilitasi merupakan proses untuk mengembalikan fungsi organ/ bagian tubuh agar kembali pulih dan berfungsi normal kembali. Peran perawat dalam kasus ini
41

yaitu membantu klien beradaptasi setelah menjalani pembedahan, beradaptasi dengan pemasangan stoma, pola eliminasi yang telah berubah, serta membantu klien mengatasi masalah yang terjadi selama pengobatan yang dijalani (kemoterapi). 5. Pemberi Kenyamanan Asuhan keperawatan bukan hanya sekedar memperhatikan kebutuhan fisik saja, tetapi juga memberikan kenyamanan dan dukungan emosi sehingga dapat member klien kekuatan untuk mencapai kesembuhannya. Pelaksanaanya dalam kasus ini : Perawat menggunakan komunikasi terapeutik untuk berkomunikasi dengan klien. Perawat dapat menciptakan suasana yang tenang dan nyaman bagi klien dalam menjalani proses penyembuhan. Setiap asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien diusahakan mampu membuat klien menjadi lebih nyaman, Menjaga privasi dan menfasilitasi kebutuhan klien, seperti menyiapkan kebutuhan untuk BAK atau BAB, pola BAB dan BAK klien berubah sesuai jenis urinary diversion yang dipilih klien setelah radical cystectomy. Mencegah infeksi nosokomial dengan menerapkan teknik aseptik dan antiseptik. Dalam kasus, klien beresiko unutk infeksi sehingga poin ini harus lebih diperhatikam Mencegah kekeliruan dalam pemberian obat.

6.

Komunikator Peran perawat seperti memberikan perawatan yang efektif, pembuatan keputusan dengan klien dan keluarga, mengoordinasi dan mengatur asuhan keperawatan , membantu klien dalam rehabilitasi, memberikan kenyamanan atau mengajarkan sesuatu pada klien tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi. Peran ini terlihat ketika perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan lainnya.

7.

Penyuluh Sebagai penyuluh, perawat dapat memberitahu dan mengajarkan klien hal hal yang dapat dilakukannya secara mandiri sebagai persiapan klien pulang ke
42

rumah.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemandirian klien. Contoh dari peran ini pada kasus yaitu: perawat mengajarkan cara penggunaan kateter urine dan perawatannya, perawatan stoma, cara penggunaan obat, gejala-gejala infeksi, dan kekambuhan sehingga kondisi tersebut bisa segers ditangani. a. Fungsi perawat: Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya.Fungsi tersebut dapat berubah di sesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan fungsi diantaranya : 1. Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dengan kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis. Pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Ada beberapa intervensi mandiri untuk klien kanker bladder ini (tercantum dalam NCP)

2. Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya pesan atau intruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan.Hal ini biasanya di lakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari primer keperawat pelaksana. 3. Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Dalam kasus, klien mungkin mengalami dysfungsi seksual yang mungkin memerlukan sex counseling sehingga perawat disini bekerjasama dengan counselor, atau klien ini juga mungkin mengalami kekurangan nutrisi yang perlu dikonsultasikan dengan ahli diet. Self Management Education
43

Definisi : Self management merupakan upaya individu untuk mengendalikan perilakunya sendiri (Mills, 1983). Melalui self management, individu dapat melatih dirinya pelatihan untuk mengevaluasi, memonitor, mengatur, dan bertanggung jawab untuk individu itu sendiri. Program Self Management Education merupakan metode untuk membantu pasien menangani gejala dan pemberdayaan sumber daya keperawatan (Warsi, 2011). Upaya dalam Self Management Education : Mengubah Perilaku Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 1 atau 2 yang bersifat asimtomatik dapat menyebabkan upaya penegakan diagnosa secara dini sulit dilakukan. Jika penegakan diagnosa secara dini dapat dilakukan, pasien diharapkan mampu mengubah gaya hidup sebagai upaya pencegahan faktor-faktor yang mengarah pada kondisi stadium yang lebih lanjut 1) Menilai Pemahaman Pasien

Pasien yang didiagnosis mengalami penyakit kronis sering mencoba untuk memahami secara konkret antara gejala yang muncul dan penegakan diagnosa. Keadaan tersebut menjelaskan bahwa dalam tahap awal penegakan diagnosa penyakit ginjal kronis, pasien cenderung tidak percaya, membutuhkan waktu untuk menerima diagnosa tersebut, dan membutuhkan waktu pula untuk mengubah perilaku. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa pasien yang didiagnosis dengan penyakit kronis bersikap meremehkan tingkat keparahan kondisi dan menolak terapi karena menganggap tidak ada kelainan atau gejala yang tampak. 2) Membangun Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri yang kuat adalah kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan. Meningkatkan perasaan percaya diri pasien merupakan komponen penting untuk mendukung sistem manajemen diri. Menilai kepercayaan diri pasien dapat dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan cara meminta pasien menilai keyakinan untuk melakukan perubahan perilaku. Rentang nilai keyakinan adalah skala 0 (tidak sama sekali percaya diri) sampai 10 (sangat yakin). Hasil penilaian sebesar tujuh poin atau lebih tinggi, mengindikasikan bahwa pasien merasa cukup percaya diri
44

dan proses perubahan perilaku kemungkinan akan berhasil. Skor kurang dari tujuh menunjukkan kebutuhan untuk mengubah rencana sehingga tujuan dapat dicapai. Empat komponen penting untuk membangun percaya diri pasien adalah penguasaan kinerja, pemodelan, interpretasi gejala, dan persuasi verbal. 3) Memberikan Kegiatan yang Sesuai dengan Kemampuan

Membantu mencapai suatu keterampilan khusus dapat membangun kepercayaan diri pasien lebih cepat. Perawat dapat membantu pasien mengembangkan perencanaan kegiatan dimulai dari periode yang singkat, seperti satu atau dua minggu, dan khusus untuk perilaku tertentu. Tujuan harus realistis dan pasien harus merasa cukup percaya diri untuk mampu menjangkau tujuan tersebut. 4) Metode

Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan subyeknya, seperti kelompok usia, etnis, dan jenis kelamin. Penggunaan metode yang sesuai sasaran ini memungkinkan pasien lebih mudah mengidentifikasi informasi yang diperoleh. Pengelolaan Aspek Medis Penyakit ginjal kronis merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki peningkatan risiko 2-7 kali untuk mengalami gagal jantung kongestif, penyakit jantung iskemik, atau aritmia daripada orang dengan ginjal sehat. Maka, pengelolaan aspek medis penyakit ginjal bersifat sangat penting bagi pasien. Pemeriksaan dan Pelaporan Gejala Meskipun tidak tampak gejala pada tahap awal, pada tahap kerusakan ginjal lebih lanjut akan timbul gejala seperti kelelahan dan malaise, gangguan tidur, mual dan muntah, anoreksia, perubahan rasa, penurunan berat badan, pruritus dan ruam kulit, otot kram di malam hari, edema pada tangan dan kaki dan sekitar mata, konsentrasi yang buruk, neuropati dan kaki gelisah, dan peningkatan dalam berkemih (terutama pada malam hari). Maka, edukasi mengenai tanda dan gejala kelainan ginjal yang timbul pada pasien merupakan aspek yang penting untuk dilakukan.

45

Perawat harus secara rutin mengkaji pasien tentang penyebab gejala, durasi, konsekuensi, dan pengendalian terhadap gejala tersebut. Langkah selanjutnya, perawat dapat membantu pasien untuk mengubah persepsi yang salah sehingga strategi yang tepat untuk pengelolaan gejala dapat dilaksanakan. Gangguan Psikologis Kecemasan, ketidakpastian, ketakutan, dan depresi merupakan kondisi yang umum ditemukan pada pasien dengan penyakit kronis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh ketidaksiapan pasien menerima diagnosa mengenai penyakitnya. Salah satu upaya untuk meminimalisir gangguan psikologis pasien adalah mengajak pasien berbicara mengenai emosinya. Komunikasi tersebut merupakan media perawat untuk mendengarkan kekhawatiran, mengakui keyakinan, dan membantu menjelaskan emosi pasien. Pemanfaatan Sumber Daya Perawat bertanggung jawab kepada pasien untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada. Perawat dapat membantu pasien menggunakan internet, perpustakaan, dan media lainnya untuk memperoleh informasi yang diinginkan pasien terkait dengan penyakitnya. Kolaborasi Dokter juga berperan dalam memotivasi pasien untuk aktif dalam perawatan secara mandiri. Selain itu, dokter juga berperan untuk memastikan bahwa pasien merasa nyaman selama kunjungan, menghindari interaksi yang tidak peka, memonitor kemajuan pasien, dan mendorong pasien dan keluarga mereka untuk mengajukan pertanyaan jika ada beberapa hal yang tidak mereka mengerti.

ANALISIS PENERAPAN SELF MANAGEMENT EDUCATION BERDASAR KOMPETENSI RISET DAN PENELITIAN Peran perawat dalam penelitian di ginjal kronik adalah :

46

1. Mengidentifikasi dan mengimplementasikan inovasi berdasarkan penelitian. Contohnya : dalam pengangan pasien ginjal kronik perawat dapat memberikan kesiapan mental dan psikologi. 2. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah ada sebagai suatu temuan penelitian. Contohnya : dengan mengidentifikasi asuhan keperawatan perawat bisa

menyimpulkan keadaan umum pasien serta menilai aspek psikososiokultural pasien ginjal kronik. 3. Mengidentifikasi hambatan spesifik efisiensi, efektivitas kualitas, atau perawatan pasien. Salah satunya berfokus pada sistem vascular. Dengan memberi tahu pasien dan staf tentang bahaya jangka panjang hemodialisis kateter dan manfaat dari permanen akses dialysis. Banyak pasien menyangkal akan keparahan penyakit

ginjal mereka, kebutuhan untuk terapi penggantian ginjal, dan karena itu memutuskan tindakan dialisis di saat terakhir. Hal ini menciptakan situasi di mana akses tidak akan memiliki cukup waktu untuk menyembuhkan sebelum digunakan, dan pasien sering merasa terlalu buruk untuk terlibat dalam pendidikan yang efektif berhubungan dengan akses vaskular dan dialisis 4. Strategi yang dapat dilakukan adalah CKD klinik, di mana seorang perawat memberikan pendidikan berkelanjutan tentang dialisis dan penempatannya pada sistem pembuluh darah. Para Perawat CKD juga menyediakan pendidikan terkait dengan manajemen tekanan darah, diet, dan manajemen anemia. 5. Pendidikan terjadi tidak hanya dengan pasien, tetapi dengan staf juga. Staf perlu mengetahui sistem pembuluh darah vena dalam keadan baik ketika kateter adalah satu-satunya pilihan yang digunakan ( Clara D. 2010 )

ANALISIS PENERAPAN SELF MANAGEMENT EDUCATION BERDASAR KOMPETENSI MEMIMPIN/LEADERSHIP Pada penyakit ginjal kronis, self management education sangat mempengaruhi kondisi penyakit yang sedang dideritanya. Pada kemampuan leadership, pasien diharapkan secara mandiri menentukan pilihan terapi ataupun intervensi keperawatan yang mereka inginkan dan sesuai dengan advokasi perawat. Oleh karena itu, peran perawat sebagi advokator sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh pasien. Perawat dapat memberikan beberapa pertimbangan kepada pasien mengenai pilihan terapi dan intervensi ataupun memberikan health education baik kepada pasien maupun
47

keluarga pasien, misalnya adalah adanya pilihan terapi hemodialisis atau CAPD beserta cara perawatannya. Selain itu perawat juga harus mampu mengidentifikasi kebutuhan pasien serta memotivasi pasien agar dapat memenuhi kebutuhannya. Perawat diharapkan dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya serta selalu mempelajari perkembangan terkini mengenai penyakit tersebut. Perawat diharapkan dapat mengkolaborasikan dengan baik segala perkembangan pasien dengan tenaga kesehatan yang lain.

ANALISIS PENERAPAN SELF MANAGEMENT EDUCATION BERDASAR KOMPETENSI KOLABORASI DAN KONSULTASI Pelayanan kesehatan di rumah sakit berjalan secara sinergis antar disiplin profesi kesehatan dan non kesehatan. Perawat memberikan pelayanan dan asuhan menggunakan suatu sistem management of nursing care delivery (Woke, 1990). Dalam studinya, Woke menyebutkan manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain, karena sasaran yang ingin dicapai adalah pasien. Pelayanan keperawatan di berbagai negara relatif sama, hanya saja di Indonesia memiliki keunikan tersendiri mengingat faktor kemajemukan pendidikan perawat (Nurachmah, 2000). Kemajemukan ini membawa dampak pada tidak konsistennya sistem pelayanan keperawatan, dimana fungsi manajemen terkadang tidak mampu diperankan oleh perawat di sebagian rumah sakit di Indonesia (Supratman & Agus, 2010). Namun disini perawat dalam melaksanakan ANP diharapkan dapat memainkan perannya dalam permasalahan terkait kolaborasi dan konsultasi. Dalam kasus penyakit ginjal kronis disini kemampuan kolaborasi dan konsultasi yang dapat dilakukan oleh ANP antara lain adalah membuka jalan untuk melakukan konsultasi dan rujukan pada pasien apabila sudah terlihat gejala seperti anoreksia, mual disertai muntah, oedema yang disertai lekukan, perubahan tingkat kesadaran, nafas berbau amonia, warna kulit abu-abu mengkilat, dan lain-lain karena beberapa keadaan tersebut merupakan manifestasi gagal ginjal kronis. Masalah yang bisa muncul pada penderita gagal ginjal kronis perlu didiskusikan bersama pasien untuk mencari solusi yang nyaman dan tepat. Penjelasan mengenai proses penyakit maupun proses pengobatan dan perawatan perlu diberikan . Motivasi pasien agar terhindar dari depresi juga tetap menjaga kepatuhan dalam proses penyembuhan. Selanjutnya adalah
48

melakukan kolaborasi. Tindakan kolaborasi dengan tim medis lain maupun institusi akademik sangat penting karena tidak hanya bermanfaat bagi pasien, fungsi kolaborasi disini juga dapat membantu dalam meningkatkan askep yang berkualitas yang dapat berdampak pada sistem pelayanan keperawatan. Kolaborasi pada kasus pasien dengan GGK disini adalah dengan menyampaikan pada dokter mengenai gejala-gejala dan tanda-tanda fisik seperti keadaan urin dilihat dari warna dan volume cairan yang ditemui pada pasien serta mengusulkan untuk

pemerikasaan lebih lanjut, mengingat perawatlah yang memiliki intensitas paling banyak untuk mengetahui perkembangan pasien dan mengetahui. Setelah kolaborasi dengan dokter, maka akan terbuka jalan untuk berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya seperti petugas laboratorium dan petugas analis medis. Selain itu, pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien juga perlu dikolaborasikan dengan ahli gizi. Perawat perlu mengingatkan mengenai aturan diet pasien gagal ginjal kronis dengan

mempertimbangkan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien, termasuk diet TKRPRG (tinggi kalori rendah protein rendah gula)( Sukma, 2011).

XIV. Konsep Legal Etik I. Respek pada seseorang Prinsip respek pada seseorang menetapkan bahwa semua etik perawatan kesehatan dan secara tidak langsung manusia harus menghargai kehidupannya sendiri dan kehidupan orang lain, serta menerima kematian. Perawat harus melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan manusia dimana terdapat harapan sembuh atau ketika klien memperoleh keuntungan dari tindakan memperpanjang hidup (ANA, 1985). II. Respek pada autonomi Berarti setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih rencana kehidupan dan cara bermoral mereka sendiri. Bagian dari kodrat manusia yang hidup bersama meliputi respek terhadap keunikan dari setiap orang. Karena tidak terdapat dua orang atau situasi yang benar-benar sama, prinsip autonomi mengarahkan perhatian moral perawat pada penentuan secara berhati-hati tentang nilai klien. III. Non-malefisien dan kemaslahatan Prinsip non-malefisien dan kemaslahatan dilihat dari pada kontinum rentang dan bahaya yang tidak berarti (non-malefisiensi) sampai menguntungkan orang lain
49

dengan melakukan yang baik (kemaslahatan). Kontinum ada pada rentang bahaya tidak berarti sampai tiga tindakan maslahat: membuang bahaya, mencegah bahaya, dan melakukan langkah positif untuk melakukan yang baik untuk keuntungan orang lain. IV. Keadilan Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain yang adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Ketika ada sumber untuk diberikan dalam perawatan, perawat dapat mengalokasikan dalam cara pembagian yang adil untuk setiap penerima (keadilan non-komparatif) atau bagaimana supaya kebutuhan paling besar dari apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup (keadilan komparatif). V. Kejujuran, kerahasiaan, dan kesetiaan Prinsip kedua dari perilaku etis yang tertulis dalam ANA Code of Nurses meliputi kejujuran, kewajiban untuk mengungkapkan kebenaran, kerahasiaan. Kewajiban untuk melindungi informasi rahasia , dan kesetiaan, kewajiban untuk menepati janji. VI. Informed Consent dan Advance Directive Informed consent meningkatkan dan menghargai autonomi dengan mengembangkan pengetahuan klien atas pilihannya. Advance directive adalah bentuk komunikasi dimana seseorang dapat memberi petunjuk tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan ketika mereka tidak dapat mengutarakannya sendiri. Keduanya menjadi bagian dari struktur legal perawatan kesehatan. Sebelum operasi misalnya, pasien harus diberikan informasi tertentu tentang prosedur pelaksanaan operasi (Potter & Perry, 2005). Diagnosa Keperawatan sesuai teori. 1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan mengeluarkan air dan menahan natrium Hasil yang diharapkan: - Masukan dan haluaran seimbang - Berat badan stabil - Bunyi nafas dan jantung normal - Elektrolit dalam batas normal Intervensi: Pantau balance cairan/24 jam Timbang BB harian Pantau peningkatan tekanan darah Monitor elektrolit darah Kaji edema perifer dan distensi vena leher Batasi masukan cairan
50

kemampuan

ginjal

untuk

2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah Hasil yang diharapkan: - Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan BB dalam batas normal, albumin, dalam batas normal Intervensi: Kaji status nutrisi Kaji pola diet nutrisi Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan Timbang berat badan harian Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat 3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat Hasil yang diharapkan; - Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktivitas yang dibuktikan dengan pengungkapan tentang berkurangnya kelemahan dan dapat beristirahat secara cukup dan mampu melakuakan kembali aktivitas sehari-hari yang memungkinkan Intervensi: Kaji faktor yang menimbulkan keletihan Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis Beri semangat untuk mencapai kemajuan aktivitas bertahap yang dapat ditoleransi Kaji respon pasien untuk peningkatan aktivitas 4. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema Hasil yang diharapkan: - Kulit hangat, kering dan utuh, turgor baik - Pasien mengatakan tak ada pruritus Intervensi: - Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu - Jaga kulit tetap kering dan bersih - Beri perawatan kulit dengan lotion untuk menghindari kekeringanBantu pasien untuk mengubah posisi tiap 2 jam jika pasien tirah baring - Beri pelindung pada tumit dan siku - Tangani area edema dengan hati-hati - Pertahankan linen bebas dari lipatan 5. Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia Hasil yang diharapkan: - pasien tetap terbeba dari infeksi lokal maupun sitemik dibuktikan dengan tidak ada pana/demam atau leukositosis, kultur urin, tidak ada inflamasi intervensi: - Pantau dan laporkan tanda-tanda infeksi seperti demam,leukositosis, urin keruh, kemerahan, bengkak - Pantau TTV
51

- Gunakan tehnik cuci tangan yang baik dan ajarkanpada pasien - Pertahankan integritas kulit dan mukosa dengan memberiakan perawatan kulit yang baik dan hgiene oral - Jangan anjurkan kontak dengan orang yang terinfeksi Pertahankan nutrisi yang adekuat 6. Kurang pengetahun b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit, gagal ginjal, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi Hasil yang diharapkan: - Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan, mengerti tentang gagal ginjal, batasan diet dan cairan dan rencana kontrol, mengukur pemasukan dan haluaran urin. Intervensi: - Instruksikan pasien untuk makan makanan tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium sesuai pesanan dan hindari makanan yang rendah garam - Ajarkan jumah cairan yang harus diminum sepanjang hari - Ajarkan pentingnya dan instrusikan pasien untuk mengukur dan mencatat karakter semua haluaran (urin, muntah) - Ajarkan nama obat,dosis, jadwal,tujuan serta efek samping - Ajarkan pentignya rawat jalan terus menerus (Tucker M, Susan dkk,1998, 585-567) ASUHAN KEPERAWATAN ( Aplikasi ke kasus) 1. Pengkajian Identitas a. Nama b. Umur c. Jenis Kelamin d. Alamat e. Agama f. Pekerjaan g. Diagnosa Medis : Tn. K : 45 tahun : Laki-laki :::: Gagal ginjal kronis

2. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama :

Mengeluh cepat capek dan napasnya serasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuh, kadang-kadang keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering, dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. (Datang ke unit hemodialisis untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dilakukan 2x seminggu) 2. Riwayat kesehatan sekarang :
52

Tampak pucat, edema anasarka, mengeluh lemas, mengeluh cepat capek, napasnya serasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuh, kadang-kadang keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering, dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. 3. Riwayat kesehatan masa lalu : Hipertensi 15 tahun lalu dan tidak terkontrol, sudah menjalani HD sejak 2 tahul lalu. 4. Riwayat kesehatan keluarga : 5. Psikososial :

Klien mengatakan bahwa ia merasa benci pada proses HD dan tidak ingin hidupnya seperti itu terus. Klien mengatakan ia meyadari bahwa hidupnya tergantung pada proses HD dan berencana mencari penanganan alternatif penyakitnya. 6. Pola fungsi kesehatan a. Pola aktivitas dan lingkungan : Klien bekerja di ruangan ber-AC

b. Pola nutrisi dan cairan : Minum kurang dari 4 gelas sehari c. Pola eliminasi : d. Pola tidur dan istirahat : e. Pola sensori dan kognitif : f. Pola reproduksi seksual : g. Pola penanganan stress : h. Pola tata nilai dan keyakinan :

3. Pemeriksaan Fisik a) Tanda-tanda Vital TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit b) Antropometri BB : 66 kg


53

TB : 152 cm c) Fisik - Inspeksi : pucat, edema anasarka, kulit kering dan mengelupas, rambut

kusam dan kemerahan - Palasi - Perkusi ::-

- Auskultasi : -

4. Pemeriksaan Diagnostik a) Laboratorium Hb Ureum Kreatinin : 8 gr% : 312 : 3,1

5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologis Pielografi intravena Ultrasonografi CT Scan

6. Terapi Direncanakan : Transfuse PRC 2 labu Diet rendah garam, rendah protein, rendah kolesterol Hemapo 50 IU/kg (IV)

7. Analisa data No Data 1. DO : Etiologi GFR Diagnosa Kelebihan volume


54

HD 2x seminggu Pucat Edema anasarka BB = 66 kg TB = 152 cm TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit

Retensi Na CES Volume interstisial

cairan

DS : Napas serasa sesak saat bernapas

Edema anasarka Kelebihan volume cairan

2.

DO : Pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit

GFR Sekresi eritropoetin Kaproduksi Hb

Gangguan perfusi jaringan

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Napas serasa sesak saat bernapas Mengeluh tremor Mengeluh kadangkadang keluar darah
55

Oksihemoglobin Suplai O2

dari hidung

Gangguan perfusi jaringan

3.

DO : Pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit Hb : 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

Hipertrofi ventrikel kiri Bendungan atrium kiri Tekanan vena pulmonalis Tekanan kapiler paru

Perubahan pola napas

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Napas serasa sesak saat bernapas

Edema paru Perubahan pola napas

4.

DO : HD 2x seminggu Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan kemerahan Hb : 8 gr% Ureum : 312

GFR Sindrom uremia Perpospatemia pruritis

Gangguan integritas kulit

56

Kreatinin : 3,1

Gangguan integritas kulit

DS : Mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuh

5.

DO : Pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit Hb : 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

Suplai O2 Metabolism anaerob Penimbunan asam laktat Fatique

Intoleransi aktivitas

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Napas serasa sesak saat bernapas

Nyeri sendi Intoleransi aktivitas

6.

DO : Pucat Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan

Sindrom uremia Gangguan keseimbangan asam-basa

Resiko gangguan nutrisi

57

kemerahan TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR : 24 x/menit

Produksi asam Asam lambung Iritasi lambung Gastritis Mual muntah Resiko gangguan nutrisi

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Mengeluh tremor Mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuh

8. Diagnosa Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan produksi GFR ditandai dengan edema anasarka. 2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan GFR dan sekresi eritropoetin ditandai dengan pucat dan mengeluh lemas. 3. Perubahan pola napas berhubungan dengan tekanan kapiler paru ditandai dengan napas serasa sesak saat benapas. 4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan sekresi protein terganggu ditandai dengan pruritis dan kulit mengelupas. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ditandai dengan fatique dan nyeri sendi.

58

6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan asambasa ditandai dengan mual dan muntah.

59

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS TN. A ( 45 TAHUN )

NO 1.

DIAGNOSA Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal DS : Klien mengeluh sesak nafas

TUJUAN Tupan : Setelah perawatan selama 5x24 jam, pasien tidak menunjukan peningkatan cairan dan menunjukan keseimbangan cairan. Mandiri

INTERVENSI

RASIONAL

a. Batasi pemasukan cairan

a. Untuk mencegah tertahannya cairan dalam tubuh

b. Diet natrium

b. Untuk mengurangi cairan tertahan di dalam tubuh

c. Monitor denyut jantung, Tupen : Setelah perawatan selama 2x24 jam, tanda-tanda kelebihan cairan berkurang. Kriteria hasil : - Intake dan output seimbang - BB stabil tekanan darah, CVP catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL, timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama.

c. Takikardi dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, (2) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi atau perrbahan fase oliguria, gagal ginjal, dan (3) perubahan pada system rennin-angiotensin. Selain itu untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.

DO : HD 2x seminggu Pucat

- Tidak ada asites - BJ urin dalam batas normal

60

Edema anasarka BB = 66 kg TB = 152 cm TD : d. Catat pemasukan dan pengeluaran cairan. termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkiraan kehilangan tak kasat mata, seperti berkeringat e. Pantau berat jenis urin.

d. Perlu dilakukan untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.

170/100 mmHg HR : 96

e. Mengukur kemampuan ginjal utnuk mengkonsentrasikan urin sesuai zat apa saja yang seharusnya ada dalam urin dan zat apa saja yang seharusnya tidak ada dalam urin. f. Untuk mencegah

x/menit

RR : 24
x/menit

f. Monitor dehidrasi cairan dan berikan minuman bervariasi

kemungkinan terjadinya dehidrasi sel. g. Peningkatan atau

g. Monitor EKG

penurunan kalium dihubungkan dengan disthrithmia. hipokalemia bisa terjadi akibat

61

pemberian diuretic. h. Untuk mengetahui derajat h. Auskultasi paru dan bunyi jantung edema telah mencapai organ lain. i. Dapat menunjukkan i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah. perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbanagan elektrolit, atau terjadinya hipoksia.

Kolaborasi a. Monitor pemeriksaan laboratorium, contoh: 1. BUN, kreatinin; 1. Kedua nilai mungkin meningkat, kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan. Mengkaji berlanjutnya dan penanganan

62

disfungsi/ gagal ginjal. 2. Natrium dan kreatinin urin; 2. Integritas fungsi tubular hilang dan menyebabkan reapsorpsi natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium. Kreatinin urin biasanya menurun sesuai dengan peningkatan kreatinin serum. 3. Natrium serum; 3. Hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hipernatremia menunjukkan defisit cairan tubuh total. 4. Kalium serum; 4. Kekurangan ekskresi

63

ginjal dan/atau retensi selektif kalium untuk mengekskresikan kelebiahn ion hydrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan hiperkalemia. 5. Hb/Ht; 5. Penurunan nilai dapat mengindikasikan hemodilusi (hipervolemia); namun selama gagal lama, anemia sering terjadi sebagai akibat kehilangan/penurunan produksi SDM. b. Rongent Dada b. Untuk mengetahui keadaan edema yang telah mencapai paru-oaru. c. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, c. Untuk menguramgi derajat edema.

64

Metildopa d. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi d. Untuk mengeluarkan cairan yang tidak dapat dikeluarkan melalui berkemih. e. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi e. Untuk memantau elektrorit dalam tubuh terhadap zat-zat berbahaya yang dihasilkan tubuh. 2. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic (anaerob), anemia, retensi produk sampah (ureum) Tupen : Setelah perawatan selama 1x24 jam, intetoleransi DS : Klien mengeluh lemas dan cepat capek aktivitas berkurang. Kriteria hasil : Hb normal EKG normal Klien melaporkan d. Rencanakan periode istirahat adekuat c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan Tupan : Setelah perawatan selama 7x24 jam klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi. b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat a. Kelelahan menunjukan adanya kebutuhan energy yang berlebih sedangkan metabolisme dalam tubuh tidak terpenuhi. b. Untuk menentukan aktivitas apa yang tepat untuk klien yang sesuai dengan toleransi tubuh klien. c. Untuk mencegah terjadinya keletihan karena faktor tersebut. d. Untuk mengurangi pemakaian energy secara berlebih.

65

Klien mengeluh napas serasa sesak saat bernapas -

perbaikan energi. Klien mampu melaksanakan aktivitas yang diinginkan sesuai dengan

e. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat

e. Untuk melatih klien untuk tetap beraktivitas.

DO : Pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR Hb : 24

kemampuan secara bertahap.

x/menit : 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

3.

Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan efek uremia.

Tupan : Mempertahankan kulit utuh. Tupen : Setelah 3x24 jam

Mandiri a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, a. Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.

66

perawatan gatalDS : Pasien mengeluh gatalgatal di seluruh tubuhnya. gatal mulai berkurang dan kulit klien tidak terlihat kering. b.

ekskoriasi.observasi erhadapa ekimosis, purpura. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa. b. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhisirkulasi dan intregitas jaringan pada

DO : HD 2x seminggu Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan kemerahan Hb : 8 gr% e. Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim (misal lanolin, aquaphor). Ureum : 312 d. c. Inspeksi area tergantung terhadap edema. Ubah posisi dengan sering; gerakan pasien dengan perlahan beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku atau tumit.

tingkat selular. c. Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek. d. Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan edema. e. Sodakue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun. Lotion dan salep mungkin

Kreatinin : 3,1

67

diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit. f. Pertahankan linen kering bebas keriput g. Selidiki keluahan gatal f. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit g. Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa,misal Kristal fosfat (berkenaan dengan hiperparatiroidisme pada penyakit tahap akhir). h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untukmemberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek; berkikan sarung tangan selama tidur bila h. Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.

68

perlu. i. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar. i. Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis. Kolaborasi Berikan matras busa 4. Resiko Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein, pembatasan diet, efek uremia yang c. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Tupen : Berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal b. Kaji faktor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia Tupan : Mempertahankan status nutrisi adekuat. Mandiri a. Kaji perdarahan yang dialami klien. a. Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia. b. Keadaan keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi c. Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.

69

mengakibatkan malnutrisi protein kalori.

Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium. d. Berikan makanan sesuai diet d. Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .

DS : Pasien melaporkan mengeluh lemas dan cepat lelah dan mengeluarkan darah dari hidungnya.

yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien. e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut f. Kaji/catat pola dan pemasukan diet. g. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra

e. Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.

DO : Pucat Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan

indikasi h. Timbang BB tiap hari Kolaborasi a. Konsul ahli gizi untuk mengatur diet a. Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk

70

kemerahan TD : b. Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K

perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya. b. Untuk mencegah terjadi hiperkalemia, hipertensidan mencegah kerusakan kulit akibat kelebihan pospat pada klien. c. Berikan diet kalori, protein, hindari sumber gula pekat d. Batasi K, Na, dan Phospat e. Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik c. Utuk memperbaiki kebutuhan gizi klien.

170/100 mmHg HR RR : 96

x/menit : 24

x/menit

5.

Risiko tinggi infeksi saluran nafas berhubungan dengan penurunan imunitas.

Tupan : Faktor risiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien, pengetahuan yang penting: pengendalian infeksi, secara konsisten menunjukkan perilaku

Mandiri a. Kaji terhadap adanya tandatanda infeksi seperti demam. b. Monitor temperatur tiap 4 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium. a. Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi. b. Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat

71

deteksi risiko, dan pengendalian risiko. c. Pertahankan tekhnik antiseptik Tupen : Terbebas dari tanda atau gejala infeksi Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat Mengindikasikan status GI, pernapasan, genitourinaria, dan imun dalam batas normal 6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan kesadaran. Tupan : Klien tidak menunjukan rasa lemas. Tupen : Klien mampu melakukan kegiatan sedikitdemi sedikit tanpa mengeluh rasa Mandiri a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan,. Observasi kulit dan membrane mukosa pucat, dipsneu, dan nyeri dada. Rencanakan aktivitas pasien utnuk menghindari kelelahan. b. Awasi tingkat kesadaran dan selama perawatan dan patulah selalu universal precaution. d. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.

menyebabkan peningkatan serum kalsium. c. Mencegah terjadinya infeksi.

d. Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.

a. Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk mempertahankan oksigenasi sel.

b. Anemia dapat menyebabkan

72

lemas Klien tidak terlihat pucat Dalam waktu 3x24 jam Hb kembali dalam batas normal.

perilaku

hipoksia serebral dengan perubahan mental, orientasi, dan respon perilaku.

c. Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan utnuk melakukan tugas. Bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk istirahat.

c. Anemia menurunkan oksigenasi jaringan dan meningkatkan kelelahan, sehingga memerlukan intervensi, perubahan aktivias, dan istirahat.

d. Batasi contoh vascular,kombinasikan tes laboratorium bilamungkin. e. Observasi perdarahan terusmenerus dari tempat penusukan, perdarahan/areaekimosis karena trauma kecil, ptekie ; pembengkakan sendi atau membrane mukosa, contoh perdarahan gusi, epistaksis berulang, hematemesis, melena, dan urin merah/berkabut.

d. Pengambilan contoh darah berulang/kelebihan dapat memperburuk anemia. e. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapan kapiler/gangguan pembekuan dan dapat memperburuk anemia.

73

f. Hematemesis sekresi GI/darah feses

f. Stres dan abnormalias hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI

g. Berikan sika gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bilamungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan/penusukan vascular.

g. Menurunkan risiko perdarahan/pembentukan hematoma.

Kolaborasi a. Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh : 1. Hitung darah lengkap: SDM, Hb/Ht. 1. Uremia (contoh peningkatan ammonia, urea, atau toksin lain) menurunkan produksi eritropoetin dan menekan produksi SDM dan waktu hidupnya. Pada gagal ginjal kronis, Hb dan Ht biasanya a. Pemeriksaan laboratorium :

74

rendah tetapi ditoleransi; contoh pasien tidak menunjukan gejala sampai Hb di bawah 7. 2. Jumlah trombosit, faktor pembekuan; 2. Penekanan pembentukan trombosit dan ketidakadekuatan kadar faktor III dan VIII mengganggu pembekuan dan potensial risiko perdarahan. Cat: perdarahan dapat menjadi sulit eratasi pada tahapakhir penyakit. 3. Kadar PT 3. Konsumsi protrombin abnormal menurunkan kadar serum dan mengganggu pembekuan. b. Berikan darah segar, SDM sesuai indikasi b. diperlukan jika klien menunjukan menunjukan gejala anemia simtomik, SDM kemasan biasanya diperlukan bila pasien

75

kelebihan cairan atau dilakukan dialysis. SDM washed digunakan untuk mencegah hiperkalemia sehubungan dengan darah yang disimpan. c. Berikan obat sesuai indikasi, contoh : 1. Sediaan besi, asam folat (folvite); sianokobalamin (betalin). 1. Berguna untuk memperbaiki gejala anemia sehubungan dengan kekurangan nutrisi karena dialysis. Cat : besi tidak boleh diberikan dengan ikatan fosfat. Karana menurunkan absorbs besi. 2. Simetidin (tegamet); ranitidine (zanac); antasida; 2. Berikan secara profilaktik untuk menurunkan/menetralkan asam lambung dan untuk menurunkan perdarahan GI. 3. Hemastatik/penghambat fibrinolisis, contoh asam aminokaproik (amicar); 3. Menghambat perdarahan yang tidak reda secara spontan/berespon terhadap

76

pengobatan biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Crwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Gale, D. 2000. Rencanca Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC Harrisson. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 4. Jakarta: EGC Martono dan Pranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmajo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi 13). Jakarta : EGC Nursalam, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : EGC Patricia A Potter, Anne Griffin Perry: Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 1 & 2 edisi 4: Jakarta, EGC 2005 Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Potter, Patricia A, & Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume I. Jakarta: EGC Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

77

Reeves, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 2. Jakarta: EGC Stocklarger, Jaime L. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC Swearingen. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC WEB : Gagal Ginjal Kronik pada Lansia. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/830-gagal-ginjal-kronik-pada-lansia (online). [diakses 28 Maret 2012]

http://indonesiaindonesia.com/f/10892-gagal-ginjal-kronis/

78

Вам также может понравиться