Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Wong ndeso rezeki kota. Klausa ini bukan milik Tukul Arwana semata. Siapa tak kenal Restoran Ayam Bakar Mas Mono yang tak asing bagi kulinering (pencinta kuliner). Brand unik, laris manis nan maknyuss ini lahir berkat perpaduan semangat terus maju, kerja keras, dan tak lupa beribadah pada Allah SWT yang dijalankan Agus Pramono atau Mas Mono. Itulah kunci utama pemuda asal Madiun, Jawa Timur ini menjadi orang sukses di belantara kota Jakar ta. Meski awalnya hanya bermimpi, pria kelahiran 28 Agustus 1974 ini tak ingin berpangku tangan saat menapak tangga sukses. Mas Mono membuka tabir pintu suksesnya hanya kepada wartawan Republika, Damanhuri Zuhri dan Ichsan Emerald Alamsyah. Berikut ulasannya.
15
PRAYOGI REPUBLIKA
embuka pembicaraan, Mas Mono mengaku hanya berpendidikan S3 alias SD, SMP, dan SMA di keluarganya. He he. Jauh sebelum sukses menjadi pengusaha terkenal Ayam Bakar Mas Mono, belasan profesi dia jalani. Ia pernah mencecap sebagai sales makanan kecil, karyawan toko baju, office boy, hingga hampir saja menjadi penjual obat kuat. Saya sering kepepet, tapi kalau nggak kepepet ya nggak bakal maju, tutur pria yang hobi melawak saat ditemui Republika di kedai Ayam Bakar Mas Mono Jalan Tebet Raya nomor 57, Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (8/10). Benar, Mas Mono adalah salah satu pemegang jurus The Power of Kepepet di jagat bisnis. Pada 1994, jagoan kita ini harus mendapatkan pekerjaan selepas lulus SMA. Ia pun berhijrah ke Ibu kota. Di megapolitan ini, Mas Mono tinggal dengan kakak pertamanya, yang bekerja menjadi office boy. Mas Mono anak kelima dari enam bersaudara. Karena tidak ingin membebani sang kakak, Mas Mono memilih bekerja serabutan asal mengenyangkan perut. Tawaran menjadi sales makanan kecil diterima. Bahasa lain, ya pengantar kacang kemasan. Saya datang dari satu agen ke agen lain, kisahnya mengawali karier di Jakarta. Hingga kemudian ia beralih menjadi penjaga toko baju. Tak puas, Mas Mono hampir menjadi penjual obat kuat. Jalan hidupnya pun beralih menjadi lebih baik ketika diterima di sebuah perusahaan di Pasar Minggu. Jabatannya: office boy alias pesuruh kantor. He he Selama menjadi office boy, jagoan kita ini mengaku cukup menikmati pekerjaan itu. Selain bisa menghidupi diri sendiri, dia bisa makan gratis karena disediakan makan siang. Namun, gaji yang tak seberapa membuat Mas Mono sulit pulang kampung ke Madiun. Tak ayal, saat libur mudik Lebaran, Mas Mono memilih tinggal di Jakarta karena kepepet tak punya uang. Yang bikin terenyuh, ketika sang ayahanda tercinta sakit hingga bertemu Sang Khalik, Mas Mono tak sempat melihat kali terakhir wajah ayahandanya. Lika-liku hidup kala itu menjadi tamparan keras baginya. Baginya, hidup tak cukup hanya menjadi pesuruh kantor. Hingga ia memutuskan berwirausaha menjadi penjual gorengan sekitar tahun 2001. Menariknya, Mas Mono mengaku tak tahu cara menggoreng bahkan menyalahkan kompor. Apalagi, hanya sekadar mendorong gerobak. Jangan dikira mudah. Mendorong gerobak, ternyata memerlukan teknik tertentu supaya tidak jatuh.
Tanya Jawab
dengan Andri Fajri
Bila Anda ingin bertanya lebih jauh dan langsung dengan Andri Fajria silakan kirim pertanyaan ke e-mail beliau: andrifaj@yahoo.com
Waalaikumussalam wr wb Terima kasih atas pertanyaannya. Penggemukan kambing untuk momentum Idul Adha memang sangat prospektif, karena periodenya singkat (tiga sampai enam bulan) dan kita mendapat dua keuntungan: kenaikan berat kambing yang kita pelihara plus kenaikan harga kambing di pasaran (karena permintaan tinggi saat Idul Adha mudah kita ketahui apabila menggunakan harga per kg sebagai patokan). Akan tetapi, untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan, masalah pakan dan izin lingkungan menjadi kendala. Maka, langkah kompromistisnya adalah bekerja sama dengan masyarakat pedesaan untuk memelihara kambing tersebut. Jadi, orang kota sebagai investor dan orang desa sebagai pelaksana. Dan, memang sistem ini yang selama ini berjalan baik. Faktor pertama yang harus diperhatikan tentu saja kejujuran sang pelaksana. Sebaik apa pun kambing yang kita titipkan
dan sistem pemeliharaan yang kita buat menjadi tidak berguna bila orangnya tidak jujur. Berikutnya adalah faktor alam (ketersediaan pakan ternak) dan kompetensi teknis pemeliharaan serta transportasi dari tempat penjualan. Untuk hal ini, bisa kita lihat, misalnya, apakah masyarakat di daerah tersebut biasa memelihara ternak. Perhatikan juga jenisnya, apakah sesuai dengan rencana kita atau tidak? Setiap jenis punya pasarnya. Untuk Idul Adha, di daerah Jakarta yang paling diminati adalah kambing jawa dan di Jawa Barat adalah jenis domba. Jangan pelihara domba ekor gemuk/qibas/kambing gembel atau kambing kacang karena kurang diminati para pekurban. Mulai saja dari jumlah yang sedikit untuk meminimalisasi risiko. Bila terbukti bagus, bisa dikembangkan skala usahanya dengan melibatkan lebih banyak orang. Selamat berinvestasi, semoga sukses.
Andri memanfaatkan media berbasis internet dalam membantu mempromosikan bisnisnya? 5. Sejauh mana efektivitas berpromosi di media berbasis internet ini? Djadja Subagdja Untuk Kang Djadja: 1. Seperti usaha lain, ada untung ada rugi, ada peluang ada risiko. Cuma, kita kan diajarkan supaya nggak cerita-cerita masalah keluarga kepada tetangga sebelah. Orang lain lebih senang mendengar cerita kita yang optimistis. 2. Risiko-risiko seperti mitra yang tidak jujur, komitmen pembayaran meleset, kambing mati, dan kendala transportasi. 3. Di bangku sekolah, semua pertanyaan bersifat teori ada jawabannya dan bisa dihafal atau dianalisis. Bisnis itu seperti kita belajar naik sepeda atau berenang... harus praktik. Ketika ada kendaraan lain di depan berhenti mendadak, kita punya pilihan: ngerem mendadak juga, banting ke kanan/kiri, atau nabrak aja. Setiap pilihan ada konsekuensinya. Jadi, jawaban pertanyaan Kang Djadja bergantung situasinya. 4. Nah, ini kelemahan saya.. baru rencana mau pakai media internet untuk bisnis. 5. Ada beberapa teman yang bantu saya, mereka berjualan susu kambing dan akikah lewat internet. Lumayan, sih, tapi belum optimal karena biasanya mereka berjualan banyak barang lewat internet, nggak fokus....
Salam Sobat Republika Muda Siapa yang tak pernah merasakan makanan Kebab? Makanan khas Timur Tengah ini menjelajah di berbagai penjuru dunia dengan cita rasa unik. Di Indonesia, makanan ini diperkenalkan secara massal dengan cita rasa khas lokal oleh Hendy Setiono. Wajah dan penampilannya khas anak muda, sederhana, dan suka tersenyum lebar. Siapa pun pasti sempat terkecoh bila pria kelahiran Surabaya 30 Maret 1983 ini adalah bos dari perusahaan beromzet lebih dari Rp 1 miliar per bulan. Prestasi usahanya, Kebab Turki Baba Rafi, sudah diakui di dalam negeri maupun mancanegara dengan 700 outlet selama berkembang delapan tahun. Outlet-nya sudah masuk Malaysia dan kini ke Thailand. Pertanyaan bisa dikirim melalui email ke kreatipreneur@rol.republika.co.id dengan subyek Tanya-Jawab Hendy Setiono, beserta data diri sampai hari Senin (24/10/2011) pukul 11.30 WIB. Jawaban akan diterbitkan pada Kamis (27/10/2011). Salam Wirausaha Selamat beraktivitas !!
Risiko Utama
1. Kelihatannya lempeng-lempeng saja Bung Andri ini dalam membesarkan bisnis kambingnya. Namun, apakah benar demikian? 2. Kesulitan-kesulitan atau kendalakendala apakah yang pernah muncul? 3. Bagaimana Bung Andri mengatasi semua ini? 4. Kemudian, ingin tahu juga, apakah Bung
kreatipreneur
@kreatipreneur