Вы находитесь на странице: 1из 57

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki dan pada usia 35 hingga 50 tahun. Penyakit ini memiliki kecenderung merusak tulang rawan, menyebabkan erosi tulang, dan menimbulkan kerusakan sendi. Tangan, pergelangan tangan, dan kaki sering terkena. Timbul nyeri yang diperburuk oleh gerakan sinovitis, sebagian pasien memperlihatkan rasa lelah, anoreksia, lemah otot, penurunan berat badan dan gejala tulang otot yang samar. Beragam jaringan dan organ muskoletal dapat menyebabkan

terbentuknya berbagai gangguan yang berkembang terutama dalam system itu sendiri atau ditempat lain. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Dari berbagai masalah kesehatan kedua itu ternyata setelah gangguan penyakit

muskuloskeletal

menempati

urutan

14,5%

kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991). Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit rheumatoid artritis dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan kefarmasian.

I.2 Epidemologi Prevalensi AR hanya 0,1-0,3% dikelompok orang dewasa dan 1:100 ribu jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan hanya terdapat 360 ribu pasien di Indonesia. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan dengan perbandingan 3:1 (female:male). Kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya umur pada usia 35 hingga 50 tahun. Rheumatoid arthritis diperkirakan memiliki prevalensi 1% sampai 2% dan tidak memiliki predilections rasial. Hal ini dapat terjadi pada semua usia, dengan meningkatnya prevalensi sampai dekade ketujuh kehidupan. Penyakit ini tiga kali lebih umum pada wanita. Pada orang berusia 15 sampai 45 tahun, wanita mendominasi dengan rasio 6:1; rasio jenis kelamin kurang lebih sama antara pasien dalam dekade pertama kehidupan dan pada mereka lebih dari 60 tahun. Data epidemiologi menunjukkan bahwa kecenderungan genetik dan paparan faktor lingkungan diketahui mungkin

diperlukan untuk ekspresi dari penyakit. Molekul Mayor Histokompatibilitas Compleks (MHC), yang terletak pada limfosit T, tampaknya memiliki peran penting dalam sebagian besar pasien dengan rheumatoid arthritis. Molekulmolekul ini dapat dicirikan dengan menggunakan antigen limfosit manusia (HLA). Mayoritas pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki HLA-DR4, HLADR1, atau keduanya antigen ditemukan di daerah MHC. Pasien dengan antigen HLA-DR4 adalah 3,5 kali lebih mungkin mengembangkan rheumatoid arthritis dibandingkan mereka yang memiliki antigen HLA-DR lainnya. Meskipun wilayah MHC adalah penting, itu bukan penentu tunggal, karena pasien dapat memiliki penyakit tanpa jenis HLA. Rheumatoid arthritis adalah enam kali lebih sering terjadi pada kembar dizigotik dan anak-anak tidak kembar dari orang tua dengan faktor rheumatoid positif - erosif rheumatoid arthritis bila dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak memiliki penyakit. Jika salah satu dari sepasang kembar monozigot dipengaruhi, kembar lainnya memiliki risiko 30 kali lebih besar terkena penyakit.

BAB II TINJAUAN PENYAKIT

II. 1

Anatomi & Fisiologi Tulang Dan Sendi Sistem muskoletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan

bertanggungjawab

terhadap

pergerakan.

Komponen

utama

system

muskoletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

a.

Tulang Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel

yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas.

Osteoblas membangun tulang denagn membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan esjumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adlah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah. b. Sendi Sendi dalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia atau otot. Terdapat tiga tipe sendi yakni:

1. Sendi fibrosa (sinartroidal), nerupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa. 2. Sendi kartilaginosa (amfiartroidal) merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin, disokong olah ligament dan hanya sedikit bergerak. 3. Sendi sinovial (diartroidal), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin. c. Jaringan Ikat Jaringan yang ditemukan pada snedi dan daerah sekitarnya terutama adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap atau tidak berkembangnya pada jaringan ikat seperti sel mas, sel plasma, limfosit, monosit dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memiliki peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit reumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan ikat ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan seperti fibroblast, kondrosit dan osteoblas. Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan substansi dasar dan membuat tiap jenis jarinagn ikat memiliki susunan sel tersendiri.

II.2

Definisi Arthritis Rheumatoid Arthritis Rheumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun, dimana

pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem imun tubuh. Juga merupakan suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan kelainan inflamasi progresif dan etiologi yang belum diketahui yang dikarakterisasi dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik. Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki. Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit autoimun dimana persendian yang biasanya menyerang sendi tangan dan kaki. Secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. rematik jenis ini memang banyak hinggap pada wanita daripada pria, biasanya dirasakan pada awal usia 25-50 tahun dan selanjutnya. Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut; Nyeri sendi Pembengkakan sendi Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan Tangan kemerahan Lemas Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit

Demam Berat badan turun

Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut, panggul, rahang dan leher. II.3 Etiologi Penyebab dari penyakit Artritis reumatoid tidak diketahui,

patogenesis di perantarai oleh imunitas. Namun kemungkinan penyebab Artritis reumatoid adalah faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan Artritis reumatoid seropositif. Pengembangan HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4 :1 untuk

menderita penyakit ini Kecenderungan wanita sering menderita penyakit Artritis reumatoid dan sering di jumpai pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan adanya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang di harapkan. Sedangkan kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Sejak

tahun 1930, infeksi telah diduga penyebab Artritis reumatoid. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Artritis reumatoid juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Penyebab rematik adalah sel-sel kekebalan tubuh, seperti limfosit, normalnya melindungi tubuh dari serangan asing. Akan tetapi dalam penyakit rematik, sel ini justru menyerang persendian dan jaringan yang sehat. Penyebab pastinya memang belum diketahui, tapi peneliti meyakini bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Seseorang kemungkinan memiliki kecenderungan genetik yang jika diserang bakteri atau virus tertentu, bisa mengalami rematik. Tapi hingga saat ini, peneliti belum menemukan infeksi khusus. Rematik dapat menyerang kulit, mata, paru-paru, jantung, darah atau saraf. Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkenanya

artritis reumatoid adalah: Jenis Kelamin Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Umur Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)

Riwayat Keluarga Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga. Radikal bebas Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang

merangsang keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan pembengkakan. Faktor genetik dan lingkungan Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

II.4

Patofisiologi Arthritis Rheumatoid merupakan akibat dari disregulasi komponen

humoral yang dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien menghasilkan antibodi yang disebut faktor rheumatoid; pasien-pasien seropositif ini cenderung untuk lebih memiliki agressive sourse dibandingkan pasien yang seronegatif. Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang melipatgandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang kemudian disajikan kepada limfosit T. Antigen yang diproses dikenali oleh protein major

hiscompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat pada aktivasi sel T dan sel B. Tumor nekrosis faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam inisiasi dan kelanjutan inflamasi. Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitotoksin, yang secara langsung toksis terhadap jaringan, dan sitokin, yang menstimulasi aktivasi lebih lanjut proses inflamasi dan menarik sel-sel ke daerah inflamasi. Makrofag menstimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitotoksin. Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma, yang membentuk antibodi dengan kombinasi dengan komplemen, mengakibatkan akumulasi polymorphonuclear leukocyte (PMN). PMN melepaskan sitotoksin, radikal bebas oksigen, dan radikal hidroksil yang mendukung kerusakan selular pada sinovium dan tulang. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat, erythema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi. Inflamasi kronik pada jaringan lapisan sinovial kapsul sendi menghasilkan proliferasi jaringan (bentuk pannus). Pannus menyerang kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan

menyebabkan destruksi sendi. Hasil akhir mungkin kehilangan ruang sendi, kehilangan pergerakan sendi, fusi tulang (ankilosis), dislokasi sendi, penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik.

II.5

Diagnosis dan Mekanisme Test Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang

kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang positif; perubahan apda sendi dapat minor; dan gejala gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik yang dipakai adalah sebagai berikut: 1. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam), Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berkurang dari satu jam. 2. 3. 4. 5. Artritis pada tiga atau lebih sendi Artritis sendi-sendi jari-jari tangan Artritis yang simetris Nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang

paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. 6. 7. Faktor reumatoid dalam serum Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang) Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabikla sekurangkurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pemeriksaan penunjang Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien. 1. Pemeriksaan laboratorium a. Cairan synovial 1. Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan

peningkatan jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan kronisitas. 2. Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.

3. Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%). 4. Glukosa: normal atau rendah. 5. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum, berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium. 6. Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya pada reaksi imunologis. 7. Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun. 8. Phagocites neutrophils yang difagosit oleh kompleks immun. b. Darah tepi 1. Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai Feltys syndrome. 2. Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis. b. Pemeriksaan Sero-imunologi 1. Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan. 2. Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini. 3. Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer yang lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus Sistemik. 4. Anti-DNA antibodies negatif.

5. Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah, menggambarkan aktivitas penyakit. 6. Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute phase reactans. 7. Meningkatnya kadar -gobulin menggambarkan kenaikan/akselerasi dari katabolisme protein pada penyakit kronis. 8. Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular yang berat seperti vaskulitis. 9. Adanya circulating immune comlexes serta ditemukan pada penyakit dengan manifestasi sistemik.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

Radiogram tangan reumatoid. Perhatikan penurungan jarak sendi (panah hitam), erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan tejadi deformitas sendi (panah putih besar). Perbandingan sendi yang diserang antara AR dan OA

II.6

Mekanisme Timbulnya Penyakit Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial,

akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+. Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gammainterferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk

meningkatkan aktivitanads fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan

aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponenkomplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial. Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,

prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10 Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.

Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya

degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat. Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat

pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang

berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya

sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan II.7 Penatalaksanaan Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama. Terapi nonfarmakologi 1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama. 2. Istirahat Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan harus

menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit karena aktivitas berlebihan. Beberapa pasien merasakan teknik relaksasi, pengurangan stres, dan biofeedback sangat membantu.

Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces) memberikan

dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga menjaga

persendian pada posisi yang benar selama tidur maupun beraktivitas. Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter dapat membantu menentukan bidai yang tepat. 3. Terapi fisik Mengurangi rasa sakit dengan cara non farmakologik. Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien Penderita ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat. Handuk hangat, kantung panas (hot packs), dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit. Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat atau mandi air hangat,

menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih cocok bagi pasien. Untuk artritis di lutut, pasien dapat memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan di lutut 4. Menurunkan berat badan

Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb (2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan olahraga akan sangat membantu. Terapi Farmakologi 1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan: a. Aspirin Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl. b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.

2. Kortikosteroid. metilprednisolon

Golongan dapat

kortikosteroid mengurangi

seperti

prednison nyeri

dan dan

peradangan,

memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius. 3. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drugs): Methotrexate (Immunosupresan), Leflunomide, Sulfasalazin, Hydroxychloroquine 4. Agen Biologi (Etanercept, Infliximab, Adalimumab, Anakinra,

Abatacept, Rituximab) 5. Obat remitif (DMARD) lain. Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah auranofin, Azathioprine, Penicillamine, Cyclosporine dan garam emas. 6. Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi.

Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon, sinovektomi.

Pengobatan dengan obat tradisional/bahan alam 1. Tempuyung Aktivitas flavonoid sebagai penurun kadar asam urat melalui

penghambatan kerja enzim xantin oksidase. Beberapa flavonoid selain dapat menghambat oksidase juga enzim xantin sebagai

bersifat

antioksidan penangkap radikal superoksida (Cos et al, 1998). Berdasarkan mekanisme di atas beberapa obat tumbuhan asli Indonesia (OAI),

berdasarkan kandungan kimianya, mempunyai indikasi untuk mengatasi asam urat tersebut. Tumbuhan OAI itu mempunyai kandungan senyawa flavonoid yang cukup tinggi, aman digunakan serta mudah diperoleh untuk pencegahan pembentukan asam urat dalam tubuh. Dari sekian banyak tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid tadi, yang cukup

dikenal adalah tempuyung (Sonchus arvensis) (Widisih, 2004). Daun atau seluruh bagian tanaman tempuyung dapat digunakan sebagai obat batu saluran kencing, batu empedu, disentri, wasir, rematik/gout , radang usus buntu (apendisitis), radang payudara (mastitis), bisul, beser mani

(spermatorea), darah tinggi (hipertensi), luka bakar, pendengaran kurang (tuli), memar (Plantus, 2008).

Pemanfaatan

tempuyung untuk pengobatan kelebihan

asam urat

asam dan batu ginjal memerlukan daun tempuyung (6,25 gr), akar tempuyung (6,25 gr), jahe merah (25,00 gr), cengkeh (0,25 gr), kulit manis (0,25 gr), pengawet Na.Benzoat (0,50 gr), dan gula merah secukupnya. Cara pembuatannya, daun dan akar tempuyung segar dibersihkan dari tanah atau kotoran. Kedua bahan tersebut direbus dengan air 500 ml bersama bahan-bahan lainnya, biarkan mendidih sampai volume menjadi 250 ml. Setelah dingin baru ditambahkan pengawet Na.Benzoat, lalu disaring dengan saringan teh atau kain kassa kedalam botol (Widisih, 2004). Akar tempuyung mengandung senyawa flavonoid total kira-kira 0,5% dan flavonoid yang terbesar adalah apigenin-7-0-glukosida (Sulaksana, 2004). Senyawa flavonoid menunjukkan aktifitas yang bermacam-macam, diantaranya histamin, anti flavonoid mempunyai hipertensi, aktifitas sebagai diuretik, anti 1996). virus, Selain anti itu

bakteriostatik

(Harborne,

juga mempunyai aktifitas menurukan kadar asam urat melalui Ekstrak daun

penghambatan enzim xantin oksidase (Chairul, 1999).

tempuyung (Sonchus arvensis) dapat menurunkan kadar asam urat pada serum darah tikus putih (Rattus Norvegicus) (Farid, 2007). Kelebihan pada penelitian terdahulu adalah dosis ekstrak 0,625 g/KgBB memiliki efek yang setara dengan allopurinol untuk menurunkan kadar asam urat, kelemahan pada penelitian terdahulu yaitu membutuhkan waktu yang

cukup lama untuk membuat keadaan hiperurisemia karena menggunakan diet tinggi purin. 2. Pare Pare dalam bahasa jawa disebut paria, pare, pare pahit, pepareh. Di Sumatera disebut prieu, peria, foria, pepare, kambeh, paria paya, paria, truwuk. Di Nusa Tenggara disebut paita, paliak, pariak, pania, pepule. Di Sulawesi, pare disebut poya, pudu, pentu, paria belenggede, palia, papariane, taparipong, papariano, popare, pepare. Kandungan Kimia Buah pare merupakan tanaman yang termasuk famili suku pariane, papari, kakariano,

Cucurbitaceae banyak mengandung saponin, flavanoid, dan polifenol, serta glikosida cucurbitacin, charantin, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, asam stearat, karantin, hydroxytryptamine, vitamin A,B, dan C. Kegunaan Secara umum, buah pare mempunyai berbagai khasiat antara lain anti inflamasi dan antelmintik, selain itu juga dapat sebagai obat untuk penyakit batuk, radang tenggorokan, sakit mata merah, demam, malaria, menambah nafsu makan, kencing manis, rematik gout, sariawan, bisul, dan sembelit. Bukti praklinik

Ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) memperlihatkan persentase penurunan kadar asam urat pada konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, dan 30% b/v, kenaikan konsentrasi menunjukkan adanya persentase penurunan kadar asam urat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus). Ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) pada konsentrasi 30% b/v memperlihatkan persentase penurunan asam urat yang setara dengan allopurinol 0,1027% b/v. 3. Kemangi Studi menemukan, jika dikonsumsi secara oral, ekstrak dari dua jenis daun kemangi (Ocimum americanum dan Ocimum tenuiflorum) terbukti bisa mengurangi peradangan di persendian hingga 73%, hanya dalam waktu 24 jam. Salah seorang peneliti Vaibhav Shinde dari Poona College of Pharmacy di India menyatakan bahwa beragam jenis kemangi, dengan rasa dan aroma daun yang segar, terbukti efektif sebagai obat antiperadangan yang bisa membantu meredakan rasa sakit dan pembengkakan akibat radang sendi. "Kami mempelajari kapasitas antiperadangan dari kedua tanaman ini dan menemukan kalau khasiatnya sama dengan diclofenac, obat anti peradangan yang digunakan secara luas untuk mengatasi radang sendi," tuturnya seperti dikutip situs dailymail. 4. Celery Apium graveolens L. (Apiaceae/Umbelliferae) Kegunaan

antirheumatic, sedative, mild diuretic dan urinary antiseptic. Juga digunakan untuk arthritis, rheumatism, gout, urinary tract inflammation, dan terkhusus untuk rheumatoid arthritis dengan mental depression. Dosis Buah kering 0.52.0 g atau dengan dekokta 1 : 5 digunakan 3x sehari Ekstrak cair 0.31.2 mL (1 : 1 in 60% alcohol) digunakan 3x sehari Kandungan Flavanoid, furanocoumarins, minyak volatile, Choline ascorbate, fatty acids (seperti linoleic, myristic, myristicic, myristoleic, oleic, palmitic, palmitoleic, petroselinic dan stearic acids). 5.Guaiacum Guaiacum officinale L. (Zygophyllaceae) Kegunaan antirheumatic, antiinflammatory, diuretic, mild laxative dan diaphoretic properties. Secara tradisional digunakan sebagai subacute rheumatism, prophylaxis against gout, dan khususnya untuk chronic rheumatism dan rheumatoid arthritis. Dosis Kayu kering 12 g atau dengan dekokta digunakan 3x sehari Ekstrak cair

12 mL (1 : 1 in 80% alcohol) digunakan 3x sehari Kandungan Resin, steroid, terpenoid 6. Java Tea Orthosiphon stamineus Benth. (Lamiaceae) Kegunaan Secara tradisional digunakan di Jawa untuk pengobatan hipertensi dan diabetes. Juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati gangguan ginjal dan kandung kemih, gallstones, gout dan rheumatism. Dosis Bahan/material kering 23 g in 150 mL air digunakan 2-3x sehari sebagai infusa Kandungan Benzochrome, diterpen, minyak essensial, flavanoid, asam caffeic Pengobatan Tradisional lainnya Perawatan dan pengobatan terhadap penyakit rheumatik adalah sebagai berikut. a. Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat. b. Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas sendok makan, dan air rebusan sirih untuk merendam/mengompres bagian badan yang terserang rheumatik. c. Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap.

d. Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang, temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1 jari. Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian disaring untuk diminum airnya. e. Dengan obat gosok alami: 1. Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit. 2. Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit. 3. Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.

Tabel Pengobatan Farmakologi


N o Golongan Obat Imunosupr esan Nama Generik Azatioprin Nama Paten Imuran tablet 50 mg Methotrexate injeksi 25 mg/mL dan 100 mg/mL, emthexate, farmitrexat, mitoxat, dan texorate Mekanisme kerja Belum diketahui dosis Indikasi Digunakan luas untuk pasien yang menjalani transplantasi dan untuk penyakit autoimun (termasuk rheumatoid artritis) yang tidak dapat dikendalikan dengan kortikosteroid kontraindikasi Hipersensitifitas azatioprin atau merkaptopurin , dan kehamilan Interaksi obat Dengan allopurinol terjadi peningkatan efek sekaligus peningkatan toksisitas. Dengan antibakteri, dilaporkan adanya interaksi dengan rifampisin (trnsplantasi mungkin ditolak ). Dengan analgesik, ekskresi dikurangi oleh asetosal, azapropazon, diklofenak, Efek Samping Reaksi hipersensitifitas (malaise, pusing, mual, demam, nyeri otot, nyeri sendi, gangguan fungsi hati, ikterus, aritmia, hipotensi, nefritis intertisial, supresi sumsum tulang yang bergantung dosis, rambut rontok, rentan terhadap infeksi bila digunakan bersama kortikosteroid, pancreatitis, pneumonitis, efek terhadap imun respon)

Metotreksat

Methotrexate cairan inj

Beluim diketahui diduga mempengaruhi fungsi imun

Emthexate cairan inj Emthexate tablet Mitoxat cairan inj

25 mg/mL dan 100mg/ mL 2,5 mg/mL 2,5 mg 2,5mg/ mL

Reumatoid arthritis aktif yang berat yang tidak memberikan respon terhadap terapi terapi konvensional.

Kerusakan signifikan pada ginjal, fungsi hati yang abnormal, kehamilan dan menyusui, sindrom imunodefisiensi

Mengurangi kesuburan pria dan wanita, harus sangat hati-hati pada ulkus peptikum, colitis ulseratif, diare dan stomatitis ulseratif (dihentikan bila stomatitis timbul mungkin tanda pertama dari toksisitas saluran cerna).

Mitoxat tab Siklosporin Sandimmune caps Menurunkan imunitas humoral sehingga berpotensi pada transplantasi organ

2,5 mg 25 mg, 50mg, dan 100mg Arthritis reumatoid Pada fungsi ginjal yang abnormal, hipertensi yang tidak terkendali, dan maglinansi Dengan penghabat ACE dapat meningkatkan resiko hiperkalemia Dengan allopurinol dapat meningkatkan kadar plasma siklosporin (resiko toksisitas) Penggunaan bersama dengan antibiotik sulfonamid dapat mengubah metabolisme sulfasalazin. Dengan antidepresan moklobemid dapat menambah efek ibuprofen dan mungkin Kreatinin dan ureum darah meningkat sesuai dengan dosis tinggi, perubahan struktur ginjal pada penggunaan jangka panjang , hipertrikosis, tremor, hipertensi, disfungsi hati.

dan neoral caps

100mg

sulfasalazin

Azulfidine tablet, sulcolon tab, dan bernofarm

Efek antirematik dapat terlihat dalam waktu 1 sampai 2 bulan.

Pada pasien yang mengalami kerusakan saluran urinari atau intestinal.

Meliputi efek GI (anoreksia, nausea, mual, muntah, diarrhea) dermatologi (rask dan urticaria) hematologi (leucopenia dan agranulositosis), dan hepatic (kelebihan enzim).

AINS

Ketoprofen

Anrema , kaltrofen, ketros, nasaflam profenid

2-4 kali sehari 25-50 mg

Mempunyai daya angetik dan antiradang nya cukup baik dan sudah banyak mendesak salisilat pada penanganan

Pada pasien yang hipersensitif pada golongan AINS.

Gangguan pada saluran kemih dan cystitis lebih sering terjadi, maka terapi harus segera dihentikan bila timbul keluhan.

bentuk rema yang tidak begitu hebat dan gangguan dari alat gerak. Ibuprofen Proris tab 400mg p.c/d.c lalu 3-4 kali sehari 200400mg 2550mg

AINS lainnya.

Natrium diklofenak

Voltaren tab

Sebagai antiradang

Pada pasien yang hipersensitif pada golongan AINS.

Indometasin

Confortid indocid

dan

2-3 kali sehari 25-50 mg 500 mg

Sebagai antiradang

Pada pasien yang mengidap tukak lambung

Asam mefenamat

Menin, ponstan

Sebagai obat antinyeri dan obat

Pada yang

pasien tidak

Dengan siklosporin dapat menambah resiko nefrotoksisitas dan siklosporin dapat menaikkan kadar plasma diklofenak (menurunkan dosis diklofenak separuhnya) Probenesid dapat menunda ekskresi indometasin kombinasi dengan litium

Kerusakan hati yang fatal telah dilaporkan

Efek ulcerogen dan perdarahan occult

Sering menimbulkan gangguan lambung-usus, terutama

rema terbatas

Piroxicam

Feldene brexine

dan

20 mg

Meloxicam

Movi-cox

1 kali sehari 7,5-15 mg inj, Memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineral kortikoid sehingga memberikan efek pemeliharaan fungsi system dalam tubuh. 0-5-1 mg sehari

Sebagai analgetik, antipiretik, dan antiradang kuat dan lama. Sebagai antiradang

mengidap tukak atau perdarahan saluran cerna. Pada pasien yang hipersensitif pada obat golongan AINS.

dapat menurunkan ekskresi litium kombinasi dengan litium dapat menurunkan ekskresi litium

dyspepsia dan diare hebat,

Kurang merangsang mukosa lambung.

Kortikoste roid

Dexametason

Camideson oradexon, dexatopic

Kortison Hidrokortison

Cortisone asetat serbuk inj Silecort serbuk inj solu-cortef serbuk inj

25mg/m L 100mg/ 2 mL 100mg/ mL, 250mg/ mL, 500mg/ mL

Golongan kostikosteroid efektif menekan radang pada demam reumatik, hepatitis aktif kronik, dan sarkoidosis, juga menyebabkan remisi pada anemia hemolitik , sebagian kasus sindrom nefrotik (hkususnya pada anak) , dan purpura trombositopenia

Infeksi sistemik, kecuali jika diberikan antibiotik sistemik, hindari vaksinasi dengan virus aktif pada pasien yang menerima dosis imunosupresan.

Kombinasi dengan asetosan dan AINS dapat terjadi resiko perdarahan dan ulserasi saluran cerna ditingkatkan. Kombinasi dengan obat hipertensi, antagonis efek hipotensi.

Penggunaan kortikosteroid jangka lama akan menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid maupun khasiat mineralokortikoid. Efek samping glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi usia lanjut. Dapat juga gangguan mental , euphoria, dan miopati. Pada wanita hamil dapat mempengaruhi adrenal anak. Efek samping mineralokortikosteroid adalah hipertensi, retensi Na dan cairan, dan hipokalemia.

Triamsinolon

Kenacort-A inj dan kenacort-A IM/ID inj Hostacortin prednicort ,

40mg/m L

prednison

Metilprednisol on Betametason

Somerol, medrol, urbason Celestone, celestoderm

1 kali sehari 5-60mg 1 gram sehari 0,5-8 mg sehari 50mg/m L Digunakan untuk rematik artritis Pada pasien dengan sejarah toksisitas yang parah akibat sering terpapar emas dan logam berat lainnya, pada pasien dengan kerusakan fungsi renal dan hepatic, colitis, atau memiliki sejarah hepatitis atau dermatitis Pada pasien dengan sejarah toksisitas yang parah akibat sering terpapar GI (nausea, muntah , dan diarrhea), dermatologi (rash dan stomatitis), renal (proteinuria dan hematuria), dan hematologi (anemia, leucopenia, trombositopenia)

Golongan emas

Aurothiogluco se dan gold sodium thiomalate

Solganal suspensi iuntuk penggunaan IM

Auranofin

Riadaura kapsul

3 mg

Rematik artritis

Dengan fenitoin dapat meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam

GI (nausea, muntah , dan diarrhea), dermatologi (rash dan stomatitis), renal (proteinuria dan hematuria), dan hematologi (anemia,

emas dan logam berat lainnya , juga pada pasien yang urtikaria, colitis, dan pada pasin yang sedang terapi radiasi. Leburan protein yang mengandung 2 p 75 solubel reseptor TNFberhub dengan fragmen Fc pada IgG1manusia.obat ini terikat dan mengaktivasi TNF mencegah berinteraksi dengan permukaan sel reseptor TNF sehinnga mengaktivasi sel.

darah

leucopenia, trombositopenia

Etanercept

Enbrel inj

25 mg

Digunakan pada juvenil arthritis, psoriatic arthritis

Obat ini harus dihindarkan pada pasien dengan preexisting infeksi dan yang memiliki resiko tinggi terhadap peningkatan infeksi

Kombinasi dengan ankindra dapat meningkatkan infeksi serius.

Reaksi local pada bagian injeksi, dan sudah dilapokan pancytopenia dan neurologic demyelinating syndrome.

Infliximab

Remicade injeksi untuk infuse iv

100mg

Untuk mengobati rematik artritis

Pada pasien dengan penyakit infeksi aktif yang serius.

Adalimumab

Humira injeksi untuk penggunaan

40mg/0, 8 mL

Untuk artritis

rematik

Obat ini mempunyai perhatian yang

Kombinasi dengan ankindra dapat meningkatkan infeksi serius. Kombinasi dengan ankindra

Dapat meningkatkan resiko infeksi, khususnya infeksi saluran pernapasan atas

Reaksi lokal pada sisi injeksi

subkutan

Anakindra

Kineret inj untuk penggunaan subkutan

Obat-obat RA lainnya

Hidroksikloroq uin dan klorokuin (obat malaria)

Plaquenil nivaquine riboquin malarex Pimaquin

Belum diketahui

155mg 100mg 100mg 250mg 100mg

Untuk rematik arthritis yang moderat sampai yang lebih parah pada orang dewasa Untuk rematik artritis

sama mengenai infeksi dengan agen biologi yang lain. Pada pasien hipersensitif

dapat meningkatkan infeksi serius. Dengan inhibitor TNF dapat meningkatkan infeksi serius. Kombinasi dengan antacid dapat menurunkan absorbs Kombinasi dengan glikosida jantung mungkin meningkatkan kadar plasma digoksin. Dengan garam emas, antimalaria, imunosupresa n, atau fenilbutazon dapat menyebabkan efek samping hematologik Reaksi bagian injeksi adalah efek samping paling umum (kemerahan, pembengkakan, dll)

Pada pasien yang hipersensitif dan yang mengalami gangguan retinal/penglihat an

Gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, kejang, gangguan penglihatan, depigmentasi atau rambut rontok, reaksi kulit (ruam dan pruritus), jarangjarang depresi sumsum tulang. Bila overdosis sangat toksik.

Penisilamin

Cuprimine caps

depen tablet

125 mg dan 250 mg 250 mg

Untuk artritis

rematik

Pada pasien anemia aplastik yang berhubungan dengan penisilamin atau agranulositosis dan insufisiensi renal, dan kehamilan

Meliputi ruam kulit, rasa logam, hipogeusia, stomatitis, anoreksia, nausea, muntah, dan dyspepsia.

Interaksi

Obat-Obat

Reumatoid

Artritis

dengan

obat

lain

(isofarmakoterapi:660-679) A. INTERAKSI OBAT-OBAT GOLONGAN IMUNOSUPRESAN AZATIOPRIN Alopurinol : Alopurinol dapat menyebankan peningkatan efek dan peningkatan toksisitas Azatioprin. Antibakteri : Dilaporkan adanya interaksi dengan Rifampicin

(transplantasi mungkin ditolak) METOTREKSAT Analgetik : Ekskresi dikurangi oleh asetosal, azapropazon, diklofenak, indometasin, ketoprofen, naproksen, fenilbutason, dan mungkin AINS lain dapat meningkatkan resiko toksisitas. Antibakteri : Efek antifolat ditingkatkan oleh kotrimoksazol dan trimetoprim, ekskresi diturunkan oleh penisislin (meningkatkan resiko toksisitas). Antiepileptika : Fenitoin meningkatkan efek antifolat. Antimalaria : Efek antifolat dinaikkan oleh pirimetamin (terkandung dalam fansidar dan maloprim) Siklosporin : Meningkatkan efek toksisitas metotreksat. Retinoid : Kadar plasma metotreksat dinaikkan oleh asitretin (juga meningkatkan resiko hepatotoksisitas ) Urikosurika : Ekskresi diturunkan oleh probenesid (meningkatkan resiko toksisitas).

SIKLOSPORIN Penghambat ACE : Meningkatkan resiko hiperkalemia. Allopurinol toksisitas). Analgetik : Meningkatkan resiko nefrotoksisitas dengan AINS, siklosporin menaikkan kadar plasma diklofenak (mengurangi dosis diklofenak separuhnya). Antiaritmia : Amiodaron dan profenon mungkin menaikkan kadar plasma siklosporin. Antibakteri : Aminoglikosida, kotrimoksazol (dan trimetoprim saja), serta 4-kuinolon meningkatkan resiko nefrotoksisitas, doksisiklin mungkin menaikkan kadar plasma siklosporin, eritromisin dan mungkin makrolida lain menaikkan kadar plasma siklosporin, rifampisin, sulfidimidin intravena, trimetoprim intravena (dan mungkin sulfadiazin) menurunkan kadar plasma siklosporin. Antimalaria : Klorokuin menaikkan kadar plasma siklosporin (resiko toksisitas). Barbiturat dan primidon : dapat meningkatkan toksisitas. Antagonis kalsium : Diltiazem, nikardipin, dan verapamil menaikkan kadar plasma siklosporin, siklosporin mungkin menaikkan kadar plasma nifedipin. Kolkisin : Bisa meningkatkan resiko nefrotoksisitas dan miotoksisitas (menaikkan kadar plasma siklosporin). Mempercepat metabolisme sehingga : Meningkatkan kadar plasma siklosporin (resiko

Kortikosteroid : Metilprednison dosis tinggi menaikka kadar plasma siklosporin, siklosporin menaikkan kadar plasma prednisolon. Sitotoksik : Dengan doksorubisin meningkatkan resiko

neurotoksisitas, dengan melfalan meningkatkan resiko nefrotoksisitas, dengan metotreksat meningkatkan toksisitas. Diuretik : Diuretik hemat kalium meningkatkan resiko hiperkalemia. Antagonisme hormon : Danazol menghambat metabolisme

(menaikkan kadar plasma siklosporin). Okreotid mengurangi absorpsi (mengurangi kadar plasma siklosporin). Obat hipolipidemik : Dengan statin resiko miopati ditingkatkan. Estrogen dan progestogen : progestogen menghambat metabolisme (menaikkan kadar plasma siklosporin) Garam kalium : Meningkatkan resiko hiperkalemia. Obat antiulkus : Simetidin mungkin menaikkan kadar plasma siklosporin SULFASALAZIN Sulfasalazin biasa dikombinasikan dengan sulfonamid. Penggunaan bersamaan dengan antibiotik dapat mengubah metabolisme

sulfasalazin. Sulfasalazin dapat menghambat absorbsi asam folat sehingga dapat menyebabkan defisiensi asam folat. B. INTERAKSI OBAT-OBAT AINS Penghambat ACE : Antagonisme efek hipotensif, meningkatkan resiko kerusakan ginjal dan menaikkan resiko hiperkalemia pada pemberian bersama indometasin dan AINS lainnya.

Analgetik lain : Hindari pemberian bersama dua atau lebih AINS, termasuk asetosal (menambah efek samping). Resin penukar an-ion : Kolestiramin menurunkan absorpsi

fenilbutazon. Antasid dan Adsorben : Antasid menurunkan absorpsi diflunical. Antibakteri : AINS dengan 4-kuinolon meningkatkan resiko kejang. Antikoagulan : Meningkatkan resiko pendarahan dengan

ketorolakdan semua antikoagulan (termasuk heparin dosis rendah). Antidepresan : Moklobemid menambah efek ibuprofen dan mungkin AINS lainnya. Antidiabetika ; Efek sulfonilurea ditingkatkan oleh azapropazon, fenilbutazon, dan mungkin AINS lainnya. Antiepileptika : Efek fenitoin ditingkatkan oleh azapropazon dan fenilbutazon. Antihipertensi : Antagonisme efek hipotensif. Beta-bloker : Antagonisme efek hipotensif. Bifosfonat : Ketersediaan hayati asam tiludronat ditingkatkan oleh indometasin Glikosida jantung : AINS dapat menyebabkan kambuh gagal jantung, menurunkan laju filtraai glomerulus, dan menaikkan kadar plasma glikosida jantung. Kortikosteroide : Menambah resiko pendarahan dan ulserasi saluran cerna. Siklosporin : Menambah resiko nefrotoksisitas AINS ditingkatkan; AINS terutama indometasin melawan efek diuretika; indometasin dan mungkin AINS lainnya menambah resiko hiperkalemia dengan diuretika hemat kalium; kadang dilaporkan tentang menurunnya fungsi ginjal jika indometasin diberikan bersama triamteren.

Litium : Ekskresi litium diturunkan oleh azaprozan, diklofenak, ibuprofen, indometasin, ketorolak, asam mefenamat, naproksen, fenilbutazon, piroksikam, dan mungkin AINS lain (kemungkinan toksisitas). Mifepriston : Disarankan untuk menghindari pemberian asetosal dan AINS hingga 8-12 hari setelah pemberian mifepriston. Relaksan otot : Ibuprofen dan mungkin AINS lain menurunkan ekskresi baklofen (meningkatkan resiko toksisitas). Tiroksin : kadar total plasma tiroksin rendah palsu dengan fenilbutazon. Obat-obat tukak lambung : kadar plasma azaprozan dinaikkan oleh simetidin. Urikosuurik : probenesid menunda ekskresi indometasin, ketoprofen, ketorolak dan naproksen (menaikkan kadar plasma). Vasodilator : resiko pendarahan yang menyertai ketorolak

ditingkatkan oleh okspentifilin.

C. INTERAKSI OBAT-OBAT KORTIKOSTEROID Catatan : tidak berlaku untuk kortikosteroida yang digunakan untuk maksud topikal. Analgetik : dengan asetosal dan AINS resiko pendarahan dan ulserasi saluran cerna ditingkatkan. Antibakteri : rifampisin mempercepat metabolisme kortikosteroid (menurunkan efek). Antidiabetika : antagonisme efek hipotensif. Antiepileptika : karbamazepin, fenobarbiton, fenitoin dan pirimidon mempercepat metabolisme kortikosteroid (menurunkan efek). Antihipertensi : antagonisme efek hipotensif.

Glikosida jantung : meningkatkan toksisitas jika terjadi hipokalemia dengan kortikosteroid. Siklosporin : kadar plasma siklosporin dinaikkan oleh

metilprednisolon dosis tinggi; siklosporin menaikkan kadar plasma prednisolon. Diuretik : antagonisme efek diuretik; asetozalamid, diuretik kuat, dan tiazida meningkatkan resiko hipokalemia. Antagonis hormon : aminogluetimid mempercepat metabolisme kortikosteroid (menurunkan efek). Obat obat antiulkus : karbenoksolon meningkatkan resiko hipokalemia. D. INTERAKSI OBAT OBAT AGEN BIOLOGI ETANACERCEPT, INFLIXIMAB, ADALIMUMAB Dengan Anakinra dapat meningkatkan infeksi serius. ANAKINRA Dengan inhibitor TNF dapat meningkatkan infeksi serius. E. INTERAKSI OBAT OBAT REUMATOID ARTRITIS LAIN HIDROKSIKLOROQUIN DAN KLOROKUIN Antasid : menurunkan absorpsi Antiepileptiksa : antagonisme efek antikonvulsan Antimalaria lain : meningkatkan resiko kejang dengan meflokuin, meningkatkan resiko aritmia dengan halofantrin. Glikosida jantung : mungkin meningkatkan kadar plasma digoksin. Siklosporin : klorokuin menaikkan kadar kadar plasma siklosporin (meningkatkan resiko toksisitas)

Parasimpatomimetika : klorokuin dan hidroksi klorokuin berpotensi untuk meningkatkan gejala miastenia gravis dan dengan demikian mengurangi khasiat neostigmin dan piridostigmin. Obat Mekanisme kerja Makanan Efek yang dihasilkan

Obat obat antiulkus : simetiidn menghambat metabolisme klorokuin (menaikkan kadar plasma) PENISALAMIN Dengan garam emas, antimalaria, imunosupresan atau fenilbutazon dapat menyebabkan efek samping hematologik dan/atau renal.

Interaksi obat arthritis rheumatoid dengan beberapa makanan:

Ciclosporin Penghambatan selektif selT, menurunkan produksi dan pelepasan limfokin serta menghambat ekspresi interleukin 2.

Makanan Susu Grapefriut juice Red wine St Johns wort (Hypericum perforatum) Vitamin E Alkohol

Makanan, susu dan grapefruit juice bisa meningkatkan bioavaibilitas ciclosporin. Red wine menurunkan bioavailabilitas ciclosporin Menyebabkan penurunan kadar ciclosporin dalam serum dan terjadi penolakan organ jika digunakan dalam beberapa minggu pertama trnsplantasi. Meningkatkan absorbsi ciclosporin Meningkatkan kadar serum siklosporin

a. Golongan imunosupresan Keterangan: Ciclosporin dimetabolisme oleh cytochrome P450 3A4. Penggunaan bersama ciclosporin dengan inhibitor cytochrome P450 3A4 dapat menimbulkan peningkatan kadar ciclosporin dalam plasma. Besarnya interaksi dan efek potensi bergantung pada efek variabilitas

cytochrome P450 3A4. Grapefruit juice (naringin flavanoid) diperkirakan menghambat

aktivitas dari citokrom P450 isoenzyme CYP3A (metabolisme) pada dinding usus dan hati sehingga kadar ciclosporin menjadi lebih tinggi , terutama dengan konsumsi grapefruit juice yang berlebihan (>1,2 liter/hari) jus grapefruit mengandung bahan utama naringin, yang memberi rasa kecut serta aroma khas. Naringin inilah yang diduga memblok

"transporter" obat yang dinamakan OATP1A2 yang mengangkut bahan aktif obat dari usus kecil ke pembuluh darah. Pemblokiran transporter ini mengurangi absorpsi obat dan menetralisasi potensi manfaatnya. Antioksidan (resveratol) pada red wine dapat menginaktivasi CYP3A4 sehingga bisa meningkatkan kadar ciclosporin, namun red wine juga menurunkan solubilitas ciclosporin dengan cara membentuk ikatan ciclosporin-red wine pada saluran gastrointestinal sehingga

berpotensi menurunkan bioavaibilitas ciclosporin. b. Interaksi obat golongan AINS Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika nonsteroid, nonnarkotik. Kerja utama asam asetilsaIisilat dan kebanyakan obat antiradang nonsteroid lainnya sebagai penghambat enzim

siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa endoperoksida siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa ini merupakan prazat semua senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis rostaglandin akan terhenti. Bukti klinis, mekanisme dan penanganan Sebuah studi pada 25 sukarelawan diberikan 650 mg aspirin dalam 5 preparasi aspirin yang berbeda menunjukkan bahwa makanan roughly halved pada tingkat serum salisilat ketika diukur pada 10 dan 20 menit selanjutnya, dibandingkan dengan ketika dosis yang sama

diambil pada keadaan puasa. Hasil serupa ditemukan pada percobaan pada sukarelawan yang diberikan 1500 mg kalsium aspirin. Pada percobaan lain terhadap 8 sukarelawan yang diberikan aspirin effervescent, level serum salisilat mereka secara perlahan terhambat dengan adanya makanan pada 15 menit, namun hampir sama setelah 1 jam. Alasan yang mungkin untuk mengurangi absorpsi yakni aspirin diadsorbsi oleh makanan.Makanan juga menghambat pengosongan lambung.Maka jika diperlukan efek analgesik yang cepat, aspirin harus diberikan tanpa makanan, tapi jika aspirin dibutuhkan untuk jangka waktu lama, maka dengan adanya makanan dapat membantu untuk melindungi mukosa lambung.

Interaksi obat arthritis rheumatoid dengan obat tradisional: 1. Ginkgo biloba-AINS Terdapat 21 laporan yang merupakan laporan kasus reaksi yang tidak diinginkan dari penggunaan ginkgo biloba.Sebagian besar merupakan reaksi gangguan pembekuan darah, perdarahan dan platelet.Hal ini sesuai dengan kemampuan ginkgo untuk menghambat faktor pengaktifan platelet. Menurut Ryu (2009) secara in vivo pemberian ginkgobiloba dengan cilostazol dapat meningkatkan efek dari antitrombosit tanpa peningkatan waktu pendarahan. Terdapat laporan kejadian stroke pada pasien yang mengkonsumsi klopidogrel,

asetosal bersamasama dengan ginkgo.Oleh sebab itu, harus menjadi perhatian yang khusus bila ginkgo digunakan bersamaan dengan obat-obat yang berpengaruh terhadap agregasi platelet, seperti misalnya klopidogrel 2. Echinaceae -Imunosupresan Beberapa studi melaporkan bahwa Echinaceae sedikit/tidak signifikan dalam menghambat enzim CYP dan transpor protein, warfarin, asetosal, OAINS yang lain, tiklopidin dan

tergantung dari total kandungan alkamid dalam ekstraknya. Dilaporkan bahwa bioavailabilitas dari midazolam meningkat karena sedikit menghambat pemberian sistem eleminasi. jika Diperlukan diberikan pengawasan obat lebih yang

Echinaceae

dengan

metabolismenya pada CYP3A atau CYPA2. Telah dilaporkan juga secara in vitro bahwa ekstrak etanol berpotensi menghambat CYP3A dan menginduksi CYP1A1, dan CYP2D1. Echinaceae berkhasiat sebagai immunostimulator sehingga perlu diawasi jika dikonsumsi bersamaan dengan obat immunosupressan, seperti pada pasien yang akan melakukan transplantasi organ. Pasien yang mengalami autoimun atau infeksi HIV sebaiknya menghindari penggunaan Echinaceae. Echinaceae juga dilaporkan memiliki efek hepatotoksik jika digunakan dalam waktu 8 minggu , sehingga yang dihindari bersifat

penggunaannya

bersamaan

dengan

obat-obat

hepatotoksik

seperti parasetamol,

anabolik

steroid,

amiodaron,

methotreksat dan ketokonazol. 3. Tamarin-Aspirin Penggunaan bersama tamarind an aspirin dapat menyebabkan peningkatan bioavailabilitas aspirin 4. Ciclosporin + Alfalfa (Medicago sativa) and Black cohosh (Cimicifuga racemosa) Alfalfa dilaporkan menyebabkan worsening pada lupus dan immunostimulation. Immunostimulation mempunyai kontribusi

terhadap acute rejection

BAB III PERAN DAN TANGGUNG JAWAB APOTEKER DALAM PHARMACEUTICAL CARE

a. Data Subyektif Data subyektif merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan apa yang dirasakan pasien. Seperti rasa nyeri pada sendi, kekakuan, kelelahan b. Data Obyektif Yang teramsuk dalam data obyektif adalah data berdasarkan

pemeriksaan fisik, data laboratorium dan tes diagnosis. Pemeriksaan fisik seperti bentuk dari bagian sendi yang tersa sakit, adanya bengkak. Sedangakan data laboratorium meliputi nilai reumatid faktor, leukosit, Protein C-reaktif, Laju endap eritrosit, dan cairan synovial c. Assesment Penyusunan Data Base Informasi dikumpulkan dan digunakan sebagai database yang

spesifik untuk pasien tertentu untuk mencegah, mendeteksi, memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan untuk membuat rekomendasi terapi obat. Database yang dikumpulkan: Demografi: nama, alamat, kelamin, tanggal lahir, pekerjaan, agama. Riwayat medis: Berat dan tinggi badan Masalah medis akut dan kronis Simtom Vital signs Alergi

Sejarah medis terdahulu Hasil lab Terapi obat: Obat-obat yang di resepkan Obat-obat bebas Obat-obat yang digunakan sebelum di rawat Kepatuhan dengan terapi obat Alergi Asessmen pengertian tentang terapi obat Sosial: diet, olahraga, merokok/tidak, minum alkohol, atau pencandu obat Menentukan adanya masalah yang berkaitan dengan obat (DRP) Database pasien harus dinilai untuk melihat adanya masalah yang berkaitan dengan obat seperti Adanya obat-obat tanpa indikasi Adanya kondisi medis tetapi tidak ada obat yang diresepkan Pilihan obat tidak cocok untuk kondisi medis tertentu. Pilihan obat Arthritis reumatoid harus disesuaikan apakah tanpa komplikasi atau ada indikasi khusus Dosis, bentuk sediaan, jadwal minum obat, rute pemberian atau metoda pemberian kurang cocok. Duplikasi terapeutik dan polifarmasi.

Pasien alergi dengan obat yang diresepkan. Harus dilihat apakah pasien dapat metoleransi reaksi efek samping atau obat harus diganti. Adanya interaksi: obat-obat, obat-penyakit, obat-nutrien, obat-tes laboratorium yang potensial dan aktual dan bermakna secara klinis. Pasien kurang mengerti terapi obat Pasien gagal mematuhi regimen obat d. Plan Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian melibatkan identifikasi kebutuhan pasien yang berhubungan dengan obat, dan memecahkan masalah terapi obat melalui proses yang terorganisir dan diproritaskan berdasarkan kondisi medis pasien dari segi resiko dan keparahan. Rencana kefarmasian dapat berupa: 1. Menentukan tujuan dari terapi Untuk penyakit arthritis reumatoid tujuan dari terapi adalah a. Mencegah atau memperlambat komplikasi dari arthritis rheumatoid dengan membantu pasien mematuhi regimen obatnya b. Pasien mengerti pentingnya adherence dengan terapi obatnya 2. Mengidentifikasi kondisi medis yang memerlukan terapi obat 3. Memecahkan masalah terapi obat : tujuan, alternatif, dan intervensi 4. Mencegah masalah terapi obat

Dalam rencana pelayanan kefarmasian, apoteker memberikan saran tentang pemilihan obat, penggantian atau obat alternatif, perubahan dosis, regimen obat (jadwal, rute, dan lama pemberian) Data Laboratorium a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues,

endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.

b. Protein C-reaktif biasanya positif. c. Leukosit normal atau meningkat sedikit. d. Trombosit meningkat. e. pemeriksaan rasio sedimen eritrosit (ESR) cenderung meningkat. Reumatid faktor Leukosit Protein C reaktif Platelet CCP Laju Endapan Eritrosit Cairan synovial Nilai Normal < 60 IU/ml 200/mm3 130400 103/mm3 Pria: 020 mm/hr Wanita: 030 mm/hr Jernih, kekuningan Arthritis Reumatoid 15.000-20.000/mm3 >0,7 mg/dl >400 Positif anti CCP Pria: >20 mm/jam Wanita: >30 mm/jam Kekuningan atau kuning muda berkabut

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Beberapa topik penting untuk edukasi ke pasien tentang penanganan arthritis reumatoid:

o Pentingnya peran terapi nonfarmakologi dalam penyembuhan arthritis rheumatoid seperti istirahat, latihan fisik, penurunan berat badan o Menghindari konsumsi bersamaan obat arthritis rheumatoid dengan obat lainnya dan beberapa makanan dan obat tardisional o Jika penderita mengalami gangguaan pada saluran pencernaan seperti ulkus sebaiknya tidak mengkonsumsi obat AINS dalam jangka waktu lama. Atau jika memang harus dapat dikombinasikan dengan obat-obat ulkus o Menyampaikan kapan obat-obatan tersebut dikonsumsi o Untuk menjadi sehat dibutuhkan perhatian khusus dari tubuh, pikiran dan spiritual. Untuk menjadi sehat juga membutuhkan sikap mental yang positif o Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan) o Sampaikan kepada keluarga penderita untuk memberikan masase yang lembut (meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)

o Sampaikan

pentingnya

obat

obatan

lanjutan/

pemeriksaan

laboratorium, mis: LED o Menyampaikan untuk mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi o Menyampaikan anjuran untuk penderita arthritis rheumatoid untuk: Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, daun singkong, daun ubi jalar, seledri) Mengkonsumsi buah-buahan segar (tomat, kesemek, pepaya, mangga) Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah matang. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang dingin. Mandi berendam dengan air hangat. Istirahat yang cukup. Jangan sampai kedingingan o Sebaiknya menghindari makanan seperti: Minuman berarkohol, teh, kopi, coklat. Mentega, telur ayam negeri, rempah-rempah yang pedas. Kue-kue dari tepung dan gula putih. Sayur kangkung, melinjo (daun dan buah), rebung dan daging.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6. Penerbit Nuku Kedokteran. EGC 2. Dipiro JT. Pharmacotherapy; Phatophysiologic Approach. Mc Graw Hill. Medical Publishing Division, New York. 2005 3. Tatro DZ. A to Z druf facte. Facts and Comparisons. Available as cHTML file 4. Koda MA dkk. Applied therapeutics : the clinical use of drugs. Lippincott Williams & Wilkins. United States of America. Available as PDF file 5.

Вам также может понравиться