Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB IV PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Pelabuhan di Kepulauan Sulsel dan pelabuhan Kolaka Provinsi Sulawesi Selatan memiliki perairan yang luas yang membutuhkan

prasarana dan sarana transportasi laut yang mampu menjangkau seluruh wilayah provinsi. Salah satu prasarana transportasi laut yang penting adalah pelabuhan. Dimana Pelabuhan sebagai salah satu bagian sistem transportasi wilayah secara umum yang berguna sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah. Deskripsi karakteristik pelabuhan mencakup wilayah administrasi provinsi kepulauan Sulsel dirinci masing-masing wilayah kota/kabupaten. Analisa berupa telaah untuk mengetahui sistem yang terjadi di internal Provinsi Kepulauan Sulsel dan sekitarnya. Secara umum terdapat 16 pelabuhan baik pelabuhan nasional, regional, dan lokal yang terdapat diprovinsi kepulauan Sulsel. Adapun pelabuhan yang terdapat di Sulawesi selatan yaitu, pelabuhan Benteng (Selayar), pelabuhan Jampea (Selayar), pelabuhan Bulukumba, Pelabuhan Bantaeng, Jeneponto, Sinjai, Tujuh-tujuh (Bone), Bajoe (Bone), Pattiro Bajo (Bone), Pelabuhan Biringkassi (Pangkep), Pelabuhan Awerrange (Barru),Pelabuhan Siwa (Wajo), Pelabuhan

IV-1

Palopo (Palopo), Pelabuhan Malili (Luwu Timur), Pelabuhan Makassar (Makassar), Pelabuhan Pare-Pare (Pare-Pare). Daerah yang menghubungkan Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tenggara dalam hal ini kota Kolaka salah satunya adalah Pelabuhan Palopo. Wilayah Kota Palopo yang berbatasan langsung dengan laut menjadikan Palopo sebagai salah satu kota dermaga di Provinsi Sulawesi selatan. Volume bongkar muat barang angkutan dalam negeri pada tahun 2008 mencatat 173.604 m dan 43.237 ton pada pelayaran umum sedangkan pada pelayaran rakyat volume bongkar tercatat sebanyak 8.151 m. Untuk daerah Sulawesi Tenggara sebagian besar wilayahnya adalah berupa kepulauan karena itu diperlukan angkutan laut sebagai alat transportasi dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Sehubungan dengan kondisi wilayah Sultra yang demikian itu, maka pemerintah Sultra dewasa ini mengupayakan berbagai jenis usaha pelayaran. Jenis-jenis usaha pelayaran yang sedang berpotensi di Sultra dewasa ini terdiri dari pelayaran umum, pelayaran rakyat, pelayaran cepat, angkutan penyebrangan, dan pelayaran nusantara. Disamping itu sesuai kebutuhan telah berkembang pula jenis pelayaran lain yang disebut pelayaran khusus. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah dengan adanya peningkatan ini adalah dengan adanya peningkatan aktivitas masyarakat sehubungan dengan terbukanya kegiatan social ekonomi dan pemerintahan dari dua kabupaten yang terbentuk.

IV-2

Gambar 4.1 Peta lokasi pelabuhan

IV-3

Adapun ukuran kapal barang-penumpang 178 GRT yang telah diperoleh yaitu dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Data spesifikasi Kapal 178 GRT Dimensi LOA Lebar (B) Tinggi (H) Vs Kapasitas muat Jumlah ABK Mesin utama Mesin Bantu GRT Ukuran 31,50 5,4 2,5 25 160 8 2 x 785 2 x 75 178 Satuan M M M Knot Orang Orang kw Ehp Ton

Sumber : PT Minanga Gassing Sulawesi

IV-4

4.2 1)

Perkiraan Biaya-Biaya Kapal Biaya Investasi Kapal Dari data yang diperoleh dari pihak pemilik kapal untuk jenis kapal cepat,

harga kapal adalah Rp. 4,200.000.000,-/GRT (2007). Jadi biaya investasi kapal adalah sebagai berikut: Po = Harga kapal pada tahun 2008 = Rp. 4,200.000. 000,- untuk 178 GRT 2) Biaya Depresiasi Kapal Biaya depresiasi (Penyusutan) dapat dihitung dengan metode Straigh Line. Pada model ini depresiasi dianggap sama tiap tahun.

Bik Y
n

Dimana : Bik Y = Biaya Investasi kapal sebesar Rp. 4.200.000. 000,= Nilai Sisa, yaitu 10 % investasi = 10 % x Rp. 4,200.000. 000,= Rp 420.000. 000,n = Umur ekonomis kapal 25 tahun

IV-5

Maka : D 3) = Rp 151.200.000 ,-/tahun

Biaya Operasional Kapal Di Laut 1. Biaya bahan bakar dihitung berdasarkan pemakaian bahan bakar selama operasi. Komponen pemakaian bahan bakar di kapal terdiri dari pemakaian bahan bakar pada mesin utama dan mesin bantu untuk penerangan, pompa-pompa, mesin jangkar, mesin kemudi, dan lainlain. Besarnya pemakaian bahan bakar tersebut ditentukan oleh

lamanya waktu kapal di laut dan dipelabuhan, sebagai berikut: ( Dimana: MCR = Maximum Continous Rating (daya nominal mesin induk/bantu yang dihitung sebesar 0.80 s/d 0.95 x HP) SFOC = Spesific Fuel Oil Consumption SFOC dihitung atas dasar kondisi mesin baru dengan toleransi kebutuhan sebesar 185 gr/hp/jam. Mengingat kapal tidak baru lagi dan karena penuaan mesin, konsumsi bahan bakar berdasarkan SFOC diperhitungkan adanya kenaikan sebesar 10 persen. ) ton/hari

IV-6

Hp

= Daya mesin utama (Kw) = 585,61 Kw (menggunakan 2 mesin utama)

1Kw

= 1,340483 Hp

585,610 Kw = 785 HP HP = Daya mesin Bantu (Kw) = 55,95 (karena menggunakan 2 mesin bantu) 1 Kw = 1,340483 Hp 55,95 Kw S V = 75 HP

= Jarak Pelayaran = 120 mil = Kecepatan kapal = 25 Knot ts =


S V

ts Maka :

= 120/25 = 4,8 Jam

( =( Wfl = 0,464 Ton )

1 Ton = (1*1000)/0.85 = 1176 Liter 0,464 Ton = 546,023 Liter

IV-7

Untuk kebutuhan bahan bakar minyak untuk mesin bantu (WFP) dihitung dengan memakai rumus yang sama dengan jumlah mesin bantu distandarkan sebanyak 2 (dua) unit, dengan perhitungan satu unit cadangan dan satu unit yang lainnya jalan terus. Maka : ( = ( Wfp 1 Ton = 0,059 Ton = (1*1000)/0.85 = 1176 Liter = 69,930 Liter ) )

0,059 Ton

Konsumsi bahan bakar pertahun (KB) adalah total konsumsi bahan bakar dikali frekuensi pelayaran dalam setahun (f). ( Dimana : F = Frekuensi pelayaran = 144 pertahun (Perhitungan frekuensi pelayaran dapat dilihat pada lampiran 1) = Pemakaian bahan bakar mesin induk = Pemakaian bahan bakar mesin bantu IV-8 )

Maka : ( = ( = 88.6697,17 Liter Biaya bahan bakar pertahun (BB) adalah total konsumsi bahan bakar per tahun (KB) dikali harga bahan bakar diesel (HB) . B 83.669,17 Liter ) )

Harga bahan bakar perliter adalah Rp. 4783 (PT. Pertamina : 2008), sehingga biaya bahan bakar dilaut dalam setahun adalah : Rp. Biaya minyak pelumas; dihitung berdasarkan jumlah pemakaian minyak pelumas mesin utama dan mesin bantu. Kebutuhan minyak pelumas dihitung sebesar 2 gr/hp/jam dengan toleransi kebocoran sebesar 10 persen. Adapun rumus perhitungan kebutuhan minyak pelumas berdasarkan Pedoman

Perhitungan Perkiraan Harga/Biaya Subsidi Pengoperasian Kapal Cepat adalah sebagai berikut:

IV-9

( dimana:

ton/hari

SLOC = Konsumsi spesifik minyak pelumas. Dihitung sebesar 2 gr/hp/jam untuk mesin utama dan mesin bantu dengan asumsi toleransi kebocoran sebesar 10 persen. Maka : ( ( WLI 1 Ton 0,001 Ton Ton (1*1000)/0.85 = 1176 Liter Liter ) )

Kebutuhan minyak pelumas untuk mesin bantu (WFP) dihitung dengan memakai rumus yang sama dengan jumlah mesin bantu distandarkan sebanyak 2 (dua) unit, dengan perhitungan satu unit cadangan dan satu unit yang lainnya jalan terus. ( ( WLI Ton ) )

IV-10

1 Ton 0.00051 Ton

(1*1000)/0.85 = 1176 Liter Liter

Konsumsi minyak pelumas dalam setahun (ML) adalah jumlah pemakaiann minyak pelumas dikali frekuensi pelayaran pertahun (f). ( Dimana : F = Frekuensi pelayaran = 144 pertahun (Perhitungan frekuensi pelayaran dapat pada lampiran 1) = Pemakaian minyak pelumas mesin induk = Pemakaian minyak pelumas mesin bantu Maka : ( ( ) ) Liter Biaya minyak pelumas pertahun (BL) adalah jumlah pemakaian minyak lumas pertahun (ML) dikali harga minyak pelumas (HL). dilihat )

IV-11

Harga minyak lumas adalah Rp. 9087,-/liter (PT. Pertamina : 2008), sehingga Rp 2. Biaya Air Tawar Biaya air tawar dihitung berdasarkan kebutuhan air tawar di kapal selama pelayaran. Besar kebutuhan air tawar dihitung berdasarkan jumlah penumpang dan awak kapal serta lama pelayaran. Kebutuhan air tawar untuk awak kapal dihitung sebesar 200 liter/orang/hari sedang untuk penumpang sebesar 150 liter/orang/hari. Dengan demikian total kebutuhan air tawar dapat dihitung sebagai berikut: (liter) dimana: P = Jumlah penumpang + ABK = 160 Penumpang + 8 ABK = 168 Orang Zfw = Kebutuhan air tawar per orang per hari total biaya minyak lumas dalam setahun adalah :

IV-12

= 150 liter/orang/hari ts = Waktu pelayaran = 1,5 hari = 36 Jam Sehingga : (liter)

liter/orang/hari Ton/orang/hari Biaya pemakaian air tawar selama setahun diperoleh dengan mengalikan jumlah air tawar yang dibutuhkan dalam satu round trip (Wfw) dengan frekwensi pelayaran (f) dikalikan dengan harga air tawar atau dapat dituliskan sebagai berikut:

dimana: Hfw = harga air tawar per liter Sehingga :

IV-13

3. Biaya ABK Komponen ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh operator sebagai gaji kepada ABK yang mengoperasikan kapal. Tabel 4.2 Daftar Gaji ABK Perbulan No Jabatan Jumlah (Orang) 1 2 3 4 5 6 7 8 Nahkoda Juru Mudi 1 Juru Mudi 2 Kelasi Pelayan KKM Masinis I Masinis II Total 1 1 1 1 1 1 1 1 8 Gaji/BuLan (Rp) Rp 5.179.000 Rp 3.478.000 Rp 3.478.000 Rp 2.978.000 Rp 1.253.000 Rp 3.778.000 Rp 2.878.000 Rp 2.878.000 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Total (Rp) 5.179.000 3.478.000 3.478.000 2.978.000 1.253.000 3.778.000 2.878.000 2.878.000 25.900.000

Sumber : Kapal fiber Minanga Express 05, 2009

Total gaji ABK dalam setahun adalah = 12 x Rp. 25.900.000 = Rp 310.800.000

IV-14

Biaya makan untuk ABK adalah Rp.15.000/orang/hari (berdasarkan PT.Gassing sulawesi tahun 2009) Total biaya makan ABK dalam setahun adalah : = Rp. 900.000 x 12 = Rp Jadi total biaya ABK dalam setahun adalah : BABK = Gaji ABK + Biaya makan ABK = Rp. 310.800.000,- + Rp. 10.800.000,= Rp 321.600.000,-/ tahun 4. Biaya Reparasi, Maintanance and Supply (RMS) Besarnya biaya ini untuk tahun pertama diasumsikan sebesar 5% dari biaya investasi kapal (harga kapal). Adapun besarnya biaya ini pada tahun 2012 adalah : BRMS I = 5% x Rp 321.600.000,= Rp 16.080.000,10.800.000,-

Menurut (Jinca, 2002) total biaya RMS II adalah sebagai berikut : BRMS II = 1.297 x BRMS I = 1.297 x Rp 16.080.000,-

IV-15

= Rp

20.857.760,-

Untuk tiap tahunnya biaya RMS mengalami peningkatan berdasarkan fungsi waktu. 5. Biaya Asuransi Biaya Asuransi kapal berdasarkan informasi dari PT. Minanga Gassing Sulawesi ditetapkan sebesar Rp 50.000.000,-/ tahun 6. Biaya Manajemen Besar biaya ini diperkirakan oleh perusahaan sebesar 10% dari total, minyak pelumas, perbaikan dan pemeliharaan, ABK dan biaya asuransi. BM = 10% x (BML+ BABK + BRMS + BA) = Rp 39.902.336,04 -/ tahun

4)

Biaya Operasional Kapal Di Pelabuhan Dalam penyediaan fasilitas pelabuhan guna penempatan pelayanan jasa

pelabuhan, pemerintah melalui keputusan Menteri Perhubungan tentang mekanisme pengaturan tarif dan formulasi perhitungan tarif pelayanan jasa kepelabuhanan. Ukuran standar dalam pembebanan biaya jasa kepelabuhanan adalah GRT kapal. Berdasarkan keputusan Direksi Perhubungan No. 6 Tahun 2009 tanggal 16

IV-16

Januari 2009, tarif jasa pelabuhan yang dibebankan pada kapal sebagai pemakai jasa adalah : 1. Biaya Tambat (BT) Tarif tambat sebesar Rp. 15/GRT/etmal Maka besar biaya tambat dalam setahun adalah : BT = GRT x Rp. 15 x f x 1/6 etmal = 178 x Rp. 15 x 144 x 4 x 4 = Rp 6.151.680,-/tahun 2. Biaya Labuh (BL) Tarif labuh sebesar Rp.20/GRT/f Maka besar biaya labuh dalam setahun adalah : BL = GRT x Rp. 20 x f = 178 x Rp. 20 x 144 = Rp 512.640,- x 4 = Rp 2.050.560,-/tahun Jadi total jasa kepelabuhanan di Pelabuhan dalam setahun adalah; BOP = BT + BL = Rp 8.202.240,-/tahun

IV-17

Biaya Operasional Kapal (BOK) maerupakan penjumlahan dari biaya operasional kapal dilaut dengan biaya operasional kapal dipelabuhan, dengan demikian total biaya pengoperasian kapal dalam setahun diuraikan seperti pada tabel 4.3 Tabel Biaya Operasional Kapal (BOK) Pertahun
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 URAIAN BIAYA BAHAN BAKAR BIAYA MINYAK PELUMAS BIAYA AIR TAWAR BIAYA ABK BIAYA BAHAN MAKANAN BIAYA MAINTANANCE AND SUPPLY BIAYA ASURANSI BIAYA MANAJEMEN BIAYA PELABUHAN TOTAL BIAYA (Rp) 424.238.578 11.343.360 161.935.200 544.800.000 10.800.000 36.030.660 50.000.000 39.902.336 8.202.240

1.053.252.374

Sumber : Pengolaan Data

IV-18

4.4

Perhitungan Tarif Minimal Dan Load Faktor Setelah biaya tahunan dan biaya investasi awal diketahui, maka

selanjutnya dapat dihitung berapa tarif minimal yang bisa dikenakan kepada tiap penumpang, untuk itu hal-hal yang pelu diperhatikan adalah: a) Tingkat suku bunga (I) Tingkat suku bunga yang berlaku adalah 10% b) Umur Ekonomis Kapal Pada penentuan umur ekonomis kapal ini, penulis berpedoman terhadap peraturan pemerintah yang ditetapkan, yakni bahwa umur ekonomis kapal yang baik adalah 25 tahun. Diketahui bahwa kapasitas kapal pertahun (C) dengan load factor penumpang kurang dari 50% dengan frekuensi pelayaran sebanyak 144 kali dengan kapasitas kapal penuh (p) 160, maka dengan menggunakan persamaan di dapat : C = P x frek = 11.520 Sedangkan biaya operasional kapal setahun (AAC) adalah 1.347.688.162 biaya investasi kapal (P) Rp. 4.200.000.000 , dan koefisien (Crf) adalah 0.11017, maka tarif minimal kapal dapat dihitung sesuai dengan persamaan : ( )
( )

IV-19

= 131.594 Maka tarif minimal yang harus ditetapkan perusahaan pada kapasitas penumpang pada load factor 50% adalah Rp 131.594 Load Factor) (%) 100 95 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 Tarif Minimal (Rp) 65,797 69,260 77,408 82,246 87,730 93,996 101,226 109,662 119,631 131,594 146,216 164,493 187,992 219,324 263,189 263,189 438,648 657,972 1,315,943 Jum. Penumpang (orang) 160 152 136 128 120 112 78 96 88 80 72 64 56 48 40 32 24 16 8

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

IV-20

IV-21

Вам также может понравиться