Вы находитесь на странице: 1из 12

1

BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pandangan Islam Terhadap Peran Politik
Suatu titik awal yang umum bagi semua gagasan peran politik perempuan adalah
kelomp[ok yang tidak beruntung di bandingkan dengan pria dan bahwa ketidak
beruntungan itu bukanlah suatu akibat alamiah dan tidak terelakkan dari perbedaan
biologis tetapi sesuatu yang harus di tantang dan di ubah. Karena tindakan ini
merupakan cara pandang situasi sebagai isu politik. Kalau kita menoleh sejarah
politik islam, ternyata peran politik perempuan pada masa itu sungguh luar biasa,
islam besar karena di topang oleh kehadiran khadijah.yang menghabiskan
kekayaannya untuk hanya untuk membesarkan islam. Selain itu orang yang pertana
mengucapkan kalimat tauhid setelah nabi adalah khadijah, ini berarti keikut sertaan
perempuan dalam berpolitik itu sangat penting.
Namun terjadi kontroversi pemahaman dan penafsiran tentang kebolehan seorang
perempuan menjadi pemimpin dalam suatu negara ( al-amamah al-uzhmah) antara
ulama tradisional dan ulama kontemporer. Ulama tradisional cenderung konservatif
menolak kepemimpina perempuan, sedangkan ulama kontemporer agaknya
mengambil posisi membolehka.
1. Ulama yang Menolak
Ibnu Hajar Al- Asqalani mengutip al khattabiy berpendapat bahwa dalam
hadist ini perempuan tidak boleh menjadi pemimpin atau hakim sebagaimana
tidak boleh menikahkan oran lain. Pelarangan ini didasarkan, disamping alasan
mereka dilarang menjadi pemimpin diluar rumah tangga, juga QS An-Nisa (4):
34,2) hadis yang mengatakan bahwa akal wanita kurang cerdas di banding denga
laki-laki, begitu pula keberagamannya. Dan 3 hadis yang sedang di bahas.

2
Senada dengan argmentasi di atas, ibnu katsir mengatakan bahwa, laki-
laki lebih utama dari perempuan dengan sendirinya (finafsiti) laki-laki lebih
utama daripada perempuan dengan dan harus memberikan kelebihannya itu.
Karena itu, tetaplah mereka menjadi pemimpin bagi perempuan seperti firman
allah swt (QS AN-Nisa (4) ayat 43).
N~E}@O-
]ON`O~ O>4N
g7.=Og)4-
Artinya: kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,

Bahkan ketika ibnu katsir menafsirkan ayat ini ia mengutip hadist rasulullah
saw tentang kepemimpinan wanita. Al-qurtubi mengemukakan hal yang serupa,
meskipun dalam bahas yang berbeda.
2. Ulama Yang Membolehkan
Secara universal yang membolehkan lebih banyak kategori yang akan
datang (kontemporer). Sebenarnya yang banyak melatar belakangi argumentasi
semacam ini adalah asbab al-nuzul ayat al-Quran (Qs:An-Nisa (4) : 34), padahal
hal ini dinilai sebagai kasuistik saja. Penafsiran dikaitkan pada redaksi hadits
menurut sebagian ulama tidak dapat menjadikan alasan unftuk menghalangi
perempuan menjadi pemimpin.
Menurut Qasim Amin, bahwa kondisi perempuan dalam masyrakat pada
waktu itu memiliki derajat di bawah laki-laki. Wanita sama sekali ttidak di
percaya memegnag peran yang di anggap mampu mengurus kepentingan

3
masyrakat dan negara. Keadaan seperti inilah yang berkembang dalam masyrakat
persia termassuk juga di Jazirajh Arabiyah.
Di sisi lain, alQuran juga mengajak umatnya blaki-laki atau perempuan
agar bermusyawarah, melalui pujian tuahn pada mereka yang selalu
melakukannya, Allah swt berfirman dalam AlQuran Surah ASY-Syuura (42) ayat
38 yang berbunyi:


Artinya: urusan mereka diselesaikan dengan musyawarah.
Sekedar hanya untuk merespon kembali informasi Al-Quran kerajaan
saba juga pernah dipimpin oleh seorang ratu Bulgis, yang kemudian Allah
menggelari negaranya sebagai baldatun Thayyibatun baldatun warrabbun al
gafur. Mengapa justru bukan negara kekuasaan Sulaiman as padahal
sebelumnya ia adalah seorang penyembah.
Al-Quran sendiri memberi peluan yang sama kepada kaum wanita dan
kaum laki-laki untuk melakukan berbagai amal kebajiakan. Dan dalam keadaan
wanita telah memiliki kewibwaan dan kemampuan untuk memimpin, maka tidak
ada slahnya wanita dipilih dan di angkat sebagai pemimpin. Dengan demikian
hadist diatas harus dipahami secara kontekstual sebab kandungannya petunjuknya
bersifat temporal.
3. Analisis Fiqh Al-Hadist
Hadist tersebut mengandung sabda kenabian yang saral dengan pesan-
pesan yang sangat mendalam dan luhur.

4
Elaborasi secara mendalam terhadap hadist tersebut telah banyak dilakukan
oleh para ulama yang salaf (tradisional) maupun khalaf (kontemporel) ada yang
cenderung kepada pemahaman yang kenservativ ada pula yang liberal walupun
demikian sepatutnya generasi sekarnag harus angkat topi kepada mereka yang
telah berani memberikan interpretasi meskipun terkadang kontroversi dengan
yang lain.
Apalagi hadist ini tidak mengandung perintah (amar) yang menjadi
penyebab untuk berlaku wajib dilaksanakan, tetapi hanya memuat informasi
berita (khabariyah)
Pada sisi lain, asbab ,al warud,hadist ini sangat kasulistikdan temporal
tidak berlaku universal dan umum. Bukanlah kejadian kasuistik tidak dapat
ditarik kepada wilayah yang bersifat umum atau sesuatu yang temporal tidak bisa
dipaksakan menjadi universal.
Dari hadist ini juga tidak ada perintah yang secara jelas (syarih) adanya
amar dari nabi saw ketidakbolehan perempuan unutk menjadi pemimpin, apalagi
ulama yang berpendapat seperti itu mengaitkannya pada Qs. An-Nisa (4):34.
Padahal ayat ini menggambarkan kepemimpinan domestik bukan publik.
Ditambah lagi realitas sejarah islam yang pernah dipimpin oleh pemimpin
perempuan.
B. Perempuan Dalam Gerakan Politik
Berpolitik merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan seluruh
kaum muslimin tanpa pengecualian mereka harus saling bahu membahu dan
bekerja sama dalam memperhatikan dan memajukan masyarakat kaum
muslimin.

5
Allah telah menciptakan manusia dua jenis yaitu, laki laki dan
perempuan untuk hidup bersama dalam suatu masyarakat. Dan keduanya pun
diberi potensi yang sama yakni berupa potensi akal dan terjun kedalam kancah
kehidupan karena keduanya diciptakan oleh allah untuk saling bekerja sama.
Namun harus dipahami pula keterlibatan perempuan dalam aktivitas
politik atau terjun dalam aktivitas politik bukanlah agar mereka menguasai
suatu posisi tertentu dalam masyarakat atau suara mereka didengar oleh umat
masyarakat akan tetapi harus dipahami bahwa esensi kiprah politik perempuan
adalah bagian dari kewajiban yang datang dari Allah SWT dan juga
sebagaimana bentuk tanggung jawabnya terhadap masyarakat ( Saidah, 2003 :
149 : 150 ).
1. Islam Dan Gerakan Politik
Islam diwahyukan pada waktu ketika banyak orang yang
mengingkari kemanusiaan perempuan, beberapa meragukannya dan meski
ada yang menyukai mereka menganggap perempuan sebagai mahluk yang
diciptakan untuk melayani laki laki dengan merendahkan dirinya.
Dengan kedatangan islam, keadaan menjadi membaik bagi
perempuan, matabat dan kemanusiaan perempuan kembali
dipulihkan.Islam menegaskan kemampuan perempuan perempuan untuk
melaksanakan perintah perintah allah serta tanggung jawabnya sebagai
mahluk ciptaannya dan keptuhannya atas perintah tersebut yang akan
mengantarnya ke surga.Islam menganggap perempuan sebagai manusia

6
yang berharga dengan berbagai peran dalam kemanusiaanya yang setara
dengan laki laki ( Qardawi . 2003 : 12 ).
Islam pun menetapkan perempuan pada posisi yang sama dengan
laki laki yaitu dari hakikat perempuan dalam rangka peningkatan
kualitas kemanusiaan. Dan islam pun juga mengajarkan bahwa baik
perempuan maupun laki laki mendapat pahala yang sama atas amal
shaleh yang dibuatnya serta islam tidak mentolerir adanya perbedaan dan
perlakuan yang tidak adil antara manusia (AL.Shodik, 2003 : 75).
Begitu pun juga dalam gerakan politik tidak membedakan antara
laki laki dan perempuan karena perempuan juga sebagai anggota
masyarakat dalam melakukan suatu pekerjaan di luar rumah itu adalah sah
dalam batas batas dan syarat syarat tertentu dan sesuai dengan
kemampuannya dengan tidak menghancurkan kewanitaannya.
2. Pandangan Islam Tentang Politik Perempuan
Islam memandang bahwa perempuan dan laki laki adalah
sama.Allah telah menempatkan secara adil agar keduanya dapat hidup
berdampingan ditengah tengah masyarakat. Bahwa Allah telah
menciptakan pada keduanya rasa ketergantungan satu sama lain karena
kelangsungan hidup generasi berikutnya bergantung kepada keduanya di
muka bumi.
Sesungguhnya islam tidak pernah melarang terhadap perempuan
untuk berolitik, namun hanya saja disadari tidak pada aspek budaya umat
serta dalam politik, ataupun pada sisi yang terkadang kompetensi

7
perempuan masih menjadi kendala dalam urusan politik. Namun yang
pasti islam tidak pernah membatasi perempuan dalam urusan ekonomi,
sosial dan politik.
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Peran Perempuan dalam Gerakan Politik
1. Faktor Pendukung
Terbukanya iuran demokrasi serta merta membuka ruang bagi
keterlibatan publik (civil engagement) dalam proses pengambilan kebijakan.
Hak-hak rakyat secara menyeluruh mendapat proxsy yang lebih luas dan berarti.
Wacana demokrasi tidak dapat di pungkiri pengaruhnya terhadap perkembangan
gerakan perempuan dalam arena politik, baik pada level masyarakat maupun
negara.
Issu global mengenai keseteruan gender merupakan pertimbangan
utama bagi elit-elit politik dalam melibatkan perempuan wal hasil semua
partai-partai harus menjaga public image melalui perlibatan komunitas
perempuan di dalamnya (Alshadiq, 2003:56)
2. Faktor Penghambat
Mengenai hambatan-hambatan perempuan dalam interaksi politik adalah
persoalan yang fisik klasik yang sering di komentari dari dulu hingga
sekarang.
a. Faktor Biologis
Yang dimaksud adlah perempuan mempunyai naluri melahirkan,
menyusui, dan perannya sebagai ibu rumah tangga sehingga dalam
beraktivitas terutama dalam kancah politikn sangat terbatas di akibatkan
oleh faktor biologis yang mereka miliki. Belum lagi struktur fisik yang
lemah daripada laki-laki sementara di dalam ahtivitas pilitik sangatlah di

8
butuhkan tenaga yang ekstra untuk memberikan pelayanan terhadap
seluruh lapisan masyrakat tanpa melihat statu sosialnya.
b. Interaksi sosial
Perkembangan gerkan perempuan di banyak negara termasuk indonesia
masih menemukan hambatan klasik dan struktur sosial yang terlanjur
didominasi oleh oleh paradigma yang mengundur estimate perempuan.
Dampaknya gerkan perempuan harus melalui perjuangan berat agar tetap
bisa aksis dan terus memalingkan peran-peran strategisnya dalam
membangun demokrasi.
Image sosial mengenal perempuan sebagai ibu rumah tangga dan
penaggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya, mengarah
kepada lahirnya kekeliruan dalam memakai peran publik kaum
perempuan, termasuk dalam kancah politik, perempuan selalu di
tempatkan pada posisi berhadap-hadapan bahkan bersebrangandengan
aktivittas di luar keluarga.

D. Kompetensi dan Keterbatasan dalam Ruang Geraknya.
Kompetensi perempuan (women compotence) juga acap kali menjadi alasan
mengapa ruang gerak perempuan dalam wilayah publik mengalami pembatsan
(limitation) meki tidak cukup berkesan, akan tetapi pandanagn mengenai fisik
perempuan merupakan pandangan yang dianut secara luas dan telah melalui proses
sejarah yang cukup panjang. Akibatnya kaum perempuan lagi-lagi harus bertarung
melawan sejarah yang berjalan tidak seimbang (ambipalanco).
Masih banyak hambatan yang harus dihadapi perempuan dalam usaha
mereka membangun sebuah masyarakat yang gemar akan keadilan. Budaya sistem

9
sosial,sistem politik menjadi tembok penghalang yang kokoh dalam partisipasi
perempuan. Olehnya itu di butuhkan usaha keras yang lebih strategis agar dapat
mengubah kondisi tersebut . wilayah strategis yang dimaksud adalah perempuan
harus memasuki dan punya andil dalam wilayah pengambilan kebijakan. Artinya
perempuan harus masuk dalam tatanan kekuasaan atau legislasi dengan memperkuat
kontrol terhadap kebijakan yang bisa merugikan perempuan.




















10
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir dari perbincangan skripsi yang sederhana ini, maka
penulis akan menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hadist tentang kepemimpinan wanita ini berkualitas sahih, baik di tinjau dari
persfektif senad maupun dari matan hadist.
2. Asbab Al-urud al-hadist ini bermula dari peristiwa Abdullah kurir Nabi
Muhammad Saw yang menyampaikan surat ajakan unutk masuk islam kepada
kisrah palestina, tetapi raja tersebut menolak malahn ia merobek-robek. Kejadian
tersebut bermuara pada perang saudara yang mengakibatkan meninngalnya Raja,
sehingga di gantikan oleh anaknya yang perempuan.
3. Terjadinya kontriversi penafsiran terhadap hadist tersebut ada yang setuju ada
pula yang membolehkan. Ulama yang disebut pertama pada umumnya adala
ulama kontemporer atau khalaf, meskipun ini juga relatif.
4. Hadist ini bersifat temporal tidak terlalu universal, sebab peristiwa yang melatari
hadist ini sangat kasuistik, dan pesan yang terdapat didalamnya bukan perintah
(amar) melainkan Khabariyyah (benda). Sehingga akirasinya tidak dapat
menjustifisikasi untuk melarang wanita menjadi Sehingga akirasinya tidak dapat
menjustifisikasi untuk melarang wanita menjadi pemimpin. Ini juga sama pada
QS: An-Nisa (4) ayat 35. Ayat ini berfokus pada kepemimpinan demostik saja
bukan politik.
5. Meskipun demikian, seorang wanita yang ingin menjadi pemimpin yang dibekali
dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan managerial yang mantap. Jika tidak
demikian walaupun laki-laki juga tidak akan layak untuk menjadi pemimpin.

11
B. Saran-saran
Beberapa saran, untuk lebih memakami tentang urgensi pendidikan politik
perempuan menurut konsep islam, ini sanagat penting untuk dipahami karena
banyaknya polemik tentang sistem politik islam, agar tidak terjadi pembiasaan maka
penulis menyarankan bahwa:
1. Perlu pembinaan yang kontiniu berupa penkajian tentang poilitk perempuan
dalam pandangan islam.
2. Para pemerhati politik perempuan perlu proaktif melakukan penjaringan
informasi dengan membuat perangkat-perangkat keberhasilan dalam politik yang
tidak terlepas pada konteks islam yang berdasarkan Al-Quran dan AS-Sunnah.
3. Perlunya pengelolaan saran pendukung bagi kegiayan penigkatan politik
ditengah-tengah masyarakat.
4. Sangat diharapkan organisasi islam seperti Muhammadiyah agar melakukan
klasifikasi kader yang jelas tentang kader umat, kader bangsa dan kader
perserikatan sehingga tidak terjadi disocientasi kader yang tidak jelas.








12
Daftar Pustaka

Alquranul Karim
Abu Syuggah, Abdul Halim. Tahrir Al-Marah. Fi Ashri Al- Risalah diterjemahkan oleh
Chairul Halim dengan Judul kebebasan Wanita jilid II. Jakarta: Gema Insani.
Amin, Qasim.Tahrir Al-Marah. Kairo: Daral Marifah. T,tk.
Djaja, Tamar. Tuntunan Perkawinan dan Rumah Tangga Islam. Cet. II. Bandung Al-
Marah.; 1982
Hizbu Tahrir Indonesia. Perempuan dan Politik dalam Persfektif Islam. Jakarta: HT.
2003
Ismail, M.Syuhadi. Hadist Nabi yang kontektual dan konstektual: Telaah Maam Al-
Hadist tentang ajaran Islam yang universal temporal dan lokal. Cet. I. Jakarta :
Bulan Bintang, 1994.
Al-Maulana, M.A. Joda status dan peranan perempuan menurut islam. Cet. II. Semaran:
Rahmadtiani.1983.
Maududi, Abul Ala. Purdah and Status of Woman in islam di terjemahkan oleh Ahmad
Nur 2 dengan judul Al-Hijab Status Wanita dalam Islam cet. I. Bandung : Risalah,
1984.

Вам также может понравиться