Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
pusat perkembangan perekonomian daerah yang strategis. Sesuai dengan Visi Kota Palembang Kota Internasional, Sejahtera, dan Berbudaya 2013. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu upaya Pemerintah Kota palembang adalah dengan membentuk Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota Palembang.
Dasar hukum pembentukan KPPT Kota Palembang 1. Peraturan Daerah Kota Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Palembang No.10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Palembang (lembaran Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 2); Peraturan Walikota Palembang Nomor 15 Tahun 2010 Tanggal 23 Maret 2010, tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tatakerja Kantor Pelayanan Peijinan Terpadu Kota Palembang; Peraturan Walikota palembang Nomor 30 tahun 2010 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Dibidang Perijinan dan Non Perijinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang (Berita Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 30); Peraturan Walikota Palembang Nomor 31 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang (Berita Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 31); Peraturan Walikota Palembang No.32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang (Berita Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 32);
2.
3.
4.
5.
6.
Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor 05 Tahun 2010 Tanggal 09 Juli 2010 tentang Pembentukan Tim Teknis Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang.
Kewenangan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) : Pemberian Ijin Penolakan Ijin Pencabutan Ijin Legalisasi Ijin Duplikat Ijin Pengawasan Ijin
Jenis Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu berdasarkan Peraturan Walikota Palembang No.32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang ada 29 jenis Ijin
Visi
Terselenggaranya Pelayanan Prima menuju Palembang Kota Internasional, Sejahtera dan Berbudaya 2013
Misi
1. Mengembangkan pelayanan prima yang berbasis teknologi informasi 2. Mewujudkan reformasi birokrasi melalui pelayanan publik yang berkualitas akuntanbel, mudah, cepat dan transparan 3. Mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif 4. Meningkatkan Sumber Daya Aparatur yang profesional dan memiliki integritas yang tinggi .
Struktur Organisasi KPPT Kota Palembang A. Kepala Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu B.
-
C.
-
D.
E.
F.
Peraturan Walikota 1. Peraturan Walikota palembang Nomor 30 tahun 2010 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Dibidang Perijinan dan Non Perijinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang (Berita Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 30);
2.
Peraturan Walikota Palembang Nomor 31 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang (Berita Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 31);
3.
Peraturan Walikota Palembang No.32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang (Berita Daerah Kota Palembang Tahun 2010 Nomor 32)
4.
Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor 1300a Tahun 2010 Tanggal 09 Juli 2010 tentang Pembentukan Tim Teknis Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang
5.
Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor 1741 tahun 2010 tanggal 06 Oktober 2010 tentang Pakaian Dinas Pegawai Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Palembang
Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah
3. Permendagri Nomor 62 tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintahan Dalam Negerii di Kabupaten/Kota.
4. Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara Nomo 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik. erizinan Keterangan Rencana Kota Keterangan Kajian Lingkungan Keterangan Hygiene dan Sanitasi Ijin Pemanfaatan Rawa Ijin Operasional Biro Jasa Reklame. Ijin Penyelenggaraan Reklame Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Ijin Gangguan Ijin Jasa Usaha Kepariwisataan Ijin Bidang Industri Ijin Wajib Daftar Perusahaan (TDP) Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Ijin Pemakaman dan Pengabuan Jenazah Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Optikal Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Apotik Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Toko Obat Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Medik Dasar Ijin Apoteker Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian Ijin Bidan Ijin Kerja Perawat Ijin Kerja Perawat Gigi Ijin Usaha Perikanan Ijin Pemotongan Hewan Ijin Pertambangan Bahan Galian Golongan C Ijin Pemanfaatan Jalan Kota Utilitas Ijin Pembuangan Limbah Cair Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) Ijin Trayek Angkutan Jalan Surat Ijin Operasional Ijin Trayek Angkutan Sungai Ijin Praktik Dokter
erizinan Keterangan Rencana Kota Keterangan Kajian Lingkungan Keterangan Hygiene dan Sanitasi Ijin Pemanfaatan Rawa Ijin Operasional Biro Jasa Reklame. Ijin Penyelenggaraan Reklame Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Ijin Gangguan Ijin Jasa Usaha Kepariwisataan Ijin Bidang Industri Ijin Wajib Daftar Perusahaan (TDP) Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Ijin Pemakaman dan Pengabuan Jenazah Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Optikal Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Apotik Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Toko Obat Ijin Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Medik Dasar Ijin Apoteker Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian Ijin Bidan Ijin Kerja Perawat Ijin Kerja Perawat Gigi Ijin Usaha Perikanan Ijin Pemotongan Hewan Ijin Pertambangan Bahan Galian Golongan C Ijin Pemanfaatan Jalan Kota Utilitas Ijin Pembuangan Limbah Cair Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) Ijin Trayek Angkutan Jalan Surat Ijin Operasional Ijin Trayek Angkutan Sungai Ijin Praktik Dokter
Tingkat bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan untuk berinvestasi. Pada kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau bahan baku produksi memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output / barang final. Pengaruh Tingkat Inflasi Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro. Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik. Pengaruh Infrastruktur Seperti dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor guna berpartisipasi menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti jalan tol, sumber energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain. Partisipasi tersebut dapat berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing. Melihat perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan kecenderungan penurunan tingkat bunga. Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat. Investor selalu dipandang sebagai subyek hukum yang kuat ekonominya, sehingga jarang terpikirkan apakah masih diperlukan suatu kepastian hukum bagi investor.
Perolehan hak atas tanah bagi investor, yang berupa subyek hukum perorangan maupun badan hukum, dapat dilakukan melalui proses peralihan hak atas tanah (yang berupa jual beli),; pelepasan hak atas tanah dan/atau permohonan hak atas tanah. Tanah-tanah tersebut diperoleh oleh investor dari Negara selaku penguasa atas tanah ataupun dari subyek hukum pemilik asal hak atas tanah.
Terdapat ketidakpastian hukum dalam penentuan obyek hukum dan subyek hukum pemilik hak atas tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga menyebabkan munculnya ketidakadilan dan perbedaan-perbedaan penafsiran yang pada akhirnya merugikan investor.
Ketidakadilan yang dialami oleh investor di dalam mendapatkan hak atas tanah terjadi, oleh karena tidak adanya konsep yang jelas mengenai hak-hak atas tanah dan siapakah sesungguhnya yang diakui sebagai pemilik hak atas tanah oleh peraturan perundang-undangan (UUPA dan ketentuan pelaksanaannya), sehingga kepastian oleh karena hukum tidak tercapai. Disamping itu, pertentangan ketentuan yang menentukan siapakah pemilik hak atas tanah juga membuktikan tidak adanya kepastian dalam hukum.
Diakuinya hukum adat dalam sistem hukum nasional (UUPA) yang menyebabkan munculnya dualisme juga merupakan faktor penyebab ketidakpastian hukum, oleh karenanya ajaran positifisme haruslah diterapkan secara utuh, bukan di mix, dengan demikian tidak ada lagi ruang bagi berlakunya hukum adat.
Disamping tidak sempurnanya peraturan perundang-undangan di bidang perolehan hak atas tanah, faktor lain yang menjadi penghalang kepastian hukum adalah penegakan hukum yang tidak efektif, terjadinya disinkronisasi dan tidak adanya koordinasi mengenai kewenangan antar lembaga yang terkait dengan proses perolehan hak atas tanah serta budaya hukum masyarakat yang tidak menghargai investor, sehingga investor belum diperlakukan sebagai subyek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan subyek hukum lain. Masyarakat dan birokrat masih memposisikan diri sebagai benalu bagi investor dengan berlindung pada ketidakmampuan ekonomi, sehingga investor dibebani dengan cost yang tidak jelas perhitungannya dengan nama iuran, sumbangan, bantuan dan dana partisipasi.