Вы находитесь на странице: 1из 49

HARUSKAH ANDA MEMPERCAYAINYA?

Saksi Jehovah sebagai salah satu sekte Kristiani Unitarian


menjelaskan akidah mereka: menentang Trinitas yang dipercaya
oleh Kristen mainstream.

WWW.WATCHTOWER.ORG

Penerbit:
Watch Tower Bible and Tract Society Of New York. Inc.
International Bible Students Association
Brooklyn, New York, U.S.A.

Cetakan Pertama dalam Bahasa Inggris: 5,000,000 Buah

Kutipan-kutipan ayat diambil dari Alkitab Terjemahan Baru


terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, kecuali disebutkan yang lain.
Disalin dari http://media.isnet.org

1
HARUSKAH ANDA MEMPERCAYAINYA?

APAKAH anda percaya kepada Tritunggal? Kebanyakan orang dalam


usunan Kristen percaya. Bagaimanapun juga, selama berabad-abad itu
merupakan doktrin utama dari gereja-gereja.
Mengingat hal ini, anda tentu berpikir bahwa tidak mungkin ada yang perlu
diragukan mengenai Tritunggal. Namun ada, dan belakangan bahkan beberapa
dari para pendukungnya telah menambah seru perdebatannya.
Mengapa pokok pembicaraan seperti ini harus mendapat lebih banyak
perhatian? Karena Yesus sendiri berkata: “Inilah hidup yang kekal itu,
yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan
mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Jadi seluruh masa
depan kita bergantung pada mengenal sifat yang sebenarnya dari Allah, dan
hal itu berarti memeriksa sampai ke akar dari perdebatan mengenai
Tritunggal. Maka, tidakkah sebaiknya anda mengujinya sendiri?-Yohanes
17:3.
Ada berbagai konsep Tritunggal. Tetapi pada umumnya ajaran Tritunggal
adalah bahwa didalam Keilahian ada tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh
Kudus; namun, bersama-sama, mereka hanya satu Allah. Doktrin itu
mengatakan bahwa ketiganya setara, mahakuasa, dan tidak diciptakan,
telah ada kekal selama-lamanya dalam Keilahian.
Namun, orang-orang lain berkata bahwa doktrin Tritunggal itu palsu, bahwa
Allah Yang Mahakuasa berdiri sendiri sebagai Pribadi yang terpisah, kekal,
dan mahakuasa. Mereka mengatakan bahwa Yesus dalam keberadaannya
sebelum menjadi manusia, adalah sama seperti para malaikat, pribadi roh yang
terpisah yang diciptakan oleh Allah, dan untuk alasan ini ia pasti mempunyai
permulaan. Mereka mengajarkan bahwa Yesus tidak pernah setara dengan
Allah Yang Mahakuasa dalam arti apapun; ia selalu tunduk kepada Allah
dan masih tetap demikian. Mereka juga percaya bahwa roh kudus bukan
pribadi tetapi roh dari Allah, tenaga aktif-Nya.
Para pendukung Tritunggal mengatakan bahwa ini didasarkan, tidak hanya
pada tradisi agama tetapi juga pada Alkitab. Para pengritik doktrin tersebut
mengatakan bahwa itu bukan ajaran Alkitab, sebuah sumber sejarah bahkan
berkata: “Asal usul [Tritunggal] sama sekali kafir.”-The Paganism in Our
Christianity.
Jika Tritunggal benar, akan merendahkan Yesus jika dikatakan bahwa ia tidak
pernah setara dengan Allah sebagai bagian dari suatu Keilahian. Namun
jika Tritunggal salah, akan merendahkan Allah Yang Mahakuasa, jika ada
pribadi lain yang dikatakan setara dengan Dia, dan bahkan lebih buruk lagi
untuk menyebut Maria sebagai “Bunda Allah.” Jika Tritunggal salah,
sungguh tidak menghormati Allah untuk mengatakan, seperti ditulis dalam

2
buku Catholicism: “Jika [orang] tidak menjaga Kepercayaan ini utuh dan
tidak tercela, [mereka] pasti akan lenyap untuk selamanya. Dan Kepercayaan
Katolik adalah: kita menyembah satu Allah dalam Tritunggal.”
Jadi, ada alasan-alasan yang baik mengapa anda seharusnya ingin
mengetahui kebenaran mengenai Tritunggal. Tetapi sebelum memeriksa
asal usulnya dan pengakuannya sebagai kebenaran, ada gunanya jika doktrin
ini didefinisikan lebih terinci. Tepatnya, apa sebenarnya Tritunggal itu?
Bagaimana para pendukungnya menjelaskan ajaran itu?
BAGAIMANA TRITUNGGAL DIJELASKAN?
GEREJA Katolik Roma berkata: “Tritunggal adalah istilah yang digunakan
untuk menyatakan doktrin utama agama Kristen...
Jadi, dalam kata-kata Kredo Athanasia: ‘sang Bapa adalah Allah, sang
Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah
melainkan satu Allah.’ Dalam Tritunggal ini... Pribadi-Pribadinya sama
kekal dan setara: semuanya tidak diciptakan dan mahakuasa.”-The
Catholic Encyclopedia.

Hampir semua gereja lain dalam Susunan Kristen menyetujuinya.


Misalnya, Gereja Ortodoks Yunani juga menyebut Tritunggal “doktrin
dasar dari Kekristenan,” bahkan mengatakan: “Orang Kristen adalah orang-
orang yang menerima Kristus sebagai Allah.” Dalam buku Our Orthodox
Christian Faith, gereja yang sama berkata: “Allah adalah suatu kesatuan
tiga serangkai... Sang Bapa adalah Allah sepenuhnya. Sang Anak adalah
Allah sepenuhnya. Roh Kudus adalah Allah sepenuhnya.”

Jadi, Tritunggal dianggap sebagai “satu Allah dalam tiga Pribadi.” Masing-
masing dikatakan tidak mempunyai permulaan, ada dari kekal sampai
kekal. Masing-masing dikatakan mahakuasa, dan masing-masing tidak lebih
besar atau lebih kecil daripada yang lainnya.

Apakah gagasan demikian sukar dimengerti? Banyak orang beriman yang


tulus merasa hal itu membingungkan, bertentangan dengan akal sehat,
benar-benar sulit dipahami.

Bagaimana mungkin, sang Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah, dan roh
kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah melainkan hanya satu Allah?

“Di Luar Jangkauan Akal Manusia”


KEBINGUNGAN ini tersebar luas. The Encyclopedia Americana
mengatakan bahwa Tritunggal dianggap “di luar jangkauan akal manusia.”
Banyak orang yang menerima Tritunggal menganggapnya demikian.
Monsignor Eugene Clark berkata: “Allah itu satu, dan Allah itu tiga. Karena

3
tidak ada ciptaan yang seperti ini, kita tidak dapat mengertinya, tetapi
menerimanya saja.”

Kardinal John O’Connor berkata: “Kami tahu ini suatu misteri yang sangat
dalam, yang sama sekali tidak kita mengerti.”
Dan Paus Yohanes Paulus II berkata mengenai “misteri yang tidak dapat
dimengerti tentang Allah Tritunggal.”
Jadi, A Dictionary of Religious Knowledge berkata: “Tepatnya apa doktrin itu,
atau bagaimana hal itu harus dijelaskan, para penganut Tritunggal pun tidak
mencapai kata sepakat di antara mereka sendiri.”

Maka, kita dapat mengerti mengapa New Catholic Encyclopedia berkata:


“Hanya sedikit diantara guru-guru teologi Tritunggal di seminari-seminari
Katolik Roma yang pada suatu waktu tidak dipojokkan oleh pertanyaan,
‘Tetapi bagaimana kita akan berkhotbah tentang Tritunggal?’ Dan jika
pertanyaan itu merupakan gejala kebingungan di pihak para siswa,
kemungkinan hal itu juga merupakan gejala kebingungan yang serupa di pihak
guru-guru mereka.”

Kebenaran dari pernyataan di atas dapat dibuktikan dengan mengunjungi


suatu perpustakaan dan memeriksa buku-buku yang mendukung Tritunggal.
Tak terhitung banyaknya halaman yang ditulis dalam upaya untuk
menjelaskannya. Namun, setelah bersusah payah memeriksa istilah-istilah
teologi yang membingungkan dan penjelasannya, para peneliti masih tetap
tidak puas.

Mengenai ini, imam Yesuit Joseph Bracken mengatakan dalam bukunya


What Are They Saying About the Trinity?: “Para imam yang dengan cukup
banyak upaya telah mempelajari...
Tritunggal selama tahun-tahun mereka di seminari tentu saja ragu-ragu untuk
menyampaikannya kepada jemaah mereka dari mimbar, bahkan pada hari
Minggu. Tritunggal... Untuk apa seseorang akan membuat umatnya bosan
dengan sesuatu yang pada akhirnya pun tidak akan mereka mengerti dengan
benar?”
Ia juga berkata: “Tritunggal adalah soal kepercayaan formal, namun hal itu
hanya sedikit atau tidak [berpengaruh] dalam kehidupan dan ibadat
Kristen sehari-hari.” Meskipun demikian, ini adalah “doktrin utama” dari
gereja-gereja!
Teolog Katolik Hans Kung menyatakan dalam bukunya Christianity
and the World Religions bahwa Tritunggal merupakan satu alasan mengapa
gereja-gereja tidak berhasil membuat kemajuan yang berarti di kalangan
orang bukan Kristen. Ia berkata: “Bahkan orang Muslim yang terpelajar,
sama sekali tidak dapat mengerti, sebagaimana juga orang-orang Yahudi
sebegitu jauh tidak dapat memahami, gagasan mengenai Tritunggal...

4
Perbedaan yang dibuat oleh doktrin Tritunggal antara satu Allah dan tiga
hypostase [zat] tidak memuaskan orang Muslim, yang bukannya merasa
mendapat penjelasan, tetapi justru merasa bingung, oleh istilah-istilah
teologi yang berasal dari bahasa Syria, Yunani, dan Latin.

Orang-orang Muslim menganggap ini semua permainan kata... Mengapa


seseorang ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan
dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau meniadakan
keesaan dan keunikan itu?”

“Bukan Allah yang Suka Pada Kekacauan”


BAGAIMANA doktrin yang begitu membingungkan seperti Tritunggal
muncul? The Catholic Encyclopedia menyatakan:
“Sebelum adanya penyingkapan Ilahi, diperlukan sebuah dogma yang
misterius seperti itu.” Sarjana Katolik Karl Rahner dan Herbert Vorgrimler
menyatakan dalam Theological Dictionary mereka: “Tritunggal... dalam arti
yang sesungguhnya..., adalah suatu misteri yang tidak dapat dipahami tanpa
wahyu ilahi, dan bahkan setelah disingkapkan tidak dapat dimengerti
sepenuhnya.”

Tetapi, dengan berkukuh bahwa Tritunggal adalah misteri yang begitu


membingungkan karena berasal dari wahyu ilahi, mereka menciptakan
problem besar lain. Mengapa? Karena dalam wahyu ilahi itu sendiri tidak
ada pandangan demikian mengenai Allah: “Allah... bukan Allah yang suka
pada kekacauan.”-1 Korintus 14:33, Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-
hari (BIS).

Mengingat pernyataan itu, mungkinkah Allah akan mencetuskan doktrin


mengenai diri-Nya sendiri yang begitu membingungkan sehingga bahkan para
sarjana Ibrani, Yunani, dan Latin tidak dapat menjelaskannya?
Selain itu, apakah orang-orang harus menjadi teolog untuk dapat ‘mengenal
satu-satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus yang telah Ia utus?’
(Yohanes 17:3) Jika demikian halnya, mengapa begitu sedikit dari para
pemimpin agama Yahudi yang terpelajar mengakui Yesus sebagai
Mesias?

Sebaliknya, murid-muridnya yang setia, adalah petani-petani, nelayan,


pemungut cukai, ibu-ibu rumah tangga yang sederhana. Orang-orang
sederhana tersebut begitu yakin dengan apa yang Yesus ajarkan tentang
Allah sehingga mereka dapat mengajarkannya kepada orang lain dan bahkan
rela mati demi kepercayaan mereka-Matius 15:1-9; 21: 23-32, 43; 23:13-
36; Yohanes 7:45-49; Kisah 4:13.

5
APAKAH ITU BENAR-BENAR AJARAN ALKITAB?
ANDAIKAN Tritunggal itu benar, hal itu seharusnya disampaikan
dengan jelas dan konsisten dalam Alkitab. Mengapa? Karena, seperti
ditegaskan para rasul, Alkitab adalah penyingkapan Allah mengenai diri-
Nya kepada umat manusia. Dan karena kita perlu mengenal Allah agar
dapat menyembah Dia dengan sepatutnya, Alkitab harus jelas dalam memberi
tahu kita siapa Ia sebenarnya.

Orang-orang beriman pada abad pertama menerima Alkitab sebagai


penyingkapan Allah yang otentik. Itu menjadi dasar kepercayaan mereka,
wewenang yang mutlak. Misalnya, ketika rasul Paulus mengabarkan kepada
orang-orang di kota Berea, “mereka menerima firman itu dengan segala
kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk
mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.”-Kisah 17:10,11.
Apa yang digunakan oleh pria-pria Allah yang terkemuka di kala itu
sebagai wewenang mereka? Kisah 17:2, 3 (BIS) memberi tahu kita: ‘Paulus
seperti biasa... bertukar pikiran dengan orang-orang di situ mengenai ayat-
ayat Alkitab. Berdasarkan ayat-ayat Alkitab ia menjelaskan dan
membuktikan.”
Yesus sendiri memberikan teladan dalam menggunakan Alkitab sebagai dasar
ajarannya, dengan berulang kali mengatakan:
“Ada tertulis.” “Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang
Dia dalam seluruh Kitab Suci.”-Matius 4:4, 7; Lukas 24:27.
Jadi, Yesus, Paulus, dan orang-orang beriman pada abad pertama
menggunakan Alkitab sebagai dasar ajaran mereka. Mereka mengetahui
bahwa “semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah dan berguna
untuk mengajarkan yang benar, untuk menegur dan membetulkan yang
salah, dan untuk mengajar manusia supaya hidup menurut kemauan Allah.
Dengan Alkitab itu orang yang melayani Allah dapat dilengkapi dengan
sempurna untuk segala macam pekerjaan yang baik.”-2 Timotius 3:16, 17,
BIS; lihat juga 1 Korintus 4:6; 1 Tesalonika 2:13: 2 Petrus 1:20, 21.
Karena Alkitab dapat “membetulkan yang salah,” ia seharusnya dengan jelas
menyingkapkan keterangan mengenai masalah Tritunggal yang kata orang
merupakan doktrin dasar. Namun apakah para teolog dan sejarawan sendiri
mengatakan bahwa hal itu benar-benar merupakan ajaran Alkitab?

“Tritunggal” apakah ada dalam Alkitab?


SEBUAH publikasi Protestan berkata: “Kata Tritunggal tidak terdapat dalam
Alkitab... Ia baru mendapat tempat secara resmi dalam teologi gereja pada
abad ke-4.” (The Illustrated Bible Dictionary) Dan seorang yang

6
berwewenang dalam agama Katolik mengatakan bahwa Tritunggal
“bukanlah... secara langsung firman dari Allah.” -New Catholic Encyclopedia.
The Catholic Encyclopedia juga mengomentari: “Dalam Alkitab belum
terdapat satu istilah pun untuk menyatakan ke-Tiga Pribadi Ilahi tersebut
secara bersama. Kata triaz [tri’as] (asal kata dari trinitas bahasa Latin) mula-
mula ditemukan dalam [tulisan] Teofilus dari Antiokhia kira-kira tahun 180
M.... Tidak lama kemudian itu muncul dalam bentuk Latinnya trinitas dalam
[tulisan] Tertullian.”
Namun, hal ini sendiri tidak membuktikan bahwa Tertullian mengajarkan
Tritunggal. Karya tulis Katolik Trinitas - A Theological Encyclopedia of
the Holy Trinity misalnya, menyatakan bahwa beberapa dari kata-kata
Tertullian belakangan digunakan oleh orang-orang lain untuk menjelaskan
Tritunggal. Kemudian ia memperingatkan: “Tetapi kesimpulan yang tergesa-
gesa tidak dapat diambil hanya berdasarkan pemakaian, karena ia tidak
menerapkan kata-kata tersebut untuk teologi Tritunggal.”

Bukti dari Kitab-Kitab Ibrani


MESKIPUN kata “Tritunggal” tidak dapat ditemukan dalam Alkitab,
apakah setidak-tidaknya gagasan tentang Tritunggal dengan jelas diajarkan di
dalamnya? Sebagai contoh, apa yang ditunjukkan oleh Kitab-Kitab Ibrani
(“Perjanjian Lama”)?
The Encyclopedia of Religion mengakui: “Para teolog dewasa ini setuju
bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin tentang Tritunggal.” Dan New
Catholic Encyclopedia juga mengatakan:
“Doktrin Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam P[erjanjian] L[ama].”
Demikian pula, dalam bukunya The Triune God, imam Yesuit Edmund
Fortman mengakui: “Perjanjian Lama... tidak secara tegas ataupun samar-
samar memberi tahu kepada kita mengenai Allah Tiga Serangkai yang
adalah Allah, Anak dan Roh Kudus... Tidak ada bukti bahwa penulis tulisan
suci manapun bahkan menduga adanya suatu [Tritunggal] di dalam
Keilahian... Bahkan mencari di dalam [”Perjanjian Lama”] kesan-kesan
atau gambaran di muka atau ‘tanda-tanda terselubung’ mengenai trinitas
dari pribadi-pribadi, berarti melampaui kata-kata dan tujuan dari para
penulis tulisan-tulisan suci.”-Cetak miring red.
Penyelidikan dalam Kitab-Kitab Ibrani itu sendiri akan membuktikan
komentar-komentar ini. Jadi, tidak ada ajaran yang jelas mengenai Tritunggal
dalam 39 buku pertama dari Alkitab yang membentuk kanon yang asli
dari Kitab-Kitab Ibrani yang terilham.

7
Bukti dari Kitab-Kitab Yunani
MAKA, apakah Kitab-Kitab Yunani Kristen (“Perjanjian Baru”) dengan jelas
berbicara tentang suatu Tritunggal?
The Encydopedia of Religion mengatakan: “Para teolog setuju bahwa
Perjanjian Baru juga tidak memuat doktrin yang jelas mengenai Tritunggal.”
Imam Yesuit Fortman mengatakan: “Para penulis Perjanjian Baru... tidak
memberi kita doktrin Tritunggal yang resmi atau dirumuskan, juga tidak
ajaran yang jelas bahwa dalam satu Allah terdapat tiga pribadi ilahi yang
setara... Di mana pun kita tidak menemukan doktrin tritunggal dari tiga
subyek kehidupan dan kegiatan ilahi yang berbeda dalam Keilahian yang
sama.”
The New Encyclopaedia Britannica menyatakan: “Kata Tritunggal atau
doktrinnya yang jelas tidak terdapat dalam Perjanjian Baru.”
Bernhard Lohse mengatakan dalam A Short History of Christian Doctrine:
“Sejauh itu menyangkut Perjanjian Baru, seseorang tidak menemukan di
dalamnya doktrin Tritunggal yang aktual.”
The New International Dictionary of New Testament Theology juga
mengatakan: “P[erjanjian] B[aru] tidak memuat doktrin Tritunggal yang
diperkembangkan. ‘Alkitab tidak memuat deklarasi yang terus terang bahwa
Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dari zat yang sama’ [kata teolog
Protestan Karl Barth].”
Profesor E. Washburn Hopkins dari Universitas Yale meneguhkan:
“Bagi Yesus dan Paulus doktrin tritunggal jelas tidak dikenal;... mereka tidak
mengatakan apa-apa mengenai itu.”-Origin and Evolution of Religion.
Sejarawan Arthur Weigall menyatakan: “Yesus Kristus tidak pernah
menyebutkan perwujudan demikian, dan di manapun dalam Perjanjian Baru
tidak terdapat kata ‘Tritunggal.’ Gagasannya baru diterima oleh Gereja tiga
ratus tahun setelah kematian Tuhan kita.”-The Paganism in Our Christianity.
Jadi, ke-39 buku dari Kitab-Kitab Ibrani ataupun kanon dari ke-27 buku yang
terilham dari Kitab-Kitab Yunani Kristen tidak ada yang memuat ajaran
yang jelas mengenai Tritunggal.

Apakah Diajarkan oleh Orang-Orang Kristen yang Mula-Mula?


APAKAH orang-orang Kristen yang mula-mula mengajarkan Tritunggal?
Perhatikan komentar-komentar berikut dari para sejarawan dan teolog:
“Kekristenan yang mula-mula tidak mempunyai doktrin Tritunggal
seperti yang setelah itu dirinci dalam kredo-kredo.”-The New
International Dictionary of New Testament Theology.

8
“Namun orang-orang Kristen yang pertama pada awal mula tidak pernah
mempunyai pikiran untuk menerapkan gagasan [Tritunggal] kepada
kepercayaan mereka sendiri. Mereka memberikan pengabdian mereka
kepada Allah Bapa dan kepada Yesus Kristus, Anak Allah, dan mereka
mengakui... Roh Kudus; tetapi tidak ada buah pikiran bahwa ketiga pribadi
ini adalah suatu Tritunggal, setara dan dipersatukan dalam Satu.”-The
Paganism in Our Christianity.
“Pada mulanya kepercayaan Kristen bukan kepada Allah Tiga Serangkai...
Halnya tidak demikian pada zaman rasul-rasul atau sebelumnya, seperti
diperlihatkan dalam P[erjanjian] B[aru] dan tulisan-tulisan Kristen yang
awal lainnya.”
Encyclopedia of Religion and Ethics.
“Perumusan ‘satu Allah dalam tiga Pribadi’ tidak ditetapkan dengan tegas,
dan pasti belum dilebur sepenuhnya ke dalam kehidupan Kristen dan
pengakuan imannya, sebelum akhir abad ke-4... Di antara Bapa-Bapa Rasuli,
tidak pernah bahkan sedikit pun ada yang mendekati sikap atau pandangan
seperti itu.” - New Catholic Encyclopedia.

Apa yang Diajarkan oleh Bapa-Bapa Pra-Nicea


BAPA-BAPA pra-Nicea diakui sebagai guru-guru agama yang terkemuka
pada abad-abad permulaan setelah kelahiran Kristus. Apa yang mereka
ajarkan patut diperhatikan.
Justin Martyr, yang meninggal kira-kira tahun 165 M., menyebut
pramanusia Yesus sebagai malaikat yang diciptakan yang “tidak sama
dengan Allah yang menciptakan segala perkara.” Ia mengatakan bahwa
Yesus lebih rendah daripada Allah dan “tidak pernah melakukan sesuatu
kecuali yang Pencipta... ingin ia lakukan dan katakan.”
Irenaeus, yang meninggal kira-kira tahun 200 M., mengatakan bahwa
pramanusia Yesus keberadaannya terpisah dari Allah dan lebih rendah
daripada Dia. Ia memperlihatkan bahwa Yesus tidak setara dengan “Allah
yang benar dan satu-satunya,” yang “lebih tinggi di atas segala-galanya,
dan selain Dia tidak ada yang lain.”
Clement dari Aleksandria, yang meninggal kira-kira tahun 215
M, menyebut Yesus dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia
sebagai “suatu ciptaan” tetapi menyebut Allah sebagai “yang tidak
diciptakan dan tidak dapat binasa dan satu-satunya Allah yang benar.” Ia
mengatakan bahwa sang Anak “adalah nomor dua setelah satu-satunya
Bapa yang mahakuasa” tetapi tidak setara dengan Dia.
Tertullian, yang meninggal kira-kira tahun 230 M., mengajarkan
keunggulan Allah. Ia berkata: “Sang Bapa berbeda dari Anak (yang lain),
karena Ia lebih besar; sebagaimana yang memperanakkan berbeda dari

9
yang diperanakkan, ia yang mengutus berbeda dari dia yang diutus.” Ia juga
berkata:
“Ada masanya ketika sang Anak tidak ada... Sebelum semua perkara ada,
Allah berada sendirian.”
Hippolytus, yang meninggal kira-kira tahun 235 M., mengatakan bahwa
Allah adalah “Allah yang esa, Pribadi yang pertama dan satu-satunya, Khalik
dan Tuhan dari semua,” “tidak ada yang [memiliki umur yang sama]
dengan Dia... Tetapi Ia adalah Esa, berada sendirian; yang, karena
menghendakinya, membuat ada apa yang dulunya tidak ada,” seperti
misalnya pramanusia Yesus yang diciptakan.
Origen, yang meninggal kira-kira tahun 250 M., mengatakan bahwa “sang
Bapa dan Anak adalah dua hakekat... dua hal sehubungan dengan pokok
dasar mereka,” dan bahwa “dibandingkan dengan Bapa, [Anak] adalah
terang yang sangat kecil.”
Meringkaskan bukti sejarah, Alvan Lamson mengatakan dalam The Church
of the First Three Centuries: “Doktrin Tritunggal yang modern dan populer...
tidak mendapat dukungan dari bahasa Justin [Martyr]: dan pernyataan ini
dapat diperluas sehingga berlaku juga untuk semua Bapa pra-Nicea; yaitu,
untuk semua penulis Kristen selama tiga abad setelah kelahiran Kristus.
Memang, mereka berbicara mengenai sang Bapa, Anak dan... Roh
kudus, tetapi tidak sebagai [pribadi-pribadi] yang setara, tidak berjumlah
satu zat, tidak sebagai Tiga dalam Satu, dalam arti apapun yang sekarang
diterima oleh para penganut Tritunggal. Justru sebaliknyalah yang
merupakan fakta.”
Jadi, bukti dari Alkitab dan dari sejarah membuat jelas bahwa Tritunggal
tidak dikenal sepanjang zaman Alkitab dan selama beberapa abad setelahnya.

BAGAIMANA DOKTRIN TRITUNGGAL BERKEMBANG?


SAMPAI di sini saudara mungkin bertanya: ‘Jika Tritunggal bukan ajaran
Alkitab, bagaimana itu menjadi doktrin Susunan Kristen?’ Banyak orang
berpikir bahwa ini dirumuskan pada Konsili di Nicea pada tahun 325 M.
Tetapi, hal itu tidak sepenuhnya tepat. Konsili Nicea memang meneguhkan
bahwa Kristus adalah dari zat yang sama seperti Allah, dan hal ini menjadi
fondasi untuk teologi Tritunggal di kemudian hari. Tetapi konsili ini tidak
menyusun Tritunggal, karena dalam konsili itu sama sekali tidak
disebutkan mengenai roh kudus sebagai pribadi ketiga dari
suatu Keilahian tiga serangkai.

10
Peranan Konstantin di Nicea
SELAMA bertahun-tahun, ada banyak tentangan atas dasar Alkitab
terhadap gagasan yang makin berkembang bahwa Yesus adalah Allah. Dalam
upaya untuk mengakhiri pertikaian itu, penguasa Roma Konstantin
memanggil semua uskup ke Nicea. Yang hadir kira-kira 300, sebagian
kecil dari jumlah keseluruhan.
Konstantin bukan seorang Kristen. Menurut dugaan, ia belakangan
ditobatkan, tetapi baru dibaptis pada waktu sedang terbaring sekarat.
Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early Church:
“Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak
Tertaklukkan;... pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai
pengalaman kerelaan yang datang dari batin... Ini adalah masalah militer.
Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia
yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari
Allah orang-orang Kristen.”
Peranan apa yang dimainkan oleh kaisar yang tidak dibaptis ini di Konsili
Nicea? Encyclopaedia Britannica menceritakan:
“Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan
secara pribadi mengusulkan... rumusan penting yang menyatakan hubungan
Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut,
‘dari satu zat dengan Bapa’... Karena sangat segan terhadap kaisar, para
uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari
mereka dengan sangat berat hati.”
Karena itu, peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan debat agama
yang sengit, politikus kafir ini campur tangan dan mengambil keputusan
demi keuntungan mereka yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi
mengapa? Pasti bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin
pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan yang
diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian Doctrine.
Yang ia tahu adalah bahwa perpecahan agama merupakan ancaman bagi
kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah kekuasaannya.
Namun, tidak seorang uskup pun di Nicea mengusulkan suatu Tritunggal.
Mereka hanya memutuskan sifat dari Yesus tetapi bukan peranan roh kudus.
Jika suatu Tritunggal merupakan kebenaran Alkitab yang jelas, tidakkah
mereka seharusnya mengusulkannya pada waktu itu?

Perkembangan Selanjutnya
SETELAH Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung
selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan
Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun
belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia

11
meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya
dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk
menjelaskan rumus tersebut.
Konsili tersebut menyetujui untuk menaruh roh kudus pada tingkat yang
sama dengan Allah dan Kristus. Untuk pertama kali, Tritunggal Susunan
Kristen mulai terbentuk dengan jelas.
Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi
kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu
mengalami penindasan yang kejam.

Baru pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam


kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana
mengatakan: “Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal
terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu
penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.”

Kredo Athanasia
TRITUNGGAL didefinisikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasia.
Athanasius adalah seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea.
Kredo yang memakai namanya berbunyi:
“Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal... sang Bapa adalah Allah,
sang Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; namun mereka bukan
tiga allah, tetapi satu Allah.”
Tetapi, para sarjana yang mengetahui benar masalahnya setuju bahwa
Athanasius tidak menyusun kredo ini. The New Encyclopasdia
Britannica mengomentari: “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja Timur pada
abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa
Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi
mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5... Pengaruh kredo itu
tampaknya terutama ada di Perancis Selatan dan Spanyol pada abad ke-6 dan
ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-
kira tidak lama setelah itu di Roma.”
Jadi dibutuhkan waktu berabad-abad sejak zaman Kristus bagi Tritunggal
untuk dapat diterima secara luas dalam Susunan Kristen. Dan dalam semua
hal tersebut, apa yang membimbing keputusan-keputusannya? Apakah Firman
Allah, atau apakah pertimbangan para pendeta dan politik? Dalam Origin
and Evolution of Religion, E. W. Hopkins menjawab: “Definisi ortodoks
yang terakhir dari tritunggal sebagian besar adalah masalah politik gereja.”

12
Kemurtadan Dinubuatkan
SEJARAH yang tidak baik dari Tritunggal ini cocok dengan apa yang Yesus
dan rasul-rasulnya nubuatkan akan terjadi setelah zaman mereka. Mereka
mengatakan bahwa akan ada kemurtadan, penyelewengan, penyimpangan
dari ibadat sejati sampai kembalinya Kristus, yaitu saat ibadat sejati akan
dipulihkan sebelum hari manakala Allah membinasakan sistem
perkara-perkara ini tiba.
Mengenai “Hari” itu, rasul Paulus mengatakan: “Sebelum Hari itu haruslah
datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka. “ (2
Tesalonika 2: 3, 7) Belakangan, ia menubuatkan: “Sesudah aku pergi,
serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak
akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan
muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik
murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.” (Kisah
20:29, 30) Murid-murid Yesus yang lain juga menulis mengenai
kemurtadan ini dengan golongan pendetanya yang “durhaka.”-Lihat,
misalnya, 2 Petrus 2: 1; 1 Yohanes 4:1-3; Yudas 3, 4.
Paulus juga menulis: “Akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi
menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru
menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan
memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”
-2 Timotius 4:3, 4.
Yesus sendiri menjelaskan siapa yang ada di balik kemurtadan dari ibadat
sejati. Ia mengatakan bahwa ia telah menabur benih yang baik tetapi
musuhnya, Setan, akan menabur lalang di ladang. Maka ketika muncul
tunas pertama dari gandum, muncul juga lalang. Jadi, penyimpangan dari
Kekristenan sejati harus diharapkan terjadi sampai tiba musim menuai, pada
waktu Kristus akan membereskan perkara-perkara. (Matius 13:24-43) The
Encyclopedia Americana mengomentari: “Ajaran Tritunggal dari abad ke-4
tidak dengan saksama mencerminkan ajaran Kristen yang mula-mula
mengenai sifat Allah; sebaliknya, ini adalah penyimpangan dari ajaran
tersebut.”
Maka, dari mana asalnya penyimpangan ini?-1 Timotius 1: 6

Apa yang Mempengaruhi Hal Itu


DI SELURUH dunia zaman purba, di Babel dulu, jibadat kepada dewa-dewa
kafir yang dikelompokkan dalam tiga serangkai, sangat umum. Pengaruh
itu juga umum di Mesir, Yunani, dan Roma pada abad-abad sebelum, selama,
dan setelah Kristus. Dan setelah rasul-rasul meninggal, kepercayaan
kafir tersebut menyusup ke dalam Kekristenan.

13
Sejarawan Will Durant mengatakan: “Kekristenan tidak memusnahkan
kekafiran; ia menerimanya... Dari Mesir datang gagasan mengenai trinitas
ilahi.” Dan dalam buku Egyptian Religion, Siegfried Morenz berkata:
“Tritunggal merupakan hal yang terutama menyita perhatian para teolog
Mesir... Tiga allah digabung dan diperlakukan seperti satu pribadi tunggal,
disapa dalam bentuk tunggal. Dengan cara ini kekuatan rohani dari
agama Mesir memperlihatkan hubungan yang langsung dengan teologi
Kristen.”
Jadi, di Aleksandria, Mesir, tokoh-tokoh gereja dari akhir abad ketiga dan
permulaan abad keempat, seperti Athanasius, memperlihatkan pengaruh ini
pada waktu mereka merumuskan ide-ide yang mengarah kepada
Tritunggal. Pengaruh mereka sendiri meluas, sehingga Morenz
menganggap “teologi Aleksandria sebagai penghubung antara warisan
agama Mesir dan Kekristenan.”
Dalam kata pengantar buku History of Christianity dari Edward Gibbon,
kita membaca: “Jika Kekafiran ditaklukkan oleh Kekristenan, halnya juga
benar bahwa Kekristenan telah dirongrong oleh Kekafiran. Keilahian yang
murni dari orang-orang Kristen yang mula-mula... diubah, oleh Gereja
Roma, menjadi dogma trinitas yang tidak dapat dimengerti. Banyak dari
kepercayaan kafir, yang diciptakan oleh orang-orang Mesir dan
diidealkan oleh Plato, dipertahankan sebagai sesuatu yang patut dipercayai.”
A Dictionary of Religious Knowledge menyatakan bahwa Tritunggal
“adalah suatu penyelewengan yang dipinjam dari agama-agama kafir, dan
dicangkokkan ke dalam iman Kristen.” Dan The Paganism in Our
Christianity berkata: “Asal usul [Tritunggal] seluruhnya kafir.”
Itu sebabnya, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics, James Hastings
menulis: “Dalam agama di India, misalnya, kita temukan kelompok tiga
serangkai Brahma, Syiwa, dan Wisnu; dan dalam agama Mesir kelompok
tiga serangkai Osiris, Isis, dan Horus... Bukan hanya dalam agama-agama
dalam sejarah, kita temukan Allah dianggap sebagai suatu Tritunggal.
Kita khususnya dapat mengingat pandangan Neo-Platonik mengenai
Realitas yang Paling Tinggi,” yang “diwakili secara tiga serangkai.” Apa
hubungan antara filsuf Yunani Plato dengan Tritunggal?

Platonisme
PLATO, menurut perkiraan, hidup dari tahun 428 sampai 347 sebelum
Kristus. Meskipun ia tidak mengajarkan Tritunggal dalam bentuknya yang
sekarang, filsafatnya membuka jalan untuk itu. Belakangan, gerakan filsafat
yang mencakup kepercayaan kepada kelompok-kelompok tiga
serangkai bermunculan, dan semua ini dipengaruhi oleh gagasan Plato
mengenai Allah dan alam.

14
Nouveau Dictionnaire Universel (Kamus Universal Baru) bahasa Perancis
mengatakan mengenai pengaruh dari Plato:
“Tritunggal menurut Plato, yang sebenarnya hanyalah penyusunan
kembali dari tritunggal-tritunggal yang lebih tua dan berasal dari orang-orang
zaman dulu, tampaknya merupakan tritunggal yang rasional dan filosofis dari
sifat-sifat yang melahirkan ketiga hypostase (zat) atau pribadi ilahi yang
diajarkan oleh gerejagereja Kristen... Konsep filsuf Yunani mengenai trinitas
ilahi ini... dapat ditemukan dalam semua agama [kafir] kuno.”

The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge


memperlihatkan pengaruh dari filsafat Yunani ini: “Doktrin mengenai Logos
dan Tritunggal menerima bentuknya dari Bapa-Bapa Yunani, yang...
sangat dipengaruhi, secara langsung atau tidak langsung, oleh filsafat Plato...
Bahwa kesalahan dan kerusakan menyusup ke dalam Gereja dari sumber ini
tidak dapat disangkal.”

The Church of the First Three Centuries mengatakan: “Doktrin Tritunggal


dibentuk secara bertahap dan baru belakangan terhitung;... ia berasal dari
sumber yang sama sekali tidak dikenal dalam Kitab-Kitab Suci Yahudi
maupun Kristen;... ia tumbuh, dan dicangkokkan ke dalam Kekristenan,
melalui tangan Bapa-Bapa pengikut Plato.”
Menjelang akhir abad ketiga M., “Kekristenan” dan filsafat Plato yang baru,
berpadu secara tidak terpisahkan. Sebagaimana dinyatakan Adolf
Harnack dalam Outlines of the History of Dogma, doktrin gereja kemudian
“berakar dengan kuat di tanah Hellenisme [paham Yunani kafir]. Dengan
demikian ini menjadi suatu misteri bagi bagian terbesar dari orang-orang
Kristen.”
Gereja mengaku bahwa doktrin-doktrin barunya didasarkan atas Alkitab.
Namun Harnack mengatakan: “Dalam kenyataan di kalangannya sendiri
[gereja] mengesahkan spekulasi Hellenik, pandangan dan kebiasaan takhyul
dari ibadat kafir yang bersifat misteri.”
Dalam buku A Statement of Reasons, Andrews Norton menyatakan tentang
Tritunggal: “Kita dapat menelusuri sejarah doktrin ini dan menemukan
sumbernya, bukan dalam wahyu Kristen, melainkan dalam filsafat Plato...
Tritunggal bukan doktrin dari Kristus dan Rasul-Rasulnya, melainkan suatu
fiksi dari sekolah para pengikut Plato.”
Jadi, pada abad keempat M., kemurtadan yang dinubuatkan oleh Yesus dan
para rasul mulai berkembang penuh. Perkembangan dari Tritunggal hanya
satu bukti dari ini. Gereja-gereja yang murtad juga mulai menganut gagasan
kafir lain, seperti api neraka, kekekalan jiwa, dan penyembahan berhala.
Secara rohani, Susunan Kristen telah memasuki abad-abad

15
kegelapannya yang telah dinubuatkan, dikuasai oleh golongan pendeta
“manusia durhaka” yang terus bertambah besar.-2 Tesalonika 2:3, 7.

Mengapa Nabi-Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?


MENGAPA, selama ribuan tahun, tidak seorang pun dari nabi-nabi Allah
mengajarkan umat-Nya mengenai Tritunggal?
Pada kesempatan terakhir, tidakkah Yesus akan menggunakan kecakapannya
sebagai Guru Agung untuk menjelaskan Tritunggal kepada para pengikutnya?
Apakah Allah akan mengilhami ratusan halaman dari Alkitab namun
tidak menggunakan pengajaran ini untuk mengajarkan Tritunggal jika hal
itu memang “doktrin utama” dari iman?
Apakah orang-orang Kristen harus percaya bahwa berabad-abad setelah
Kristus dan setelah mengilhami penulisan Alkitab, Allah akan mendukung
perumusan suatu doktrin yang tidak dikenal oleh hamba-hamba-Nya selama
ribuan tahun, doktrin yang merupakan “misteri yang tidak dapat
dimengerti” “di luar jangkauan akal manusia,” doktrin yang diakui
mempunyai latar belakang kafir dan “sebagian besar adalah masalah politik
gereja?”
Bukti dari sejarah sudah jelas: Ajaran Tritunggal adalah penyimpangan dari
kebenaran, kemurtadan darinya.

APA YANG ALKITAB KATAKAN MENGENAI ALLAH DAN YESUS?


JIKA orang membaca Alkitab dari depan sampai belakang tanpa memiliki
gagasan sebelumnya mengenai Tritunggal, apakah mereka dengan
sendirinya akan sampai pada konsep tersebut? Sama sekali tidak.
Apa yang dengan sangat jelas akan timbul dalam pikiran seorang pembaca
yang netral ialah bahwa Allah saja Yang Mahatinggi, sang Pencipta, terpisah
dan berbeda dari pribadi manapun, dan bahwa Yesus, bahkan dalam
keberadaannya sebelum menjadi manusia, juga terpisah dan berbeda, suatu
makhluk yang diciptakan, lebih rendah daripada Allah.

Allah Itu Satu, Bukan Tiga


AJARAN Alkitab bahwa Allah itu esa atau satu disebut monoteisme.
Dan L. L. Paine, profesor sejarah gereja, menyatakan bahwa monoteisme
dalam bentuknya yang paling murni tidak mengizinkan adanya Tritunggal:
“Perjanjian Lama secara tegas adalah monoteistis. Allah adalah suatu pribadi
tunggal. Gagasan bahwa suatu tritunggal dapat ditemukan di dalamnya...
sama sekali tidak berdasar.”
Apakah ada perubahan dari monoteisme setelah Yesus datang ke bumi? Paine
menjawab: “Mengenai hal ini tidak ada pemisah antara Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Tradisi monoteistis terus dilanjutkan. Yesus adalah

16
seorang Yahudi, dilatih oleh orang-tua Yahudi dalam kitab-kitab Perjanjian
Lama. Ajarannya sepenuhnya Yahudi: memang suatu injil baru, namun bukan
suatu teologi baru... Dan ia menerima sebagai kepercayaannya sendiri ayat
agung dari monoteisme Yahudi:
‘Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita adalah satu Allah’”
Kata-kata tersebut terdapat dalam Ulangan 6:4. New Jerusalem Bible (NJB)
Katolik berbunyi: “Dengarlah, Israel: Yahweh Allah kita adalah esa, satu-
satunya Yahweh.”[1] Dalam tata bahasa dari ayat itu. kata ìesaî tidak
mengandung sifat jamak untuk menyatakan bahwa kata itu mempunyai arti
yang lain, yaitu bukan satu pribadi.
Catatan kaki:
[1] Nama Allah dinyatakan “Yahweh” dalam beberapa terjemahan, “Jehovah”
dalam terjemahan-terjemahan lain (dalam bahasa Inggris).

Rasul Kristen Paulus tidak menunjukkan adanya perubahan dalam sifat


Allah, bahkan setelah Yesus datang ke bumi. Ia menulis: “Allah adalah
satu.” -Galatia 3: 20, lihat juga 1 Korintus 8:4-6.
Ribuan kali dalam seluruh Alkitab, Allah disebutkan sebagai satu Pribadi.
Bila Ia berfirman, ini adalah sebagai satu Pribadi yang tidak terbagi. Alkitab
benar-benar sangat jelas dalam hal ini. Seperti Allah katakan: “Aku ini
[Yehuwa], itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada
yang lain. “ (Yesaya 42 :8) “Akulah Yahweh Allahmu... Engkau tidak boleh
memiliki allah-allah lain kecuali aku.” (Cetak miring red.)-Keluaran 20: 2, 3,
JB.
Untuk apa semua penulis Alkitab yang diilhami Allah akan berbicara
mengenai Allah sebagai satu Pribadi jika Ia sebenarnya adalah tiga
Pribadi? Apa gunanya hal itu, selain dari menyesatkan orang? Tentu, jika Allah
terdiri dari tiga Pribadi, la akan menyuruh para penulis Alkitab-Nya untuk
membuat hal itu benar-benar jelas sehingga tidak mungkin ada keraguan
mengenai hal itu. Sedikitnya para penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen
yang mempunyai hubungan pribadi dengan Anak Allah sendiri tentu akan
berbuat demikian. Ternyata tidak.
Sebaliknya, apa yang dinyatakan dengan sangat jelas oleh para penulis
Alkitab ialah bahwa Allah adalah satu Pribadi;
Pribadi yang unik, tidak terbagi-bagi yang tidak setara dengan siapapun
juga: “Akulah [Yehuwa] dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah.
“ (Yesaya 45:5) “Engkau sajalah yang bernama [Yehuwa], Yang Mahatinggi
atas seluruh bumi.”-Mazmur 83 :19.

17
Bukan Allah yang Jamak
YESUS menyebut Allah “satu-satunya Allah yang benar.” (Yohanes 17:3)
Ia tidak pernah menyebut Allah sebagai ilahi yang terdiri dari pribadi-pribadi
jamak. Itulah sebabnya dalam Alkitab tidak ada satu pribadi pun selain
Yehuwa yang disebut Yang Mahakuasa. Jika tidak, arti kata “mahakuasa”
tidak berlaku lagi. Yesus maupun roh kudus tidak pernah disebut demikian,
karena hanya Yehuwa yang paling tinggi. Dalam Kejadian 17:1 Ia
berkata: “Akulah Allah Yang Mahakuasa.” Dan Keluaran 18:11 berbunyi:
“[Yehuwa] lebih besar dari segala allah.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata ‘eloh’ah (allah) mempunyai dua bentuk
jamak, yaitu, ‘elo-him’ (allah-allah) dan ‘elo-heh’ (allah-allah dari).
Bentuk-bentuk jamak ini umumnya memaksudkan Yehuwa, dan dalam hal
itu kata-kata tersebut diterjemahkan dalam bentuk tunggal sebagai “Allah.”
Apakah bentuk-bentuk jamak tersebut menyatakan suatu Tritunggal?
Tidak. Dalam A Dictionary of the Bible, William Smith berkata: “Gagasan
khayalan bahwa [’elo-him’] memaksudkan tritunggal dari pribadi-pribadi
dalam Keilahian, sekarang hampir tidak mempunyai pendukung lagi di
kalangan para sarjana. Hal itu adalah apa yang disebut para ahli tata bahasa
bentuk jamak dari keagungan, atau itu menyatakan kepenuhan dari
kekuatan ilahi. Kuasa keseluruhan yang diperlihatkan oleh Allah.”

The American Journal of Semitic Languages and Literatures mengatakan


tentang ‘elo-him.’ “Ini hampir selalu dijelaskan dengan suatu predikat kata
kerja tunggal, dan membutuhkan atribut kata sifat tunggal.” Untuk
menggambarkan ini, gelar ‘elo-him’ muncul 35 kali secara tersendiri dalam
kisah penciptaan, dan setiap kali kata kerja yang menggambarkan apa yang
Allah katakan dan lakukan adalah dalam bentuk tunggal. (Kejadian
1:1-2:4) Jadi, publikasi itu menyimpulkan: “[’Elo-him’] agaknya harus
dijelaskan sebagai bentuk jamak yang bersifat intensif, yang menyatakan
kebesaran dan keagungan.”
‘Elo-him’ bukan berarti “pribadi-pribadi,” melainkan “allah-allah.” Jadi
mereka yang berkukuh bahwa kata ini menyatakan suatu Tritunggal
menjadikan diri sendiri politeis, penyembah lebih dari satu Allah.
Mengapa? Karena ini berarti ada tiga allah dalam Tritunggal. Namun hampir
semua pendukung Tritunggal menolak pandangan bahwa Tritunggal
terdiri dari tiga allah yang terpisah.
Alkitab juga menggunakan kata-kata ‘elo-him’ dan ‘elo-heh’ bila
menyebutkan sejumlah allah-allah berhala yang palsu.
(Keluaran 12:12; 20:23). Namun pada kesempatan lain hal itu bisa
memaksudkan hanya satu allah palsu, seperti ketika orang-orang Filistin

18
menyebutkan “Dagon, allah mereka [’elo-heh’].” (Hakim 16:23, 24)
Baal disebut “allah
[’elo-him]” (1 Raja 18:27) Selain itu, ungkapan ini digunakan untuk
manusia. (Mazmur 82:1, 6) Musa diberi tahu bahwa dia akan menjadi “Allah
[’elo-him’]” bagi Harun dan bagi Firaun.-Keluaran 4:16; 7:1.

Jelas, menggunakan gelar-gelar ‘elo-him’ dan ‘elo-heh ‘untuk allah-allah


palsu, dan bahkan manusia, tidak menyatakan bahwa masing-masing
adalah allah-allah yang jamak; demikian juga menerapkan ‘elo-him’ atau ‘elo-
heh’ pada Yehuwa tidak berarti bahwa Ia lebih dari satu Pribadi, terutama bila
kita mempertimbangkan bukti dari ayat-ayat lain dalam Alkitab mengenai
pokok ini.

Yesus Ciptaan yang Terpisah


KETIKA berada di atas bumi, Yesus adalah seorang manusia, meskipun
manusia yang sempurna karena Allah telah memindahkan daya
kehidupan dari Yesus ke dalam rahim Maria. (Matius 1: 18-25) Namun itu
bukan awal kehidupannya. Ia sendiri menyatakan bahwa ia “telah turun
dari sorga.” (Yohanes 3:13) Jadi wajarlah bila ia belakangan berkata
kepada para pengikutnya: “Bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak
Manusia [Yesus] naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”-Yohanes
6:62.
Jadi. Yesus sudah hidup di surga sebelum datang ke bumi. Tetapi apakah
sebagai salah satu pribadi dalam Keilahian tiga serangkai yang mahakuasa
dan kekal? Tidak, karena Alkitab dengan jelas menerangkan bahwa
sebelum menjadi manusia, Yesus adalah suatu makhluk roh yang diciptakan
sama seperti malaikat-malaikat adalah makhluk-makhluk roh yang
diciptakan oleh Allah. Para malaikat maupun Yesus tidak hidup sebelum
mereka diciptakan.
Yesus, sebelum hidup sebagai manusia, adalah ‘yang sulung dari segala
yang diciptakan.’ (Kolose 1:15) Ia adalah “permulaan dari ciptaan Allah.”
(Wahyu 3:14) “Permulaan” [bahasa Yunani, ar-khe’] tidak dapat ditafsirkan
bahwa Yesus adalah ‘pemula’ dari ciptaan Allah. Dalam tulisan-tulisannya di
Alkitab, Yohanes menggunakan berbagai bentuk dari kata Yunani ar-khe’
lebih dari 20 kali, dan ini selalu mempunyai arti umum “permulaan.” Ya,
Yesus diciptakan oleh Allah sebagai permulaan dari ciptaan-ciptaan Allah
yang tidak kelihatan.
Perhatikan betapa erat hubungan antara acuan-acuan kepada asal usul
Yesus dengan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh “hikmat”
kiasan dalam buku Amsal di Alkitab: “TUHAN [Yahweh, NJB] telah
menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaanNya, sebagai perbuatanNya
yang pertama-tama dahulu kala. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih

19
dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir; sebelum Ia membuat bumi dengan
padang-padangnya atau debu dataran yang pertama [”unsur-unsur pertama
dari dunia,” NJB].” (Amsal 8: 12, 22, 25, 26)
Meskipun istilah “hikmat” digunakan untuk mempersonifikasi pribadi
yang Allah ciptakan, kebanyakan sarjana setuju bahwa ini sebenarnya
adalah kata kiasan untuk Yesus sebagai makhluk roh sebelum hidup sebagai
manusia.

Sebagai “hikmat” sebelum menjadi manusia, Yesus selanjutnya berkata


bahwa ia berada “di sampingNya [Allah], seorang pekerja ahli.” (Amsal 8:
30. JB) Selaras dengan peranan sebagai pekerja ahli ini, Kolose 1:16
(BIS) mengatakan tentang Yesus bahwa “melalui dialah Allah menciptakan
segala sesuatu di surga dan di atas bumi.”

Jadi melalui pekerja ahli inilah, seolah-olah mitra kerja-Nya yang lebih
muda, Allah Yang Mahakuasa menciptakan semua perkara lain. Alkitab
meringkaskan masalahnya sebagai berikut: “Bagi kita hanya ada satu Allah
saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu... dan satu Tuhan
saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia, segala sesuatu telah dijadikan.”
(Cetak miring red.)-1 Korintus 8:6, Revised Standard Version, edisi Katolik;
BIS.
Tiada sangsi lagi bahwa kepada pekerja ahli inilah Allah berkata: “Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kejadian 1: 26)
Ada yang mengatakan bahwa “Kita” dalam pernyataan ini menunjukkan
suatu Tritunggal. Namun jika anda mengatakan, ‘Baiklah kita membuat
sesuatu untuk diri kita,’ tidak seorang pun akan secara wajar memahami
bahwa ini menyatakan beberapa orang digabungkan menjadi satu di dalam
diri anda. Anda hanya memaksudkan bahwa dua pribadi atau lebih akan
bersama-sama mengerjakan sesuatu. Maka, demikian pula, ketika Allah
menggunakan “Kita,” Ia hanya menyapa suatu pribadi lain, makhluk roh-Nya
yang pertama, sang pekerja ahli, pramanusia Yesus.

Dapatkah Allah Dicobai?


DALAM Matius 4:1, Yesus dikatakan “dicobai Iblis.” Setelah menunjukkan
kepada Yesus semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,” Setan
berkata: “Semua itu akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud
menyembah aku.” (Matius 4:8, 9) Setan berupaya untuk membuat Yesus tidak
loyal kepada Allah.
Tetapi ujian keloyalan macam apakah itu jika Yesus adalah Allah? Dapatkah
Allah memberontak melawan diri-Nya sendiri? Tidak, tetapi malaikat-
malaikat dan manusia dapat memberontak melawan Allah dan telah
berbuat demikian. Cobaan atas Yesus hanya masuk akal jika ia, bukan Allah,

20
melainkan suatu pribadi yang terpisah yang mempunyai kehendak bebasnya
sendiri, pribadi yang bisa saja tidak loyal jika ia memutuskan demikian,
seperti halnya malaikat atau manusia.
Sebaliknya, kita tidak dapat membayangkan bahwa Allah dapat berdosa dan
tidak loyal kepada diri-Nya sendiri. “PekerjaanNya sempurna... Allah
yang setia,... adil dan benar Dia.” (Ulangan 32:4) Jadi jika Yesus adalah
Allah, ia tidak mungkin dicobai.-Yakobus 1:13.
Karena bukan Allah, Yesus bisa saja tidak loyal. Namun ia tetap setia,
dengan mengatakan: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus
menyembah Tuhan [Yehuwa, NW], Allahmu, dan hanya kepada Dia
sajalah engkau berbakti!”-Matius 4:10.

Berapa Besar Harga Tebusan Itu?


SALAH satu alasan utama Yesus datang ke bumi juga mempunyai hubungan
langsung dengan Tritunggal. Alkitab menyatakan:
“Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan
manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diriNya
sebagai tebusan [yang sesuai, NW] bagi semua manusia.”-1 Timotius 2: 5,6.
Yesus, yang tidak lebih dan tidak kurang daripada seorang manusia
sempurna, menjadi tebusan yang dengan tepat mengganti rugi apa yang
telah dihilangkan Adam -hak untuk hidup sebagai manusia sempurna di bumi.
Jadi Yesus dengan tepat dapat disebut “Adam yang akhir” oleh rasul
Paulus, yang berkata dalam ikatan kalimat yang sama: “Sama seperti semua
orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang
akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.” (1 Korintus
15: 22, 45) Kehidupan manusia yang sempurna dari Yesus adalah “tebusan
yang sesuai” yang dituntut oleh keadilan ilahi-tidak lebih, tidak kurang.
Suatu prinsip dasar bahkan dari keadilan manusia ialah bahwa harga yang
dibayar harus sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Tetapi, jika Yesus adalah bagian dari suatu Keilahian, harga tebusan akan
sangat jauh lebih tinggi daripada apa yang dituntut oleh Taurat Allah
sendiri. (Keluaran 21:23-25;
Imamat 24:19-21) Yang berdosa di Eden hanya seorang manusia sempurna,
Adam, bukan Allah. Maka tebusan itu, agar benar-benar selaras dengan
keadilan Allah, harus tepat sama nilainya-seorang manusia sempurna, “Adam
yang akhir.” Maka, ketika Allah mengutus Yesus ke bumi sebagai tebusan itu,
Ia menjadikan Yesus sebagai sesuatu yang akan memenuhi keadilan,
bukan suatu inkarnasi, bukan manusia-allah, melainkan manusia
sempurna, “lebih rendah daripada malaikat-malaikat.” (Ibrani 2:9;
bandingkan Mazmur 8: 6, 7.)

21
Bagaimana mungkin suatu bagian dari Keilahian yang mahakuasa Bapa,
Anak, atau roh kudus-dapat lebih rendah daripada malaikat-malaikat?

Bagaimana “Satu-Satunya yang Diperanakkan”?


ALKITAB menyebut Yesus “Anak Tunggal” atau dalam bahasa Inggris,
“only-begotten Son” (“Anak satu-satunya yang diperanakkan”). (Yohanes
1:14; 3:16, 18; 1 Yohanes 4:9) Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa
karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana
seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua
ayahnya?
Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa dalam hal Yesus, “satu-satunya
yang diperanakkan” tidak sama dengan definisi kamus untuk
“memperanakkan” yang adalah “memberi kehidupan sebagai bapa.”
(Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary) Mereka berkata bahwa dalam
hal Yesus ini memaksudkan “sifat dari hubungan tanpa asal usul,” semacam
hubungan anak tunggal tetapi tanpa ia diperanakkan. (Vine’s Expository
Dictionary of Old and New Testament Words, karya Vine) Apakah hal itu
kedengaran masuk akal bagi anda? Dapatkah seorang pria menjadi ayah
seorang anak tanpa memperanakkan dia?
Selain itu, mengapa Alkitab menggunakan kata Yunani yang sama untuk
“satu-satunya yang diperanakkan” (seperti diakui oleh Vine tanpa penjelasan
apapun) untuk menggambarkan hubungan antara Ishak dengan Abraham?
Ibrani 11:17 menyebut Ishak sebagai “anaknya [Abraham] yang tunggal,”
atau dalam bahasa Inggris “anak satu-satunya yang diperanakkan.” Tidak
mungkin ada keraguan bahwa dalam hal Ishak, ia satu-satunya yang
diperanakkan dalam arti yang normal, tidak sama dalam umur atau
kedudukkan dengan ayahnya.
Kata dasar bahasa Yunani untuk “satu-satunya yang diperanakkan”
yang digunakan untuk Yesus dan Ishak ialah monogenes’, dari mo’nos,
yang berarti “satu-satunya,” dan gi’no-mai, sebuah akar kata yang berarti
“menghasilkan,” “menjadi (menjadi ada),” kata Exhaustive Concordance
oleh Strong. Maka, monogenes’ didefinisikan sebagai: “Satu-satunya
yang dilahirkan, satu-satunya yang diperanakkan, artinya satu-satunya
anak.”-A Greek and English Lexicon of the New Testament, oleh E.
Robinson. Theological Dictionary of the New Testament,, dengan
penyunting Gerhard Kittel, berkata: “[Monogenes] berarti ‘keturunan satu-
satunya’ yaitu, tanpa saudara laki-laki atau perempuan.” Buku ini juga
menyatakan bahwa dalam Yohanes 1:18; 3: 16, 18; dan 1 Yohanes 4:9,
“hubungan Yesus tidak hanya disamakan dengan hubungan seorang anak
tunggal atau satu-satunya anak dengan ayahnya. Ini memang hubungan antara
anak satu-satunya yang diperanakkan oleh sang Bapa.”

22
Jadi, kehidupan Yesus, Anak satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai
permulaan. Dan Allah Yang Mahakuasa dengan tepat dapat disebut Yang
Memperanakkan dia, atau Bapa-Nya dalam arti yang sama seperti seorang
ayah jasmani di bumi, seperti Abraham, memperanakkan seorang anak.
(Ibrani 11:17) Maka, bila Alkitab menyebut Allah sebagai “Bapa” dari
Yesus, ini memaksudkan tepat seperti yang dikatakannya -bahwa mereka
adalah dua pribadi yang terpisah. Allah yang senior. Yesus yang yunior
-dalam hal waktu atau umur, kedudukan, kuasa, dan pengetahuan.
Bila seseorang mempertimbangkan bahwa Yesus bukan satu-satunya
makhluk roh, anak Allah yang diciptakan di surga, halnya menjadi jelas
mengapa istilah “Anak Tunggal” atau “Anak satu-satunya yang diperanakkan”
digunakan dalam hal Yesus. Tidak terhitung banyaknya makhluk roh lain
yang diciptakan, malaikat-malaikat, juga disebut “anak-anak Allah,”
dalam arti yang sama seperti halnya Adam, karena daya kehidupan mereka
berasal dari Allah Yehuwa, Sumber Kehidupan. (Ayub 38:7; Mazmur
36:10; Lukas 3:38) Namun mereka semua diciptakan melalui “Anak
Tunggal,” yang adalah pribadi satu-satunya yang langsung diperanakkan
oleh Allah.-Kolose 1 :15-17.

Apakah Yesus Dianggap Allah?


MESKIPUN Yesus sering disebut Anak Allah dalam Alkitab, tidak seorang
pun pada abad pertama pernah menganggap dia sebagai Allah Anak. Bahkan
hantu-hantu, yang ‘percaya bahwa hanya ada satu Allah,’ mengetahui dari
pengalaman mereka di alam roh bahwa Yesus bukan Allah. Maka, dengan
tepat mereka menyapa Yesus sebagai “Anak Allah” yang terpisah. (Yakobus
2:19: Matius 8:29) Dan ketika Yesus mati, para prajurit Roma yang kafir itu
yang sedang berjaga cukup mengetahui untuk dapat mengatakan bahwa apa
yang mereka dengar dari para pengikut Yesus pasti benar, bukan bahwa
Yesus adalah Allah, melainkan bahwa “sungguh, ia ini adalah Anak
Allah.”-Matius 27: 54.
Maka, ungkapan “Anak Allah” menunjuk kepada Yesus sebagai makhluk
yang terpisah dan diciptakan, bukan bagian dari Tritunggal. Sebagai Anak
Allah, ia tidak mungkin Allah sendiri, karena Yohanes 1:18 berkata: “Tidak
seorangpun yang pernah melihat Allah.”
Murid-murid memandang Yesus sebagai ‘pengantara yang esa antara Allah
dan manusia,’ bukan sebagai Allah sendiri. (1 Timotius 2:5) Karena
menurut definisi seorang pengantara adalah seorang yang terpisah dari
mereka yang membutuhkan pengantara, suatu kontradiksi jika Yesus
adalah satu kesatuan dengan salah satu pihak yang ia coba perdamaikan. Itu
berarti ia pura-pura menjadi pengantara, padahal bukan.
Alkitab memang jelas dan konsisten berkenaan hubungan antara Allah dengan
Yesus. Allah Yehuwa saja Yang Mahakuasa. Ia secara langsung

23
menciptakan pramanusia Yesus. Jadi, Yesus mempunyai permulaan dan tidak
pernah dapat setara dengan Allah dalam kuasa atau kekekalan.

APAKAH ALLAH SELALU LEBIH UNGGUL DARIPADA YESUS?


YESUS tidak pernah mengaku sebagai Allah. Segala sesuatu yang ia
katakan tentang dirinya menunjukkan bahwa ia tidak menganggap dirinya
sama dengan Allah dalam hal apapun -tidak dalam hal kuasa, tidak dalam
pengetahuan, tidak dalam umur.
Dalam setiap periode keberadaannya, tidak soal di surga atau di atas bumi,
ucapan-ucapan dan tingkah lakunya mencerminkan kedudukan yang lebih
rendah daripada Allah. Allah selalu yang lebih unggul, Yesus adalah
pribadi yang lebih rendah yang diciptakan oleh Allah.

Yesus Dibedakan Dari Allah


BERULANG kali, Yesus menunjukkan bahwa ia adalah makhluk yang
terpisah dari Allah dan bahwa ia, Yesus, mempunyai Allah di atas dirinya,
Allah yang ia sembah, Allah yang ia sebut “Bapa.” Dalam doa kepada Allah,
yaitu sang Bapa, Yesus berkata, “Engkau, satu-satunya Allah yang benar.”
(Yohanes 17:3) Dalam Yohanes 20:17 ia berkata kepada Maria Magdalena:
“Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.”
Dalam 2 Korintus 1:3 rasul Paulus meneguhkan hubungan ini: “Terpujilah
Allah, Bapa [dari] Tuhan kita Yesus Kristus.” Karena Yesus mempunyai
Allah, Bapanya, ia tidak mungkin pada waktu yang sama juga adalah Allah itu.
Rasul Paulus tidak mempunyai keraguan untuk menyebut Yesus dan Allah
sebagai pribadi-pribadi yang terpisah dan berbeda:
“Bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa,... dan satu Tuhan saja,
yaitu Yesus Kristus.” (1 Korintus 8:6) Rasul itu menunjukkan perbedaannya
ketika ia menyebutkan “di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat
malaikat pilihanNya.” (1 Timotius 5:21) Jadi sama seperti Paulus menyebut
Yesus dan para malaikat sebagai pribadi-pribadi yang berbeda satu sama lain
di surga, demikian pula Yesus berbeda dengan Allah.
Kata-kata Yesus dalam Yohanes 8:17, 18 juga penting. Ia berkata: “Dalam
kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah
yang bersaksi tentang diriKu sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku,
bersaksi tentang Aku.” Di sini Yesus menunjukkan bahwa ia dan sang
Bapa, yaitu Allah Yang Mahakuasa, harus dua kesatuan yang berbeda, jika
tidak bagaimana mungkin benar-benar ada dua saksi?
Yesus selanjutnya menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang terpisah dari
Allah dengan mengatakan: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak
seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.” (Markus 10:18) Jadi Yesus
mengatakan bahwa tidak ada pribadi lain manapun yang sebaik Allah, bahkan

24
Yesus sendiri tidak. Allah adalah baik dengan cara yang membuat Ia
terpisah dari Yesus.

Hamba Allah yang Menundukkan Diri


BERULANG kali, Yesus memberikan pernyataan-pernyataan seperti:
“Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia
melihat Bapa mengerjakannya.” (Yohanes 5:19) “Aku telah turun dari sorga
bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia
yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 6:38) “AjaranKu tidak berasal dari
diriKu sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 7:16)
Bukankah yang mengutus lebih unggul dari yang diutus?
Hubungan ini nyata dalam perumpamaan Yesus tentang kebun anggur. Ia
menyamakan Allah, Bapanya, dengan pemilik kebun anggur, yang pergi ke
luar negeri dan meninggalkan kebun itu dalam tangan para penggarap, yang
melambangkan imam-imam Yahudi. Ketika sang pemilik kemudian mengutus
seorang hamba untuk mendapatkan hasil dari kebun anggur itu, para
penggarap memukul hamba tersebut dan mengusirnya dengan tangan
kosong. Kemudian sang pemilik mengutus hamba yang kedua, dan
kemudian yang ketiga, yang kedua-duanya mendapat perlakuan sama.
Akhirnya, pemilik kebun itu berkata: “Aku akan menyuruh anakku [Yesus]
yang kekasih, tentu ia mereka segani.” Namun para penggarap yang korup itu
berkata: “Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisan ini
menjadi milik kita. Lalu mereka melemparkan dia ke luar kebun anggur
itu dan membunuhnya.” (Lukas 20:9-16) Jadi Yesus menggambarkan
kedudukannya sendiri sebagai pribadi yang diutus oleh Allah untuk
melakukan kehendak Allah, sama seperti seorang ayah mengutus seorang anak
yang tunduk.
Para pengikut Yesus selalu memandangnya sebagai hamba Allah yang
menundukkan diri, bukan sebagai pribadi yang sama dengan Allah. Mereka
berdoa kepada Allah mengenai “Yesus, HambaMu yang kudus, yang
Engkau urapi,... tanda-tanda dan mujizat-mujizat [dilakukan] oleh nama
Yesus, HambaMu yang kudus.”-Kisah 4:23, 27, 30.

Allah Lebih Unggul Sepanjang Zaman


PADA awal mula pelayanan Yesus, ketika ia ke luar dari air pembaptisan,
suara Allah dari surga berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah
Aku berkenan.” (Matius 3:16, 17) Apakah Allah berkata bahwa Ia adalah
Anak-Nya sendiri, bahwa Ia berkenan kepada diri-Nya sendiri, bahwa Ia
mengutus diri-Nya sendiri? Tidak, Allah sang Pencipta mengatakan bahwa
Ia, sebagai yang lebih unggul, berkenan kepada pribadi yang lebih rendah,
Anak-Nya, Yesus, untuk melakukan pekerjaan yang ada di hadapan.

25
Yesus menyatakan keunggulan Bapanya ketika ia berkata: “Roh Tuhan
[Yehuwa, NW] ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.” (Lukas 4:18)
Pengurapan adalah pemberian wewenang atau tugas oleh orang yang lebih
tinggi kepada seseorang yang masih belum mempunyai wewenang. Di sini,
Allah adalah jelas yang lebih unggul, karena Ia mengurapi Yesus,
memberinya wewenang yang tidak ia miliki sebelumnya.
Yesus membuat jelas keunggulan Bapanya ketika ibu dari dua murid
memohon agar putra-putranya masing-masing duduk di sebelah kanan dan di
sebelah kiri Yesus bila ia memerintah dalam Kerajaannya. Yesus menjawab:
“Hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak
berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa
BapaKu [yaitu Allah] telah menyediakannya.” (Matius 20:23) Jika Yesus
adalah Allah Yang Mahakuasa, ia berhak memberikan kedudukan tersebut.
Namun Yesus tidak dapat melakukan itu, karena ini adalah hak Allah, dan
Yesus bukan Allah.
Doa Yesus sendiri merupakan contoh yang ampuh dari kedudukannya
yang lebih rendah. Ketika Yesus akan mati, ia memperlihatkan siapa pribadi
yang lebih unggul daripada dia dengan berdoa: “Ya BapaKu, jikalau
Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakKu,
melainkan kehendakMulah yang terjadi.” (Lukas 22:42) Kepada siapakah ia
berdoa? Kepada sebagian dari dirinya sendiri? Tidak, ia berdoa kepada
pribadi yang sama sekali terpisah darinya, Bapanya, Allah, yang kehendak-
Nya lebih unggul dan bisa saja berbeda dari kehendaknya sendiri, satu-
satunya Pribadi yang dapat ‘mengambil cawan ini.’
Kemudian, ketika mendekati kematian, Yesus berseru:
“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15: 34)
Kepada siapakah Yesus berseru? Kepada dirinya sendiri atau bagian dari
dirinya? Pasti seruan itu, “Allahku,” tidak berasal dari seseorang yang
menganggap dirinya sendiri Allah. Dan jika Yesus adalah Allah, maka oleh
siapa ia ditinggalkan? Dirinya sendiri? Hal itu tidak masuk akal. Yesus juga
berkata: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Lukas 23:46)
Jika Yesus adalah Allah, mengapa ia harus menyerahkan nyawanya kepada
sang Bapa?
Setelah Yesus mati, ia berada dalam kuburan selama sebagian dari tiga hari.
Jika ia adalah Allah, maka Habakuk 1:12 (NW)
keliru ketika berkata: “Allahku, Yang Mahakudus, Engkau tidak mati.”
Namun Alkitab berkata bahwa Yesus mati dan tidak sadar dalam kuburan.
Dan siapakah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati? Dan jika ia
benar-benar mati, ia tidak mungkin membangkitkan dirinya sendiri.
Sebaliknya jika ia tidak benar-benar mati, kematiannya yang pura-pura tidak
akan membayar harga tebusan untuk dosa Adam. Tetapi ia benar-benar

26
membayar harga itu sepenuhnya melalui kematiannya yang sungguh-
sungguh. Jadi “Allah [yang] membangkitkan [Yesus] dengan melepaskan
Dia dari sengsara maut.” (Kisah 2:24) Yang lebih unggul, Allah Yang
Mahakuasa, membangkitkan yang kurang unggul, hamba-Nya Yesus, dari
kematian.

Apakah kesanggupan Yesus untuk melakukan mukjizat-mukjizat, seperti


membangkitkan orang, menunjukkan bahwa ia adalah Allah? Nah, rasul-
rasul dan nabi Elia serta nabi Elisa juga mempunyai kuasa itu, namun hal itu
tidak membuat mereka lebih tinggi daripada manusia. Allah memberikan
kuasa untuk melakukan mukjizat-mukjizat kepada nabi-nabi, Yesus, dan
rasul-rasul untuk menunjukkan bahwa Ia mendukung mereka. Namun hal
itu tidak membuat mereka semua bagian dari Keilahian yang jamak.

Pengetahuan Yesus Terbatas


KETIKA Yesus memberikan nubuatnya mengenai akhir sistem ini, ia berkata:
“Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-
malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.” (Markus 13:32)
Jika Yesus adalah Anak yang setara, bagian dari Keilahian, ia pasti
mengetahui apa yang diketahui sang Bapa. Namun Yesus tidak tahu, karena
ia tidak setara dengan Allah.
Demikian pula, kita membaca dalam Ibrani 5:8 bahwa Yesus “belajar
menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya.” Dapatkah kita
membayangkan bahwa Allah harus belajar sesuatu? Tidak, tetapi Yesus
memang demikian, karena ia tidak mengetahui segala sesuatu yang Allah
ketahui. Dan ia harus belajar sesuatu yang Allah tidak akan pernah perlu
pelajari -ketaatan. Allah tidak pernah harus menaati siapapun.
Perbedaan antara apa yang Allah ketahui dan apa yang Kristus ketahui juga
nyata ketika Yesus dibangkitkan ke surga untuk tinggal bersama Allah.
Perhatikan kata-kata pertama dari buku Alkitab yang terakhir: “Wahyu
Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepadaNya.” (Wahyu 1:1) Jika
Yesus sendiri adalah bagian dari Keilahian, apakah ia perlu diberi Wahyu oleh
bagian lain dari Keilahian itu -Allah? Pasti ia sudah mengetahui semuanya,
karena Allah mengetahuinya. Namun Yesus tidak tahu, karena ia bukan Allah.

Yesus Tetap Lebih Rendah Kedudukannya


DALAM kehidupannya sebelum menjadi manusia, dan juga ketika ia berada
di atas bumi, Yesus lebih rendah dari Allah. Setelah dibangkitkan, ia tetap
berada dalam kedudukan yang lebih rendah, nomor dua.
Ketika berbicara tentang kebangkitan Yesus, Petrus dan orang-orang yang
besertanya mengatakan kepada Sanhedrin Yahudi: “Dialah [Yesus] yang
telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan [”ke,” NW] tangan kananNya.”

27
(Kisah 5:31) Paulus berkata: “Allah sangat meninggikan Dia.” (Filipi 2:9)
Jika Yesus adalah Allah, bagaimana mungkin Yesus ditinggikan, yaitu
dinaikkan kepada kedudukan yang lebih tinggi yang sudah ia miliki
sebelumnya? Ia tentu sudah merupakan bagian dari Tritunggal dengan
kedudukan yang tinggi. Jika, sebelum ditinggikan, Yesus setara dengan
Allah, meninggikan dia lebih tinggi lagi akan membuatnya lebih unggul
daripada Allah.
Paulus juga berkata bahwa Kristus masuk “ke dalam sorga sendiri untuk
menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” (Ibrani 9:24) Jika anda
muncul di hadapan hadirat seseorang, bagaimana mungkin anda adalah
orang itu juga? Tidak mungkin. Anda harus berbeda dan terpisah.
Demikian pula, tepat sebelum dilempari batu sampai mati, sang martir
Stefanus “menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus
berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55) Maka jelas, ia melihat dua
pribadi yang terpisah -namun tidak melihat roh kudus, tidak melihat
Keilahian Tritunggal.
Dalam kisah di Wahyu 4: 8 sampai 5: 7, Allah diperlihatkan duduk di atas
takhta surgawi-Nya, tetapi Yesus tidak. Ia harus menghampiri Allah untuk
mengambil gulungan dari tangan kanan Allah. Ini menunjukkan bahwa di
surga Yesus bukan Allah tetapi terpisah dari Dia.
Sesuai dengan yang dikatakan di atas, Bulletin of the John Rylands Library
di Manchester, Inggris, berkata: “Dalam kehidupannya di surga setelah
dibangkitkan, Yesus digambarkan tetap memiliki kepribadian tersendiri
sebagai individu dalam segala hal, yang berbeda dan terpisah dari pribadi
Allah tepat seperti ketika ia hidup di atas bumi sebagai Yesus di bumi. Di
samping Allah dan dibandingkan dengan Allah, ia memang muncul sebagai
suatu pribadi surgawi lain lagi di tempat surgawi Allah, sama seperti para
malaikat -walaupun sebagai Anak Allah, ia berada dalam tingkatan yang
berbeda, dan mempunyai kedudukan jauh di atas mereka.” -Bandingkan Filipi
2 :11.
Bulletin juga berkata: “Namun, apa yang dikatakan mengenai kehidupan dan
fungsi-fungsinya sebagai Kristus surgawi tidak berarti ataupun menyatakan
bahwa dalam status ilahi ia berdiri setingkat dengan Allah sendiri dan adalah
sepenuhnya Allah. Sebaliknya, dalam gambaran Perjanjian Baru mengenai
pribadi surgawi dan pelayanannya kita melihat seorang tokoh yang terpisah
dari Allah dan lebih rendah daripadaNya.”
Di masa depan yang kekal di surga, Yesus akan terus menjadi hamba Allah
yang terpisah dan lebih rendah. Alkitab mengatakannya sebagai berikut:
“Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia [Yesus di surga]
menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa ... maka Ia sendiri sebagai Anak
akan menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala

28
sesuatu di bawahNya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.”-1
Korintus 15:24, 28.

Yesus Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah


SIKAP Alkitab jelas. Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, bukan hanya suatu
Pribadi yang terpisah dari Yesus tetapi sepanjang zaman Ia adalah Pribadi
yang lebih unggul daripada Yesus. Yesus selalu dinyatakan sebagai hamba
Allah yang rendah hati, terpisah dan lebih rendah. Itulah sebabnya Alkitab
dengan jelas mengatakan bahwa “Kepala dari Kristus ialah Allah” dalam
arti yang sama bahwa “Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus.” (1
Korintus 11:3) Dan itulah sebabnya Yesus sendiri berkata: “Bapa lebih
besar dari padaAku.”-Yohanes 14: 28.
Faktanya ialah, Yesus bukan Allah dan tidak pernah mengaku demikian. Hal
ini diakui oleh semakin banyak sarjana. Seperti dikatakan Bulletin dari
Rylands: “Faktanya harus dihadapi bahwa penelitian Perjanjian Baru selama
kira-kira tiga puluh atau empat puluh tahun belakangan ini telah menuntun
semakin banyak sarjana Perjanjian Baru yang ternama kepada kesimpulan
bahwa Yesus ... jelas tidak pernah menganggap dirinya sendiri Allah.”
Bulletin itu juga mengatakan tentang orang-orang Kristen abad pertama:
“Maka, ketika mereka menyebut [Yesus] dengan gelar-gelar penghormatan
seperti Kristus, Anak manusia, Anak Allah dan Tuhan, ini adalah cara
mengatakan bahwa ia adalah, bukan Allah, melainkan yang melakukan
pekerjaan Allah.”
Jadi, bahkan ada sarjana-sarjana yang mengakui bahwa gagasan Yesus adalah
Allah bertentangan dengan seluruh kesaksian Alkitab. Di sana, Allah selalu
yang lebih unggul, dan Yesus adalah hamba yang lebih rendah.

ROH KUDUS TENAGA AKTIF ALLAH


MENURUT doktrin Tritunggal, roh kudus adalah pribadi ketiga dari
Keilahian, setara dengan sang Bapa dan sang Anak. Seperti dikatakan buku
Our Orthodox Christian Faith: “Roh Kudus adalah Allah sepenuhnya.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata yang paling sering digunakan untuk “roh”
ialah ru’ach, yang berarti “nafas; angin; roh.” Dalam Kitab-Kitab Yunani,
kata tersebut ialah pneu’ma, yang mempunyai arti sama. Apakah kata-kata ini
menunjukkan bahwa roh kudus adalah bagian dari suatu Tritunggal?

Tenaga Aktif
“ROH kudus” yang digunakan dalam Alkitab n menyatakan bahwa ini adalah
suatu kekuatan atau tenaga yang dikendalikan yang digunakan oleh Allah
Yehuwa untuk melaksanakan berbagai maksud-tujuan-Nya. Sampai taraf
tertentu, ini dapat disamakan dengan listrik, tenaga yang dapat digunakan
untuk melakukan beragam fungsi.

29
Dalam Kejadian 1:2 Alkitab berkata bahwa “Roh [bahasa Ibrani, ru’ach]
Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Di sini, Roh Allah adalah
tenaga aktif-Nya yang bekerja untuk membentuk bumi.
Allah menggunakan roh-Nya untuk memberikan penerangan kepada mereka
yang melayani Dia. Daud berdoa: “Ajarlah aku melakukan
kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh[ru’ach]Mu yang baik
itu menuntun aku di tanah yang rata!” (Mazmur 143:10) Ketika 70 pria
yang cakap ditunjuk untuk membantu Musa, Allah berkata kepadanya:
“Sebagian dari Roh [ru’ach] yang hinggap padamu itu akan Kuambil dan
Kutaruh atas mereka.” -Bilangan 11:17.
Nubuat Alkitab dicatat ketika orang-orang dari Allah ‘didorong oleh Roh
[bahasa Yunani, dari pneu’ma] Kudus.” (2 Petrus 1:20, 21) Dengan cara ini
Alkitab “diilhamkan Allah.”
Kata Yunani untuk itu ialah The-o’pneu-stos, yang berarti “dinafaskan oleh
Allah.” (2 Timotius 3:16) Dan roh kudus membimbing orang-orang
tertentu untuk mendapat penglihatan-penglihatan atau mimpi-mimpi
nubuat. -2 Samuel 23:2; Yoel 2:28, 29; Lukas 1:67; Kisah 1:16; 2:32, 33
Roh kudus mendorong Yesus untuk pergi ke padang gurun setelah ia
dibaptis. (Markus 1:12) Roh itu seperti api dalam diri hamba-hamba Allah,
yang menyebabkan mereka mendapatkan kekuatan dari tenaga itu. Dan ini
memungkinkan mereka untuk berbicara dengan berani dan tabah. -Mikha
3:8; Kisah 7:55-60; 18:25; Roma 12:11; 1 Tesalonika 5:19.
Melalui roh-Nya, Allah melaksanakan vonisNya atas manusia dan bangsa-
bangsa. (Yesaya 30: 27, 28; 59:18, 19) Dan roh Allah dapat sampai ke mana-
mana, bertindak demi orang-orang atau melawan mereka. -Mazmur 139:7-12.

“Kekuatan yang Melimpah-limpah”


ROH Allah dapat juga memberikan “kekuatan yang melimpah-limpah
[”melebihi yang normal,” NW]” kepada mereka yang melayani Dia. (2
Korintus 4:7) Ini memungkinkan mereka untuk bertekun dalam ujian iman
atau melakukan hal-hal yang sewajarnya tidak dapat mereka lakukan.
Sebagai contoh, mengenai Simson, Hakim 14:6 menceritakan:
“Pada waktu itu berkuasalah Roh TUHAN [Yahweh, JB] atas dia, sehingga
singa itu dicabiknya ... tanpa apa-apa di tangannya.” Apakah suatu pribadi
ilahi benar-benar memasuki atau berkuasa atas Simson, menggunakan
tubuhnya untuk melakukan apa yang ia lakukan? Tidak, ini benar-benar
“kuasa TUHAN [yang] membuat Simson kuat.” -Today ‘s English Version
(TEV).
Alkitab berkata bahwa ketika Yesus dibaptis, roh kudus turun ke atasnya
dalam bentuk seekor burung merpati, tidak dalam bentuk manusia. (Markus
1:10) Tenaga aktif dari Allah ini memungkinkan Yesus untuk

30
menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Seperti
dikatakan dalam Lukas 5:17: “Kuasa Tuhan [Allah] menyertai Dia [Yesus],
sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit.”
Roh Allah juga memberi kuasa kepada murid-murid Yesus untuk melakukan
hal-hal yang bersifat mukjizat. Kisah 2:1-4 menceritakan bahwa murid-
murid itu sedang berkumpul bersama pada hari Pentakosta ketika ‘tiba-tiba
turun dari langit bunyi seperti tiupan angin keras. Maka penuhlah mereka
dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa
lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk
mengatakannya.’
Jadi roh kudus memberi Yesus dan hamba-hamba Allah yang lain kuasa untuk
melakukan apa yang biasanya tidak dapat dilakukan oleh manusia.

Bukan suatu Pribadi


TETAPI, bukankah ada ayat-ayat Alkitab yang menyebut roh kudus dengan
istilah-istilah yang menyatakan ia seolah-olah suatu pribadi? Memang,
namun perhatikan apa yang dikatakan teolog Edmund Fortman mengenai hal
ini dalam The Triune God:
“Walaupun roh ini sering dipersonifikasikan, tampak jelas sekali bahwa para
penulis kitab-kitab suci [dari Kitab-Kitab Ibrani] tidak pernah menganggap
atau menyatakan bahwa roh ini adalah suatu pribadi tersendiri.”
Dalam Alkitab, bukan suatu hal yang tidak lazim jika sesuatu
dipersonifikasikan. Hikmat dikatakan mempunyai anak-anak. (Lukas 7:35,
Bode) Dosa dan kematian dikatakan berkuasa. (Roma 5 :14, 2 1) Dalam
Kejadian 4:7 The New English Bible (NE) berkata: “Dosa adalah hantu yang
mendekam di pintu,” dosa dipersonifikasikan sebagai suatu roh jahat
yang mendekam di pintu Kain. Tetapi, tentu dosa bukan suatu pribadi roh;
demikian pula mempersonifikasikan roh kudus tidak membuatnya menjadi
suatu pribadi roh.
Demikian pula, dalam 1 Yohanes 5:6-8 bukan hanya roh tetapi juga “air dan
darah” dikatakan memberi “kesaksian.” Namun air dan darah jelas bukan
pribadi-pribadi, demikian pula roh kudus bukan suatu pribadi.
Selaras dengan ini ialah penggunaan umum dari kata “roh kudus” dalam
Alkitab dengan cara yang tidak menunjukkannya sebagai suatu pribadi,
seperti pada waktu menyejajarkannya dengan air dan api. (Matius 3:11;
Markus 1:8) Orang-orang dianjurkan agar menjadi penuh dengan roh
kudus dan bukan dengan anggur. (Efesus 5:18) Mereka dikatakan dipenuhi
dengan roh kudus dengan cara yang sama seperti mereka dipenuhi dengan
sifat-sifat seperti hikmat, iman, dan sukacita. (Kisah 6:3; 11: 24; 13:52)
Dan dalam 2 Korintus 6:6 roh kudus dimasukkan di antara sejumlah

31
sifat. Pernyataan-pernyataan seperti itu tidak akan digunakan jika roh kudus
benar-benar suatu pribadi.
Kemudian, walaupun beberapa ayat Alkitab mengatakan bahwa roh itu
berbicara, ayat-ayat lain menunjukkan bahwa ini sebenarnya dilakukan
melalui manusia atau malaikat. (Matius 10:19, 20; Kisah 4:24, 25; 28:25;
Ibrani 2:2) Tindakan roh dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti
gelombang radio yang mengirimkan berita dari satu orang kepada orang lain
di tempat yang jauh.
Dalam Matius 28:19 disebutkan “nama ... Roh Kudus.” Namun kata “nama”
tidak selalu berarti nama pribadi, dalam bahasa Yunani maupun bahasa
Indonesia. Bila kita mengatakan “atas nama hukum” kita tidak menunjuk
seseorang. Kita memaksudkan apa yang diwakili oleh hukum itu, yaitu
wewenangnya. Word Pictures in the New Testament karya Robertson
mengatakan:
“Penggunaan nama (onoma) di sini umum dilakukan dalam Septuaginta
dan papirus lain untuk kuasa atau wewenang.” Jadi pembaptisan ‘dalam
nama Roh Kudus’ menyatakan seseorang mengakui wewenang roh itu, bahwa
ini berasal dari Allah dan berfungsi melalui kehendak ilahi.

“Penolong”
YESUS menyebut roh kudus sebagai “seorang Penolong,” dan ia berkata
bahwa roh ini akan mengajar, membimbing, dan berbicara. (Yohanes
14:16, 26; 16:13) Kata Yunani yang ia gunakan untuk penolong
(para’kletos) adalah kata yang berjenis laki-laki atau maskulin. Jadi
ketika Yesus menyatakan apa yang akan dilakukan penolong itu, ia
menggunakan kata ganti nama pribadi laki-laki. (Yohanes 16:7, 8)
Sebaliknya, bila kata Yunani yang berjenis netral untuk roh (pneu’ma)
digunakan, kata ganti yang netral “it” dalam bahasa Inggris itulah yang
digunakan.

Kebanyakan penerjemah yang menganut Tritunggal menyembunyikan


fakta ini, seperti diakui oleh New American Bible Katolik berkenaan
Yohanes 14:17: “Kata Yunani untuk ‘Roh’ ialah berjenis netral, dan walaupun
kita menggunakan kata ganti nama pribadi dalam bahasa Inggris (‘he,’ ‘his,’
‘him’), kebanyakan MSS [manuskrip] Yunani menggunakan kata [bahasa
Inggris] ‘it.’”
Jadi bila Alkitab menggunakan kata ganti nama pribadi berjenis laki-laki
sehubungan dengan para’kletos dalam Yohanes 16:7, 8, hal ini sesuai
dengan peraturan tata bahasa, bukan menyatakan suatu doktrin.

32
Bukan Bagian dari suatu Tritunggal
BERBAGAI sumber mengakui bahwa Alkitab tidak mendukung gagasan
bahwa roh kudus adalah pribadi ketiga dari suatu Tritunggal. Sebagai
contoh:
The Catholic Encyclopedia: “Kita tidak menemukan satu ayat pun dalam
Perjanjian Lama yang dengan jelas menunjukkan adanya suatu Pribadi
Ketiga.”
Teolog Katolik Fortman: “Orang-orang Yahudi tidak pernah menganggap
roh itu sebagai suatu pribadi; juga tidak ada bukti yang kuat bahwa ada
penulis Perjanjian Lama yang menganut pandangan ini ... Roh Kudus
biasanya dinyatakan dalam Sinoptiks [Injil-Injil] dan dalam buku Kisah
sebagai suatu kekuatan atau kuasa ilahi.”
New Catholic Encyclopedia: “P[erjanjian] L[ama] dengan jelas tidak
menggambarkan roh Allah sebagai suatu pribadi. Roh Allah hanyalah
kuasa dari Allah. Jika ini kadang-kadang dinyatakan sebagai sesuatu yang
berbeda dari Allah, ini adalah karena nafas Yahweh bertindak di luar diri-
Nya.” Buku itu juga mengatakan: “Mayoritas naskah-naskah P[erjanjian]
B[aru] menyatakan roh Allah sebagai sesuatu, bukan seseorang; ini
terutama terlihat dalam kesejajaran antara roh dan kuasa Allah.” -Cetak
miring red.
A Catholic Dictionary: “Secara keseluruhan, Perjanjian Baru, seperti
[Perjanjian] Lama, berbicara tentang roh itu sebagai suatu energi atau kuasa
ilahi.”
Jadi, orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen yang mula-mula
tidak memandang roh kudus sebagai bagian dari suatu Tritunggal. Ajaran
itu muncul berabad-abad kemudian. Seperti dikatakan A Catholic Dictionary:
“Pribadi ketiga itu diteguhkan pada Konsili Aleksandria pada tahun 362 ...
dan akhirnya oleh Konsili Konstantinopel pada tahun 381”-kira-kira
tiga setengah abad setelah roh kudus memenuhi murid-murid pada hari
Pentakosta!
Tidak, roh kudus bukan suatu pribadi dan bukan bagian dari suatu
Tritunggal. Roh kudus adalah tenaga aktif Allah yang Ia gunakan untuk
melaksanakan kehendak-Nya. Roh kudus tidak setara dengan Allah tetapi
selalu dipakai oleh-Nya dan lebih rendah daripada Dia.

BAGAIMANA DENGAN “AYAT-AYAT BUKTI” UNTUK


TRITUNGGAL?
DIKATAKAN bahwa beberapa ayat Alkitab memberikan bukti untuk
mendukung Tritunggal. Tetapi, apabila kita membaca ayat-ayat tersebut, kita
harus selalu mengingat bahwa bukti-bukti Alkitab maupun sejarah tidak
mendukung Tritunggal.

33
Ayat-ayat Alkitab apapun yang diajukan sebagai bukti harus dipahami sejalan
dengan konteks dari ajaran seluruh Alkitab yang konsisten. Sering kali arti
yang sesungguhnya dari ayat yang diajukan tersebut dijelaskan oleh konteks
atau ikatan kalimat ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.

Tiga dalam Satu


NEW Catholic Encyclopedia mengajukan tiga “ayat bukti” demikian tetapi
juga mengakui: “Doktrin Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam
P[erjanjian] L[ama]. Dalam P[erjanjian] B[aru] bukti yang tertua
terdapat dalam surat-surat Paulus, khususnya 2 Kor 13.13 [ayat 14 dalam
beberapa Alkitab], dan 1 Kor 12.4-6. Dalam keempat Injil bukti mengenai
Tritunggal secara jelas hanya terdapat dalam rumus pembaptisan di Mat
28.19.”
Dalam ayat-ayat tersebut ketiga “pribadi” itu didaftarkan sebagai berikut.
Dua Korintus 13:13 (14) menggabungkan ketiganya dengan cara berikut:
“Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan
Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” Satu Korintus 12:4-6 berbunyi:
“Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan,
tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah
adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.” Dan Matius
28:19 berbunyi:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Apakah ayat-ayat ini menyatakan bahwa Allah, Kristus, dan roh kudus
membentuk suatu Keilahian Tritunggal, bahwa ketiganya sama dalam
bentuk, kekuasaan, dan kekekalan? Tidak, tidak demikian, sama halnya
menyebutkan tiga orang, seperti Amir, Budi dan Bambang, tidak berarti
bahwa mereka tiga dalam satu.
Bukti semacam ini, menurut Cyclopedia of Biblical, Theological, and
Ecclesiastical Literature karya McClintock dan Strong, “hanya
membuktikan bahwa ada tiga subyek yang disebutkan, ... tetapi hal itu sendiri
tidak membuktikan bahwa ketiga-tiganya pasti tergabung dalam satu sifat
ilahi, dan memiliki kemuliaan ilahi yang sama.”
Meskipun mendukung Tritunggal, sumber itu mengatakan mengenai 2
Korintus 13:13 (14): “Kita tidak dapat dengan tepat menarik kesimpulan
bahwa mereka memiliki wewenang yang sama, atau sifat yang sama.” Dan
mengenai Matius 28:18-20 dikatakan: “Tetapi, ayat ini jika diambil begitu
saja, tidak akan membuktikan dengan pasti bahwa ketiga subyek yang
disebutkan masing-masing adalah satu pribadi, atau bahwa mereka setara
atau bersifat ilahi.”

34
Ketika Yesus dibaptis, Allah, Yesus, dan roh kudus juga disebutkan dalam
konteks yang sama. Yesus “melihat roh Allah seperti burung merpati turun
ke atasNya.” (Matius 3:16) Tetapi, ini tidak berarti bahwa ketiganya adalah
satu.
Abraham, Ishak, dan Yakub banyak kali disebutkan bersama-sama,
tetapi hal itu tidak membuat mereka menjadi satu. Petrus, Yakobus dan
Yohanes disebutkan bersama-sama, tetapi itu tidak membuat mereka menjadi
satu juga. Lagi pula, roh Allah turun ke atas Yesus pada saat
pembaptisannya, yang menunjukkan bahwa sebelum itu Yesus tidak diurapi
dengan roh. Maka, bagaimana mungkin ia menjadi bagian dari suatu
Tritunggal padahal ia tidak selalu satu dengan roh kudus?

Kutipan lain yang menyebutkan ketiganya bersama-sama terdapat dalam


beberapa terjemahan Alkitab yang lebih tua dalam 1 Yohanes 5:7. Namun,
para sarjana mengakui bahwa kata-kata ini pada mulanya tidak terdapat
dalam Alkitab, tetapi baru ditambahkan belakangan. Kebanyakan
terjemahan modern dengan benar menghilangkan ayat yang palsu ini.
“Ayat-ayat bukti” yang lainnya hanya mengupas hubungan antara dua
-sang Bapa dan Yesus. Mari kita bahas beberapa dari antaranya.

“Aku dan Bapa Adalah Satu”


AYAT itu, dalam Yohanes 10:30, sering dikutip untuk mendukung
Tritunggal, meskipun pribadi ketiga tidak disebutkan di sana. Tetapi
Yesus sendiri menunjukkan apa yang ia maksud dengan menjadi “satu”
dengan sang Bapa. Dalam Yohanes 17:21, 22, ia berdoa kepada Allah
agar murid-muridnya “semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di
dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, ...
supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Apakah Yesus
berdoa agar semua muridnya menjadi satu kesatuan tunggal? Tidak, Yesus
jelas berdoa agar mereka dipersatukan dalam pikiran dan tujuan, seperti
halnya dia dan Allah. -Lihat juga 1 Korintus 1:10.

Dalam 1 Korintus 3:6, 8, Paulus berkata: “Aku menanam, Apolos


menyiram, ... Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama.”
Paulus tidak memaksudkan bahwa ia dan Apolos adalah dua pribadi di dalam
satu; ia memaksudkan bahwa mereka menjadi satu dalam tujuan. Kata
Yunani yang Paulus gunakan di sini untuk “sama” (hen) berjenis netral,
secara aksara: “satu (perkara),” yang menunjukkan persatuan dalam tindakan.
Ini adalah kata yang sama yang Yesus gunakan dalam Yohanes 10:30 untuk
menjelaskan hubungannya dengan Bapanya. Ini juga kata yang sama yang
Yesus gunakan dalam Yohanes 17:21, 22. Jadi ketika ia menggunakan
kata “satu” (hen) dalam kasus-kasus ini, ia memaksudkan persatuan dalam
pikiran dan tujuan.

35
Mengenai Yohanes 10:30, John Calvin (seorang penganut Tritunggal)
mengatakan dalam buku Commentary on the Gospel According to John:
“Orangorang zaman dulu menyalahgunakan ayat ini untuk membuktikan
bahwa Kristus adalah ... dari zat yang sama dengan sang Bapa. Karena di
sini Kristus tidak berbicara mengenai persatuan dalam zat, tetapi mengenai
kesepakatan antara dia dengan sang Bapa.”
Dalam konteks dari ayat-ayat setelah Yohanes 10:30, Yesus dengan tegas
menjelaskan bahwa kata-katanya bukan pengakuan dirinya sebagai Allah. Ia
bertanya kepada orang-orang Yahudi yang salah mengambil kesimpulan itu
dan ingin melemparinya dengan batu: “Mengapa kalian mengatakan aku
menghujat Allah karena berkata aku Anak Allah? Padahal aku dipilih oleh
Bapa dan diutus ke dunia.” (Yohanes 10:31-36, BIS) Tidak, Yesus tidak
mengaku bahwa ia, Allah Anak, melainkan Anak Allah.

“Menyamakan DiriNya dengan Allah?”


AYAT lain yang diajukan untuk mendukung Tritunggal adalah Yohanes
5:18. Di sana dikatakan bahwa orang-orang Yahudi (seperti dalam Yohanes
10:31-36) ingin membunuh Yesus karena ia “menyamakan diriNya dengan
Allah.”
Tetapi siapa yang mengatakan bahwa Yesus menyamakan dirinya dengan
Allah? Bukan Yesus. Ia membela diri menghadapi tuduhan-tuduhan palsu
ini langsung dalam ayat berikutnya (19): “Maka Yesus menjawab mereka,
katanya: ... ‘Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri
jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya.’”
Dengan ini Yesus menunjukkan kepada orang-orang Yahudi bahwa ia tidak
sama dengan Allah dan karena itu tidak dapat bertindak atas prakarsanya
sendiri. Dapatkah kita membayangkan seseorang yang setara dengan
Allah Yang Mahakuasa berkata bahwa ia “tidak dapat mengerjakan sesuatu
dari diriNya sendiri?” (Bandingkan Daniel 4:34, 35.) Menarik, bahwa
ikatan kalimat dari Yohanes 5:18 maupun 10:30 menunjukkan bahwa
Yesus membela dirinya terhadap tuduhan-tuduhan palsu dari orang-orang
Yahudi, yang seperti para penganut Tritunggal, mengambil kesimpulan-
kesimpulan yang salah!

“Setara Dengan Allah?”


DALAM Filipi 2:6 Alkitab Katolik Douay Version (Dy) tahun 1609 berkata
mengenai Yesus: “Yang karena dalam rupa Allah, tidak menganggap salah
kesetaraannya dengan Allah.” King James Version (KJ) tahun 1611 juga
berkata serupa. Sejumlah versi terjemahan seperti itu masih digunakan oleh
beberapa orang untuk mendukung gagasan bahwa Yesus setara atau sama
dengan Allah. Tetapi perhatikan bagaimana terjemahan-terjemahan lain
menyatakan ayat ini:

36
1869: “yang, karena dalam rupa Allah, tidak menganggap sebagai sesuatu
yang harus diupayakan agar [ia] menjadi sama dengan Allah.” The New
Testament oleh G. R. Noyes.
1965: “Ia -yang benar-benar bersifat ilahi!- tidak pernah dengan sombong
menganggap dirinya sama dengan Allah.” Das Neue Testament, edisi revisi,
oleh Friedrich Pfafflin.
1968: “yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah sesuatu hal yang dengan serakah harus ia miliki.” La Bibbia
Concordata.
1976: “Ia senantiasa memiliki sifat Allah, tetapi ia tidak pernah berpikir
bahwa ia perlu berupaya dengan paksa untuk menjadi sama dengan Allah.”
Today’s English Version.
1984: “yang, meskipun berada dalam rupa Allah, tidak pernah berupaya untuk
merampas [kedudukan], yaitu, bahwa ia harus sama dengan Allah.” New
World Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Yang, dalam rupa Allah, tidak menganggap kesamaan dengan Allah
sebagai sesuatu yang harus dikejar.” The New Jerusalem Bible.
Tetapi, beberapa orang mengatakan bahwa bahkan terjemahan-
terjemahan yang lebih saksama ini memaksudkan (1) Yesus sudah setara
dengan Allah tetapi tidak ingin berkukuh memegang hal itu atau bahwa (2)
ia tidak perlu mengejar kesamaan dengan Allah karena memang ia sudah
setara.
Sehubungan dengan ini, Ralph Martin, dalam The Epistle of Paul to the
Philippians. berkata mengenai bahasa Yunani aslinya: “Namun,
dipertanyakan apakah makna dari kata kerja itu dapat bergeser dari arti
yang sebenarnya yaitu ‘merampas’, ‘merebut dengan kekerasan’ dan diubah
menjadi ‘mempertahankan.’” The Expositor’s Greek Testament juga
berkata: “Kami tidak dapat menemukan ayat yang menyebutkan bahwa
arpazw [harpa’zo] atau kata-kata turunannya memiliki makna ‘memiliki,’
‘mempertahankan.’ Tampaknya hal itu selalu berarti ‘merebut,’ ‘merampas
dengan kekerasan’. Jadi tidak boleh ada penggeseran dari makna yang
sebenarnya yaitu ‘berupaya mendapat’ menjadi makna yang sama sekali
berbeda yaitu, ‘mempertahankan.’”
Dari pembahasan ini terlihat dengan jelas bahwa para penerjemah dari
Alkitab seperti Douay dan King James membuat perubahan-perubahan untuk
mendukung Tritunggal. Sebaliknya dari mengatakan bahwa Yesus merasa
pantas untuk setara dengan Allah, Filipi 2:6 dalam bahasa Yunani, bila
dibaca secara obyektif, justru menunjukkan sebaliknya, bahwa Yesus merasa
hal itu tidak pantas.

37
Ikatan kalimat dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (3-5, 7, 8) membuat
jelas bagaimana ayat 6 harus dipahami. Orang-orang Filipi dianjurkan:
“Hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih
utama [”mulia,” Dy] dari pada dirinya sendiri.” Kemudian Paulus
menggunakan Kristus sebagai contoh yang sangat baik untuk sikap ini:
“Biarlah pikiran ini ada dalam kamu, yang juga ada dalam Kristus Yesus.”
(Dy) “Pikiran” apa? ‘Menganggap bahwa bukan sesuatu yang salah untuk
setara dengan Allah?’ Tidak, itu justru bertentangan dengan pokok yang
sedang ditekankan di sini! Sebaliknya, Yesus, yang ‘menganggap Allah lebih
mulia dari pada dirinya sendiri,’ tidak akan pernah ‘berupaya menjadi
sama dengan Allah.’ Tetapi sebaliknya ia “merendahkan diriNya dan taat
sampai mati.”
Tentu, semua ini tidak mungkin berlaku atas suatu bagian dari Allah Yang
Mahakuasa. Pembicaraan ini adalah mengenai Yesus Kristus, yang dengan
sempurna menggambarkan pokok yang ditandaskan Paulus di sini -yaitu
pentingnya kerendahan hati dan ketaatan kepada yang lebih tinggi dan
Pencipta, Allah Yehuwa.

“Aku Adalah”
DALAM Yohanes 8:58 sejumlah terjemahan, misalnya The Jerusalem
Bible mengutip Yesus berkata: “Sebelum Abraham jadi, Aku adalah.”
Apakah, seperti dinyatakan oleh para penganut Tritunggal, Yesus di sini
sedang mengajarkan bahwa ia dikenal dengan gelar “Aku adalah?” Dan,
sesuai dengan pengakuan mereka, apakah ini memaksudkan bahwa ia
adalah Yehuwa yang terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani, karena dalam
Keluaran 3:14 berbunyi: “Firman Allah kepada Musa; AKU ADALAH
AKU?”
Dalam Keluaran 3:14 ungkapan “AKU ADALAH” digunakan sebagai gelar
bagi Allah untuk menunjukkan bahwa Ia sungguh-sungguh ada dan akan
melaksanakan janji-Nya. The Pentateuch and Haftorahs, dengan
penyunting Dr. J. H. Hertz, berkata mengenai ungkapan ini: “Bagi orang-
orang Israel dalam perbudakan, arti kata-kata ini adalah, ‘Meskipun Ia
belum menunjukkan kuasa-Nya terhadap kamu, Ia akan melakukan hal itu;
Ia kekal dan pasti akan membebaskanmu.’ Kebanyakan penerjemah modern
mengikuti Rashi [komentator Alkitab dan Talmud berkebangsaan Perancis]
dalam menerjemahkan [Keluaran 3:14] ‘Aku akan menjadi apa yang Aku akan
menjadi. ‘ “

Pernyataan dalam Yohanes 8:58 jauh berbeda dari yang digunakan dalam
Keluaran 3:14. Yesus tidak menggunakan hal itu sebagai nama atau gelar, ia
menggunakannya untuk menunjukkan keberadaannya sebelum menjadi

38
manusia. Maka, perhatikan bagaimana beberapa terjemahan Alkitab lain
menyatakan Yohanes 8:58:
1869: “Sejak sebelum Abraham ada, aku telah ada.” The New Testament,
oleh G. R Noyes.
1935: “Aku ada sebelum Abraham lahir!” The Bible -An American
Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
1965: “Sebelum Abraham lahir, aku sudah menjadi siapa aku ini.” Das Neue
Testament, oleh Jorg Zink.
1981: “Aku sudah hidup sebelum Abraham lahir!” The Simple English
Bible.
1984: “Sebelum Abraham menjadi ada, Aku telah ada.” New World
Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Sebelum Abraham lahir aku sudah ada.” Alkitab dalam Bahasa
Indonesia Sehari-hari.
1987: “Sebelum Abraham jadi, Aku Ada.” Terjemahan Baru.

Lembaga Alkitab Indonesia


Jadi, makna yang sesungguhnya dari bahasa Yunani yang digunakan di
sini adalah bahwa ‘anak sulung’ Allah yang diciptakan, Yesus, telah ada
lama sebelum Abraham lahir.
Kolose 1: 15; Amsal 8:22, 23,30; Wahyu 3:14.

Sekali lagi, ikatan kalimatnya menunjukkan bahwa ini adalah pengertian


yang benar. Kali ini orang-orang Yahudi ingin melempari Yesus dengan batu
karena mengaku “telah melihat Abraham” padahal seperti mereka katakan, ia
belum berumur 50 tahun. (Ayat 57) Tanggapan Yesus yang wajar adalah
memberitahukan kebenaran mengenai usianya. Jadi pantas jika ia mengatakan
kepada mereka bahwa ia “sudah hidup sebelum Abraham lahir!” -The
Simple English Bible.

“Firman itu Adalah Allah”


YOHANES 1:1 berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Para penganut
Tritunggal mengaku bahwa ini berarti “Firman itu” (Yunani, ho lo’gos) yang
datang ke bumi sebagai Yesus Kristus adalah Allah Yang Mahakuasa sendiri.
Tetapi, perhatikan bahwa di sini pula ikatan kalimatnya memberikan dasar
untuk pengertian yang benar. Ayat itu berbunyi “Firman itu bersama-sama
dengan Allah.” (Cetak miring red.) Seseorang yang “bersama-sama” dengan
pribadi lain tidak mungkin sama dengan pribadi yang lain itu. Sesuai dengan
ini, Journal of Biblical Literature, dengan penyunting imam Yesuit

39
Joseph A. Fitzmyer, mengomentari bahwa jika bagian akhir dari Yohanes
1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini “akan bertentangan dengan
ungkapan sebelumnya,” yang mengatakan bahwa Firman itu bersama-sama
dengan Allah.
Perhatikan juga, bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan
bagian dari ayat ini:
1808: “dan firman itu adalah suatu allah.” The New Testament in an
Improved Version, Upon the Basis of Archbishop Newcome’s New
Translation With a Corrected Text.
1864: “dan suatu allah firman itu.” The Emphatic Diaglott terjemahan baris
demi baris, oleh Benyamin Wilson.
1928: “dan Firman itu adalah “suatu pribadi ilahi.” La Bible du Centenaire,
L’Evangile selon Jean, oleh Maurice Goguel.
1935: “dan Firman itu ilahi.” The Bible -An American Translation, oleh J.
M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
1946: “dan Firman itu memiliki sifat ilahi.” Das Neue Testament, oleh
Ludwig Thimme.
1950: “dan Firman itu adalah suatu allah.” New World Translation of the
Christian Greek Scriptures.
1958: “dan Firman itu adalah suatu Allah.” The New Testament oleh James L.
Tomanek.
1975: “dan suatu allah (atau, memiliki sifat ilahi) Firman itu.” Das
Evangelium nach Johannes, oleh Siegfried Schulz.
1978: “dan bersifat ilahi Logos itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh
Johannes Schneider.
Dalam Yohanes 1:1 kata benda Yunani the-os’ (allah) muncul dua kali. Yang
pertama memaksudkan Allah Yang Mahakuasa, dengan siapa Firman itu
ada bersama-sama (“Firman itu [lo’gos] bersama-sama dengan Allah
[bentuk dari the-os’”). The-os’ yang pertama didahului oleh kata ton
(bahasa Inggris, the), suatu bentuk kata sandang tertentu bahasa Yunani
yang menunjuk kepada identitas yang pasti, dalam hal ini Allah Yang
Mahakuasa (“Firman itu bersama-sama dengan Allah [bahasa Inggris, “(the)
God”]”).
Sebaliknya, tidak ada kata sandang di depan kata the-os’ yang kedua dalam
Yohanes 1:1. Jadi terjemahan yang aksara akan berbunyi, “Firman itu allah.”
Namun kita telah melihat bahwa banyak terjemahan menyebutkan the-os’
(kata benda yang menjadi predikat) yang kedua ini sebagai “bersifat ilahi,”
“seperti allah,” atau “suatu allah.” Dengan wewenang apa mereka
melakukan ini?

40
Bahasa Yunani Koine (sehari-hari) mempunyai kata sandang tertentu
(bahasa Inggris, the), namun tidak memiliki kata sandang tidak tentu (bahasa
Inggris, a atau an, atau suatu). Jadi bila sebuah kata benda yang menjadi
predikat tidak didahului oleh kata sandang tertentu, bisa jadi ini tidak tentu,
bergantung pada ikatan kalimatnya.
Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang mempunyai
predikat [tanpa kata sandang] yang mendahului kata kerja, terutama
mengandunq arti kualitatif [menunjukkan sifat sesuatu].” Seperti dikatakan
Journal, ini menunjukkan bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah.
Juga dikatakan tentang Yohanes 1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya
begitu menonjol sehingga kata bendanya [the-os’l tidak dapat dianggap
tertentu.”
Jadi Yohanes 1:1 menonjolkan sifat dari Firman, bahwa ia “ilahi,” “seperti
allah,” “suatu allah,” namun bukan Allah Yang Mahakuasa. Ini selaras
dengan ayat-ayat lain dalam Alkitab, yang menunjukkan bahwa Yesus, yang
di sini disebut “Firman” dalam peranannya sebagai Juru Bicara Allah, adalah
suatu pribadi lebih rendah yang taat, diutus ke bumi oleh Atasan-Nya, Allah
Yang Mahakuasa.
Ada banyak ayat-ayat Alkitab lain yang oleh hampir semua penerjemah
secara konsisten disisipi kata sandang “suatu” (bahasa Inggris, a) pada
waktu mereka menerjemahkan kalimat-kalimat Yunani yang mempunyai
susunan yang sama ke dalam bahasa-bahasa lain. Sebagai contoh, dalam
Markus 6:
49, ketika murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, King James Version
menyatakan: “Mereka mengira bahwa ini adalah suatu roh.” Dalam bahasa
Yunani Koine, tidak ada kata “suatu” di depan “roh.” Namun hampir semua
terjemahan dalam bahasa lain menambahkan kata “suatu” agar cocok
dengan ikatan kalimatnya. Dengan cara yang sama, karena Yohanes 1:1
memperlihatkan bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak
mungkin adalah Allah melainkan “suatu allah,” atau “ilahi.”
Joseph Henry Thayer, seorang teolog dan sarjana yang ikut mengerjakan
American Standard Version, menyatakan dengan sederhana: “Logos itu
ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu sendiri.” Dan imam Yesuit John L.
McKenzie menulis dalam karyanya Dictionary of the Bible: “Yoh 1:1 harus
dengan saksama diterjemahkan ... ‘firman itu suatu pribadi ilahi.’”

Melanggar Aturan?
TETAPI, ada yang mengatakan bahwa terjemahan-terjemahan seperti itu
melanggar suatu aturan dalam tata bahasa Yunani Koine yang diterbitkan oleh
sarjana bahasa Yunani E. C. Colwell pada tahun 1933. Ia menegaskan
bahwa dalam bahasa Yunani sebuah kata benda yang menjadi predikat
“mempunyai kata sandang [tertentu] bila kata itu sesudah kata kerja;

41
[tetapi] tidak mempunyai kata sandang [tertentu] bila mendahului kata
kerjanya.” Dengan ini ia maksudkan bahwa sebuah kata benda yang menjadi
predikat yang mendahului kata kerjanya harus dimengerti seolah-olah
mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, “the”) di depannya. Dalam
Yohanes 1: 1 kata benda kedua (the-os’), predikatnya, sebelum kata kerjanya
-“dan [the-os’] adalah Firman itu.” Jadi, kata Colwell, Yohanes 1:1 harus
dibaca “dan Allah [bahasa Inggris, “(the) God”] adalah Firman itu.”
Namun pertimbangkan dua contoh yang terdapat dalam Yohanes 8:44. Di
sana Yesus berkata tentang si Iblis: “Ia adalah pembunuh manusia” dan “ia
adalah pendusta.” Sama seperti dalam Yohanes 1: 1, kata-kata benda yang
menjadi predikat (“pembunuh manusia” dan “pendusta”) dalam bahasa
Yunani mendahului kata kerja (“adalah”). Tidak ada kata sandang tidak
tentu di depan masing-masing kata benda karena dalam bahasa Yunani
Koine tidak ada kata sandang tidak tentu. Namun kebanyakan terjemahan
menyisipkan kata “adalah” atau “adalah seorang” (bahasa Inggris, a)
karena tata bahasa Yunani dan ikatan kalimatnya menuntut itu. -Lihat juga
Markus 11:32; Yohanes 4:19; 6:70; 9:17; 10:1; 12:6.
Colwell harus mengakui ini sehubungan dengan kata benda yang menjadi
predikatnya, karena ia berkata: “[Kata sandangnya] tidak tertentu [”suatu”
atau “seorang”] dalam hal ini, hanya bila ikatan kalimatnya menuntut hal
tersebut.” Jadi ia pun mengakui bahwa bila ikatan kalimat menuntut hal itu,
para penerjemah dapat menyisipkan kata sandang tidak tentu di depan kata
benda dalam susunan kalimat sejenis ini.
Apakah ikatan kalimatnya menuntut kata sandang tidak tentu dalam Yohanes
1: 1 ? Ya, karena bukti dari seluruh Alkitab menunjukkan bahwa Yesus
bukan Allah Yang Mahakuasa. Jadi, yang harus membimbing penerjemah
dalam hal-hal seperti itu bukan peraturan tata bahasa dari Colwell yang
meragukan, tetapi ikatan kalimatnya. Dan jelas dari banyak
terjemahan-terjemahan yang menyisipkan kata sandang tidak tentu “suatu”
dalam Yohanes 1:1 dan di ayat-ayat lain, bahwa banyak sarjana tidak
menyetujui peraturan yang dibuat-buat seperti di atas, demikian juga Firman
Allah.

Tidak Bertentangan
APAKAH mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah “suatu allah”
bertentangan dengan ajaran Alkitab bahwa hanya ada satu Allah? Tidak,
karena kadang-kadang Alkitab menggunakan istilah itu untuk
memaksudkan pribadi yang berkuasa. Mazmur 8:6 (Klinkert) berbunyi:
“Engkau telah menjadikan dia [manusia] kurang sedikit dari pada segala
malaekat [bahasa Ibrani, ‘elohim’, NW, pribadi-pribadi seperti Allah”].”
Dalam pembelaan Yesus terhadap tuduhan orang Yahudi, bahwa ia mengaku
sebagai Allah, ia mengatakan bahwa “Taurat menggunakan kata allah-

42
allah untuk mereka kepada siapa firman Allah ditujukan,” yaitu yang
dimaksudkan hakim-hakim manusiawi. (Yohanes 10: 34, 35, Jerusalem
Bible; Mazmur 8Z:1-6) Bahkan Setan disebut “ilah zaman ini” dalam 2
Korintus 4:4.
Yesus mempunyai kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada para malaikat,
manusia yang tidak sempurna, atau Setan.
Karena pribadi-pribadi itu disebutkan sebagai “allah-allah,” pribadi-pribadi
yang berkuasa, tentu Yesus pun dapat dianggap “suatu allah” dan
memang demikian. Karena kedudukannya yang unik dalam hubungannya
dengan Yehuwa, Yesus adalah “Allah Yang Perkasa [”Berkuasa,” NW].”
-Yohanes 1: 1; Yesaya 9: 5.
Namun bukankah “Allah Yang Berkuasa” dengan huruf-huruf besar
menunjukkan bahwa Yesus dalam hal tertentu setara dengan Allah
Yehuwa? Sama sekali tidak. Yesaya hanya menubuatkan ini sebagai salah
satu dari empat nama yang akan diberikan kepada Yesus, dan dalam bahasa
Indonesia nama-nama tersebut ditulis dengan huruf besar. Tetapi, sekalipun
Yesus disebut “Berkuasa,” hanya ada satu pribadi yang “Mahakuasa.”
Menyebut Allah Yehuwa “Mahakuasa” tidak akan mempunyai arti jika tidak
ada pribadi-pribadi lain yang juga disebut allah-allah namun menduduki
jabatan lebih rendah.
Bulletin of the John Rylands Library di Inggris menyatakan bahwa menurut
teolog Katolik Karl Rahner, meskipun the-os’ digunakan dalam ayat-ayat
seperti Yohanes 1: 1 untuk menyebutkan Kristus, “dalam ayat-ayat tersebut
the-os’ tidak pernah digunakan sedemikian rupa sehingga menyatakan Yesus
sama dengan Dia yang di tempat lain dalam Perjanjian Baru disebut sebagai
‘ho Theos,’ yaitu, Allah Yang Paling tinggi.” Dan Bulletin menambahkan:
‘Jika para penulis Perjanjian Baru menganggap sangat penting agar orang-
orang yang setia mengakui Yesus sebagai ‘Allah,’ mengapa pengakuan
semacam ini tidak ada sama sekali dalam Perjanjian Baru?’

Tetapi bagaimana dengan kata-kata rasul Tomas, “Ya Tuhanku dan Allahku!”
kepada Yesus dalam Yohanes 20:28? Bagi Tomas, Yesus adalah seperti
“allah,” terutama dalam mukjizat yang ia lihat yang mendorongnya untuk
mengeluarkan seruan itu. Beberapa sarjana mengatakan bahwa Tomas
mungkin hanya mengucapkan seruan keheranan yang emosional, yang
diucapkan kepada Yesus namun ditujukan kepada Allah. Dalam hal apapun,
Tomas tidak berpikir bahwa Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa,
karena ia dan semua rasul lain tahu bahwa Yesus tidak pernah mengaku
dirinya sebagai Allah melainkan mengajar bahwa Yehuwa saja “satu-
satunya Allah yang benar.”
Yohanes 17:3.

43
Sekali lagi, ikatan kalimatnya membantu kita memahami hal ini. Beberapa
hari sebelumnya Yesus yang telah dibangkitkan menyuruh Maria Magdalena
memberi tahu murid-murid: “Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu,
kepada AllahKu dan Allahmu.” (Yohanes 20:17) Meskipun Yesus sudah
dibangkitkan sebagai roh yang berkuasa, Yehuwa masih tetap Allahnya. Dan
Yesus terus menyebut Dia demikian bahkan dalam buku terakhir dari Alkitab,
setelah ia dimuliakan. -Wahyu 1: 5,6: 3:2,12.
Tepat tiga ayat setelah seruan Tomas, dalam Yohanes 20:31, Alkitab
menjelaskan masalahnya lebih lanjut dengan menyatakan “Semua yang
tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah,” bukan bahwa ia adalah Allah Yang Mahakuasa. Dan ini
berarti “Anak” secara aksara, sebagaimana seorang ayah aksara dan seorang
anak, bukan sebagai suatu bagian yang misterius dari Keilahian Tritunggal.

Harus Selaras Dengan Alkitab


ORANG-ORANG mengatakan bahwa beberapa ayat lain mendukung
Tritunggal. Namun sama dengan yang telah dibahas di atas, bila diperiksa
dengan saksama. ayat-ayat itu tidak benar-benar mendukungnya.
Ayat-ayat tersebut hanya menggambarkan bahwa dalam mempertimbangkan
pernyataan yang dikatakan mendukung Tritunggal, seseorang harus bertanya:
Apakah penjelasannya selaras dengan ajaran yang konsisten dari seluruh
Alkitab -bahwa hanya Allah Yehuwa yang Paling Tinggi? Jika tidak, maka
penjelasannya pasti salah.
Kita juga perlu ingat bahwa tidak ada satu “ayat bukti” pun yang mengatakan
bahwa Allah, Yesus, dan roh kudus adalah satu dalam suatu Keilahian yang
misterius. Tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang mengatakan bahwa
ketiga-tiganya sama dalam zat, kuasa, dan kekekalan. Alkitab konsisten
dalam menyingkapkan bahwa Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, adalah satu-
satunya Pribadi Yang Paling Tinggi, Yesus adalah Anak-Nya yang diciptakan,
dan roh kudus adalah tenaga aktif Allah.

SEMBAHLAH ALLAH MENURUT SYARAT-SYARAT DIA


YESUS berkata dalam doa kepada Allah: “Inilah hidup yang kekal itu,
yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan
mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17: 3)
Pengenalan atau pengetahuan macam apa? “[Allah] menghendaki supaya
semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan [yang saksama,
NW] akan kebenaran.” (1 Timotius 2:4) The Amplified Bible
menerjemahkan bagian terakhir dari ayat ini sebagai berikut:
“Mengetahui dengan tepat dan benar tentang Kebenaran [ilahi].”

44
Jadi Allah ingin agar kita mengenal Dia dan maksud-tujuan-Nya
dengan saksama selaras dengan kebenaran ilahi. Dan Firman Allah,
Alkitab, adalah sumber dari kebenaran tersebut. (Yohanes 17:17; 2
Timotius 3: 16,17) Bila orang belajar dengan saksama apa yang Alkitab
katakan tentang Allah, maka mereka tidak akan menjadi seperti orang-
orang yang disebut dalam Roma 10:2, 3, yang “sungguh-sungguh giat
untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Atau seperti orang-orang
Samaria, kepada siapa Yesus berkata: “Kamu menyembah apa yang tidak
kamu kenal. “
Yohanes 4:22.

Maka, jika kita ingin mendapat perkenan Allah, kita perlu bertanya kepada
diri kita sendiri: Apa yang Allah katakan mengenai diri Dia sendiri?
Bagaimana Ia ingin disembah? Apa maksud-tujuanNya dan bagaimana kita
harus menyesuaikan diri dengan itu? Pengetahuan yang saksama tentang
kebenaran akan memberi kita jawaban-jawaban yang benar atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian kita dapat menyembah
Allah menurut syarat-syarat Dia.

Tidak Menghormati Allah


“SIAPA yang menghormati Aku, akan Kuhormati,” kata Allah. (1 Samuel 2
:30) Apakah kita menghormati Allah dengan menyebut pribadi lain setara
dengan Dia? Apakah kita menghormati Dia dengan menyebut Maria “Bunda
Allah” dan “Perantara ... antara sang Pencipta dengan makhluk-makhluk
ciptaan-Nya,” seperti disebutkan dalam New Catholic Encyclopedia? Tidak,
gagasan tersebut menghina Allah. Tidak ada pribadi manapun yang setara
dengan Dia, Ia juga tidak mempunyai ibu jasmani, karena Yesus bukan
Allah. Dan tidak ada “Perantara” perempuan karena Allah hanya
mengangkat ‘satu pengantara antara Allah dan manusia,’ yaitu Yesus. -1
Timotius 2:5; 1 Yohanes 2:1,2.
Tiada sangsi lagi, doktrin Tritunggal telah membingungkan dan
mengencerkan pengertian orang tentang kedudukan Allah yang
sesungguhnya. Hal itu menghalangi orang untuk dengan saksama mengenal
Penguasa Universal, Allah Yehuwa, dan untuk menyembah Dia menurut
syarat-syarat-Nya. Seperti dikatakan teolog Hans Kung: “Untuk apa
seseorang ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan tentang keesaan dan
keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau meniadakan keesaan
dan keunikan itu?” Namun itulah yang telah dilakukan dengan percaya
kepada Tritunggal.
Mereka yang percaya kepada Tritunggal tidak “berpegang kepada Allah
dalam pengetahuan yang saksama.” (Roma 1:28, NW; Bode) Ayat itu juga
berkata: “Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang

45
terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.” (Terjemahan
Baru) Ayat 29-31 menyebutkan beberapa dari hal-hal yang “tidak pantas” itu,
seperti ‘pembunuhan, perselisihan, tidak setia, tidak penyayang, tidak
mengenal belas kasihan.’ Justru hal-hal itulah yang telah dipraktikkan oleh
agama-agama yang menerima Tritunggal.
Sebagai contoh, para penganut Tritunggal sering menganiaya dan bahkan
membunuh orang-orang yang menolak doktrin Tritunggal. Dan mereka
bahkan telah bertindak lebih jauh. Mereka telah membunuh sesama penganut
Tritunggal dalam masa perang. Apa yang lebih “tidak pantas” lagi daripada
orang Katolik membunuh orang Katolik, orang Ortodoks membunuh orang
Ortodoks, orang Protestan membunuh orang Protestan-semua dalam
nama Allah Tritunggal yang sama?
Namun, Yesus dengan jelas berkata: “Dengan demikian semua orang akan
tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling
mengasihi.” (Yohanes 13:35) Firman Allah berbicara lebih banyak mengenai
hal ini, dengan berkata:
“Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang
tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga
barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.” Mereka yang membunuh
saudara-saudara rohani mereka disamakan dengan “Kain, yang berasal dari si
jahat [Setan] dan yang membunuh adiknya.” -1 Yohanes 3: 10-12.
Jadi, diajarkannya doktrin-doktrin yang membingungkan tentang Allah
telah menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar hukum-hukum-Nya.
Sesungguhnya, apa yang telah terjadi dalam seluruh Susunan Kristen
adalah seperti digambarkan oleh teolog Denmark Søren Kierkegaard:
“Susunan Kristen telah menyingkirkan Kekristenan tanpa benar-benar
menyadarinya.”
Keadaan rohani Susunan Kristen sesuai dengan apa yang ditulis rasul
Paulus: “Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka,
mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat
sesuatu yang baik.”
Titus 1: 16.
Tidak lama lagi, pada waktu Allah mengakhiri sistem yang jahat yang ada
sekarang, Susunan Kristen yang menganut Tritunggal akan dimintai
pertanggungjawaban. Dan ia akan mendapat vonis yang mencelakakan
karena tindakan-tindakan dan doktrin-doktrinnya yang tidak menghormati
Allah. -Matius 24: 14,34; 25:3134, 41, 46; Wahyu 17:1-6, 16; 18:1-8, 20, 24;
19: 17-21.

Tolaklah Tritunggal
KEBENARAN Allah tidak dapat dikompromikan. Maka, menyembah Allah
menurut syarat-syarat Dia berarti menolak doktrin Tritunggal. Doktrin

46
tersebut bertentangan dengan apa yang dipercayai dan diajarkan oleh para
nabi, Yesus, rasul-rasul, dan orang Kristen yang mula-mula. Hal itu
bertentangan dengan apa yang Allah katakan mengenai diriNya dalam
Firman-Nya sendiri yang terilham. Maka, Ia menasihati:
‘Akuilah bahwa aku Allah, dan tak ada lainnya, dan tak ada yang seperti aku.’
-Yesaya 46:9, BIS.
Kepentingan Allah dirugikan dengan membuat Dia membingungkan dan
misterius. Sebaliknya, makin bingung orang mengenai Allah dan maksud
tujuan Dia, makin senang musuh Allah, Setan si Iblis, ‘ilah dunia ini.’ Dialah
yang menganjurkan doktrin palsu tersebut untuk ‘membutakan pikiran
orang-orang yang tidak percaya.’ (2 Korintus 4:4)
Dan doktrin Tritunggal juga menjadi alat bagi golongan pendeta yang
ingin mempertahankan kendali mereka atas orang-orang, karena mereka
memberi kesan seolah-olah para teolog saja yang dapat mengertinya. -Lihat
Yohanes 8:44.
Pengetahuan yang saksama tentang Allah benar-benar mendatangkan
kelegaan. Hal itu membebaskan kita dari ajaran-ajaran yang bertentangan
dengan ajaran Firman Allah dan dari organisasi-organisasi yang telah murtad.
Seperti Yesus katakan: “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan
kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” -Yohanes 8:32.

Dengan menghormati Allah sebagai yang paling tinggi dan menyembah


Dia menurut syarat-syaratNya, kita dapat menghindari hukuman yang
segera akan Ia timpakan atas Susunan Kristen yang murtad. Sebaliknya
kita dapat menantikan perkenan Allah pada waktu sistem ini berakhir:
“Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan
kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”
1 Yohanes 2:17.

HARUSKAH ANDA PERCAYA KEPADA TRITUNGGAL?


©1989 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
Penerbit:
Watch Tower Bible and Tract Society Of New York. Inc.
International Bible Students Association
Brooklyn, New York, U.S.A.

47
Haruskah Anda Percaya Trinitas?

Saksi Jehovah sebagai salah satu sekte Kristiani Unitarian menjelaskan akidah
mereka: menentang Trinitas yang dipercaya oleh Kristen mainstream.

Isi Lengkap
Haruskah Percaya ?
A . Bgmn Trinitas Dijelaskan ?
- Di Luar Jangkauan Akal Manusia
- Bukan Allah yang Suka Pada Kekacauan

B. Ajaran Alkitab ?
- Apakah ada dalam Alkitab ?
- Bukti dari Kitab Ibrani
- Bukti dari Kitab Yunani
- Apakah Diajarkan Orang Kristen Awal ?
- Apa yang Diajarkan Ulama Pra-Nicea

C. Bgmn Trinitas Berkembang ?


- Peranan Konstantin di Nicea
- Perkembangan Selanjutnya
- Kredo Athanasia
- Kemurtadan Dinubuatkan
- Apa yang Mempengaruhi Hal Itu
- Platonisme
- Mengapa Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?

D. Apa Kata Alkitab ?


- Allah Itu Satu, Bukan Tiga
- Bukan Allah yang Jamak
- Yesus Ciptaan yang Terpisah
- Dapatkah Allah Dicobai ?
- Berapa Besar Harga Tebusan Itu ?
- Satu-Satunya yang Diperanakkan ?
- Apakah Yesus Dianggap Allah ?

E. Apakah Allah Unggul ?


- Yesus Dibedakan Dari Allah
- Hamba Allah
- Allah Lebih Unggul
- Pengetahuan Yesus Terbatas
- Yesus Lebih Rendah
- Tidak Pernah Mengaku Allah

48
F. Tenaga Aktif Allah
- Tenaga Aktif
- Kekuatan yang Melimpah
- Bukan suatu Pribadi
- Penolong
- Bukan Bagian Tritunggal

G. Bgmn Ayat-Bukti Trinitas ?


- Tiga dalam Satu
- Aku dan Bapa Adalah Satu
- Menyamakan DiriNya dengan Allah ?
- Setara Dengan Allah ?
- Aku Adalah
- Firman itu Adalah Allah
- Melanggar Aturan
- Tidak Bertentangan
- Harus Selaras Alkitab

H. Sembahlah Allah Menurut Syarat Dia


- Tidak Menghormati Allah
- Tolaklah Tritunggal

49

Вам также может понравиться