Вы находитесь на странице: 1из 60

TUGAS TERSTRUKTUR PARASITOLOGI ARTROPODA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT

OLEH : DESY SOSANTI RENATA IRENE INGRET YS NENENG NURJANNAH SITI RAMLA ELSUNAN ULI KRISTIANA LT DWI BAYU RETNO NINGTIAS G1B010060 G1B010067 G1B010078 G1B010057 G1B010010 G1B007126

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Entomologi Kedokteran adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh Artropoda. Delapan puluh lima persen atau sekitar 600.000 spesies hewan adalah Artropoda. Artropoda memiliki 4 morfologi yang jelas, yaitu badan yang beruas-ruas, eksoskelet, dan bentuk badan yang simetris bilateral. Sebelah luar badan serangga dilapisi oleh kitin yang pada bagian tertentu mengeras dan membentuk eksoskelet, eksoskelet tersebut berfungsi sebagai penguat tubuh, pelindung alat dalam, tempat melekat otot, pengatur penguapan air dan penerus rangsang yang berasal dari luar badan. Umbai-umbai tumbuh menurut fungsi pada kepala tumbuh menjadi antena dan mandibula, pada toraks menjadi kaki dan sayap, dan pada abdomen menjadi kaki pengayuh. Artropoda juga mempunyai sistem pencernaan, pernapasan (dengan trakea), saraf (otak dan ganglion), peredaran darah (terbuka) dan sistem reproduksi. Pertumbuhan Artropoda dipengaruhi hormon juvenile yang dikeluarkan oleh kelenjar korpora alata. Kadar hormon juvenile paling tinggi pada larva instar I, selanjutnya kadar hormon berkurang sesuai dengan bertambahnya umur dan paling rendah pada larva instar IV. Berkurangnya hormon juvenile merupakan pertanda bagi kelenjar protorak untuk mengaluarkan hormon ekdison yang berfungsi untuk merangsang pengelupasan

kulit/eksoskelet harus dilepaskan (ekolisis = pergantian kulit). Selama pertumbuhannya serangga mengalami perubahan bentuk yang disebut dengan metamorfosis. Metamorfosis sempurna mempunyai stadium telur larva pupa dewasa. Antara tingkat muda dan dewasa terdapat perbedaan morfologi yang jelas, disertai perbedaan biologi (tempat hidup dan makanan). Pada metamorfosis tidak sempurna dijumpai telur (larva) nimfa dewasa. Morfologi serta biologi bentuk muda dan dewasa hampir sama. Menurut besarnya peran dalam ilmu kedokteran, Artropoda dikelompokkan sebagai berikut : 1. Artropoda yang menularkan penyakit (vektor dan hospes sementara) 2. Artropoda yang menyebabkan penyakit (parasit) 3. Artropoda yang menimbulkan kelainan karena toksin yang dikeluarkan

4. Artropoda yang menyebabkan alergi 5. Artropoda yang menimbulkan entomofobia Serangga dapat menularkan penyakit melalui bebrapa cara. Penularan secara mekanik berlangsung dari penderita ke orang lain dengan perantaraan bagian luar tubuh serangga. Misalnya telur cacing, kista protozoa dan bakteri usus dapat dipindahkan dari tinja ke makanan melalui kaki atau badan lalat rumah. Penularan secara biologik dilakukan setelah parasit /agen yang diisap mengalami proses biologik dalam tubuh vektor, parasit (virus, bakteri, spiroket) hanya membelah diri menjadi banyak, penularan disebut penularan propagatif Faktor-faktor yang Mempengaruhi : A. C u a c a Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi.

B. V e k t o r Organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia disebut dengan vektor. Arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk merupakan vektor penting untuk penularan virus yang menyebabkan encephalitis pada manusia. Nyamuk menghisap darah dari reservoir yang terinfeksi agen penyakit ini kemudian ditularkan pada reservoir yang lain atau pada manusia. Ricketsia merupakan parasit intrasellular obligate yang mampu hidup di luar jaringan hewan dan dapat ditularkan di antara hewan oleh. Rat fleas, Body lice dan Wood tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.

C. Reservoir Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan

kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang mrnjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada intermidiate host.

D. Geografis Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal. Pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tangau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat. Penyakit ini lebih sering terjadi di timur Amerika Serikat dan sangat jarang di utara atau di barat. Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. Seperti halnya virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes selama musim penghujan karena merupakan saat terbaik bagi myamuk berkembang biak sehingga wabah penyakit terjadi antara akhir tahun sampai awal tahun depan (bulan September sampai bulan.Maret)

E. Perilaku Manusia Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropods borne diseases.

JENIS-JENIS VEKTOR Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia.

1.2 Tujuan

Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain : Untuk mengetahui klasifikasi Artropoda Untuk mengetahui morfologi Artropoda Untuk mengetahui siklus hidup Artropoda Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh Artropoda Untuk mengetahui epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh Artropoda Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan dari penyakit yang disebabkan Artropoda

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kelas Insecta 2.1.1 Nyamuk Nyamuk dapat mengganggu manusia dan binatang melalui gigitannya serta berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan binatang yang penyebabnya terdiri atas berbagai macam parasit. Di dalam tubuh nyamuk parasit penyebab filariasis berubah bentuk tanpa berkembangbiak, sedangkan Plasmodium

berkembangbiak, berubah bentuk dan tumbuh menjadi bentuk infektif sebelum ditularkan dari penderita kepada orang yang sehat. Virus dengue berkembangbiak dalam tubuh nyamuk tanpa berubah bentuk sebelum ditularkan ke manusia. 2.1.1.a Klasifikasi Class : insecta Ordo : diptera Famili : culicidae, terbagi 3 tribus : 2.1.1.b Morfologi Nyamuk berukuran kecil (4-13 mm) dan rapuh. Kepalanya mempunyai probosis halus dan panjang yang melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk menghisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga keringat. Di kiri kanan probosis terdapat palpus yang terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri atas 15 ruas. Antenna pada nyamuk jantan bermabut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Tribus anophelini (Anopheles) Tribus culicini (Culex, Aedes, Mansonia) Tribus toxorhynchtini (Toxorhynchites)

Sebagian besar toraks yang tampak (mesonotum), diliputi bulu halus. Bulu tersebut bewarna putih/kuning dan membentuk gambaran yang khas untuk masingmasing spesies. Posterior dari mesonotum terdapat skutelum yang pada anophelini bentuknya melengkung (rounded) dan pada culicini membentuk tiga lengkungan (trilobus). Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing scales) yang letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut yang disebut umbai (fringe). Abdomen berbentuk silinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas terakhir berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki (heksapoda) yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1 ruas tibia, dan 5 ruas tarsus. Nyamuk dapat hidup smapai ketinggian 4200 meter di atas permukaan laut (seperti di Kashmir) dan sampai 115 meter di bawah permukaan laut (seperti di tambang emas di India Selatan). Jumlah spesies di daerah tropik lebih banyak dibandingkan di daerah dingin seperti di kutub selatan. 2.1.1.c Daur Hidup Nyamuk mengalami metamorphosis sempurna : telur larva pupa dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup di dalam air sedangkan stadium dewasa hidup di darat/udara. Nyamuk dewasa betina biasanya mengisap darah manusia dan binatang. Telur yang baru diletakkan bewarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam berubah menjadi hitam. Pada genus Anopheles telur diletakkan satu per satu terpisah di permukaan air. Pada Aedes telur juga diletakkan satu per satu terpisah tetapi telur diletakkan di dinding wadah air. Pada genus Culex dan Mansonia telur diletakkan saling berlekatan sehingga membentuk rakit (raft). Telur Culex diletakkan dia atas permukaan air, sedangkan telur Mansonia diletakkan di balik daun tumbuh-tumbuhan air. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup di dalam air. Tempat perindukan (breeding place) untuk masing-masing spesies berlainan, mislanya rawa, kolam, sungai, sawah, comberan, dan tempat-tempat yang digenangi air seperti got, saluran air, bekas jejak kaki binatang, lubang-lubang di pohon dan kaleng-kaleng. Larva terdiri atas 4 substadium (instar) dan mengambil makanan dari tempat perindukannya. Pertumbuhan larva stadium I sampai dengan stadium IV berlangsung 6-8 hari pada Culex dan Aedes, sedangkan pada Mansonia pertumbuhan

memerlukan waktu kira-kira 3 minggu. Kemudian larva berubah menjadi pupa yang tidak makan, tetapi masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernapasan (breathing trumpet). Untuk tumbuh menjadi dewasa diperlukan waktu 1-3 hari sampai beberapa minggu. Pupa jantan menetas lebih dahulu. Nyamuk jantan biasanya tidak pergi jauh dari tempat perindukan, menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Nyamuk betina kemudian mengisap darah yang diperlukannya untuk pembentukan telur, tetapi ada beberapa spesies yang tidak memerlukan darah untuk pembentukan telur (autogen) misalnya Toxorhynchites amboinensis. 2.1.1.1 Vektor Malaria

Nyamuk Anophelini yang berperan sebagai vector malaria hanyalah genus Anopheles. Di seluruh dunia , genus Anopheles jumlahnya 2000 spesies, 60 spesies 80

di antaranya sebagai vector malaria. Jumlah nyamuk anophelini di Indonesia

spesies dan 16 spesies telah dibuktikan berperan sebagai vektor malaria, yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain bergantung pada bermacam-macam faktor, seperti penyebaran geografik, iklim dan tempat perindukan.

2.1.1.1.1 Klasifikasi Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas : Animalia : Arthropoda : Hexapoda : Insecta : Pterygota

Infrakelas Superordo Ordo Subordo Infraordo Superfamili Famili Genus Spesies

: Neoptera : Endopterygota : Diptera : Nematocera : Culicomorpha : Culicoidea : Culicidae : Anopheles : Anopheles aconitus

2.1.1.1.2 Morfologi Telur Anophelini yang diletakkan satu per satu di atas permukaan air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebelah lateral. Larva anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma pada bagian lateral abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek ; digunakan untuk mengambil dari udara.

Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk jantan dan betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaanya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apical berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (kosta dan vena I) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul).

Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip.

2.1.1.1.3 Daur Hidup

Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup , yang termasuk dalam metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat stage/fase pupa. Lama siklus hidup dipengaruhi kondisi lingkungan, misal : suhu, adanya zat kimia/biologisdi tempat hidup. Siklus hidup nyamuk Anopheles secara umum adalah a. Telur Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50-200 buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan terpisah (tidak bergabung menjadi satu). Telur ini menetas dalam 2-3 hari (pada daerah beriklim dingin bisa menetas dalam 2-3 minggu)

b. Larva Larva terbagi dalam 4 instar , dan salah satu ciri khas yang membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva saat istirahat adalah sejajar di dengan permukaan perairan, karena mereka tidak mempunyai siphon (alat bantu pernafasan). Lama hidup kurang lebih 7 hari, dan hidup dengan memakan algae,bakteri dan mikroorganisme lainnyayang terdapat dipermukaan c. Pupa(kepompong) Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan setelah beberapa hari pada bagian dorsal terbelah sebagai tempat keluar nyamuk dewasa. d.Dewasa Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk menghisap darah atau makanan lainnya (misal, nektar atau cairan lainnya sebagai sumber gula). Nyamuk jantan bisa hidup sampai dengan seminggu, sedangkan nyamuk betina bisa mencapai sebulan. Perkawinan terjadi setelah beberapa hari setelah menetas dan kebanyakan perkawinan terjadi disekitar rawa (breeding place). Untuk membantu pematangan telur, nyamuk menghisap darah, dan beristirahat sebelum bertelur. Salah satu ciri khas dari nyamuk anopheles adalah pada saat posisi istirahat menungging.

2.1.1.1.4 Epidemiologi Penentuan vektor malaria didasarkan atas penemuan sporozoit malaria di kelenjar liur nyamuk anophelini yang hidup di alam bebas. Cara yang digunakan adalah pembedahan nyamuk betina. Berbagai faktor yang perlu diketahui untuk menentukan vektor di suatu daerah endemik malaria adalah : 1) pada pembedahan nyamuk alam positif mengandung sporozoit 2) kebiasaan nyamuk anophelini mengisap darah manusia (antropofilik) 3) umur nyamuk betina lebih dari 10 hari

4) kepadatan yang tinggi dan mendominasi spesies lain 5) hasil infeksi percobaan di laboratorium yang menunjukkan kemampuan untuk mengembangkan Plasmodium menjadi stadium sporozoit. Prevalensi kasus malaria di satu daerah endemik malaria dan di daerah endemik malaria lainnya tidak sama, tergantung pada prilaku spesies nyamuk yang menjadi vektor. Di daerah Cilacap misalnya yang vektor malarianya An.sundaicus, kasus malaria ditemukan lebih banyak pada musim kemarau, jika dibandingkan musim hujan, karena pembentukan tempat perindukan di muara sungai, sedangkan di daerah Jawa Barat yang vektor malarianya An.aconitus kasus malaria meningkat jumlahnya pada musim hujan; karena di sawah terbentuk temapt-tempat perindukan. Kedua kejadian dia atas terjadi akibat kurang perhatian terhadap pengaturan air atau tidak teraturnya saluran irigasi. Penularan gigitan nyamuk malaria Anopheles secara betina. ilmiah Hanya berlangsung nyamuk melalui Anopheles

spesies

tertentu yang mampu menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut sebagai vektor. Lebih dari 400 spesies Anopheles didunia, hanya sekitar 67 malaria. Di yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang

menjadi vektor malaria.

2.1.1.1.5 Patologi dan Gejala Klinis 2.1.1.1.5.1 Patologi Perilaku penyakit. Hanya nyamuk nyamuk Anopheles betina yang sering darah diluar menghisap rumah dan darah suka saat menghisap darah dan mekanisme penularan

sering menghisap

menggigit diwaktu senja sampai dini hari (Eksofagik) serta mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km. Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung Gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunas

ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu : 1. Alamiah (Natural Infaction) Bila orang sehat digigit nyamuk malaria yang telah terinfeksi oleh plasmodium. Pada saat mengigit sporozoit yang ada

dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia. Kemudian orang sehat menjadi sakit dan dalam tubuhnya terjadi siklus hidup parasit malaria. 2. Induksi (Induced) Bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja

masuk dalam badan manusia melalui darah, misalnya transfusi, suntikan, atau secara kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah placenta), atau secara sengaja untuk pengobatan berbagai penyakit (sebelum perang dunia ke 2) demam yang timbul dapat menunjang pengobatan berbagai penyakit seperti lues dan sindrum nefrotik.

Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu: 1. Parasit (agent / penyebab penyakit malaria) 2. Nyamuk Anopheles (vektor malaria) 3. Manusia (host intermediate) 4. Lingkungan (environment) Perilaku pada waktu hinggap dan beristirahat. Nyamuk Anopheles lebih suka menghinggap dibatang-batang, rumput, dialam atau luar rumah (Eksofilik) yaitu tempat-tempat, lembab, terlindung dari sinar matahari, gelap.

Perilaku pada saat berkembang biak (Breeding Place) Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak ditempattempat

yang airnya menggenang seperti Sawah. Irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya.

2.1.1.1.5.2 Gejala Klinis Tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah : 1. Demam Demam yang terjadi berbeda pada tiap jenis malaria, hal ini berkaitan dengan pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada malaria tropika (P. palsifarum) pematangan skizon tiap 24 jam, maka prioditas demamnya setiap hari kedua, malaria tertiana (P. vivak & P. ovale) pematangan skizon tiap 48 jam maka demam terjadi tiap hari ketiga, sedangkan pada malaria kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam sehingga demam terjadi tiap hari keempat. Demam terdiri atas tiga stadium : 1. Stadium Frigeris / Menggigil, (15 menit 1 jam) dengan tanda dan gejala :

Klien merasa dingin Nadi Lemah Bibir dan jari jari sianosisd). Kulit kering dan pucat Muntah Pada anak anak sering terjadi kejang

2. Stadium Acme / Puncak Demam (2 6 jam) :


Klien merasa kepanasan Muka merah Kulit kering dan terasa panas seperti terbakar Mual muntah disertai anoreksia Nadi menjadi kuat Penderita merasa haus, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 41 derajat C Stadium Sudoris berkeringat (2 4 jam) :

3.

Klien berkeringat banyak Suhu tubuh menurun dengan cepat, kadang dibawah normal.

4.

Splenomegalimerupakan gejala khas malaria kronis. Limfa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah.

Pada klien yang menderita malaria dapat terjadi relaps yang merupakan timbulnya gejala infeksi etelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat : 1. Relaps dapat jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul delapan minggu setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak. 2. Relaps dapat jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan berkembang biak.

2.1.1.1.6 Pencegahan dan Pengobatan 2.1.1.1.6.1 Pencegahan Pengendalian Nyamuk Anopheles 1. Pengendalian dengan cara menghindari/mengurangi kontak atau

gigitan nyamuk Anopheles. a. Penggunaan kawat kasa pada ventilasi. Dimana dipasangi keadaan kawat rumah kasa ini ventilasi berfungsi udara untuk dipasangi atau tidak

mencegah

nyamuk

masuk ke dalam rumah. b. Menggunakan kelambu pada waktu tidur. Kebiasaan pergunakan tata cara menggunakan sebagai kelambu pada tempat yang biasa di

tempat tidur dan di kelambu untuk

gunakan sesuai dengan tidur dan waktu

penggunaan

tempat

penggunaan kelambu saat jam aktif nyamuk mencari darah. c. Menggunakan zat penolak (Repellent). Untuk kebiasaan penggunaan repellent yang digunakan pada saat

atau waktu nyamuk menggigit atau pada waktu akan tidur malam atau pada waktu lain di malam hari.

2.Pengendalian dengan cara genetik dengan melakukan sterelisasi pada nyamuk dewasa.

3. Pengendalian dengan cara menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan, yang termasuk kegiatan ini adalah :

a. air.

Penimbunan

tempat-tempat

yang

dapat

menimbulkan

genangan

b. Pengeringan berkala dari satu sistem irigasi. c. pengaturan dan perbaikan aliran air. d. Pembersihan tanaman air dan semak belukar. e. Pengaturan kadar garam misalnya pada pembuatan tambak ikan atau udang.

4. Pengendalian Cara Biologi. Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alaminya (predator) atau dengan menggunakan protozoa,

jamur dan beberapa jenis bakteri serta jenis-jenis nematoda.

5. Pengendalian Cara Fisika-Mekanik. Pengendalian dengan Fisika-Mekanik ini menitik beratkan usahanya pada penggunaan dan memanfaatkan faktor-faktor iklim kelembaban suhu dan cara-cara mekanis.

6. Pengendalian dengan cara pengolaan lingkungan (Environmental management). Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan dikenal

dua cara yaitu :

a. Perubahan lingkungan (Environmental Modivication). Meliputi kegiatan setiap pengubahan fisik yang permanen

terhadap tanah, air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk

tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik terhadap kuwalitas

lingkungan hidup manusia. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan tanah dan (filling), pembuatan pengertian bangunan, (draining), sehingga perataan vektor dan permukaan binatang

penganggu tidak mungkin hidup.

b. Manipulasi Lingkungan (Environment Manipulation) Sehingga pengganggu tidak memungkinkan dengan baik. vektor Kegiatan dan ini binatang misalnya

berkembnang

dengan merubah kadar garam (solinity), pembersihan tanaman air atau lumut dan penanaman pohon bakau pada pantai tempat

perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak mendapatkan sinar matahari.

2. Pengendalinan Dengan Cara Kimia (Chemical Control). Pengendalian dengan cara kimia (Chemical Control) ini

disebut juga pengendalian dengan menggunakan pestisida. Pestisida adalah suatu zat kimia yang dapat membunuh vektor dan binatang pengganggu. Disamping pengendalian secara langsung kepada vektor, pengendalian secara kimiawi juga bisa dilakukan terhadap tanaman yang menunjang kehidupan vektor dan binatang penggangu dengan

menggunakan herbisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan vektor dan binatang pengganggu memang sangat efektif tetapi dapat menimbulkan masalah yang serius karena dapat merugikan manusia dan lingkungannya.

2.1.1.1.6.2 Pengobatan Obat antimalaria terdiri dari lima jenis : 1. Skizontisid jaringan primer ( Proguamil, Pirimetamin) berfungssi membasmi parasit praeritrosit. 2. Skizontisid jaringan sekunder (Primaquin)

membasmi parasit eksoeritrosit. 3. Skizontisid darah (Kina, Kloroquin dan Amodiaquin) membasmi parasit fase eritrosit. 4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual (Primaquin, Kina, Kloroquin dan Amodiakuin) 5. Sporontosid ( : Primaquin dan Proguanil ) mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles.

2.1.1.2 Vektor Culecines

Gambar : nyamuk culex Culex Quinquefasciatus adalah nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki gajah (filariasis ). Hal ini terjadi saat nyamuk Culex menghisap darah pengidap filariasis sehingga larva cacing filariasis masuk dan berkembang biak ditubuhnya lalu nyamuk Culex menularkan larva tersebut kepada manusia dengan cara menggigitnya. Kasus penyakit kaki gajah banyak ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia seperi Malang Selatan dan Kediri. Nyamuk Culex memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Aedes Aegepty, bila Aedes aegepty suka hidup pada air bersih maka Culex menyukai air yang kotor seperi genangan air, limbah pembuangan mandi, got ( selokan ) dan sungai yang penuh sampah. Culex, nyamuk yang memiliki ciri fisik coklat keabu-abuan ini mampu

berkembang biak disegala musim. Hanya saja jumlahnya menurun saat musim hijan karena jentik-jentiknya terbawa arus. Culex melakukan kegiatannya dimalam hari. 2.1.1.2.1 Klasifikasi Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Diptera : Culicidae : Culex

2.1.1.2.2 Morfologi Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis. Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 10 mm (0,16 0,4 inci). Dan dalam morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan perut. Nyamuk Culex yang banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis Culex quinquefasciatus. Stadium telur Culex berbentuk menyerupain peluru melekat satu sama lain. Pada stadium larva Culex mempunyai lebih dari satu kelompok rambut. Larva bergantung membentuk sudut dan mempunyai tabung pernafasan yang panjang dan sempit untuk mengambil oksigen. Abdomen terdiri dari 10 segmen yang panjang dan Accesoir hair terletak dalam sirip. Stadium dewasa Culex betina mempunyai palpus yang lebih pendek dari probosisnya dan Culex jantan palpusnya melebihi probosisnya. Sayap terdapat bercak hitam putih dan tubuh tanpa bintik.

2.1.1.2.3 Daur Hidup

a. Telur Seekor nyamuk betina mampu meletakan 100-400 butir telur. Setiap spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp meletakan telurnya diatas permukaan air secara bergelombolan dan bersatu membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung. b.Larva Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh faktor temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan predator. Pada kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai dewasa kurang lebih 5 hari. c. Pupa Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari.

Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari untuk menjadi nyamuk, dan selama fase ini pupa tidak akan makan apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar dari air. d. Dewasa Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur. Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari. 2.1.1.2.4 Epidemiologi Pada dasarnya perkembangbiakan terjadi di ladang padi, genangan air limbah, dan saluran pipa. Nyamuk Culex menggigit pada malam hari dan biasanya berdiam diri di dalam ruangan sebelum dan setelah makan darah. Terkadang nyamuk jenis ini beristirahat di luar ruangan. Filariasis limfatik global terutama disebabkan filara limfatik spesies Wuchereria bancrofii, tersebar luas hampir di seluruh negara di dunia terutama beriklim tropis namun dapat pula ditemukan dinegara beriklim subtropis sebagai berikut: Afrika, India, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Amerika Selatan dan Amerika Tengah (WHO, 1997 dalam Soeyoko, 2002). Filariasis limfatik dikategorikan dalam 6 penyakit tropis paling penting (the big six) yang menjadi masalah kesehatan dunia disamping malaria, schistosomiasis, leishmaniasis, tripanosomiasis dan lepra (WHO, 1979 dalam Soeyoko, 2002). Filariasis limfatik stadium lanjut dapat menyebabkan cacat fisik permanen. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan sosial ekonomi penduduk di beberapa negara berkembang di dunia (WHO, 1994). Walaupun penyakit ini tidak mengakibatkan kematian, namun pada stadium lanjut dapat menyebabkan cacat fisik permanen dan mempunyai dampak social ekonomi besar, khususnya penduduk dengan sosial ekonomi rendah yang tinggal di negara-negara berkembang di daerah tropis maupun subtropis (Soeyoko, 2002).

2.1.1.2.5 Patologi dan Gejala Klinis Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis. Gejala klisnis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Microfilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan okstruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudiam. Perjalanan filariasis dapat dibagi beberapa stadium: stadium

mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga stadium tumpang tindih, tanpa ada batasan yang nyata. Gejala klinis filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan dengan yang terdapat di daerah lain (Parasitologi Kedokteran, 2008). Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan limfe. Cacing dewasa hidup dapat menyumbat saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut lymphangiektasia. Jika jumlah cacing dewasa banyak dan lymphangietaksia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi system limfatik. Cacing yang mati menimbulkan reaksi imflamasi. Setelah infiltrasi limfositik yang intensif, lumen tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain itu, juga terjadi hipertrofi otot polos di sekitar daerah yang terkena (Pathology Basic of Disease, 2005). Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfaadenitis dan limfagitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada system limfatik alat kelamin laki-laki seperti funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran sperma meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang meradang tersebut menyerupai hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadang-kadanag terjadi

kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pembuluh limfe pada system ekskretori dan urinary. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis tidak menunjukan peradangan yang berat walaupun mereka mengandung mikrofilaria (Parasitologi Kedokteran, 2008). 2.1.1.2.6 Pengobatan dan Pencegahan 2.1.1.2.6.1 Pengobatan Biasanya kalau banyak ditemukan penderita yang didalam darahnya ditemukan microfilaria akan dilakukan pengobatan missal dengan DEC ( Di Ethyl Carbamazine ). Pengobatan massal sering menimbulkan masalah, bila beberapa orang tidak tahan dengan pengobatan Single Dose yang diberikan hingga terjadi efek samping yang tidak kita inginkan. 2.1.1.2.6.2 Pencegahan Untuk memberantas keberadaan Nyamuk Culex dengan menjaga kebersihan lingkungan dan untuk memberantas nyamuk adalah berantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya, jika perlu bisa melepaskan beberapa jenis ikan pada saluran air untuk memakan jentik-jentik nyamuk Culex tersebut. Selain itu, pemberantasan sarang nyamuk filariasis juga bisa dilakukan melalui penggunaan insektisida untuk langsung ubtuk membunuh nyamuk dewasa yang menyebabkan filariasis. cara penggunaan malation ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau dengan pengabutan (cold fogging). Ada juga insektisida yang bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk, yakni temphos(abate). Cara penggunaan abate adalah dengan menggunakan pasir abate( sand granules) ke dalam sarang-sarang nyamuk filariasi. Sedangkan cara yang tidak menggunakan abate adalah dengan 3M yakni menguras bak mandi, tempayan atau TPA minimal seminggu sekali karena perkembangan telur untuk menjadi nyamuk memerlukan 7-10hari. Selanjutnya menutup TPA rapat-rapat dan langkah terakhir dari 3M adalah

membersihkan halaman rumah dari barang-barang yang memungkinkan nyamuk itu bersarang atau bertelur.

2.1.1.3 Vektor Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Namanya diperoleh dari perkataan Yunani ads, yang berarti "tidak menyenangkan", karena nyamuk ini menyebarkan beberapa penyakit berbahaya seperti demam berdarah dan demam kuning. 2.1.1.3.1 Klasifikasi Golongan Filum Klas Ordo Familly Genus 2.1.1.3.2 Morfologi Aedes yang berperan sebagai vektor penyakit semuanya tergolong stegomya dengan ciri-ciri tubuh bercorak belang hitam putih pada dada, perut, tungkai. Corak ini merupakan sisi yang menempel di luar tubuh nyamuk. Corak putih pada dorsal dada (punggung) nyamuk berbentuk seperti siku yang berhadapan. : Animalia : Arthropoda : Insekta : Diptera : Culicidae : Aedes

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks bagian belakang terdapat garis-garis putih keperakperakan. Pada bagian toraks ini terdapat sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-sisik pada tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006). Dalam hal ukuran, nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Wikipedia, 2009). Morfologi nyamuk Ae. aegypti (Soegijanto, 2006).

1. Telur Telur nyamuk Ae. Aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat di dinding TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air.

2. Larva Larva nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Perut tersusun atas 8 ruas. Larva Ae.

Aegypti ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.

3. Pupa Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh terdapat berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.

4. Dewasa Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipepilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.

2.1.1.3.3 Daur Hidup

Aedes seperti juga serangga lainnya yang termasuk ordo diptera, mengalami metamorfosis lengkap. Stadium-stadiumnya terdiri dari telur, larva (Jentik), pupa (kepompong) dan nyamuk dewasa. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dari telur menjadi dewasa di laboratorium yang bersuhu 270C dankelembaban udaranya 80%, kurang lebih 10 hari. Waktu 10 hari tersebut juga diperkirakan untuk keperluan pertumbuhan Ae.aegypti dari telur sampai dewasadi alam bebas. Adapun stadium telur, larva, pupa sampai menjadi nyamuk dewasa adalah sebagai berikut : a. Telur Telur Aedes berukuran kecil ( 50 mikron), berwarna hitam, sepintas lalu, tampak bulat panjang dan berbentuk jorong (oval) menyerupai torpedo. dibawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampak adanya garis-garis yang membentuk gambaran menyerupai sarang lebah. Di alam bebas telur nyamuk ini diletakan satu per satu menempel pada dinding wadah / tempat perindukan terlihat sedikit diatas permukaan air. Di dalam laboratorium, terlihat jelas telur telur ini diletakan menempel pada kertas saring yang tidak terendam air sampai batas setinggi 2-4 cm diatas permukaan air. Di dalam laboratorium telur menetas dalam waktu 1-2 hari, sedangkan di alam bebas untuk penetasan telur diperlukan waktu yang kurang lebih sama atau dapat lebih lama bergantung pada keadaan yang mempengaruhi air di wadah/ tempat

perindukan. Apabila wadah air yang berisi telur mengering, telur bisa tahan selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Ketika wadah air itu berisi air lagi dan menutupiseluruh bagian telur , telur itu akan menetas menjadi jentik. b. Larva Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva yang disebut larva stadium I (instar I). Kemudian larva stadium I ini melakukan 3 kali pengelupasan kulit (ecdysis atau moulting)., berturut-turut menjadi larva stadium 2,3 dan larva stadium 4. larva stadium akhir ini lalu melakukan pengelupasan kulit dan berubah bentuk menjadi stadium pupa. Larva stadium 4 berukuran 7 X 4 mm, mempunyai pelana yang terbuka , bulu sifon satu pasang dan gigi sisir yang berduri lateral. Dalam air di wadah, larva Aedes bergerak sangat lincah dan aktif,dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah secara berulang-ulang. Larva Ae.aegypti dapat hidup di wadah yang mengandung air ber pH 5,8 8,6. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong). c. Pupa Pupa nyamuk berbentuk seperti koma. Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi sepasang terompet pernapasan. Stadium pupa ini adalah stadium tak makan. Jika terganggu dia akan bergerak naik turun di dalam wadah air. Dalam waktu lebih kurang dua hari, dari pupa akan muncul nyamuk dewasa. Jadi, total siklus dapat diselesaikan dalam waktu 9-12 hari. d. Nyamuk dewasa Nyamuk setelah muncul dari kepompong akan mencari pasangan untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya. Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia tidak menghisap darah tetapi cairan tumbuhan sedangkan nyamuk betina menggigit dan menghisap darah orang.

2.1.1.3.4 Epidemiologi dari pasien di Filipina pada tahun 1956. Dua tahun kemudian virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di Bangkok, Thailand (WHO, 1999). Tahun 1968, Demam Berdarah Dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di

Indonesia yaitu berupa kejadian luar biasa penyakit Demam Berdarah Dengue di Jakarta dan Surabaya mencatat 58 kasus DBD dengan 24 kematian (CFR= 41,5%). Pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang berada di wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Kejadian luar biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan (Soegijanto, 2006). Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (Lestari, 2007). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Oleh karena itu, nyamuk Ae. aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes, 2005). 2.1.1.3.5 Patologi dan Gejala Klinis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak dan serta menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus Dengue. Orang ini biasanya menunjukan gejala sakit tetapi juga tidak sakit yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue. Jika orang digigit nyamuk Ae. aegypti maka virus akan masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus Dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian

tubuh nyamuk. Dalam waktu satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan atau dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang tersebut dihisap terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar air liur nyamuk agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama dengan air liur nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus Dengue itu akan terserang penyakit demam berdarah, orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun di dalam darahnya terdapat virus tersebut. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, dia akan sakit demam ringan bahkan sakit berat yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya. Hingga sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe virus Dengue di Indonesia yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Nimmannitya (1975) di Thailand melaporakan bahwa serotipe DEN-2 yang dominan sedangakan di Indonesia terutama oleh DEN-3 walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi oleh virus DEN-2. Diagnosis klinis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO terdiri dari (Depkes, 2005): 1. Kriteria klinis a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. b. Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji Tourniquet (Rumple Leede) positif c. Pembesaran hati d. Syok 2. Kriteria laboratories a. Trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/l) b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20%.

2.1.1.3.6 Pengobatan dan Pencegahan 2.1.1.3.6.1 Pengobatan Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan Demam Berdarah. Maka, hal yang dapat dilakukan untuk membantu kesembuhan orang yang terkena penyakit ini adalah: Berikan obat penurun panas atau parasetamol. Kompres agar panas tidak terlalu tinggi. Kompres sebaiknya dilakukan dengan air hangat, bukan dengan air dingin atau es. Air dingin dapat menyebabkan penderita menggigil sehingga tubuh menjadi panas. Minum air putih yang banyak. Penderita DBD biasanya akan kekurangan cairan, maka air putih sangat baik untuk mereka. Air putih juga dapat membantu menurunkan panas. Selain air putih, bisa juga berikan cairan oralit untuk membantu penyembuhan. Makanan yang bergizi. Sebenarnya tidak ada pantangan makanan untuk penderita DBD. Berikan makan bergizi agar tubuh menjadi kuat dan dapat melawan virus DBD. Buah-buahan dan sayuran dapat sangat bermanfaat untuk pemulihan. Minum air daun jambu dan angkak dapat membantu menaikkan trombosit. Perawatan bisa dilakukan di rumah jika kondisi penderita tidak buruk dan diperbolehkan oleh dokter. Tetapi, butuh ketelitian dalam merawatnya. Anda juga harus terus berkonsultasi dengan dokter dan melakukan periksa darah setiap hari untuk mengetahui kondisinya. Dirawat di rumah sakit dapat menjadi pilihan jika Anda merasa hal itu lebih aman karena tindakan medis bisa segara diambil jika kondisi pasien menurun juga dimungkinkan diberikan infus untuk menambah cairan pasien. Hal-hal yang membahayakan dari penyakit DBD karena infeksi virus ini dapat menyebabkan trombosit darah turun menjadi sangat rendah. Yang kemudian akan menyebabkan pembuluh darah menjadi kempis, cairan bocor sehingga darah masuk ke rongga-rongga tubuh dan menyebabkan pendarahan pada telinga, hidung, atau kulit yang dapat mengakibatkan kematian.

2.1.1.3.6.2 Pencegahan Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegahnya yaitu:

Mencegah perkembangbiakan nyamuk ada di sekitar kita. Anda dapat

melakukan gerakan 3M yaitu Menutup tempat penyimpanan air, Menguras bak mandi dan Mengubur barang-barang yang tidak terpakai. Larva nyamuk akan berkembang di genangan air dalam waktu sekitar seminggu. Untuk itu, perlu dicegah kemungkinan benda-benda yang merupakan tempat

berkembangnya larva ini seperti pot bunga, kaleng bekas, ban bekas atau barang lainnya yang menampung genangan air, khususnya pada musim penghujan dimana tempat-tempat tersebut dapat menjadi genangan dari air hujan yang turun.

Cegah

agar

jangan

digigit

nyamuk,

misalnya

dengan

cara

menggunakan lotion atau obat pengusir nyamuk.

Mennggunakan bubuk Abate pada selokan dan penampungan air agar

tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk.

Jaga kondisi tetap sehat. Kondisi badan yang kuat, membantu tubuh

untuk menangkal virus yang masuk sehingga walau terkena gigitan nyamuk, virus tidak akan berkembang. 2.1.1.4 Vektor pinjal

Pinjal adalah kutu pada hewan sama halnya dengan tuma yang merupakan kutu pada manusia, pinjal juga sebagai parasit. Adapun macam pinjal, diantaranya Ctenocephalides canis, Ctenocephalides felis, Pulex irritans, Xenopsylla cheopis (pinjal tikus), Nosopsyllus fasciatus. Walaupun pinjal ini parasit di tubuh hewan tapi pinjal ini juga sebagai vektor dari penyakit, yaitu :

1. a. Pes (Pasteurella pestis) lewat gigitan yang dibawa oleh Xenopsylla cheopis dan Pulex irritans. 2. Endemic typhus (Rickettsia mooseri) dibawa oleh Xenopsylla cheopis dan Nosopsyllus fasciatus. Pinjal juga membawa bibit penyakit sebagai tuan rumah perantara/perantara/pembawa penyakit seperti Dipylidium caninum (cacing usus) dan Hymenolepis diminuta (cacing usus) yang keduanya dapat menimbulkan penyakit cacingan pada manusia. Pinjal yang telah diamati adalah pinjal kucing, pinjal ini biasanya terdapat pada kucing liar pada umumnya morfolgi pinjal sama namun hanya berbeda di letaknya dan ukuran serta habitatnya yang berbeda. Pinjal pada kucing dampak berdampak pada manusia dan kucing, jika pada manusia menyebabkan salah satunya cacingan dan pada kucing itu sendiri menyebabkan dermatitis dan anemia karena pada prinsipnya pinjal maupun tuma menghisap. Pada Pinjal kucing (Ctenocephalides felis) khususnya, diantaranya oculer bristle berada tidak di bawah mata atau tepat di mata, panjang dua kali tinggi dan penjelasan selanjutnya pada hasil praktikum yang tepatnya sesuai dengan prakteknya. 2.1.1.4.1 Klasifikasi Dunia Filum Sub Filum Kelas Subklas Ordo Sub ordo Famili Sub family Genus : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Theria : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Murinae : Bandicota, Rattus, dan Mus

2.1.1.4.2 Morfologi Morfologi pinjal mempunyai tubuh pipih berukuran 1,5-4 mm, tidak bersayap, mulut tersembunyi (berfungsi untuk menusuk-mengisap, mempunyai kaki-kaki yang panjang dan kuat untuk meloncat, pada daerah dekat mata terdapat ocular bristle, mempunyai abdomendengan 10-12 segmen : pada segmen ke-8 atau ke-9 terdapat spermatheca (pinjal betina), sedangkan pada yang jantan , penis terdapat pada segmen abdomen ke-5 atau ke-6. Juga terdapat comb (rambut seperti sisir) yang penting untuk differensiasi pinjal yang terdiri dari Genal comb di atas mulut dan thoracal comb yang terdapat di segmen pertama toraks.. Metamorfosa pada pinjal adalah metamorfosa sempurna. Ciri-Ciri - Merupakan serangga kecil tanpa sayap dan badannya pipih lateral - Abdomen terdiri dari 10 segmen dan 3 segmen yang terakhir membentuk Kelamin. - Metamorphosis sempurna. - Mempunyai 7 pasang spiracle (lubang infuse) atau stigma pada thorax. - Antenanya pendek dan terdiri dari 3 segmen :

1. Kepala Terdiri dari bagian anterior dan Posterior, terpisah oleh satu lekuk miring pada masing-masing posisi yaitu fossa sungut. Bagian presungut dari kepala mengandung bagianbagian mulut, maupun mata, dan duri-duri gena apabila ini ada. Mata berfariasi mulai dari yang berkembangbiak sampai yang sama sekali tidak ada, dan menyerupai mata tunggal strukturnya. Duri-duri gena mungkin ada atau tidak. Bila didapatkan mungkin tersusun dari dua sampai lima belas duri pada masing-masing sisi. Pada beberapa pinjal sebuah tentorium yang linear mungkin terlihat mengarah ke bagian anterior di muka mata. Daerah fronts kepala biasanya mengandung sebuah jendolan fronts. Ujung-ujung bagian atas dari lekuk sungut kadang-kadang dihubungkan oleh sutura antarsungut dengan tepi-tepi yang mengeras bagian dalam. Secara kolektif struktur-struktur ini membentuk falks (struktur bulan sabit).

2. Thoraks Protoraks agak berbentuk huruf L, terdiri dari sebuah pronotum dorsal yang melengkung dan prosternosom yang berbentuk tala yang terletak di sebelah ventral. Batas belakang pronotum seringkali mengandung satu sisir dari duri-duri yang berpigmen. Sklerit plerosternum mesotoraks biasanya terbagi menjadi sebuah mesepis terno anterior dan satu mesepimeron posterior oleh satu batang pleura vertical. Metatoraks juga mempunyai satu batang pleura, tetapi ini mungkin menyusut atau hilang pada pinjal-pinjal yang telah hilang kemampuannya untuk meloncat. 3. Tungkai-Tungkai Rambut kaku yang berbentuk duri pada koksa-koksa adalah rambut-rambut yang gemuk, biasanya terletak pada ujung koksa. Garis geligi bagian dalam pada koksa-koksa menyebar, biasanya kelihatan pada specimen yang dijernihkan dengan bahan kimiawi sebagai satu garis yang gelap yang meluas sepanjang koksa. 4. Abdomen Abdomen adalah sepuluh ruas, tetapi ruas pertama menyusut (tidak mempunyai sebuah sternum), dan ruas-ruas delapan sampai sepuluh dimodifikasi menjadi strukturstruktur paragenital, yang dipakai secara ekstensif pada identifikasi jenis. Beberapa jenis mempunyai sebuah striarium (sebuah daerah striae yang sejajar dan tersusun berdekatan) pada metepimeron atau ruas abdomen dasar. Sensilium adalah satu keping yang terletak pada ujung abdomen pada sisi dorsal tubuh, tepat dibelakang tergum abdomen akhir yang tidak mengalami modifikasi. Rambut-rambut antepigidium adalah rambut-rambut yang besar yang terletak tepat di muka sensilium.

2.1.1.4.3 Daur Hidup 1. Tahap Telur Seekor pinjal betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan anda. Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan anda dan menetas dalam dua atau lima hari. Seekor pinjal betina dapat bertelur sekitar 1.500 telur di dalam hidupnya. 2. Tahap Larva Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap sekitar rumah anda dan makan dari kotoran kutu loncat ( darah kering yang dikeluarkan dari kutu loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan membuat kempongpong dimana mereka tumbuh menjadi 3. Tahap Pupa Lama tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca, ledakan populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai hangat. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus tidak aktif sampai satu tahun. 4. Tahap Dewasa Pinjal dewasa keluar dari kepompong nya waktu mereka merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai siklus baru. Siklus keseluruhnya dapat dipendek secepatnya sampai 3-4 minggu. Ada beberapa obat yang dapat memutus siklus ini dengan membunuh kutu dewasa sebelum mereka bertelur. Lalu terus menyediakan perlindungan yang terus menerus terhadap kutu. pupae.

2.1.1.4.4 Epidemiologi Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent.Kumankuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes

tadi,dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan. 1. Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang orang yang bila digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif.Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan,ataupun pada orang-orang yang mengadakan rekreasi/camping di hutan.

2. Penularan pes ini dapat terjadi pada para yang berhubungan erat dengan tikus hutan, misalnya para Biologi yang sedang mengadakan penelitian di hutan, dimana ianya terkena darah atau organ tikus yang mengandung kuman pes.

3. Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada orang karena digigit oleh pinjal infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes 4. Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal. Pinjal yang efektif kemudian menggigit manusia. 5. Penularan pes dari orang ke orang dapat pula terjadi melalui gigitan pinjal manusia Culex Irritans (Human flea)

6. Penularan pes dari orang yang menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan Pada nomor 1 sampai dengan 5,penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo.Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes) 2.1.1.4.5 Patologi dan Gejala Klinis 2.1.1.4.5.1 Patologi Secara alamiah penyakit pes dapat bertahanatau terpelihara pada rodent. Kumankumanpes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia,apabila ada pinjal yang menghisap darah tikusyang mengandung kuman pes

tadi,dankuman-kuman tersebut akan dipindahkan kehewan tikus lain atau manusia dengan carayang sama yaitu melalui gigitan.

2.1.1.4.5.2 Gejala Klinis Gejala klinik pes Bubo : 1. Demam tinggi 2. Tubuh menggigil 3. Perasaan tidak enak,malas 4. Nyeri otot 5. Sakit Kepala hebat 6. Pembengkakan kelenjar lipat paha,ketiak,dan leher (bubo sebesar buah duku bentuk oval dan lunak,serta nyeri) 7. Pembengkakan kelenjar limpa 8. Serangan tiba-tiba Pes Pneumonik : 1. Batuk hebat

2. Berbuih air liur berdarah 3. Susah bernafas 4. Sesak nafas

2.1.1.4.6 Pengobatan dan Pencegahan 2.1.1.4.6.1 Pengobatan 1. Untuk tersangka pes Tetracycline 4250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau Cholamphenicol 4250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut

2. Untuk Penderita Pes Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturutturut,kemudian dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturutturut. Setelah panas hilang dilanjutkan dengan pemberian : a. Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau b. Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut turut, kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.

3. Untuk pencegahan terutama ditujukan pada: a. Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo.

b. Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10 hari berturut-turut.

2.1.1.4.6.2 Pencegahan Menyedot menggunakan vaccum Seringlah menyedot di daerah dimana saja hewan peliharaan anda kunjungi, khususnya di mobil jika anda sering berpergian, daerah berkarpet, dan

perabotan yang sering dikunjungi oleh hewan peliharaan anda supaya semua kutu termasuk telur, dan pupae nya dibersihkan sebanyak mungkin. Pencucian Cucilah tempat tidur hewan peliharaan anda, kasur, selimut dan barang lainnya dengan air panas jika memungkinkan. Penyemprotan Lingkungan Ada beberapa macam spray/semprotan yang tersedia yang bertujuan membunuh kutu loncat di lingkungan sekitarnya.

2.1.1. Lalat

2.1.1.1. Lalat Tsetse

2.1.1.1.1. Klasifikasi Kerajaan Filum Upafilum Kelas Upakelas Infrakelas Superordo Ordo Upaordo Upaseksi : Animalia : Arthropoda : Hexapoda : Insecta : Pterygota : Neoptera : Endopterygota : Diptera : Brachycera : Calyptratae

Superfamili Famili Genus

: Hippoboscoidea : Glossinidae : Glossina

2.1.1.1.2. Morfologi Trypanosoma gambiense merupakan protozoa berflagella yang hidup dalam darah (Haemoflagellates) dan dikelompokkan dalam family Trypanosomidae. Lalat tsetse, jantan dan betina, bertindak sebagai penyebab pambawa parasit ini, terutama Glossina palpalis. Lalat ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi sungai yang mengalir di bagian barat dan tengah Afrika. Lalat ini mempunyai jangkauan terbang sampai mencapai 3 mil. Pada penderita Trypanosomiasis gambia (juga pada hewan vertebrata yang terinfeksi) umumnya ditemukan bentuk Trypomastigot. Trypomastigot ini memiliki bentuk mirip bulan sabit dengan ukuran panjang 15-35 mikron dan lebar 1,5 3,5 mikron. Didalamnya terdapat organella antara lain : 1. Inti besar berbentuk lonjong, terletak di tengah dan berfungsi untuk menyediakan makanan. Disebut juga Troponukleus. 2. Kinetoplas, berbentuk bulat atau batang. Ukuran lebih kecil dari inti dan terletak di depan atau di belakang inti. Kinetoplas terdiri dari 2 bagian yaitu benda parabasal dan blefaroplas. 3. Flagela merupakan cambuk halus yang keluar dari blefaroplas dan berfungsi untuk bergerak. 4. Undulating membrane (membran bergelombang), adalah selaput yang terjadi karena flagela melingkari badan parasit, sehingga terbentuk kurvakurva. Terdapat 3-4 gelombang membran

2.1.1.1.3. Daur Hidup Trypanosoma gambiense mengalami perubahan bentuk morfologi selama siklus hidupnya. Pleomorfik trypanosoma, yang merupakan bentuk infektif, akan terhisap bersama darah , saat lalat tsetse menggigit penderita. Parasit

akan masuk ke dalam saluran pencernaan vektor dan mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan multiflikasi. Dalam waktu 3 minggu, parasit akan berubah menjadi bentuk Epimastigot. Bentuk Epimastigot juga mengalami perubahan menjadi bentuk menjadi metacyclic form dan memenuhi kelenjar air liur lalat. Metacyclic form merupakan bentuk infektif pada vektor dan siap untuk ditularkan ke korban selanjutnya. Waktu yang diperlukan parasit ini untuk berkembang menjadi bentuk infektif dalam tubuh vektor adalah 20-30 hari. Lalat yang mengandung bentuk infektif ini akan tetap infektif seumur hidupnya. Lalat tsetse menggigit manusia / hewan vertebrata biasanya pada siang hari. Penularan kepada penderita melalui gigitan vektor disebut anterior inoculation. Di dalam jaringan tempat gigitan tersebut, parasit mengalami proses multiflikasa secara belah pasang memanjang. Proses multiflikasi, diawali dengan pembelahan blepharoblast dan parabasal body. Kemudian diikuti pembelahan inti, membran undulating dan terakhir pembelahan tubuh parasit. Flagella dan axonema tidak ikut membelah, tetapi bentuk baru berasal dari blepharoblast yang baru terbentuk tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, baik hewan vertebrata maupun manusia, Trypanosoma gambiense hidup di dalam darah, kelenjar getah bening, limpa dan bahkan sampai ke susunan saraf pusat

2.1.1.1.4.

Epidemiologi Tsetse adalah lalat berukuran cukup besar dan berasal dari Afrika yang hidup dengan cara mengisap darah dari binatang bertulang belakang (vertebrata). Tsetse meliputi seluruh lalat dari genus Glossina dari famili Glossinidae. Tsetse telah lama diteliti oleh ilmuwan karena mereka merupakan parantara biologis dari trypanosomi Afrika yang mengakibatkan penyakit yang mematikan termasuk sleeping sickness pada manusia dan nagana pada ternak. Parasit ini pertama sekali ditemukan oleh Forde, pada tahun 1901, melalui pemeriksaan darah dari seorang pasien di Gambia, Afrika barat. Castellani (1903) juga menemukan parasit jenis yang sama pada pemeriksaan cairan

serebrospinal pada pasien yang berbeda, dan oleh Dutton (1902) parasit tersebut diberi nama Trypanosoma gambiense

2.1.1.1.5. Patologi dan Gejala Klinis Gejala dan tanda penyakit ini dapat bervariasi dan umumnya dibagi atas 3 fase :

1. Fase awal (Initial stage) Ditandai dengan timbulnya reaksi inflamasi lokal pada daerah gigitan lalat tsetse. Reaksi inflamasi dapat berkembang menjadi bentuk ulkus atau parut ( primary chancre). Reaksi inflamasi ini biasanya mereda dalam waktu 1-2 minggu.

2. Fase penyebaran (Haemoflagellates stage) Setelah fase awal mereda, parasit masuk ke dalam darah dan kelenjar getah bening (parasitemia). Gejala klinis yang sering muncul adalah demam yang tidak teratur, sakit kepala, nyeri pada otot dan persendian. Tanda klinis yang sering muncul antara lain : Lymphadenopati, lymphadenitis yang terjadi pada bagian posterior kelenjar cervical (Winterbottons sign), papula dan rash pada kulit. Pada fase ini juga terjadi proses infiltrasi perivascular oleh sel-sel endotel, sel limfoid dan sel plasma, hingga dapat menyebabkan terjadinya pelunakan jaringan iskemik dan perdarahan di bawah kulit (ptechial haemorhagic). Parasitemia yang berat (toksemia) dapat mengakibatkan kematian pada penderita.

3. Fase kronik (Meningoencephalitic stage) Pada fase ini terjadi invasi parasit ke dalam susunan saraf pusat dan mengakibatkan terjadinya meningoenchepalitis difusa dan meningomyelitis. Demam dan sakit kepala menjadi lebih nyata. Terjadi gangguan pola tidur , insomnia pada malam hari dan mengantuk pada siang hari. Gangguan ekstrapiramidal dan keseimbangan otak kecil menjadi nyata. Pada kondisi yang lain dijumpai juga perubahan mental yang sangat nyata. Gangguan gizi

umumnya

terjadi

dan

diikuti

dengan

infeksi

sekunder

oleh

karena

immunosupresi. Jumlah lekosit normal atau sedikit meningkat. Bila tercapai stadium tidur terakhir, penderita sukar dibangunkan. Kematian dapat terjadi oleh karena penyakit itu sendiri atau diperberat oleh penyakit lain seperti malaria, disentri, pneumonia atau juga kelemahan tubuh

2.1.1.1.6.

Pencegahan dan Pengobatan Diagnosa Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah : 1. Mengetahui riwayat tempat tinggal dan riwayat bepergian ke daerah endemik. 2. Menemukan tanda dan gejala klinis : Demam yang bersifat periodik Dijumpai reaksi inflamasi lokal (primary chancre) pada tempat inokulasi, rash pada kulit, lympadenopati pada bagian cervical posterior (Winterbottons sign) Gangguan neurologis, terutama pola tidur (diurnal somnolence, nocturnal insomnia), gangguan status mental, gangguan keseimbangan otak kecil, gangguan ekstrapiramidal. 3. Menemukan parasit pada pemeriksaan : Darah tepi dengan pewarnaan. Biopsi aspirasi pada primary chancre Cairan cerebrospinal 4. Pemeriksaan Serologi ELISA Immunofluorescent indirek

Prognosa menjadi baik bila segera dilakukan pengobatan sebelum mengenai susunan saraf pusat. Bila parasit sampai ke dalam susunan saraf pusat , penyakit dapat berkembang dan menjadi kronis atau bahkan mematikan.

Pengobatan Pengobatan dapat bervariasi dan biasanya berhasil bila dimulai pada permulaan penyakit. Bila susunan saraf pusat telah terlibat, biasanya pengobatan kurang baik hasilnya. Obat-obat yang sering digunakan antara lain :

1. Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi, selama 14 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai 30 hari. 2. Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200 mg untuk test secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak menembus blood-brain barrier dan bersifat toksis pada ginjal. 3. Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari 4. Melarsoprol, dengan dosis 20 mg/kg IV dengan pemberian pada hari ke 1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg. Enchephalopati dapat muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi oleh karena efek langsung dari arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan juga oleh karena reaksi penghancuran dari Trypanosma (reactive enchepalopathy). Bila efek tersebut muncul, pengobatan harus dihentikan.

Eflornithine, Suramin dan Pentamine digunakan pada pasien pada fase awal dan penyebaran. Sementara Melarsoprol dapat digunakan pada ketiga fase tersebut.

Pencegahan Pencegahan penyakit ini meliputi : 1. mengurangi sumber infeksi 2. melindungi manusia terhadap infeksi 3. mengendalikan vektor

Pengurangan sumber infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengobatan secara tuntas pada penderita, bahkan memusnahkan hewan vertebrata yang terinfeksi .

2.1.1.2. Lalat Pasir

2.1.1.2.1. Klasifikasi Kerajaan Filum Kelas Order Subordo Infraorder Keluarga Subfamili : Animalia : Arthropoda : Insecta : Diptera : Nematocera : Psychodomorpha : Psychodidae : Phlebotomina

2.1.1.2.2. Morfologi Pasir lalat kecil (dengan ukuran tubuh sekitar 3mm panjangnya), membuat mereka sulit untuk dideteksi. gigitan mereka kadang-kadang tidak terasa dan daun bulat kecil, benjolan kemerahan yang dimulai gatal jam atau hari kemudian. Penggunaan penolak serangga dianjurkan di daerah mana lalat pasir yang hadir Dewasa: menyerupai ngengat kecil, tubuh berbulu, variabel kuning melalui abu-abu sampai hitam; sayap diadakan atap seperti tubuh (ngengat lalat; subfamili Psychodinae) atau bersama-sama di atas tubuh (lalat pasir; Phlebotominae subfamili) ketika beristirahat; urat sayap banyak, berbulu, paralel, tanpa vena lintas di luar dua pertiga dari sayap, antena panjang, mengandung 12-16 segmen, masing-masing segmen bulat dengan lingkaran rambut panjang ( berbulu ).

Larva: tanpa mata dan tak berkaki, kepala lebih gelap dan sempit dari tubuh, setiap segmen dengan satu atau lebih band empat persegi panjang bagian punggung gelap; segmen terminal menyempit, membentuk tabung pernapasan berwarna gelap Pupa: menyerupai butir beras coklat menit Telur: menit, berwarna coklat sampai krem

2.1.1.2.3. Daur Hidup Psychodinae: di rumah, perempuan berbaring massa tidak teratur 30-200 telur pada lapisan film organik gelatin saluran air, khususnya di bak mandi dan pancuran; telur menetas 32-48 jam setelah diberhentikan, saat suhu ambien adalah 70 F (sekitar 20 C), dan larva menjadi kepompong 9-15 hari kemudian; tahap pupa berlangsung selama 20-40 jam, waktu pengembangan dari telur menjadi dewasa adalah 7-28 hari, tergantung pada suhu dan ketersediaan makanan; dewasa hidup selama sekitar dua minggu 2.1.1.2.4. Epidemiologi Ngengat lalat (Psychodinae): orang dewasa sering ditemukan di sekitar instalasi limbah, di toilet umum, dan kamar mandi di rumah, dan tertarik terhadap cahaya, pupa terjadi di permukaan, tinggal di lumpur organik yang terbentuk pada permukaan bagian dalam dari saluran air dan pipa pembuangan kotoran larva film larva organik yang telah tinggal di Pasir lalat (Phlebotominae): orang dewasa terjadi pada berbagai habitat tetapi sering air dekat di daerah semi-kering kering di Dunia Lama, dan di hutan tropis dan sabana di Dunia Baru; larva mendiami daerah yang mengandung kadar tinggi bahan organik seperti seperti di liang hewan, bukit rayap, lubang pohon, dan sampah daun

2.1.1.2.5.

Pencegahan dan Pengobatan

Jika berkeropeng memiliki sudah terbentuk, lakukan langkah berikut. Campuran hidrogen peroksida dengan betadine 50/50 - menggunakan bola kapas, oleskan luka dengan campuran ini. Ini akan membubarkan scabs dan mengungkapkan apa yang di bawahnya. Setelah luka terbuka dan bersih, gunakan bedak atau salep antibakteri Amoksisilin. Tutup dengan kain kasa patch tenun terbuka dan tape ke tempatnya. Ulangi proses ini dua kali sehari atau lebih sampai luka tidak lagi terinfeksi dan mulai menyembuhkan. Ulangi pengobatan segera setelah mandi Anda. Hal ini dapat mengambil satu minggu sampai 10 hari +, tergantung pada keparahan

2.2

Kelas Arachinida

2.2.1. Sarcoptes scabiei

2.2.1.1.Klasifiksasi Kerajaan Filum Kelas Subclass Order Famili Genus Spesies : Animalia : Arthopoda : Arachinida : Acari : Sarcopifprmes : Sarcoptidae : Sarcoptes : S.scabei

2.2.2.1.

Morfologi

Dewasa tungau kudis bola, tungau tanpa mata dengan empat pasang kaki. Mereka dikenali oleh oval mereka, bagian perut dan bagian punggung

cembung rata-seperti tubuh kura-kura dan beberapa duri cuticular. Wanita 0,30,45 milimeter (0,012- 0.018) panjang dan 0,25-0,35 milimeter (0,0098-,014 dalam) lebar, dan laki-laki hanya lebih dari setengah ukuran itu

2.2.3.1.

Daur Hidup

Pada stadium dewasa Sarcoptes scabiei mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan dan 2 pasang kaki lainnya merupakan kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi Sarcoptes scabiei jantan mati tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup beberapa hari. Tungau betina membuatterowongan di stratum korneum kulit. Setelah kopulasi dua hari kemudian tungau betina bertelur, 2-3 butir/ hari dalam terowongan. Telur meetas menjadi larva dalam waktu 3-5 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu tiga samapai empat hari. Nimf berubah menjadi dewasa daam waktu 35 hari. Setelah infesting host manusia, wanita dewasa liang ke dalam kulit, di mana dia deposito 2-3 telur per hari. Telur-telur oval adalah 0,1-0,15 milimeter panjang dan menetas sebagai larva dalam 3-4 hari. Setelah menetas, larva 6berkaki bermigrasi ke permukaan kulit dan kemudian liang ke dalam kantong molting (ini lebih pendek dan lebih kecil daripada orang dewasa liang). Setelah 3-4 hari, larva berganti bulu, berubah menjadi nimfa 8-berkaki. Formulir ini molts kedua kalinya ke peri sedikit lebih besar, sebelum meranggas final menjadi tungau dewasa. Dewasa tungau kemudian kawin ketika laki-laki menembus kantong menyilih dari betina. Perkawinan terjadi hanya sekali, sebagai bahwa peristiwa satu meninggalkan subur wanita selama sisa hidupnya (1-2 bulan). Betina diresapi kemudian meninggalkan kantong menyilih dalam mencari lokasi yang cocok untuk liang permanen. Setelah situs ditemukan, betina membuat liang karakteristik nya S-berbentuk, bertelur dalam proses. hidupnya 2.2.4.1.Patogenesis Lesi primer skabies berupa erowongan yang berisi tungau telur hasil metabolisme. Pada saatmenggali terowongab tungau mengeluarkan sekret betina akan terus memanjang lubang dan bertelur selama

yang dapa melisiskan stratum korneum. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul, dan kandang bula. Dapat juga terjadi lesi tersier berupa eksokriasi , eksomitasi dn pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer. Tungau hidup dalam terowongan di tempat predilesi, yaitu jari tangan pergelangan tangan bagan ventral, suku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilikus. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat prediklesi dapat di temukan di terwongan bewarna putih abu-abu dengan panjang yang bervariasi rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelokkelok. Terowongan di temukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di ujung terowogan dapat diemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita di Indonesia karena umumnya penderita datang pada stadium lanjut sehingga sudah terjadi infeksi sekunder.

2.2.5.1. Diagnosis Diagnosisi dapat dipastikam bila di temukan Sarcoptes scabiei yag didapatkan dengan caramengeluarkan tungau dari kulit, kerokan kulit. Diagnosis diferensial skabies adalah prurigo yang mempunyai predileksi yang sama. Tungau sulit ditemukan pada pemeriksaan laboratorium karena tungau yang menginfestasi penderita sedikit. Penyebabnya adalah jumlah telur yang menetas hanya 10%. Selain itu garukan dapat mengeluarkan tungau secara mekanik dan jika terjadi infeksi sekunder maka pus yang terbentuk dapat membunuh tungau karena pus bersifat akarisida.

2.2.6.1.Pengobatan Preparat sulfur presipitatum 5-10% efetif terhadap stadium larva, nimfa dan dewas tetapi tidak dapat membunuh telur. Karena itu pengobatan minimal selama 3 hari agar larva yang menetas dari telurnya dapat pula dimatikan oleh obat tersebut. Gama benzen heksaklorida efektif untuk semua stadium tetapi tidak dapat digunakan untuk anak di bawah 6 tahun karena neurotoksik.

Pemerin dalam bentuk krim 5% efektif untuk semua stadium dan relatif aman untuk digunakan pada anak-anak. Obat lain yang efektif untuk seua stadium adalah benzilbenzoat 20-25% dan krotamiton, tetapi obat ini relatif mahal.

2.3

Kelas Crustacea 2.3.1 Cepepoda Cyclops adalah salah satu yang paling umum dari air tawar. Cyclop merupakan salah satu contoh dari cepepoda Terdiri dari 400 spesies. Cyclops sering ditemukan berenang di air yang tenang di antara ganggang dan jarang di lumpur. Beberapa spesies dari Cyclops bersifat parasit dan ditemukan pada daerah insang ikan. Telurnya terdapat dalam kantong di sisi kanan dan kiri abdomen. Merupakan hospes perantara cacing pita Diphyllobothrium latum, cacing nematoda Drancuncutus medinensis dan Onathosoma spin igerum.

Larva cyclops

Bicuspidatus Cyclops jantan dan betina

Cyclops

2.3.1 Klasifikasi Kerajaan Phylum Subphylum Class Subclass Order Family Genus : : : : : : : : Animalia Arthropoda Crustacea Maxillopoda Copepoda Cyclopoida Cyclopidae Cyclops

2.3.2 Morfologi Copepoda jantan umumnya lebih kecil dibandingkan Copepoda betina. Tubuh bersegmen. Memiliki tubuh yang pendek dan silinder. Reproduksi menggunakan antena untuk menempel pada betina. Anatomi Copepoda : tubuhnya berbuku-buku, memiliki ekor yang membulat, memiliki antenna, memiliki cadangan telur di bawah abdomennya, memiliki cephalosome: perisai atas kepala dan beberapa segmen yang terhubungkan.

2.3.3 Daur Hidup

Cyclop merupakan hospes perantara dari Dracunculus medinensis, nematoda jaringan yang sangat panjang. Dalam perkembangan larva stadium pertama Dracunculus medinensis memerlukan Cyclop sebagai hospes

perantaranya. Larva akan mati jika tidak dimakan oleh Cyclop. Di dalam Cyclops, larva tidak mengalami pertambahan ukuran, tetapi mengalami metamorfosis sebanyak dua kali, sebelum menjadi larva stadium ketiga. Bila manusia meminum air mentah mengandung cyclops yang telah terinfeksi oleh larva cacing ini.

2.3.4 Epidemiologi Cyclops hidup di air tawar, seperti kolam dan danau. Makanan Cyclop yaitu alga, hewan kecil dan dedritus. Habitat dari Cyclop : a. Habitat Laut Meskipun copepoda dapat ditemukan hampir di mana-mana mana air tersedia sebagian besar lebih dari 12.000 spesies yang dikenal hidup di laut. Karena mereka adalah biomassa terbesar di lautan beberapa menyebut mereka serangga laut. Mereka berkeliaran bebas air, liang melalui sedimen di dasar laut, ditemukan pada flat pasang surut dan dalam parit laut dalam. Setidaknya sepertiga dari semua spesies hidup sebagai asosiasi, commensals atau parasit pada invertebrata dan ikan. Salah satu hotspot keanekaragaman spesies terumbu karang tropis di IndoPacific. Beberapa spesies karang adalah host untuk sampai dengan 8 spesies copepoda.Seperti flat pasang mangrove berkerumun dengan kehidupan copepoda .

b. Habitat Air Tawar Spesies dari Calanoida, Cyclopoida dan Harpacticoida telah berhasil dijajah semua jenis habitat air tawar dari sungai kecil untuk danau gletser tinggi di Himalaya. Meskipun keanekaragaman jenis di air tawar tidak setinggi dalam kelimpahan laut copepoda terkadang cukup besar untuk noda air. Bahkan di air tanah fauna copepoda khusus telah berevolusi.Beberapa spesies copepoda dapat ditemukan pada musim gugur daun hutan basah atau di

tumpukan kompos basah, kadang-kadang dalam kepadatan cukup tinggi. Lainnya tinggal di lumut gambut atau bahkan dalam phytothelmata (kolam kecil terbentuk di axils meninggalkan tanaman) dari bromeliad dan tanaman lainnya.

2.3.5

Gejala dan Patologi

Copepoda adalah golongan udang renik yang sering menyerang tubuh ikan bagian luar dan insang. Parasit ini dapat hidup di air tawar maupun air asin dan sangat sulit dikontrol. Anggota copepoda yang bukan parasit sering berperan sebagi inang perantara dari parasit cacing. Banyak parasit Copepoda yang menembus daging ikan tanpa dapat dicegah oleh perlakuan kimia. Parasit ini mempunyai siklus hidup yang rumit 2.3.6 Pengobatan dan Pencegahan 2.3.6.1 Pengobatan Salah satu jenis obat yang digunakan adalah pohon deu (Caryota rumphiana var papuana). Berdasarkan laporan penduduk lokal, ulat yang dihasilkan dari bekas tebangan pohon deu merupakan obat yang sangat baik untuk wanita yang melahirkan. 2.3.6.2 Pencegahan Cara yang paling efektif untuk mencegah serangan parasit ini adalah dengan melakukan pengeringan dan pengapuran kolam serta penyaringan air.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector borne diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupu epidemis dan menimbulkan bahaya kematian.

Kelas arthropoda yang penting dalam dunia kedokteran yang dapat menularkan penyakit pada manusia adalah kelas insecta, arachinoda dan crustasae, penularan peyakit dapat terjadi secara transmisi biologik dimana terjadi proses perkembang biakan agen penyakit atau parasit dalam tubuh vektor seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan disebut transmisi non biologik bila penularannya terjadi secara mekanis atau langsung seperti penyakit dysentery, typhoid dan cholera oleh lalat

Ada 3 jenis cara transmisi arthropoda bome diseases, yakni : 1. Kontak langsung. 2. Transmisi secara mekanik. 3. Trasmisi secara biologi.

Trypanosomiasis gambia adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trypanosoma gambiense.Lalat tsetse bertindak sebagai vektor pembawa parasit dan menularkannya dari manusia-manusia atau hewan vertebrata-manusia. Parasit ini bersifat ekstraselluler (hidup diluar sel penderita/host).

3.2 Saran Untuk mencegah infeksi, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: Melakukan pengeringan dan pengapuran kolam serta penyaringan air. Menjaga kebersihan lingkungan dan untuk memberantas nyamuk adalah berantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya Mengurangi sumber infeksi Melindungi manusia terhadap infeksi Mengendalikan vektor

DAFTAR PUSTAKA

Brogdon WG & McAllister JC. 1998. Insecticide Resistance and Vector Control. Emerging Infectious Diseases 4:605-613, http://www.cdc.gov/malaria/biology/mosquito/ diakses tanggal 11 Mei 20011 Barodji, Sularto T, Bambang H, Widiarti, Pradhan GD & Shaw RF. 1985. Life Cycle Study of Malaria Vector Anopheles aconitus Donitz in the Laboratory. Bull. Penelit. Kes. 13: (1) 7 hal. Clements AN. 2000. The Biology of Mosquitos Vol 1; Development, Nutrition and Reproduction. CABI Publising, Cambridge. Daniel. 2006. Malaria Penyakit Rawa-Rawa Yang Mendunia. Racikan Utama

Vol.5.No.8.http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=77 diakses tanggal 11 Mei 2011 DEPKES. 2008. Kebijakan Pengendalian Malaria di Indonesia. [Makalah]. Depkes RI, Jakarta. Direktorat Epidemiologi dan Karantina. Manual Kantor Kesehatan Pelabuhan. Dit. Jen. P3M Depkes RI Entjang, Indan. , 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti : Jakarta http://cavefauna.wordpress.com/taxonomy/ diakses tanggal 12 Mei 2011 Hadi UK & Soviana S. 2000. Ektoparasit; Pengenalan, Diagnosa dan Pengendalianya. Laboratorium Entomologi, FKH IPB. Santi, Nuraini Devi. 2004. Pemberantasan Arthopoda Yang Penting dalam Hubungan dengan Kesehatan Masyarakat. Lingkungan : USU. Service MW. 1986. Blood-Sucking Insects: Vectors of Diseases. London: Edward Arnold. Fakultas Kesehatan Masyarakat Bagian Kesehatan

Winarno. 1989. Evaluasi Secara Laboratorium Potensi Ikan Kepala Timah (Aplocheilus panchax Hamilton Buchanan) Sebagai Agen Pengendalian Biotik Larva Anopheles aconitus Donitz. [Tesis]. Fakultas Pascasarjana IPB. Yoshida S, Shimada Y & Kondoh D. 2007. Hemolytic C-type lectin CEL-III from sea cucumber expressed in transgenic mosquitoes impairs malaria parasite development. PLoS Pathog. 3 (12): e192. doi:10.1371/journal.ppat.0030192. PMID 18159942.

http://en.wikipedia.org/wiki/Anopheles, diakses tanggal 13 Mei 2011 http://www.docs-finder.com/morfologi-nyamuk-culex.html dikases tanggal 11 Mei 2011 http://tutorial-pdf.tp.ac.id/bank/INVERTEBRATA+2.pdf diakses tanggal 14 Mei 2011 http://www.zimbio.com/Indonesian+language/articles/fWd_8A1gOnR/Copepods+Copepoda +pada+ikan diakses tanggal 14 Mei 2011 http://nas.er.usgs.gov/queries/FactSheet.aspx?speciesID=2711 diakses tanggal 14 Mei 2011 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3499/1/parasitologi-lambok2.pdf diakses 14 Mei 2011

Вам также может понравиться