Вы находитесь на странице: 1из 2

INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER DAN TERPIMPIN

Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin Sejarah Indonesia masa Demokrasi Parlementer diwarnai dengan 7 masa kebinet yang berbeda dan gagalnya konstituate membentuk UU baru. Kinerja kabinet sering ditentang Parlemen. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 18 April 1951). Hasil kerja: Indonesia jadi anggota PBB, politik Luar Negeri RI bebas aktif, perundingan masalah Irian Barat. Kabinet Sukiman (26 April 1951 26 April 1952). Masalah keamanan dalam negeri menghambat kinerja kabinet. Indonesia menandatangani Mutual Security Act AS. Kabinet Wilopo (19 Maret 1952 2 Juni 1953). Adanya konflik AD peristiwa 17 Oktober 1952, dan peristiwa Tanjung Morawa menghambat kinerja kabinet. Kabinet Ali I (31 Juli 1953 24 Juli 1955). Hasil kerja: suksesnya KAA, masih berlanjutnya konflik AD dengan mundurnya A.H. Nasution. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955 - 3 Maret 1956). Hasl kerja: pemilu 1955, dibubarkan Uni Indonesia-Belanda, mengangkat kembali A.H. Nasution sebagai KSAD 28 Oktober 1955. Kabinet Ali II (24 Maret 1956 14 Maret 1957). Kabinet Djuanda (9 April 1957 10 Juli 1959). Hasil kerja: pembentukan dewan nasional untuk menampung aspirasi rakyat, konsolidasi daerah-daerah pemberontak, pembersihan korupsi, aturan kelautan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Kegagalan konstituate menyusun UU baru 20 November 1956 sidang I, Presiden Sukarno memberi kewenangan untuk menyusun UUD. Konstituate menghadapi tantangan untuk bersatu merumuskan UUD baru. Terutama konflik NUPKI-PNI menyangkut pemberlakuan kembali UUD45 dan pemasukan kembali butir Piagam Jakarta dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya dalam preambule UUD45. Maka, diadakan sidang untuk menjawab masalah itu. Sidang 29 Mei 1959, 30 Mei 1959, 2 Juni 1959 berturut-turut tidak mencapai kuorum. Maka, 3 Juni 1959 Konstituate reses. Kehidupan ekonomi Indonesia masa Demokrasi Parlementer Pada masa cabinet Sukiman, ada nasionalisasi ekonomi: nasionalisasi de Javasche Bank menjadi BI sebagai bank sentral (UU No. 11 / 1953), pembentukan BNI Perpu No. 2 / 1946 (5 Juli 1946), pemberlakuan ORI 1 Oktober 1946 (UU No. 17 / 1946). Perubahan ekonomi juga terlihat pada masa kabinet Ali II dengan penandatanganan UU pembatalan KMB oleh Presiden Sukarno 3 Mei 1956 berakibat berpindahnya asset-aset milik pengusaha Belanda ke pengusaha pribumi. Kehidupan politik Indonesia masa Demokrasi Terpimpin Puncak kebuntuan Konstituate adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Pembubaran konstituate, berlakunya kembali UUD45, pembentukan MPRS dan DPAS. Ini menandai pergantian Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Presidensial. Bidang politik Tindak lanjut Dekrit Presiden, 10 Juli 1959 dibentuk Kabinet Kerja. Memakai sistem kabinet Presidensial, Ir Sukarno sebagai PM. Dalam Demokrasi Terpimpin, semua lembaga harus berasal dari aliran NASAKOM.

Presiden Sukarno juga membentuk DPA, Front Nasional (Penpres No. 13 tahun 1959), DEPERNAS. Dalam sidang DPA September 1959, DPA mengusulkan agar pidato pertanggungjawaban Presiden 17 Agustus 1959 sebelumnya atas Dekrit Presiden dijadikan GBHN dengan nama MANIPOL. Usul DPA diterima Presiden. 24 Juni 1960, DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan dan diganti DPR-GR. Pada upacara pelantikan anggota DPR-GR 25 Juni 1960, Ir Sukarno menegaskan tugas DPR-GR adalah melaksanakan MANIPOL, melaksanakan Demokrasi Terpimpin, merealisasi AMPERA. Penpres No.2 tahun 1959 menetapkan bahwa anggota MPRS ditunjuk Presiden. Kalangan partai yang tidak setuju atas pembubaran DPR bergabung dalam Liga Demokrasi. Kehidupan Ekonomi Indonesia masa Demokrasi Terpimpin Kebijakan ekonomi terpimpin berubah menjadi Sistem Lisensi. Maka, 23 Maret 1963, Presiden Sukarno mengumumkan DEKON. Pada masa kabinet Djuanda, pemerintah membuat UU pembentukan badan Dewan Perancang Nasional pimpinan Moh Yamin. Tugas badan ini ditetapkan dalam UU No. 80 / 1958: mempersiapkan rancangan UU Pembangunan Nasional Indonesia Berencana Dan Bertahap. Setelah kerja keras, 26 Juli 1960, badan ini mengeluarkan UU Pembangunan Nasional Indoensia Berencana Tahapan 1961-1969. Tahun 1959, Indonesia mengalami inflasi tinggi. Pemerintah bereaksi dengan mengeluarkan kebijakan: mengurangi jumlah uang yang beredar dalam negeri (Perpu No. 2 / 1959), pembekuan simpanan uang-uang di bank-bank Indonesia. Terjadinya krisis likuiditas membuat pemerintah membentuk PPOK, pengetatan APBN. Kondisi membaik kemudian mulai memburuk kembali dengan meningginya jumlah uang yang beredar. Proyek mercusuar Ganefo turut menghambat pembangunan moneter Indonesia. Tahun 1963, Badan Perancang Nasional menjadi Bappenas dipimpin Ir Sukarno. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan: pendirian Bank Tunggal Negara sebagai wadah sirkulasi antarbank (Penpres No. 7 / 1965), pengeluaran rupiah baru yang nilainya 10 X rupiah lama (Penpres No. 27 / 1965). Adanya tumpang tindih antara kebijakan perekonomian yang dikeluarkan Presiden-Pemerintah berujung pada mundurnya perekonomian Indonesia hingga tahun 1966.

Вам также может понравиться