Вы находитесь на странице: 1из 14

Berdialog Blog Bahasa Indonesia Semiotik ANALISIS SEMIOTIK PADA PUISI BELAJAR DARI OMBAK

I. Konsep Semiotik Dalam Karya Sastra

Dalam pandangan semiotik, Saussure memandang; bahasa merupakan suatu sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.

Pengertian tanda memiliki sejarah yang panjang yang bermula dalam tulisan-tulisan Yunani Kuno. (Masinambow 2002: iii). Dengan demikian tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain pada batas-batas tertentu. Tanda inilah yang kemudian dikenal dengan semotik dan semiologi.

Banyak disiplin yang menggunakan konsep ini diantaranya adalah; antropologi, arkeologi, arsitektur, filsafat, kesusastraan, dan linguistik. Hal ini berarti bahwa sebagai sistem teoritis yang mengkaji makna dapat ditampung berbagai perspektif makna yang berkembang dalam penelitian setiap disiplin. Dalam semiotik makna didefinisikan secara erat dengan tanda, namun hubungan antar makna dan tanda dikonseptualkan secara berbeda jika pendirian teoritis berbeda. Adapun semotik berkembang dengan masing-masing tokoh yang dimilikinya.

Ferdinand de Saussure (1857-1913) adalah pengembang bidang ini di Eropa, dia memperkenalkannya dengan istilah semiologi, sedangkan Charles Sanders Peirce (1839-1914) yang mengembangkannya di Amerika dengan menggunakan istilah semiotik. Kedua tokoh inilah yang membawa pengaruh besar dalam memahami dan menganalisis sebuah disiplin dengan menggunakan pendekatan semiotik. Ada sedikit perbedaan yang dimunculkan dari kedua tokoh tersebut mengenai pendekatan mereka dengan menggunakan semiotik. Peirce lebih menekankan pada aspek logika karena dia adalah seorang ahli filsafat. Sedangkan Saussure lebih menekankan pada aspek bahasa karena sesuai dengan keahliannya di bidang linguistik.

Seperti yang didituliskan dalam kumpulan makalah semiotik, Okke K. S. Zaimar menjelaskan bahwa karya sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua karena menggunakan bahasa sebagai bahan dasarnya. Karena itulah menganalisis dengan pendekatan semiotik menggunakan teori-teori yang bersumber pada linguistik. (Okke. 2002: 124) Meskipun pada dasarnya teori bahasalah yang paling tepat dalam menganalisis sebuah karya sastra terutama puisi, menurutnya tidak menutup kemungkinan analisis ini menggunaan teori Peirce. Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Sebuah tanda yang disebut dengan representamen haruslah mengacu pada atau mewakili sesuatu yang disebutnya sebagai objek yang dikenal dengan istilah referent. Jadi, jika sebuah tanda mengacu apa yang diwakilinya, hal itu dalah fungsi utama tanda tersebut. Misalnya, anggukan kepala sebagai tanda persetujuan, dan geleng kepala sebagai tanda ktidaksetujuan. Proses perwakilan ini disebut dengan semiosis. Adapun proses semiosis menuntut kehadiran bersama antara tanda, objek dan intepretant. Proses semiotik dapat terjadi secara terus-menerus sehingga sebuah intepretant menghasilkan tanda baru yang mewakili objek yang baru pula dan akan menghasilakan intepretant yang lain lagi. (Nurgiantoro.2002: 41).

Selanjutnya Peirce menambahkan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis tanda; (1) icon, merupakan hubungan kemiripan. Misalnya foto. Lalu (2) indeks, merupakan hubungan kedekatan eksistensi, misalanya asap hitam tebal membumbung sebagai tanda adanya kebakaran, dan yang terakhir adalah (3) simbol, merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi. Warna hitam di negara kita disepakati sebagai warna yang melambangkan kedukaan dan hal yang mistis. Sedangkan putih adalah warna yang melambangkan kesucian dan ketulusan. Dan bahasalah yang kemudian menjadi alat penyebutannya. (Nurgiantoro.2002: 42).

Dalam teks sastra ketiga jenis tanda tersebut di atas, kehadirannya kadang tidak dapat dipisahkan. Karena ketiga tanda itu sama pentingnya dalam teks yang memang menggunakan bahasa sebagai alat penyamapaiannya. Selanjutnya, dalam menganalisis sebuah karya sastra dalam hal ini puisi, Peirce penggunaan dua aspek, diantaranya; aspek sintaksis dan aspek semantis. (Okke. 2002: 124). Ketiga aspek tersebut selanjutnya langsung dapat dipahami melalui analisis puisi Belajar Dari Ombak karangan Sitok Srengenge.

II. Analisis Aspek Semantis

Puisi Belajar Dari Ombak cukup pendek, seluruh lariknya ditulis dalam bentuk bait yang disusun menjorok ke dalam pada setiap permulaan kalimat menyerupai ikon ombak. Ada tiga larik yang tersusun dalam satu baitnya dan puisi ini memiliki 4 bait. Jika dihitung jumlah kalimat secara keseluruhan, sebenarnya puisi Belajar Dari Ombak ini hanya memiliki 4 kalimat saja, meskipun setiap kalimat tidak diakhiri dengan tanda baca titik sebagai akhir kalimat. Hal inilah yang dapat melahirkan interpretasi yang luas untuk memaknai puisi ini. Kita katakan saja bahwa puisi ini memiliki 4 kalimat yang terdiri dalam 4 bait dan 3 larik dalam satu baitnya. Bait pertama yang berjumlah 3 larik diawali dengan kalimatDengan ombak laut selalu berkata-kata, tapi tak terungkap yang terpendam di dalamnya, biarlah aku belajar menyimpan rahasia. Kalimat dalam bait pertama merupakan ujaran penutur (Aku) yang seakan menekankan pada judul untuk mengajak kita belajar sesuatu pada ombak di laut yang memang seakan berkata pada perkataan tanpa bahasa. Gelagat ombak sebagi cerminan tidak semua kata harus diungkapkan, maka tokoh Aku berpegangang pada kebisuan ombak sebagai inginya untuk belajar menyimpan rahasia (bahasa yang tak perlu diungkapkan).

Sedangkan pada bait kedua, penutur seperti menggunakan kalimat langsung dengan kalimat Aku tahu, Sayangku, dan seterusnya. Ujaran dengan kalimat langsung seolah di mana si penutur sedang berdialog dengan lawan bicaranya (orang kedua) yang ia sebut dengan kata Sayangku. Begitu seterusnya, antara bait pertama dan ketiga penutur seperti berbicara dengan dirinya layaknya gumaman batin. Sementara bait kedua dan terakhir kembali kalimat langsung. Adapun dua jenis ryme (rima) yang terdapat dalam puisi Belajar Dari Ombak ini, setiap larik berbunyi a,a,a pada bait pertama, b,b,c pada bait kedua, lalu a,a,c pada bait ke tiga dan ditutup seperti bait pertama dengan a,a,a pada bait terakhir. Adalah gabungan antara rima lurus dan rima berkait kehadiran kedua jenis rima yaitu rima lurus yang hadir pada awal dan akhir bait, kemudian rima berkait pada bait kedua dan ketiga menunjukkan keunikan pada bentuk dalam puisi ini. Pada bait pertama dan terakhir seakan menggambarkan ombak, di mana air menghempas lurus ke pantai dan kembali menarik lurus ke laut. Sedangkan rima berkait b b c dan a a c seolah gulungan air yang membuih saling bertindih kemudian terhampar di tepi pantai.

III.Analisis Aspek Semantis

Bila kita melihat puisi Belajar Dari Ombak ini kita akan menemukan beberapa gambaran tentang laut yang hubungannya dengan manusia. Makna apakah yang tersirat di balik hubungan ini? Untuk menjawab pertanyaan ini alangkah baiknya terlebih dahulu dibahas isotopi-isotopi yang terdapat dalam puisi Belajar Dari Ombak ini. Yang dimaksud dengan isotopi di sini adalah wilayah makna yang terbuka yang terdapat di sepanjang wacana. Isotopi adalah suatu bagian dalam pemahaman yang memungkinkan pesan apapun untuk dipahami sebagai suatu perlambangan yang utuh. Karena itu, dalam isotopilah makna mencapai keutuhannya. Adapun dalam sajak Belajar Dari Ombak ini dapat di temukan beberapa isotopi yang diharapkan dapat mendukung perolehan makna yang diharapkan.

Adapun isotopi itu adalah; isotopi alam, manusia, perasaan, sifat, perbuatan, waktu, tempat, dan penghubung.

Isotopi alam

Ombak Aromanya

Laut Pudar

Badai

Isitopi manusia

Berkata-kata Tahu

Aku(3)

Cinta(2)

Belajar(2)

Kegetiran

Menyimpan Izinkan

Isotopi perasaan

Cinta(2x)

Kegetiran

Kesetiaan

Dusta

Setia

Isotopi perbuatan

Berkata-kata Kesetiaan Setia

Belajar(2x) Izinkan

Cinta Terpendam

Dihempas Punyai

Terungkap Dusta

Isotopi waktu

Selalu

Isotopi tempat

Di dalamnya(2x)

Atas

Ada

Bagian

Di

Isotopi penghubung

Dengan

Tapi

Yang

Dan(2x)

Di(3x)

Jika

Di dalam analisis ini terdapat delapan kelompok isotopi yang mendukung delapan motif. Yang dimaksud dengan motif adalah unsur yang terus menerus diulang dan beberapa motif dapat mendukung kehadiran tema. (Okke. 2002: 124) Jika kita melihat kelompok motif tersebut di atas, dapat dilihat isotopi yang menonjol adalah isotopi perbuatan yang disususul dengan isotopi manusia dan alam.

Menonjolnya isotopi perbuatan hal ini menunjukkan motif utama pada puisi ini adalah aktifitas pada beberapa sisi terutama mengenai kesetiaan manusia hendaklah mencontoh pada ombak, jika kita melihat isotopi selanjutnya yaitu manusia dan alam. Dengan demikian perbuatan mencontoh alam (dalam hal ini ombak di laut) adalah yang harus dilakukan oleh manusia dalam puisi ini. Artinya ombak dijelaskan sebagai metafora kehidupan. Kata belajar yang disebut sebanyak tiga kali

kemudian kata setia dan kesetiaan, seakan memetafor pada ombak yang selalu setia pada laut meskipun dia pergi dihempas badai dia akan tetap kembali surut ke dalam laut tak pergi kemanapun.

Selanjutnya, kehadiran isotopi perasaan pada kosa kata cinta dan kegetiran, kemudian disusul kata kesetiaan dan dusta merupakan paradoks sifat dan perasaan manusia yang terkadang hadir dengan hampir tak dapat dibedakan rasanya. Meskipun demikian, seperti halnya ombak meskipun hanya buih yang mungkin telah tercampur dengan kotoran laut, dia tetap kapasitasnya menjadi bagian dari laut. Seperti halnya pasangan kata paradoks dalam puisi ini tidak dapat dielakkan bagi penutur sebagai bagian yang memang sudah ada dalam kehidupan umat manusia. Bahkan hal tersebut menjadi warna kontras yang justeru memperindah kehidupan ini.

Begitu juga pada kosa kata bunga yang hadir dalam isotopi alam tak hilang aromanya meskipun di hempas badai, seolah memaknai kata bunga sebagai metafor dari perasaan cinta. Tak hilang aromanya meskipun dihempas badai dimaknai sebagai cinta yang hadir dengan kekuatan rasanya (jika bunga aromanya) akan selalu senantiasa memegang kekuatannya tersebut meskipun berbagai cobaan (dalam hal ini digambarkan badai yang menghempas) yang menerpa cinta. Kemudian puisi ini diakhiri dengan kalimat izinkan aku belajar setia, menjadi sebuah permintaan sang tokoh yang bersikukuh pada kekuatan hatinya untuk selalu menjaga dan setia pada cintanya meskipun diterpa berbagai cobaan.

Adapun isotopi waktu yang pada puisi ini hanya memiliki satu kata yaitu selalu pada kalimat dengan ombak laut selalu berkata-kata memiliki makna durasi yang tidak pernah terputus bahwa laut tanpa ada ombak sebagai bagian dari dirinya, maka laut menjadi sama halnya dengan danau, rawa atau kolam. Kata ombak yang selalu digunakan laut untuk berkata-kata, pada bahasan ini laut sebagai personifikasi bagi manusia yang memiliki hati, pikiran dan lidah sebagai alat untuk merasa, memikirkan, dan mengkomunikasikan rasa dan pikirannya dalam kata-kata melalui lidahnya. Sebagian isi laut yang dibawa melalui ombak dan diperlihatkan di tepi pantai seakan menjadi personifikasi manusia untuk mengungkapkan sebagian yang perlu diungkapkan dan menyimpannya sebagian sebagai rahasia.

Kehadiran isotopi tempat dan penghubung berfungsi sebagai penguat dari kalimat-kalimat yang hadir dalam puisi ini. Kata di dalamnya, atas, ada dan bagian dalam kalimat-kalimat yang hadir pada puisi ini menunjukkan penegasan dari lokasi kehadiran perasaan maupun benda yang ditulis dalam puisi ini. Kalimat di dalam cinta, misalnya. Menegasakan tentang sesuatu yang berkaitan dengan cinta yang hadir dan benar-benar menyatu kehadirannya dalam perasaan cinta itu. Lalu kata atas, ada dan bagian hal yang menunjukkan unsur-unsur yang hadir pada setiap objeknya.

Begitu juga dengan kosa kata yang hadir dalam isotopi penghubung diantaranya dengan, tapi, yang, dan, di dan jika adalah unsur-unsur yang digunakan untuk memperjelas bagian-bagian kata yang digunakan dalam puisi BDO ini agar dapat dipahami dan komunikatif. Dukungan kata-kata penghubung juga memperjelas situasi dan keadaan kata pada kalimat. Seperti pada kalimat yang dihadirkan di bait ke tiga Di dalam cinta ada kesetiaan dan dusta, kedua penghubung di dan dan menjadi penting kehadirannya sebagai penegas dari kalimat yang ada. Kalimat di dalam cinta menegaskan isi yang terkandung dalam perasaan cinta. Sedangkan kata kesetiaan dan dusta, penghubung dan hadir sebagai pemisah dari dua kosa kata yang bermakna paradoks tersebut, namun dalam eksistensinya tetap menjadi bagian dari cinta. Karena penghubung dan membawa kehadiran dua perasaan yang paradoks tadi dalam satu waktu dan tempat.

IV. Kesimpulan

Akhirnya, berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulakan bahwa ombak adalah metafor dari kehidupan yang dijalani manusia. Hal tersebut dapat disebut sebagai tema pertama. Kemudian telah dijelaskan pula aktifitas alam dalam hal ini ombak di laut, menyiratkan aktifitas tokoh yang ingin menirunya dan menjadikan ombak tersebut sebagai simbol kesetiaan, rahasia dan bahkan kegetiran. Adapun isotopi perbuatan yang hadir dominan dalam karya ini menunjukkan bahwa aktifitas alam menjadi sama halnya dengan aktifitas manusia. Hal ini seakan menyiratkan bahwa segala mahluk hidup yang ada di dunia ini termasuk manusia juga memiliki aktifitas yang boleh dikatakan sama yaitu dengan menggunakan perasaan, akal (insting pada hewan) dan juga kegiatan yang sesuai dengan caranya masing-masing. Aktifitas alam juga dapat dijadikan cerminan bagi kehidupan manusia, di mana mereka dengan kepasrahannya tunduk pada aturan dan takdir yang telah dituliskan pada alam.

V. Lampiran Puisi karya Sitok Srengenge

BELAJAR DARI OMBAK

Dengan ombak laut selalu berkata-kata

Tapi tak terungkap yang terpendam di dalamnya

__ biarlah aku belajar menyimpan rahasia

Aku tahu, Sayangku

dua hal yang kau punya atas diriku:

cinta dan kegetiran

Di dalam cinta

ada kesetiaan dan dusta

keduanya menjadi bagian kehidupan

Sayangku, jika ada bunga

dihempas badai tak pudar aromanya

___ izinkan aku belajar setia

download document : Semiotika Kajian Sastra Suka Be the first to like this page. Berdialog Blog Contoh Kasus Bimbingan Konseling dan Penangannaya sesuai dengan Teori Bimbingan Konseling di Sekolah Esai Macam-macam Bentuk Aliran dan Kritik Sastra Membuat Gambar Tampilan-tampilan di monitor Komputer PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM REKLAME MAJALAH FEMINA EDISI TAHUN 2009. Program Penjabaran, Pengelolaan dan, Pengembangan Bimbingan Konseling di Sekolah SASTRA INDONESIA Sejarah Sastra Indonesia Trick Melewati HP Nokia 1280 yang Terpasword dengan tangan kosong Bahasa Indonesia Semiotik Menulis I Bahasa Indonesia Kajian Intertekstual Awal Februari 2011 Desember 2010 November 2010 Oktober 2010 Ancangan Kajian Sastra Bimbingan Konseling

Dunia Komputer Blog Info Bersama Kajian Puisi Blog Menulis Blog Pengantar Sastra Berbincang bersama

Berbagi Kita Awal Bahasa Indonesia Kajian Intertekstual Bahasa Indonesia Semiotik Contoh Kasus Bimbingan Konseling dan Penangannaya sesuai dengan Teori Bimbingan Konseling di Sekolah Esai Macam-macam Bentuk Aliran dan Kritik Sastra Membuat Gambar Tampilan-tampilan di monitor Komputer Menulis I PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM REKLAME MAJALAH FEMINA EDISI TAHUN 2009. Program Penjabaran, Pengelolaan dan, Pengembangan Bimbingan Konseling di Sekolah SASTRA INDONESIA Sejarah Sastra Indonesia Trick Melewati HP Nokia 1280 yang Terpasword dengan tangan kosong Berbagi Ku

Juni 2012S 1 4 5

S 2 6

R 3 7

10

11 18 25 Feb

12 19 26

13 20 27

14 21 28

15 22 29

16 23 30

17 24

Langganan Surel

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisantulisan baru melalui email.

Bergabunglah dengan 1 pengikut lainnya.

Butuhlah Pencarian untuk:

Berbagi

Me.. Chating Yukz.. Klick tuxz chat.. ----> Blog pada WordPress.com.

| Tema: Retro MacOS oleh Stuart Brown. Ikuti Follow Berdialog Blog

Get every new post delivered to your Inbox.

Powered by WordPress.com

Вам также может понравиться