Вы находитесь на странице: 1из 4

2.

8 Kepemilikan Institusional Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusionalmemiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic 6 manajer. Menurut Shleifer and Vishny (dalam Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain: 1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi. 2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan. Penelitian Smith (1996) (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) menunjukkan bahwa aktivitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini didukung oleh Cruthley et al., (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) yang menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubstutisi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat. Skiripsi Fakultas Ekonomi, Wed, 28/06/2006 1:32pm 2.9 Penelitian tentang kepemilikan Pemegang saham membeli saham perusahaan dengan harapan memperoleh tingkat pengembalian atas investasi mereka yang setinggi-tingginya dengan tingkat resiko yang dapat ditolerir. Manajer yang dipilih dan dibayar oleh pemegang saham harus berusaha mengeluarkan kebijakankebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan prinsipal. Peningkatan kesejahteraan ini identik dengan tujuan perusahaan yaitu 7 meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kesejahteraan pemilik atau pemegang saham yang dapat dilakukan melalui kebijakan investasi dan keuangan yang tercermin dalam harga saham di pasar modal. Semakin tinggi harga saham berarti kesejahteraan pemilik semakin meningkat dan nilai perusahaan juga akan meningkat (Bringham and Ehrdhart ,2005).

Jensen (2001) mengungkapkan bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang manajer dituntut untuk membuat keputusan yang memperhitungkan kepentingan semua stakeholders, dimana seperti yang dinyatakan oleh Ismiyanti dan Hanafi (2004) para stakeholders ini masing-masing memiliki kepentingan sendiri. Menurut Zulhawati (2004) terkait dengan perbedaan kepentingan ini, manajemen atau manajer perusahaan cenderung lebih mengutamakan kepentingannya yang umumnya bertentangan dengan tujuan utama perusahaan. Pemegang saham tidak menyukai hal tersebut karena dapat menambah biaya (cost) perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang diterima (Wahidahwati,2001). Hal tersebut memicu adanya konflik kepentingan antar manajer dan pemegang saham yang biasa disebut konflik agensi (Tarjo dan Jogiyanto,2003). Pada kebanyakan kasus, hubungan antara prinsipal dan agen dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh agen untuk mengatasi konflik agensi, akan tetapi dari pengawasan ini akan muncul biaya agensi (agency cost). Menurut Jensen (1976), biaya agensi terdiri dari: (1) pengeluaran yang dilakukan oleh prinsipal untuk melakukan monitoring, (2) pengeluaran yang dilakukan oleh manajemen sebagai kompensasi atas prestasi, (3) residual loss. Sartono (2001) menyimpulkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya dan 8 menyatakan bahwa konflik kepentingan ini dapat dikontrol dengan beberapa mekanisme yaitu dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (insider ownership), dividend payout ratio, dan pendanaan dengan menggunakan utang. Dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial, pihak manajemen tentunya akan mengutamakan kepentingan pemegang saham karena mereka juga sebagai pemegang saham. Manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dimana hal ini juga akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Mahadwarta dan Hartono,2002). Suranta dan Machfoedz (2003) mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu menyatakan bahwa nilai perusahaan akan lebih tinggi ketika direktur memiliki bagian saham yang lebih besar. Minguez and Francisco (2000) yang melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan terhadap perusahaan-perusahaan publik di Spanyol mengungkapkan bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Fruits (1997) memberikan bukti empiris yang mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial. Davis, Hilier and McCoelgan (2002) mengajukan struktur nilai perusahaan yang lebih kompleks. Mereka menspesifikasikan penelitiannya pada fungsi kepemilikan manajerial yang diperhitungkan sebagai efek yang bertentangan dengan insentif manajerial dan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, yang membuktikan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah ko-deterministik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarma (2004) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sementara itu Jensen and Meckling (1976) juga menyatakan bahwa keputusan investasi dapat berperan sebagai mekanisme transmisi antara 9 kepemilikan dan nilai perusahaan. Hal ini berarti investasi juga dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial yang pada akhirnya investasi tersebut akan mempengaruhi nilai perusahaan. Meskipun ada banyak penelitian mengenai struktur kepemilikan, tetapi hasil-hasil dari penelitian-penelitian tersebut banyak yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam

kenyataannya, banyak literatur penelitian telah menyimpulkan hubungan yang positif antara struktur kepemilikan manajerial dengan penciptaan nilai perusahaan (Suranta dan Midiastuty, 2003). 2.10 Tujuan Penelitian Kepemilikan Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan harga pasar saham dan hubungannya dengan investasi perusahaan yang diproksikan dengan jumlah investasi perusahaan dalam aktiva riil maupun aktiva finansial. Sampel yang digunakan adalah perusahaan go public yang listing di Bursa Efek Jakarta, sebagai perluasan dari penelitian sebelumnya yang tidak memasukkan perusahaan keuangan sebagai sampel dalam penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengaju pada model yang digunakan oleh Suranta dan Midiastuty (2003) yaitu two-stage least square. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini berjudul Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Investasi Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan : Studi pada Perusahaan Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1999-2004. 2.11 Motivasi Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suranta dan Midiastuty (2003) yang berjudul Analisis Hubungan Stuktur Kepemilikan, Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Linear Simultan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah negatif dan linier (tanpa atau dengan menggunakan variabel kontrol). 10 BAB III 3. Tentang saham dan hak pemegang saham Saham adalah benda yang diciptakan oleh hukum kebendaan. Saham dalam hukum kebendaan yang dipergunakan untuk menunjukkan atau melambangkan bagian penyertaan seorang pemegang saham dalam suatu Perseroan Terbatas, sekaligus bukti keberadaan dari penyertaan pemegang saham tersebut. Pada umumnya saham hanya diterbitkan manakala pemegang saham sudah melakukan penyetoran penuh atas setiap lembar saham yang diambilbagian olehnya. Dalam UU No. 40 Tahun 2007 (BN No. 7552 hal. 9B-10B dst) tentang Perseroan Terbatas tidak dimungkinkan lagi adanya saham yang tidak dibayar penuh pada saat dikeluarkan. Jika pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan hak pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas, pada tulisan kali ini akan dibahas implementasi dan pelaksanaan hak pemegang saham terkait dengan syarat-syarat kepemilikan saham dalam perseroan terbatas. 3.1 Batasan dalam kepemilikan saham Menurut Pasal 48 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dapat ditetapkan persyaratan kepemilikan saham dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan syarat yang berkaitan dengan Daftar Negatif Investasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 (BN No. 7508 hal. 2B-14B) tentang Penanaman Modal dan juga instansi yang berdasarkan undang-undang khusus berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan 11 usahanya di bidang tertentu, misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan di bidang perbankan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang mengawasi Perseroan di bidang energi dan pertambangan.

Seperti ditegaskan dalam Pasal 48 ayat (3) UUPT, maka dalam hal persyaratan kepemilikan saham yang telah ditetapkan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dan/atau anggaran dasar. Jika diperhatikan lebih lanjut penjelasan Pasal 48 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa jika syarat yang ditentukan dalam AD Perseroan tidak dipenuhi maka hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham tidak berlaku, maka praktis juga hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan juga tidak berlaku. Dengan demikian pemegang saham yang namanya sudah dicatat dalam daftar pemegang saham yang dapat melaksanakan haknya sebagai pemegang saham Perseroan. Jadi selama pencatatan belum dilakukan maka hak pemegang saham tidak dapat dilaksanakan. Ini juga berarti jika Anggaran Dasar suatu Perseroan menyatakan bahwa Saham hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia, maka orang / Warga Negara Asing atau badan hukum asing yang karena suatu peristiwa hukum, seperti perkawinan atau pewarisan menjadi pemegang saham satu Perseroan tidak dapat melaksanakan haknya sebagai pemegang saham, bahkan untuk terdaftar sebagai pemegang saham saja tidak dimungkinkan. Untuk itu maka, orang / Warga Negara Asing atau badan hukum asing tersebut dapat 1. mengalihkan sahamnya kepada Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia; 2. menjadi Warga Negara Indonesia 12 3. mengubah status Perseroan Terbatas menjadi Perseroan Terbatas dengan Penanaman Modal Asing, dengan catatan bahwa orang / Warga Negara Asing atau badan hukum asing ini tidak boleh mengeluarkan suara dalam RUPS perseroan yang menyetujui perubahan status perseroan

Вам также может понравиться