Вы находитесь на странице: 1из 21

Muhammad Hikmah Adha TB.

11267192
Introduksi Speleologi

Speleologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, spelaion yang berarti goa dan logos atau ilmu sehingga speleologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang goa-goa. Goa merupakan bentukan alami yang tidak bisa terlepas atau berdiri sendiri dari lingkungannya sehingga speleologi merupakan ilmu tentang goa dan lingkungannya. Menurut IUS (International Union of Speleology), cave atau goa yaitu setiap ruang bawah tanah yang dapat ditelusuri/ dimasuki manusia. Oleh karena itu, caving adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia terhadap goa dan lingkungan goa. Ada tiga istilah yang sering digunakan oleh para penelusur goa yaitu speleologi (sering digunakan oleh orang Eropa), spelunking (oleh orang Amerika) sedangkan caving (oleh orang Inggris). Namun dalam beberapa kasus ketiga istilah ini memiliki arti tersendiri sesuai dengan aktivitas yang dilakukannya dalam lingkungan gua. Caving lebih sering digunakan untuk kegiatan yang dilakukan untuk sebuah hobi seperti wisata atau adventure. Spelunking lebih sering digunakan dalam pekerjaan di dalam tambang. Sedangkan speleologi digunakan dalam kegiatan penelusuran gua yang terkait dengan kegiatan yang bersifat ilmiah.

Ruang lingkup kegiatan Penelusuran Gua dapat dirangkum sebagai berikut :

Kegiatan Olahraga (High Risk Sport) Kegiatan penelusuran gua sebagai olah raga bersifat adventurir (petualangan). Dalam hal ini setiap penelusur goa dituntut memiliki keberanian, kemampuan fisik dan mental yang baik, peralatan yang standar serta teknik dan ketrampilan penelusuran goa dengan baik pula. Bila hal-hal tersebut diabaikan maka lebih baik tidak berkecimpung dalam kegiatan ini, karena ini termasuk dalam jenis olahraga yang memiliki resiko tinggi (high risk sport).

Teknik dasar olah raga Caving tidak jauh berbeda dengan rock climbing, hill walking, mounteneering, renang, menyelam dan bahkan arung jeram. Untuk itu, tiap penelusur goa harus menguasai teknik dasar tersebut, dan minimal mengetahui masalah self rescue (PPPK) karena medan goa lebih terisolir dari dunia luar dan memiliki variasi medan yang beragam seperti aliran air yang deras, danau, air terjun, tebing-tebing terjal. Kegiatan Ilmiah Kegiatan ilmiah dalam caving mencakup berbagai disiplin ilmu seperti : Biospeleologi, Hidrologi, Geomorfologi, Kartografi, Karstologi, Speleologi hingga Fotografi. Di negara-negara Eropa dan Amerika, kegiatan ilmiah caving sudah berkembang dan umumnya para penelusur goa disana adalah ilmuwan. Di Indonesia sendiri, kegiatan ilmiah caving telah memiliki perkembangan yang baik dan telah dilakukan oleh para ilmuwan maupun para petualang muda kita. Kegiatan Wisata (Tourism) Termasuk Wisata Budaya. Kegiatan wisata goa sudah ada sejak tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis dari Austria meninjau goa Adelsberg yang terletak di Yugoslavia dan kemudian seorang wiraswastawan yang bernama Josip Jersinovic mengembangkannya sebagai tempat wisata dengan cara mempermudah jalan mencapai goa dengan memberi penerangan dan pengunjung dikenai biaya masuk. Di Indonesia, wisata goa masih banyak dipengaruhi oleh kegiatan mistik dan magis. Namun, perlu diketahui bahwa wisata goa yang berlebihan dan yang terlalu mengekploitasi goa perlu dicegah. GUA dan Lingkungannya Goa merupakan celah dan sistem rekahan (fisure and crack system) yang umumnya terbentuk pada batuan gamping (limestone), tetapi dapat pula terbentuk pada batuan beku vulkanik, batu gypsum, batuan garam, batu pasir, es, gletser dan pada tebing terjal atau danau. Goa-goa tersebut dinamakan goa sandstone, goa es, goa gletser dan goa litoral. Dibagi 2 jenis gua yaitu : Goa Vulkanik Lingkungan Gua vulkanik masih jarang dijumpai. Gua vulkanik terjadi sebagai akibat adanya aktivitas vulkan diantara aktivitas magmatis. Sebagian besar gua yang terbentuk dalam lingkungan vulkanik merupakan suatu lava tube atau sisa dari saluran lava. Pada gua yang terbentuk di lingkungan vulkanik umumnya sangat minim dengan ornamen.

Goa Karst Terjadi karena proses pelarutan dan pengendapan. Proses pelarutan yang terjadi adalah jika air mengumpul didalam cekungan-cekungan di permukaan, maka pelarutan mulai berlangsung khususnya di sepanjang bidang perlapisan, kekar dan saluran lunak lainnya (Sweeting,1968). Menurut Sunarto (1989) memaparkan bahwa berlangsungnya pelarutan batu gamping sangat dipengaruhi oleh faktor tunggal yang penting, yaitu konsentrasi karbondioksida baik sebagai CO bebas maupun sebagai ion
2

HCO . sedangkan katalisator yang paling penting dalam proses pelarutan tersebut
3

adalah air hujan dan CO sehingga CO akan larut dalam air membentuk asam
2 2

karbonat (CaHCO ) yang akan membentuk kalsium bikarbonat yang merupakan


3

larutan berair dengan persamaan (Faniran dan Jeje, 1983) : H O + CO H CO


2 2 2

Air Karbondioksida asam karbonat H CO + CaCO Ca(HCO )


2 3 3 3 2

Batugamping kalsium bikarbonat

PENGERTIAN SPELEOGENESIS Speleogenesis berasal dari kata speleo yang berarti goa dan genesa yang berarti kejadian, sehingga speleogenesis merupakan cabang dari speleologi yaitu ilmu yang mempelajari rangkaian terjadinya atau terbentuknya suatu goa dan sistem perguaan mulai dari pembentukan awal suatu goa (cave inception) dan perkembangannya (cave development) dalam kurun waktu tertentu. Proses terbentuknya gua pada batuan beku (vulkanik) akan sangat berbeda dengan goa pada daerah karst (limestone). Dalam diktat ini speleogenesis lebih ditekankan pada goa-goa yang terbentuk di lingkungan Karst.

PROSES TERBENTUKNYA GOA Sampai saat ini ada berbagai macam teori tentang bagaimana goa karst terbentuk. Menurut W. M. Davis (1930) goa pertama kali dibentuk didalam zone freatik dibawah permukaan tanah. Menurut Lehman (1932) bahwa goa mulai terbentuk setelah ada ruangan pemula. Beberapa teori yang lainnya menyatakan bahwa terjadinya goa dimulai pada saat

terjadinya pelebaran rekahan oleh proses pelarutan (solusional). Proses pembentukan goa tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama (jutaan bahkan ratusan juta tahun), sehingga speleogenesis hanya dapat diterangkan secara teoritis. Teori tentang terbentuknya goa memang masih dalam perdebatan, namun dari berbagai macam teori tersebut, ada beberapa yang dapat diterima dan dipakai secara umum. Teori tersebut dikenal dengan teori klasik pembentukan goa walaupun kini banyak bermunculan teori modern yang menyanggah teori klasik tersebut. Secara umum, ada 3 teori yang umum digunakan yaitu Vadose Theory, Deep Phreatic Theory dan Watertable Theory. Vadose Theory Menyatakan bahwa goa terbentuk akibat aliran air yang melewati rekahan-rekahan pada batuan gamping yang berada diatas permukaan air tanah.Teori Vadose ini banyak didukung oleh Dwerry house (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott (1937) yang mempertahankan bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas watertable dimana aliran air tanah paling besar. Jadi, aliran air tanah yang mengalir dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara mekanis dengan pelarutan karbonat, yang bertanggung jawab terjadap perkembangan gua. Martel (1921) percaya bahwa begitu pentingnya aliran dalam gua dan saluran (conduit) begitu besar sehingga tidak berhubungan terhadap hal terbentuknya gua batu gamping sehingga tidak relevan menghubungkan batugamping yang ber-gua dengan dengan adanya water table, dengan pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah keseluruhan batuannya telah jenuh air.

Deep Phreatic Theory Menyebutkan goa terbentuk dibawah permukaan air tanah dimana pada rekahanrekahan terbentuk goa akibat proses pelarutan. Teori Deep Phreaticini banyak dianut oleh Cjivic (1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942) yang memperlihatkan bahwa permulaan gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi di kedalaman yang acak berada di bawah water table, sering kali pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan. Perkembangan perguaan giliran kedua dapat terjadi jika water table diperrendah oleh denudasi (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air tanah dan membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses kedua ini aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit merubah lorong gua oleh korosi

Watertable theory Menyatakan goa terbentuk dekat dan diatas permukaan airtanah sesuai dengan turunnya permukaan airtanah. Teori Water Table dianut oleh Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori (1941), dan Davies (1960) mendukung gagasan bahwa air yang mengalir deras pada water tabel adalah yang bertanggungjawab terhadap pelarutan di banyak gua. Eleveasi dari water table berfluktuasi dengan variasi volume aliran air tanah, dan dapat menjadi perkembangna gua yang kuat didalam sebuah zone yang rapat diatas dan dibawah posisi ratarata. Betapapun, posisi rata-rata watertable harus relatif tetap konstan untuk periode yang lama. Untuk menjelaskan sistem gua yang multi tingkat, sebuah water table yang seimbang sering dihubungkan dengan periode base levelling dari landscape diikuti dengan periode peremajaan dengan kecepatan down-cutting ke base level berikutnya Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya goa adalah fisiografi regional, sistem percelahan-rekahan, struktur dari batuan karbonat, tektonisme setempat, sifat petrologi dan kimiawi batuan karbonat, volume air yang melalui, jenis dan jumlah sedimentasi, runtuhan, iklim masa kini dan masa lalu, vegetasi diatas lorong, bentuk semula dari goa tersebut dan tindakan manusia.

LINGKUNGAN GOA

Lingkungan goa yang akan dibicarakan disini adalah lingkungan goa karst. Karst merupakan istilah yang diambil dari bahasa Slovenia (dahulu Yugoslavia) tepatnya didaerah Dinaric yang diambil dari istilah kar (batuan) dan hrast (oak) dan dipakai pertama kali oleh pembuat peta asal Austria tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah berbatuan kering tandus dan berhutan oak didaerah goa yang berada didekat perbatasan Yugoslavia dan Italia Utara (Moore & Sullivan,1978). Secara garis besar, lingkungan goa dapat dibagi menjadi dua yaitu eksokarst dan endokarst. Endokarst merupakan bentangan atau bentukan yang ada didalam/ dibawah permukaan seperti ornamen-ornamen goa dan eksokarst lebih ditekankan pada kenampakan diluar atau di permukaan. Bentukan eksokarst dapat digunakan sebagai identifikasi lingkungan goa, bentukan tersebut antara lain doline, uvala, singking creek, singking hole, conicalhills, polje, danau karst, natural bridge. Secara garis besar, karakteristik lingkungan goa mempunyai suhu yang relatif stabil dan menyesuaikan dengan suhu batuan goa, kelembaban relatifnya tinggi hampir mendekati 100% dan perbedaan tekanan udara disebabkan perubahan suhu, suhu naik tekanan akan turun dan sebaliknya.

Lingkungan goa mempunyai zonasi tersendiri yaitu : 1. Zone terang : bagian goa yang masih bisa menerima cahaya matahari secara langsung. Fluktuasi suhu dan kelembaban masih tinggi. 2. Zone Peralihan : bagian gua yang menerima cahaya matahari tetapi tidak secara langsung seperti dari pantulan dinding goa. Fluktuasi suhu dan kelembaban masih terjadi tetapi relatif tidak tinggi. 3. Zone gelap total : bagian goa yang sama sekali tidak ada cahaya (gelap abadi). Fluktuasi suhu dan kelembaban sangat kecil, relatif konstan.

Karakteristik lingkungan goa selain karakteristik fisik, lingkungan gua juga merupakan tempat hidup berbagai organisme baik tumbuhan ataupun binatang, organisme tersebut menggunakan goa untuk berbagai kebutuhan, ada yang menggunakan sebagai tempat hidup, diamana mereka dapat memenuhi siklus kehidupannya seperti makan, reproduksi atau berkembang biak, dan ada pula yang menjadikan goa sebagai tempat untuk istirahat sementara. Hewan-hewan yang hidup di lingkungan goa dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu : Trogloxene : Troglophile : hewan yang secara kebetulan berada dalam goa karena sebenarnya hewan tersebut asing terhadap lingkungan goa seperti musang, ular, nyamuk. hewan yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makanan di luar lingkungan goa seperti kelelawar dan walet. Hewan jenis ini hanya memanfaatkan goa sebagai tempat tinggal dan berlindung Troglobite (troglobion) : hewan ini keseluruhan siklus hidupnya terjadi didalam goa, sehingga memiliki sifat-sifat yang jauh berbeda dengan hewan-hewan yang ada di permukaan. Tandanya antara lain berpigmen sedikit, kulit tipis dan penglihatan tidak berfungsi dan menggantungkan sepenuhnya pada antena/ sungut.

Amblyphygi Tumbuhan biasanya banyak dijumpai di bagian mulut goa atau zone terang, karena tumbuhan memerlukan sinar matahari untuk dapat melangsungkan hidupnya.

ORNAMEN/DEKORASI GOA (SPELEOTHEM)

Kesepakatan dalam klasifikasi speleothem memiliki dua hirarki; form (bentuk) dan style (corak). Form adalah speleothem dengan bentuk dasar yang dapat membedakan berdasar pada perilaku pertumbuhan mineral atau mekanisme dasar deposisinya. Style adalah klasifikasi lanjutan dari form yang menjelaskan bentuk berbeda yang merupakan hasil dari perbedaan tingak aliran, tingkat deposisi, dan faktor lainnya. Daftar form speleothem menurut kesepakatan adalah: Form dripstone dan flowstone

Stalactite, stalagmite, draperies, flowstone sheet. Form Erratic

Shield, helictites, form botryoidal, anthodite, moonmilk. Form sub-aqueous Kolam rimstone, concretion dari berbagai macam, deposit kolam, deretan kristal.

Klasifikasi diatas dibatasi pada kelompok mineral tertentu, terutama karbonat. Namun, secara garis besar ada pengklasifikasian yang lebih sederhana yaitu :

Batu Alir (Flowstone) Yaitu ornamen gua yang terbentuk karena aliran air. Terdiri dari 1. Canopy : ornamen yang tumbuh pada dinding goa, berbentuk menyerupai setengah tudung payung, atau jamur terbentuk karena aliran air yang mengalir diatas batu yang menempel pada dinding goa. 2. Gordyn : ornamen yang menempel pada dinding goa, memanjang dari atas ke bawah dan berbentuk korden jendela. 3. Draperis : merupakan ornamen pada dinding goa yang menyerupai susunan gigi atau gergaji dibagian bawahnya. Merupakan gordyn yang bagian bawahnya terbentuk bentukan gergaji 4. Gourdam : ornamen ini berbentuk mirip petak-petak sawah. Ada dua jenis mikro (berukuran kecil) dan makrogourdam (berukuran besar). Terbentuk akibat pengendapan kalsit pada saat aliran air terhambat atau diperlambat pada bibir gour tersebut.

Batu Tetes (Dripstone) Yaitu ornamen goa yang terbentuk karena tetesan air. 1. Batu tetes menggantung : Stalaktit : formasi batuan yang menggantung (tumbuh ke bawah) karena pengaruh gravitasi. Straw : merupakan jenis stalagtit dengan diameter sesuai dengan tetesan air dan dibagian tengah berlubang (seperti sedotan minuman). 2. Batu tetes tegak : Stalakmit : ornamen yang tumbuh dari lantai goa yang dikarenakan tetesan dari stalaktit yang terus menumpuk pada satu titik.

Bentukan lain 1. Cave pearl (mutiara goa) : ornamen benrbentuk bola kristal atau mutiara yang terbentuk pada kolam dibawah tetesan air, terjadi karena endapan kristal kalsit yang menyelubungi butiran pasir lapis demi lapis akibat bergulirnya butiran pasir secara kontinyu dalam media air jenuh caco
3.

2. Column : ornamen yang berupa stalagmit dan stalagtit yang telah bertemu ujungnya sehingga menyambung menjadi satu pilar. 3. Helectite : suatu ornamen yang merupakan bentuk lain dari stalactite namun memiliki arah yang tidak beraturan.

Caving Equipment Penelusuran Gua merupakan salah satu kegiatan yang mengandung resiko yang tinggi atau High Risk Activity. Sehingga pada kegiatan penelusuran gua sangatlah mengutamakan adanya safety procedure. Dengan demikian peralatan penelusuran gua membutuhkan peralatan khusus yang pada dasarnya sebagai alat bantu dan juga alat pengaman.

Secara garis besar peralatan penelusuran gua terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Peralatan Pribadi (personal equipment) yaitu peralatan standar yang harus dibawa dan dipakai oleh masing-masing pribadi penelusur goa yaitu : 1. Helm Speleo yang dapat melindungi kepala dari benturan keras.

2. Coverall, sejenis baju bengkel yang mempunyai sirkulasi udara yang baik (mudah kering) 3. Alat penerangan (minimal 3 jenis yang berbeda dan cadangan) dapat berupa senter, lampu karbit, ataupun lilin 4. peralatan SRT set (jika merupakan gua vertikal) Seat harnest Fungsi seat harnest ini untuk mengikat tubuh yang dipasang pada tulang panggul(bukan pinggang) dan paha (kaki). Seat harnest ini didesain khusus karena pergerakan yang utama adalah duduk (sit & stand system), sehingga akan berbeda dengan harnest yang dipakai untuk panjat. Pemasangan seat harnest ini senyaman dan seaman mungkin. Yang perlu diperhatikan adalah pada masing-masing gesper harus dipastikan dalam keadaan terkunci Chest harnest Fungsinya untuk memasang chest ascender atau croll di dada. Dalam pemasangannya diusahakan croll benar-benar menempel didada sehingga apabila kita berdiri tegak akan mengalami kesusahan. Cowstail Terdiri dari dua cabang yaitu cowstail panjang yang berfungsi sebagai pengait antara tubuh dan hand ascender atau jummar dan footloop. Cowstail pendek berfungsi sebagai pengaman saat akan mulai maupun selesai melintasi lintasan atau pindah lintasan. Terbuat dari tali kermantel dinamis Footloop Berfungsi sebagai pijakan kaki dan dihubungkan dengan ascender atau jummar. Macamnya single loop, 2 in 1 footloop, chicken loop dan etrier. Yang sering digunakan di GEGAMA adalah 2 in 1 footloop. Jika footloop terbuat dari kernmantel, tidak dibenarkan untuk membuat simpul yang kemudian tidak dilepas karena akan mengganggu saat digunakan sebagai rescue Delta MR Digunakan untuk menyambungkan ujung harnest. Dan sebagai tempat pemasangan alat-alat seperti capstan, cowstail, carabiner friksi, croll. Kunci utama antara peralatan dan tubuh Oval MR Berfungsi untuk mengkaitkan antara croll dengan delta MR sehingga jarak antara croll dengan delta MR tidak terlalu dekat. Untuk menghindari dari kerumitan dan alur kerja alat

Jummar Merupakan peralatan ascending, sering juga disebut sebagai ascender. Digunakan pada tangan Croll Merupakan alat ascending yang dipasang di dada. Sering juga disebut sebagai chest ascender Simple atau Auto STOP Merupakan alat descender, untuk menuruni lintasan tali Carabiner screw gate Berfungsi untuk mengkaitkan antar alat (cincin kait). Ada dua jenis yaiut oval dan delta. Oval digunakan pada capstan sedangkan delta dipasang untuk mengkaitkan antara jummar, cowstail dan footloop Carabiner non screw gate Berfungsi sama dengan carabiner screw gate hanya saja untuk carabiner non screw ini dipasang di cowstail pendek dan sebagai carabiner friksi untuk mengurangi efek luncur pada capstan Manajemen pemasangan SRT set : 1 Seat harnest dipasang bersama dengan delta MR (delta MR tidak boleh terbalik, sisi yang lebih luas dipasang di sebelah kiri). 2 Pastikan semua gesper pada seat harnest terkunci dan harnest terpasang pada tulang panggul. 3 Pemasangan peralatan di delta MR yaitu urutan dari kiri kekanan adalah loop harnest, cowstail, croll yang dikaitkan dengan oval MR, capstan yang dikaitkan dengan oval screw, carabiner friksi.

Cowstail dipasang sebelum delta MR terpasang pada harnes. 4 Tidak dibenarkan memasang cowstail yang

dihubungkan melalui carabiner. 5 Croll terpasang harus dihubungkan dengan oval MR, selain tidak merusak croll, pergerakan akan lebih mudah. 6 Pastikan masing-masing ujung cowstail sudah terpasang carabiner, cowstail pendek terpasang carabiner non screw dan panjang terpasang carabiner screw. 7 Jummar dan footloop terpasang

menggunakan carabiner screw dengan cowstail panjang. 8 Chest harnest terpasang secara benar sehingga croll berfungsi maksimal, apabila tubuh ditegakan akan susah apabila

pemasangan chest benar.

Panjat Tebing
A. ETIKA

Menurut KUBI, etika berarti nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Pelanggaran terhadap suatu nilai biasanya tak akan mendapatkan sanksi yang legal. Dan antara suatu masyarakat dengan masyarakat lain sering kali mempunyai etika yang berbeda terhadap suatu hal yang sama. Di antara masyarakat pemanjat, juga terdapat etika yang kerap berbenturan. Suatu contoh adalah ketika Ron Kauk membuat suatu jalur dengan teknik rap bolting di kawasan Taman Nasional Lembah Yosemite, Amerika Serikat. Kawasan pemanjatan ini terkenal sebagai kawasan pemanjat tradisional dan mempunyai peraturan konservasi alam yang ketat. Pembuatan jalur dengan cara demikian tak dapat dibenarkan oleh para pemanjat tradisional di kawasan ini, di antaranya adalah John Bachar. Bachar menganggap bahwa semua jalur yang ada di Yosemite harus dibuat dengan cara tradisional, yaitu sambil memanjat (leading). Kasus ini menjadi besar karena sampai menimbulkan perkelahian di antara kedua pemanjat yang berlainan aliran itu. Kasus tersebut

menggambarkan bagaimana etika sering menimbulkan perdebatan. Kasus ini hanya salah satu dari berbagai masalah yang kerap timbul di sekitar pembuatan jalur. Sebetulnya ruang lingkup etika dalam panjat tebing terdiri dari :

a. Masalah teknik pembuatan jalur Secara umum ada dua aliran teknik pembuatan jalur yang dewasa ini banyak dianut, yaitu aliran tradisional dan aliran modern. Pembuatan jalur secara tradisional pada prinsipnya adalah membuat jalur sambil memanjat. Teknik ini cenderung bernilai petualangan karena lintasan yang

akan dilewati sama sekali baru, tanpa pengaman, tanpa dicoba terlebih dahulu. Teknik tradisional ini berkembang di Eropa sampai tahun 70-an, namun kini masih dianut oleh pemanjat tradisional Amerika. Sementara itu pembuatan jalur secara modern terdiri dari dua cara yang banyak digunakan. Cara pertama adalah dengan teknik tali tetap (fix rope technique). Pada teknik ini, pembuatan jalur dapat dilakukan dengan cara rappeling bolting atau ascending bolting pada fix rope yang telah terpasang terlebih dahulu. Cara kedua mirip dengan cara pertama, tetapi tidak dengan tali tetap melainkan menggunakan top rope. Kelebihan cara ini, pembuat jalur dapat membuat perencanaan arah jalur dan penempatan pengaman lebih presisi karena gerakan pemanjatan dapat diketahui terlebih dahulu.

b. Masalah penamaan jalur

Siapa yang berhak memberi nama pada suatu jalur, si pembuat jalur atau pemanjat pertama yang menuntaskan jalur, juga tidak ada aturannya. Biasanya si pembuat jalur bersikeras untuk menjadi orang pertama yang menuntaskan jalur tersebut. Kadang-kadang mencapai waktu berbulan-bulan untuk membuat sekaligus menuntaskan suatu jalur baru. Tapi ada kalanya jalur yang dibuat terlalu sulit dan jauh di luar kemampuan si pembuat jalur itu. Di Indonesia biasanya nama jalur merupakan suatu kesepakatan saja dari seorang atau sekelompok pembuat jalur.

c. Masalah keaslian jalur

Masalah keaslian jalur biasanya dikaitkan dengan banyaknya jumlah pengaman tetap yang ada dalam jalur tersebut. Suatu jalur, misalnya dengan jumlah bolt sebanyak 7 buah akan tetap 7 dan tak boleh bertambah atau berkurang lagi karena dalam kode etiknya, ini sudah resmi menjadi sebuah jalur. Yang menjadi masalah, apakah suatu jalur dengan jarak antar bolt yang sangat jauh tak dapat ditambah dalam batas-batas yang wajar? Juga sebaliknya, apakah jalur yang jarak antar boltnya terlalu rapat tak dapat dikurangi? Tradisi di Yosemite, bila seseorang berhasil memanjat suatu jalur yang cukup mudah, katakanlah setinggi 15 meter, dengan hanya 2 bolt saja, hal ini berlaku bagi semua pemanjat yang akan menggunakan jalur tersebut tanpa penambahan bolt lagi. Tradisi ini memang mendapat protes dari banyak pemanjat pemula yang merasa sanggup menuntaskan jalur tersebut, namun tak mau mengambil resiko dengan hanya menggunakan 2 bolt saja. Contoh lain adalah jika seseorang pemanjat merasa suatu jalur dengan jumlah bolt yang wajar terlalu mudah, berhakkah ia mengurangi jumlah bolt yang ada? Sampai sejauh mana kita bisa menghargai prinsip pemanjatan pertama? (sampai yang paling ekstrim)

d. Pengubahan bentuk permukaan tebing

Untuk masalah yang satu ini, hampir semua pemanjat sepakat bahwa hal itu haram untuk dilakukan, baik itu menambah kesulitan maupun membuat jalur tersebut menjadi lebih mudah. Walaupun begitu sebagian kecil dari seluruh kawasan pemanjatan yang ada (hanya sebagian kecil) yang menerima hal ini, namun hanya pada permukaan yang tanpa cacat sama sekali (blank/no holds) agar kesinambungan jalur sebelum dan sesudahnya dapat terjaga.

B.GAYA Pengertian gaya didalam panjat tebing menyangkut metode dan peralatan serta derajat petualangan dalam suatu pendakian. Petualangan berarti tingkat ketidakpastian hasil yang akan dicapai. Gaya harus sesuai dengan pendakian. Gaya yang berlebihan untuk tebing yang kecil, sebaik apapun gaya tersebut akhirnya menjadi gaya yang buruk. Mendaki secara alamiah dengan bantuan teknis terbatas adalah gaya yang baik. Kita harus bekerja sama denga tebing, jangan memaksanya. Kita dapat menggunakan point-point alamiah seperti batu, tanduk (horn), pohon, atau pada batu yang terjepit didalam celah (Chockstone). Akhirnya kita sampai pada pendakian sendiri, tanpa menggunakan tali, Maksudnya adalah menyesuaikan gaya dengan pendakian dan kemampuan diri. Gaya yang baik adalah persesuaian yang sempurna - penapakan dari dua sisi yang baik antara ambisi dan kemampuan.

Tidak ada pendakian yang sama. Standar yang baik selalu dapat diterapkan dan juga memungkinkan penyelesaian menjadi kepribadian masing-masing rute. Itulah prinsip pendakian pertama kita tadi. Prinsip tersebut dapat membimbing kita dalam masalah gaya dan etika. Kita telah memiliki standar minimum yang telah siap dan tersedia untuk dijadikan sasaran. Penerimaan terhadap prinsip ini memungkinkan kita untuk meniadakan pertentangan pendapat tentang gaya umum. Keuntungan lain adalah gaya dari pendakian pertama adalah gaya yang layak, dan memberikan keuntungan psikologis kepada pendaki-pendaki berikutnya bahwa rute tersebut, paling tidak, pernah dicoba. Dengan menghargai orang-orang yang menyelesaikannya, dan memperlihatkan bahwa kita paham akan nilainya, serta menganggap pendakian mereka sebagai suatu hasil karya, maka pendakian meraka bukanlah sesuatu yang harus dikalahkan. Dalam bukunya How to Rock Climb: Face Climbing, John Long menguraikan dan membuat klasifikasi yang lebih sempit mengenai beberapa gaya yang ada, di antaranya adalah :

a. Onsight Free Solo

Istilah onsight berarti memanjat suatu jalur tanpa pernah mencoba dan juga belum pernah melihat orang lain memanjat dijalur tersebut. Jadi jalur tersebut dipanjat tanpa informasi apa-apa. Sedangkan solo berarti tanpa tali. Jadi onsight free solo berarti pemanjatan tali untuk pertama kali bagi seorang pemanjat tanpa informasi apa-apa.

b. Free Solo

Pemanjatan suatu jalur tanpa menggunakan tali, tapi pernah mencoba walaupun belum hapal benar jalur tersebut.

c. Worked Solo

Pemanjatan tanpa tali dengan sebelumnya pernah mencoba berkali-kali sampai benar-benar hapal mati seluruh bentuk permukaan tebing.

d. Onsight Flash / Vue

Memanjat suatu jalur tanpa pernah mencobanya, melihat pemanjat lain dijalur yang sama, juga tak pernah mendapat informasi apa-apa. Memanjat dengan menggunakan tali sebagai perintis

jalur (leader) dan memasangpengaman (running belay). Pemanjat juga tidak sekalipun jatuh dan tidak mengambil nafas/istirahat disepanjang jalur.

e. Beta Flash

Pemanjatan tanpa mencoba dan melihat orang lain memanjat dijalur tersebut, namun telah mendapat informasi tentang jalur dan bagian-bagian sulitnya (crux). Pemanjat kemudian memanjatnya tanpa jatuh dan tanpa istirahat sepanjang jalur.

f. Dj vu

Seorang pemanjat sudah pernah memanjat suatu jalur sekian tahun sebelumnya dan gagal menuntaskannya. Setelah sekian tahun itu, dengan kemampuan memanjat yang lebih baik , ia kembali dengan hanya sedikit ingatan tentang jalur tersebut dan berhasil menuntaskan jalur pada percobaan pertama.

g. Red Point

Memanjat suatu jalur yang telah dipelajari dengan sangat baik, tanpa jatuh dan memanjat sambil memasang pengaman sebagai perintis jalur.

h. Pink Point

Sama dengan red point hanya semua pengaman telah dipasang pada tempatnya.

i. Brown Point

Ada beberapa macam untuk kategori ini, misalnya seorang pemanjat merintis suatu jalur, lalu jatuh dan menarik tali, kemudian meneruskan pemanjatan dari titik pengaman terakhir ia jatuh (hangdogging). Pemanjatan dengan top rope juga termasuk dalam kategori ini. Lalu ada lagi pemanjatan dengan bor pertama dipasang terlebih dahulu. Sebenarnya masih banyak lagi yang masuk dalam kategori ini. Seluruh kategori ini menceritakan berbagai taktik, strategi, atau trik untuk mempelajari sekaligus mencoba menuntaskan suatu jalur.

Setelah begitu banyak melihat gaya pemanjat dalam menuntaskan jalur,kita dapat dapat membandingkan mana yang lebih sulit. Dengan begitu dapat pula dibandingkan perbedaan kemampuan seorang pemanjat.

C. PERTIMBANGAN LAIN

Gunakan Chock dan Runners (titik pengaman) Alam. Pendakian tebing adalah sesuatu kesatuan yang harus ditangani secara hati-hati. Yang harus diperhatikan adalah masalah penggunaan runners alam dan chockstone buatan, karena alat tersebut membiarkan tebing tetap utuh. Pengunaan piton (paku tebing) dalam suatu pendakian masih menimbulkan cacat pada tebing. Kerusakan yang ditimbulkannya adalah karena :

a. Mempersulit atau mempermudah rute dengan merubah sifatnya. b. Menimbulkan noda-noda goresan yang tidak sedap dipandang. c. Dapat melepas belahan batu besar atau serpihan-serpihan batu.

Jadi walaupun dalam kasus-kasus dimana pendakian pertama menggunakan piton, kita harus berusaha memperkecil penggunaan piton karena sifatnya yang merusak Sampah, jika kita membawa kaleng makan dalam suatu pendakian, injak kaleng tesebut dan bawalah keatas. Lebih baik lagi jika membawa makanan yang tidak dalam kaleng. Kulit jeruk sebaiknya disimpan kembali karena tidak dimakan oleh binatang dan sangat lambat pembusukannya.

D. STRUKTUR GUNUNG Dengan mengetahui struktur suatu gunung, akan lebih mudah bagi kita untuk merencanakan sebuah rute yang akan didaki. Merencanakan tempat untuk berhenti istirahat, dan sebagainya. Faktor lain yang memiliki kaitan erat adalah musim dan cuaca terutama arah angin. Akan lebih sulit apabila kita mendaki dinding selatan pada saat angin bertiup kencang dari arah selatan daripada kalau angin bertiup dari utara. Sebelum seseorang memanjat tebing, seperti juga pada Hill Walking, maka diperlukan pengetahuan rute yang akan diambil. Di negara-negara maju disediakan buku petunjuk rute suatu tebing dengan tingkat kesulitannya. Pendaki dapat memilih rute yang akan didaki dengan memperhitungkan kemampuannya.

E. PERALATAN PANJAT TEBING Tali

Fungsi utama tali adalah untuk melindungi pendaki dari kemungkinan jatuh sampai menyentuh tanah (freefall). Berbagai jenis tali yang digunakan dalam Panjat Tebing adalah : Tali serat alam

Jenis tali ini sudah jarang digunakan. Kekuatan tali ini sangat rendah dan mudah terburai. Tidak memiliki kelenturan, sehingga membahayakan pendaki. Hawser Laid

Tali sintetis, plastik, yang dijalin seperti tali serat alam. Masih sering digunakan terutama untuk berlatih turun tebing. Tali ini relatif lebih kuat dibanding tali serat alam dan tidak berserabut. Kelemahannya adalah kurang tahan terhadap zat kimia, sulit dibuat simpul dan mempunyai kelenturan rendah serta berat. Core dan Sheat Rope (Kernmantel Rope)

Tali yang paling banyak digunakan saat ini, terdiri dari lapisan luar dan dalam. Yang terkenal adalah buatan Edelrid, Beal dan Mammut. Ukuran tali yang umum dipakai bergaris tengah 11 mm, panjang 45 m. Untuk pendakian yang mudah, snow climbing, atau untuk menaikkan barang dipakai yang berdiameter 9 mm atau 7 mm. Tali ini memiliki sifat-sifat : a. Tidak tahan terhadap gesekan dengan tebing, terutama tebing laut (cliff). Bila dipakai untuk menurunkan barang, sebaiknya bagian tebing yang bergesekan dengan tali diberi alas (pading). Tabu untuk menginjak tali jenis ini. b. Peka (tidak tahan) dengan zat kimia. c. Tidak tahan terhadap panas. Bila tali telah dicuci sebaiknya dijemur di tempat teduh. d. Memiliki kelenturan yang baik bila mendapat beban kejut (karena pendaki jatuh, misalnya)

Pada umumnya tali-tali tersebut akan berkurang kekuatannya bila dibuat simpul. Sebagai contoh, simpul delapan (figure of eight) akan mengurangi kekuatan tali sampai 10%.

PUSTAKA -. 2005. To Be a Caver. http:/www.caves.com/vertical -. 2007. Diktat Materi Dasar Kepencintaalaman. Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Geografi UGM (GEGAMA). B. Tourte. 1997. The Cave Rescuers Manual. Speleo Secours Francais. France G. Marbach. 2002. Alpine Caving Technique. Speleo Projects. Switzerland Gentur, B. 2004. Evakuasi Medan Sulit Vertical Rescue. Sekber PPA DIY. Yogyakarta

Вам также может понравиться