Вы находитесь на странице: 1из 60

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Penyakit hipertensi di negara-negara industri merupakan salah satu masalah kesehatan utama, di Indonesia hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkanya hipertensi. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang. Hipertensi primer meliputi kurang lebih 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Sekitar 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Sekitar 50% dari golongan hipertensi primer tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga cenderung untuk menjadi hipertansi berat karena ketidaktahuan akan faktor resiko dari hipertensi. Prevalensi hipertensi terkontrol hanya 4% padahal biaya pengobatan hipertensi yang tidak terkontrol jauh lebih besar daripada biaya yang dibutuhkan untuk pencegahannya, karena itu selain memberikan terapi farmakologis dokter juga mempunyai kewajiban untuk mengedukasi pasien untuk berubah prilaku, pola makan dan gaya hidup sehat untuk menunjang pengobatannya. Praktek dokter keluarga ialah praktek kedokteran dalam pelayanan primer atau kontak pertama yang dijalankan secara paripurna atau komprehensif. Pelayanan yang diberikan harus meliputi pelayanan promosi kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). B. Profil Puskesmas Wirobrajan

Puskesmas merupakan suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada dalam garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan. Visi yang dibangun oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat. Yang dimaksud kecamatan sehat adalah gambaran kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sedangkan misi puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Puskesmas Wirobrajan adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan, yang dimaksud unit pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan adalah yang melaksanakan tugas teknis operasional di wilayah kerja Puskesmas sebagai unit pelaksana tingkat pertama pembangunan kesehatan di Indonesia. Di kecamatan Wirobrajan terdapat satu Puskesmas yaitu Puskesmas Wirobrajan dengan Puskesmas Pembantu Tegalmulyo. Puskesmas Wirobrajan terletak di kota Yogyakarta dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara Sebelah Timur Sebelah Selatan : Kecamatan Tegalrejo : Kecamatan Ngampilan dan Mantrijeron : Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul

Sebelah Barat : Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Luas Wilayah Kecamatan Wirobrajan 1,78 km2 dengan pembagian kelurahan menjadi 3 kelurahan yang terdiri dari : Kelurahan Pakuncen : Terletak di bagian utara, 58 RT dan 12 RW Kelurahan Wirobrajan : Terletak di bagian tengah 56 RT dan 12 RW Kelurahan Patangpuluhan: Terletak di bagian selatan 51 RT dan 10 RW

Jumlah penduduk kecamatan Wirobrajan 30.512 jiwa, dengan perincian penduduk laki-laki 15.179 jiwa dan penduduk perempuan 15.333 jiwa berdasarkan profil kesehatan puskesmas Wirobrajan tahun 2006. Dengan jumlah kepala keluarga 8.075, 165 RT, 32 RW dan 36 posyandu. Sasaran kesehatan wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan (mengacu pada indikator Indonesia sehat 2010 dan SPM) diantaranya yaitu : Derajat kesehatan Keadaan lingkungan Perilaku hidup bersih dan sehat Pelayanan kesehatan Perbaikan Gizi Masyarakat Puskesmas Wirobrajan belum dilengkapi fasilitas rawat inap, namun sudah terdapat fasilitas ambulans dan UGD yang setiap saat dapat digunakan. Kegiatan pelayanan umum meliputi balai pengobatan umum (BPU), balai pengobatan gigi (BPG), BKIA/KB, unit farmasi, unit puskesmas keliling, UKS, konseling gizi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, dan poli lansia, konseling PHBS, konseling berhenti merokok. Untuk mencapai sasaran wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan seperti tersebut diatas, dokter keluarga juga dapat berperan didalamnya. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh dan memusatkan pelayanannya pada keluarga sebagai suatu unit, yang mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. Pelayanan dokter keluarga yang melibatkan dokter keluarga sebagai penapis (gate keeper) di tingkat pelayanan primer, dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang bekerja secara bersama-sama, menempatkan dokter keluarga pada posisi yang sangat strategis dalam pembangunan kesehatan. Tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan dokter keluarga adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan bagi individu, keluarga dan masyarakat yang bermutu

namun terkendali biayanya, yang tercermin dalam tata laksana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter keluarga. Tabel. Rekapitulasi 10 Besar Diagnosis Pasien Puskesmas Periode Bulan Maret 2012 Diagnosis Infeksi Salauran Pernafasan Atas Hipertensi Primer Common cold/Nasofaringitis akut Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 5 E11 Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM) 6 KTR2 KONTROL IBU HAMIL 7 R51 Nyeri kepala hebat (headache) 8 E78 Gangguan metab lipid&lipoprotein (hipergliseridemi) 9 R50 Febris/Demam 10 KTR3 KONTROL BAYI SEHAT (sumber : Puskesmas Wirobrajan) C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1.Faktor resiko yang ditemukan pada pasien. 2.Bagaimana fungsi-fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran keluarga ditinjau dari aspek fungsi biologis, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi penguasaan masalah, dan fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan. 3. Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. D. Tujuan Penulisan 1. Penulisan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kedokteran keluarga ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Memberikan informasi serta pengetahuan mengenai bentuk pelayanan kedokteran dengan pendekatan kedokteran keluarga pada penderita No 1 2 3 4 Kode J06 110 J00 K04 Jumlah 536 353 248 173 145 116 113 106 98 87

penyakit. Salah satunya dengan menganalisis penyebab, perilaku atau gaya hidup apakah telah mendukung pengobatan farmakologi atau tidak. Selain itu juga penyuluhan dilakukan dengan titik berat agar pasien dan keluarganya menjadi mengetahui lebih banyak tentang hipertensi sehingga dapat diminimalisir terjadinya komplikasi yang terjadi. E. Manfaat Penulisan 1.Manfaat untuk puskesmas Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas. 2.Manfaat untuk mahasiswa Sebagai saran ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA HIPERTENSI

A. Definisi Menurut Joint National Committee 7 (2003), hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, sedangkan menurut WHO tahun 1999, hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mm Hg sistolik dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak menggunakan anti hipertensi. B. Etiologi Menurut Yogiantoro et al (2006), berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem reninangiotensin, dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia. 2. Hipertensi sekunder. Adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui. Penyebabnya banyak disebabkan oleh penyakit ginjal, penggunaan estrogen, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. C. Epidemiologi Distribusi epidemiologi penyakit hipertensi menurut Elsanti dan Salma (2006) terdiri dari :

1. Person (orang) Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit hipertensi dilihat dari segi orang : a. Umur

Penyakit hipertensi pada kelompok umur paling dominan berumur (3155tahun). Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Yang mana penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapau paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas. b. Jenis kelamin Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang mana pada perempuan masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki penyebabnya sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormone estrogen yang dimana kadar estrogen menurun setelah menopause. c. Status gizi Keadaan zat gizi seperti karbohidrat, protein dan lemak. Kekurangan atau kelebihan salah satu unsur zat gizi akan menyebabkan kelainan atau penyakit. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebiasaan makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu agar tercapai kondisi kesehatan yang prima. Dimana ini merupakan faktor penting sebagai zat pembangun atau protein ini penting untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel rusak yang didapatkan dari bahan makanan hewani atau tumbuh-tumbuhan (nabati). Sehingga ini sebagai penunjang untuk membantu menyiapkan makanan khusus serta mengingatkan kepada penderita, makanan yang harus dihindari/dibatasi.

d. Faktor psikokultural Penyakit Hipertensi ada banyak hubungan antara psiko-kultural, tetapi belum dapat diambil kesimpulan. Namun pada dasarnya dapat berpengaruh apabaila terjadi stres, psikososial akut menaikkan tekanan darah secara tiba-tiba yang mana ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit hipertensi dan merupakan masalah kesehatan yang layak untuk perlu diperhatikan. 2. Place (tempat)

Tempat yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus hipertensi adalah merupakan wilayah yang berdominan dipesisir dari pada dipegunungan. Yang dimana penduduk yang berdomisil didaerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam lebih tinggi atau berlebihan dibanding daerah pegunungan yang kemungkinan lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan 3. Determinan Determinan atau faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit Hipertensi adalah : a). Faktor herediter didapat pada keluarga yang umumnya hidup dalam lingkungan dan kebiasaan makan yang sama. b) Konsumsi garam : telah jelas ada hubungan, tetapi data penelitian pada daerahdaerah dimana konsumsi garam tinggi tidak selalu mempunyai prevalensi tinggi c) Obesitas : telah diketahui adanya korelasi timbal balik antara obesitas dan hipertensi D. Klasifikasi dan Manifestasi klinis Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan kriteria Joint National Comitte (JNC) 7 tahun 2003 adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Tekanan Darah Kategori Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium I Hipertensi Stadium II Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 160 Diastolik (mmHg) dan <80 atau 80-89 atau 90-99 atau 100

Manifestasi klinis hipertensi : Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada mata, ginjal, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditimbulkan adalah sakit kepala, epistaksis, sering marah, telinga mendengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing. E. Faktor Resiko Faktor risiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya : 1. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu obesitas, kurang olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus, menkonsumsi garam berlebih, minum alKohol, diet, minum kopi, pil KB , stress emosional dan sebagainya. 2. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol yaitu Umur, jenis kelamin, dan genetic. F. Patofisiologi dan Patogenesis Hipertensi terbukti sering muncul tanpa gejala, berarti gejala bukan merupakan tanda untuk diagnostik dini, dokter harus aktif menemukan tanda awal hipertensi, sebelum timbul gejala dan hipertensi muncul tidak dapat dirasakan atau tanpa gejala dan terjadi kelainan pada jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah tubuh berupa arteriosklerosis kapiler. Hal ini, karena ada hubungan antara hipertensi, penyakit jantung koroner, dengan gagal ginjal khususnya gagal ginjal kronik. Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya tekanan darah, akan tetapi, ternyata juga karena adanya faktor risiko lain seperti komplikasi penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah. Dan Justru lebih sering muncul dengan faktor risiko lain yang mana sedikitnya timbul sebagai sindrom X atau Reavan, yaitu hipertensi plus gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus DM), dislipidemia, dan obesitas.Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140

mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. G. Diagnosis Menurut European Society of Hypertension (ESH) dan European Society of Cardiology (ESC) 2007, prosedur diagnosa hipertensi terdiri atas: pemeriksaan tekanan darah, identifikasi faktor resiko, dan pemeriksaan adanya kerusakan organ dan penyakit lain yang terjadi bersamaan atau menyertai keadaan klinis yang ada. H. Penatalaksanaan Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis penatalaksanaan: 1. Penatalaksanaan non farmakologis atau perubahan gaya hidup; Modifikasi kebiasaan hidup dilakukan pada setiap penderita hipertensi, meskipun cara ini tidak dapat dilakukan sebagai cara tunggal untuk setiap derajat hipertensi, akan tetapi cukup potensial dalam menurunkan faktor resiko kardiovaskuler dan bermanfaat pula menurunkan tekanan darah. Disamping itu diharapkan memperbaiki efikasi obat antihipertensi. Keuntungan lain karena merupakan upaya penatalaksanaan hipertensi yang murah dengan efek samping minimal. Menurut JNC 7, modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut: Menurunkan berat badan (index masa tubuh diusahakan 18,5 - 24,9 kg/m2) diperkirakan menurunkan TDS 5-20 mmHg/10 kg penurunan berat badan.

10

Diit dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan menurunkan TDS 8-14 mmHg Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram NaCI), diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan menurunkan TDS 4-9 mmHg Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Mengurangi konsumsi alkohol 2 gelas ( 30 mL ethanol) per hari pada laki-laki dan 1 gelas per hari pada wanita dan pasien kurus diharapkan dapat menurunkan TDS 24 mmHg 2. Penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Pengobatan ini adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup.

11

Pemilihan

obat

anti

hipertensi

menurut

ESH-ESC

(2007)

harus

mempertimbangkan manfaat utama pengobatan hipertensi, yaitu penurunan tekanan darah itu sendiri. Terdapat bukti bahwa obat-obat kelas tertentu dapat memiliki efek berbeda, dan pada kelompok penderita tertentu obat-obatan tidak memiliki efek samping yang setara, terutama pada individu tertentu. Kelas-kelas utama obat antihipertensi seperti diuretik, -blocker, calcium antagonist, ACE inhibitor, ARB dapat dipakai sebagai pilihan awal dan juga pemeliharaan. Pilihan obat awal menjadi tidak penting karena kebutuhan untuk menggunakan kombinasi 2 obat atau lebih untuk mencapai tekanan darah target. Dengan banyaknya buktibukti ilmiah, pilihan obat tergantung banyak faktor, antara lain: Pengalaman pasien sebelumnya dengan obat antihipertensi, harga obat, gambaran resiko, ada tidaknya kerusakan organ dan penyakit penyerta, serta pilihan pasien. Pada sebagian besar pasien, pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikkan, bergantung pada umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek penurunan tekanan darahnya masih diatas 50 % efek maksimal. Obat antihipertensi kerja panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat jangka pendek disebabkan oleh beberapa faktor : 1) Kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari 2) Harga obat dapat lebih murah 3) Pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten 4) Mendapat perlindungan terhadap faktor resiko seperti kematian mendadak, serangan jantung, dan stroke, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun setelah tidur malam hari. Ternyata kebanyakan penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Jika target tekanan darah belum tercapai penambahan obat kedua dari klas lain harus segera ditambahkan. Jika tekanan darah 20/10 mmHg diatas target tekanan darah dipertimbangkan

12

pengobatan awal dengan menggunakan dua macam klas obat sebagai obat kombinasi tetap atau masing-masing diberikan tersendiri. Pemberian dua obat antihipertensi sejak awal ini akan mempercepat tercapainya target tekanan darah. Akan tetapi harus diwaspadai kemungkinan hipotensi ortostatik terutama pada penderita diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatric. Penggunaan obat generik atau kombinasi perlu dipertimbangkan untuk mengurangi biaya. Penderita paling sedikit harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan darah segera tercapai. Jika target sudah tercapai, evaluasi dapat dilakukan tiap 3 bulan. Penderita dengan hipertensi derajat 2 atau dengan faktor komorbid misalnya diabetes, dan payah jantung, memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor resiko kardiovaskuler yang lain serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama diobati sampai seoptimal mungkin. Pada

13

sebagian besar pasien hipertensi, terapi harus dimulai bertahap, dan penurunan tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Untuk mencapai target tekanan darah, tampaknya sebagaian besar pasien memerlukan terapi kombinasi lebih dari satu obat. Menurut tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi, tampaknya cukup beralasan untuk memulai terapi dengan obat tunggal dosis rendah atau kombinasi dua obat dosis rendah Terdapat keuntungan dan kerugian dari kedua pendekatan ini. Menurut ESH-ESC (2007), pemilihan antara monoterapi dan terapi kombinasi harus mempertimbangkan tingkat tekanan darah yang belum diterapi, ada tidaknya kerusakan organ dan faktor resiko.

Kombinasi 2 obat yang efektif dan ditoleransi dengan baik adalah : Diuretika dan beta bloker Diuretika dengan ACE inhibitor atau ARB Calcium antagonis (dehidropirilin) dan beta bloker Calcium antagonist dan ACE Inhibitor atau ARB

14

Calcium antagonist dan diuretika Alfa bloker dan beta bloker Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer sangat banyak, obat antihipertensi yang dikembangkan tentu saja berdasarkan pengetahuan patofisiologi tersebut. Obat golongan diuretic, penyekat beta, antagonis kaslsium, dan penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE), merupakan antihipertensi yang sering digunakan pada pengobatan. a. Diuretika Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung. b. Golongan penghambat simpatetik Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak seperti pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan guanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatik secara sentral. c. Penyekat beta Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung dan penekanan sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang menghambat reseptor beta 1 dan yang menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyekat beta yang kardioselektif berarti hanya menghambat reseptor beta 1, akan tetapi dosis tinggi obat ini juga menghambat reseptor beta 2 sehingga penyekat beta tidak dianjurkan pada pasien yang telah diketahui mengidap asma bronkhial. Kadar renin pasien dapat dipakai sebagai predictor respons antihipertensi penyekat beta karena mekanisme kerjanya melalui system renin-angiotensin. d. Vasodilator Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil, diazoksid, dan sodium nitropusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah. Hidralazin, minoksidil,

15

dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga penurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian aktivitas simpatik, yang akan menimbulkan takikardia, dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan mengakibatkan peningkatan curah jantung.

e. Penghambat enzim konversi angiotensin Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan kaptopril. Kaptopril yang dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin 11, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol. Selain itu, obat ini menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator kuat yang akan memperkuat efek antihipertensinya. Pada hipertensi ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Pada saat ini sudah beredar obat penghambat enzim konversi angiotensin yang lain seperti lisinopril, fosinopril, ramipril, silazapril, benazepril, kuinopril, dan delapril. f. Antagonis kalsium Hubungan antara kalsium dengan system kardiovaskuler telah lama diketahui. Aktivitas kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion kalsium (Ca2+) intraseluler bebas yang sebagian besar berasal dari ekstrasel dan masuk melalui saluran kalsium (calcium channels). Peningkatan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan peninggi-tn curah jantung. Hormone presor seperti angiotensin, juga akan meningkat efeknya oleh pengaruh kalsium. Berbagai faktor tersebut berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. KONSTIPASI Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).

16

Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999). Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990). 2.2 Epidemiologi Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000). Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65

17

tahun menunjukkan sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita konstipasi (Harari, 1989). 2.3 Etiologi Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut: 1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar. 2. 3. 4. 5. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati diabetic. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon. 6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut 2.4 Patofisiologi Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum

18

mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini. Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut. 2.5 Manifestasi Klinis Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS, 2002) 1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB 2. Mengejan keras saat BAB 3. Massa feses yang keras dan sulit keluar 4. Perasaan tidak tuntas saat BAB 5. Sakit pada daerah rectum saat BAB 6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB 7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam 8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses 9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

19

2.6 Penatalaksanaan 2.6.1 Tatalaksana non farmakologik a) Cairan Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil. b) Serat Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat. c) Bowel training Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur, dianjurkan

20

meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam. d) Latihan jasmani Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus. e) Evaluasi penggunaan obat Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan konstipasi. 2.6.2 a) Tatalaksana farmakologik Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative) Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti

21

menurunkan konstipasi pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan.

b)

Pelembut tinja Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia

sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah. c) Pencahar stimulan Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu. d) Pencahar hiperosmolar Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan

22

menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami konstipasi. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria. e) Enema Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut. Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan enema secara berkala untuk mencegah skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling aman untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds) sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut. DISLIPIDEMIA Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida, serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang erat kaitannya antara satu dengan lainnya. Ketiganya disebut Triad Lipid. Faktor risiko Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kadar lipid; Genetik Obesitas
Merokok

23

Obat-obatan (kortikosteroid, retinoid, penghambat adrenegik beta dosis tinggi) Kurang olahraga Klasifikasi Kadar Kolesterol LDL <100 mg/dL 100-129 mg/dL 130-159 mg/dL 160-189 mg/dL >190 mg/dL Kolesterol Total <200 mg/dL 200-239 mg/dL >240 Kolesterol HDL < 40 mg/dL > 60 mg/dL Trigliserida < 150 150 199 200 499 > 500 Gejala dan Tanda Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit jantungdan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae. .Pemeriksaan laboratorium Dislipidemia dapat di diagnosis dengan memeriksa kadar serum lemak dalam darah. Pemeriksaan rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu koslesterol total, trigliserid,kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa kurang lebih 10 jam Klasifikasi Optimal Hampir optimal Perbatasan Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Normal Perbatasan Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Normal Perbatasan Tinggi Tinggi Sangat Tinggi

24

sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat dan konsisten.Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada semua pasien berusia >20 tahun, setiap 5 tahun sekali.

Tata Laksana Penatalaksanaan dislipidemia mencakup non-medikamentosa (tanpa obat) dan medikamentosa (dengan obat-obatan). Penatalaksanaan yang paling penting adalah tanpa obat. Pasien melakukan perubahan gaya hidup dengan cara diet yang baik dengan komposisi makanan seimbang, latihan jasmani (aerobik), penurunan berat badan bagi yang gemuk (obesitas), menghentikan kebiasaan merokok dan minuman alkohol. Apabila dengan tatalaksana diatas gagal maka dapat diberikan tatalakasana dengan obat. Yang termasuk dalam obat penurun lipid adalah :
o o o o o o

Golongan statin Simvastatin Lovastatin Pravastatin Fluvastatin Atorvastatin Rosuvastatin Golongan resin
o o

Kolestiramin Kolestipo Golongan asam nikotinat

o o

Lepas lambat Lepas cepat Golongan asam fibrat

o o

Bezafibrat Fenofibrat
25

Gemfibrazil Penghambat absorbsi kolesterol Ezetimibe Sebagai contoh bila setelah memeriksakan kadar lipid mendapat

hiperkolesterolemia dapat diberikan statin atau resin maupun dikombinasi. Bila terdapat banyak peningkatan pada profil lipid dapat diberikan statin atau kombinasi statin dengan asam nikotinat. Apabila hanya triglisrida yang meningkat dapat diberikan golongan asam fibrat. Untuk memonitor profil lipid dapat dilakukan setiap 6 minggu sampai target yang diinginkan oleh dokter. HIPERURISEMIA Hiperurisemia adalah istilah kedokteran yang mangacu pada kondisi kadar asam urat dalam darah melebihi normal yaitu lebih dari 7,0 mg/dl. Hiperurisemia dapat terjadi akibat meningkatnya produksi ataupun menurunnya pembuangan asam urat, atau kombinasi dari keduanya. Kondisi menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi(faktor pendukung) seseorang mengalami radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis), batu ginjal akibat asam urat ataupun gangguan ginjal.(2) Penyebab Hiperurisemia 1. Peningkatan Produksi Peningkatan produksi asam urat terutama bersumber dari makanan tinggi DNA (dalam hal ini purin). Makanan yang kandungan DNAnya tinggi antara lain hati, timus, pancreas, ginjal. Kondisi lain penyebab hiperurisemia adalah meningkatnya proses penghancuran DNA tubuh. Yang termasuk kondisi ini antara lain: kanker darah (leukemia), pengobatan kanker (kemoterapi), kerusakan otot.(2) 2. Penurunan pembuangan asam urat Lebih dari 90% penderita hiperurisemia menetap mengalami gangguan pada proses pembuangan asam urat di ginjal. Penurunan pengeluaran asam urat pas tubulus ginjal terutama disebabkan oleh kondisi asam darah meningkat (Ketoasidosis DM, kelaparan, keracuanan alkohol, keracunan obat aspirin dll). (2) Selain itu, penggunaan beberapa obat (contohnya Pirazinamid-salah satu obat

26

dalam paket terapi TBC) dapat bepengaruh dalam menghambat pembungan asam urat. 3. Kombinasi Keduanya Konsumsi alkohol mempermudah terjadinya hiperurisemia, karena alkohol meningkatkan produksi serta menurunkan pembuangan asam urat. Minuman beralkohol contohnya Bir, terkandung purin yang tinggi serta alkoholnya merangsang produksi asam urat di hati. Pada proses pembungan, hasil metabolisme alkohol menghambat pembungan asam urat di ginjal. (2) Makanan dan minuman yang mengandung purin(1) Kadar tinggi Sebaiknya dihindari Hati, ginjal, sarden, ikan herring, daging, bacon (daging babi yang dikukus), codfish, scallops, trout, haddock, daging anak lembu, venison (daging rusa), kalkun, minuman beralkohol Kadar sedang Dapat dikonsumsi sekalikali Kadar Rendah Bebas dikonsumsi

Asparagus, daging sapi, bouillon, daging ayam, kepiting, daging bebek, paha babi, buncis, jamur, lobster, tiram, pork, udang, bayam

kopi, buah, roti, beras, makaroni, keju, telur, produk susu, gula, tomat, sayur hijau (kecuali yang telah disebutkan sebelumnya), minuman berkarbonasi,

Dikutip dari Harris, M; Siegel, L; Alloway, J. 1999. Gout and Hyperuricemia. American Academy of Family Physicians Komplikasi Hiperurisemia 1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis) Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya gout, namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout.(3)

27

Gejala klinis dari Gout bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia tak bergejala, serangan akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus. Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan). Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan dapat berakhir setelah 7-10 hari. (3) Serangan biasanya berawal dari malam hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian. Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus sehingga sangat mengganggu. Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada persendian yang menerima beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air direabsobsi dari celah sendi dan meninggalkan sejumlah MSU. (3) tofi pada kedua tangan Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama, sekitar 78% mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun.(1) Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa

28

nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf. (3)

2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu. (3) Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik.(3) Pengobatan Radang Sendi akibat asam urat (Gouty arthitis) Tujuan utama panatalaksanaan penyakit gout adalah menghentikan nyeri pada serangan akut, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi akibat deposisi kristal urat pada sendi, ginjal, atau bagian tubuh lain. Sedangkan, pada pasien dengan
(1)

hiperurisemia

asimtomatis

tidak

diperlukan

terapi

farmakologis.

Pengurangan hiperurisemia diperlukan untuk mencegah perkembangan akut gout Pengaturan pola makan dan perubahan gaya hidup termasuk penurunan berat

pada pasien dengan risiko tinggi. badan, pembatasan minuman alkohol, makanan tinggi purin, dan pengawasan hiperlipidemia dan hipertensi dapat menurunkan kadar serum asam urat walau tanpa terapi obat-obatan.(3)

29

GIZI PADA LANSIA Proses menua Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua. Batasan usia lansia Batasan : lansia adalah mereka yang telah diatas usia 65 tahun Menurut Durmin : Young ederly (65-75 th), older ederly (75 th) Munro dkk : older ederly dibagi 2, usia 75-84 th dan 85 th M.Alwi Dahlan : usia diatas 60 th Menurut usia pensiun : usia diatas 56 th WHO : usia pertengahan(45-59), usia lanjut(60-74), usia tua(75-90), usia sangat tua(>90)

30

Status gizi pada usia lanjut Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia cenderung mengalami kegemukan/obesitas Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung kegemukan/obesitas Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung kegemukan/obesitas Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang kronis) Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesitas Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan makanan sendiri dan menjadi kurang gizi Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan menurun dan menjadi kurang gizi Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya menjadi kurang gizi Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi

Kebutuhan gizi lansia

31

Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun. a. Kalori Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus. b. Protein Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-kacangan. c. Lemak Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.

32

d. Karbohidrat dan serat makanan Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacang- kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat. e. Vitamin dan mineral Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat. f. Air Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari. Menu Harian Untuk Lansia Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu sehari-hari hendaknya : Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai dengan persyaratan kebutuhan lansia.

33

Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada bahan pangan, terutama pangan hewani) Membatasi konsumsi gula dan minuman yang banyak mengandung gula Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan minuman beralkohol Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan, sayuran dan sereal) untuk menghindari sembelit atau konstipasi Minuman yang cukup Susunan makanan sehari-hari untuk manula hendaknya tidak terlalu banyak menyimpang dari kebiasaan makanan, serta disesuaikan dengan keadaan psikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan dan menu makanannya disesuaikan dengan ketersediaan dan kebiasaan makan tiap daerah. Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep 4 sehat 5 sempuna atau Konsep gizi seimbang, sebagai contoh : o Kelompok makanan pokok (utama) : nasi (1 porsi= 200 gram) o Kelompok lauk pauk : daging (1 potong= 50 gram), tahu (1 potong = 25 gr) Kelompok sayuran : bayam (1 mangkok = 1001 gr) o Kelompok buah-buahan : pepaya (1 potong = 100 gr) dan susu (1 gelas = 100 gr) o Kelompok makanan jenis makanan o Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong, talas, ubi-ubian, pisang, nangka, makaroni o Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan, baso daging o Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom o Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang, awo, sirsak, semangka

34

o Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada o Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue putu, risoles o Susu : susu kambing, susu kedelai, skim 10 Langkah agar dapat hidup lebih lama, sehat, dan berarti untuk lansia 1. Menciptakan pola makan yang baik, kemudian bersahabat dengannya Cobalah menciptakan suasana yang menyenangkan di meja makan semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan selera 2. Memperkuat daya tahan tubuh Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang mengandung zat gizi yang penting untuk kekebalan, seperti : biji-bijian utuh, sayuran berdaun hijau, makanan laut. 3. Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut Santaplah makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium menurun, vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin D adalah susu 4. Memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat, seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun hijau tua 5. Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak Santaplah makanan yang mengandung vitamin C, E dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun dan buah lain 6. Mengurangi resiko penyakit jantung Yaitu dengan membatasi makanan berlemak yang banyak mengandung kolesterol dan natrium dan harus banyak makan makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk nanas dan sayuran. 7. Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak makan vitamin B6, B 12 dan asam folat
35

8. Mempertahankan berat badan ideal dengan jalan tetap aktif secara fisik, makan rendah lemak dan kaya akan karbohidrat kompleks 9. Menjaga agar nafsu makan tetap baik dan otot tetap lentur Dengan jalan melakukan olah raga aerobik (berjalan atau berenang). Olah raga dilakukan menurut porsi masing-masing usia serta tingkat kebugaran setiap orang. 10. Tetaplah berlatih Kecukupan gizi Kebutuhan gizi lansia setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini Umur Jenis kelamin Aktivitas/kegiatan fisik dan mental Postur tubuh Pekerjaan Iklim/suhu udara Kondisi fisik tertentu lingkungan Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk manula dalam sehari Pola susunan makanan untuk manula dalam sehari

36

Menu untuk manula dalam sehari

Diet Pada Hipertensi dengan Dislipidemia Tujuan diet garam rendah dan dislipidemia adalah untuk membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh, menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, menurunkan berat badan bila kegemukan,

37

mengubah jenis dan asupan lemak makanan, menurunkan asupan kolesterol makanan dan meningkatkan asupan karbohidrat kompleks. Syarat Diet Cukup energi, protein, mineral dan vitamin. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit. Kebutuhan energi disesuaikan menurut BB dan aktivitas fisik Lemak <30% dari total kebutuhan energi. Usahakan dari lemak tidak jenuh ganda. Karbohidrat 5560% dari total kebutuhan energi. Serat tinggi, terutama serat larut air. Protein 1020% dari total kebutuhan energi. Jumlah Na disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau hipertensi

38

BAB III LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama Umur Pekerjaan Agama Pendidikan Alamat Nomer RM : Ny. S : 61 tahun : Pensiunan PNS Guru SMK : Islam : Sarjana Muda : Sindurejan WB III no 127, Yogyakarta : 03.4622.00 : 5 Juni 2012 : 7 Juni 2012 : 11 Juni 2012 Jenis kelamin : Perempuan

Nomer ASKES: 0000097245685 Tanggal kunjungan Puskesmas Tanggal kunjungan rumah I Tanggal kunjungan rumah II B. Anamnesis Keluhan utama: Kontrol Hipertensi Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang untuk kontrol penyakit hipertensi yang dideritanya sejak 6 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh susah buang air besar. Keluhan dirasakan sejak 3 hari sebelum pasien periksa ke BP Puskesmas Wirobrajan. Pasien merasa tiap buang air besar susah dan nyeri perut melilit terutama pada perut bagian bawah. Pasien juga merupakan pasien kontrol asam urat dan dislipidemia kurang lebih sejak 6 tahun. Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), HT (+) 6 tahun, asma (+), penyakit jantung (-), dyslipidemia (+) 6 tahun, maag (+), hiperurisemia (+) Riwayat Penyakit Keluarga DM HT : : (+) suami : (-)

39

Asma : (-) Peny. Jantung : (-) C. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran Vital sign : Cukup : CM :

TD RR Nadi

: 120/80 mmHg : 24x/menit : 88x/menit

Berat badan Tinggi badan BMI Kepala Leher Mata : 53 kg

Suhu : afebris

: 152 cm : 22,9 kg/m2 :bentuk mesosephal simetris, rambut warna putih dan hitam, persebaran merata : pembesaran lnn (-), tiroid membesar (-), JVP tidak meningkat : konjungtiva anemi (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya pada pupil (+/+), pupil isokor, mata cekung (-/-)

Telinga Hidung Mulut Dada

: otore (-/-), nyeri tekan (-/-) : nafas cuping hidung (-/-), rhinore (-/-) : bibir sianosis (-), lidah kotor (-) :

40

a. Paru-paru Kanan Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-) Palapasi : vocal fremitus normal Perkusi : sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi basah (-/-), wheezing (-) Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-) Palapasi : vocal fremitus normal Perkusi : sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+) , Ronkhi basah (-/-), wheezing (-) b. Jantung Batas jantung : Batas kanan atas SIC II linea parasternalis kanan Batas kanan bawah SIC IV linea parasternalis kanan Batas kiri atas SIC II linea parasternalis kiri Batas kiri bawah SIC IV-V linea midclavicula kiri Suara jantung : Bunyi jantung S1 S2 murni, bising (-) Perut : Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Ekstremitas Deformitas Edema Hangat Nadi teraba cukup Tophus : Kanan (-) (-) (+) (+) (-) : datar, sikatrik (-) : peristaltic usus (+) normal : turgor normal, nyeri tekan (-), massa (-) : timpani (+) tungkai kiri (-) (-) (+) (+) (-) kanan (-) (-) (+) (+) (-) lengan kiri (-) (-) (+) (+) (-) Kiri Inspeksi :simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-) Palapasi : vocal fremitus normal Perkusi : sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi basah (-/-), wheezing (-) Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-) Palapasi : vocal fremitus normal Perkusi : sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+) , Ronkhi basah (-/-), wheezing (-)

Depan

Belakang

41

D. Pemeriksaan penunjang

Tanggal 16 April 2012 Cholesterol Trigliserida Asam urat GDS : 290 : >600 : 7,8 : 80

E. Diagnosis Hipertensi esensial grade 1 dengan konstipasi, dislipidemia, dan hiperurisemia F. Diagnosis Banding Hipertensi sekunder Irritable Bowel Syndrome

G. Penatalaksanaan 1. Farmakologis

Captopril 2 x 12,5 mg Gemfibrozil 1 x 300 mg Allupurinol 1 x 100 mg Laxatab 1 x 2 tab (malam)

2. Non farmakologis
Pasien diberi edukasi tentang penyakit hipertensi, bahwa hipertensi dapat

tidak diketahui sebabnya, dimana genetik memegang peranan penting, namun dapat pula disebabkan akibat penyakit dari organ yang lain. Penyakit hipertensi perlu penanganan berkelanjutan, sehingga dokter dan pasien diharapkan dapat bekerja sama dalam menghindari komplikasi dari hipertensi seperti stroke, hipertensive heart disease, dll.
Pengaturan pola makan. Pengaturan pola makan sangat penting dalam usaha

mengontrol hipertensi, apalagi pada pasien juga disertai dengan

42

dislipidemia. Pengaturan pola makan untuk hipertensi diantaranya adalah pembatasan konsumsi Na atau garam. Dimana konsumsi garam untuk penderita hipertensi dibatasi sampai 1 sendok teh dalam sehari.
Pengendalian faktor faktor psikologis. Hal ini dapat diberikan dengan cara

pemberian konseling kepada pasien. Dengan cara ini diharapkan pasien dapat mengatasi setiap permasalahan psikologis dengan baik sehingga tidak menyebabkan kondisi hipertensi memburuk.
Penghindaran faktor resiko. Pengendalian faktor resiko yang dimaksudkan

untuk mengurangi kejadian komplikasi. Diantara komplikasi yang dapat terjadi adalah stroke, hipertensive heart disease, dll.
Program aktivitas fisik, seperti bersepeda maupun jalan santai. Aktivitas

fisik untuk penderita hipertensi sebaiknya dilakukan secara teratur 3 kali seminggu dengan durasi minimal kurang lebih 30 menit setiap beraktivitas. Memberikan obat yang mudah penggunaaanya. Dalam artian pada lansia kerap terjadi lupa minum obat, dengan pemberian obat yang mudah semisal, dalam sehari hanya satu kali minum akan mempermudah pasien dalam meminum obat. Kebutuhan Kalori Pasien ini dengan umur 61 tahun, BB = 53 kg dan TB = 152 cm, adalah :
1.

Berat Badan Ideal = 0,9 x (165-100) = 46,8 kg Aktivitas Sedang = 20% x 1170 = 234 kal Umur > 60 tahun = 10% x 1170 = 117 kal

Kebutuhan Kalori Basal = 25 kal x 46,8 = 1170 kal


2.

3.

Jadi kebutuhan kalori pasien ini per hari adalah = 1170 kal + 234 kal 117 kal = 1287 kal

43

Contoh menu yang dapat diberikan : Waktu Sarapan (07.00) Selingan (10.00) Makan siang (12.00) Selingan (15.00) Makan malam (19.00) Menu makanan Nasi ayam tanpa kulit Sup jagung Pisang Nasi Ikan sungai biasa Tempe goreng Sayur labu Jambu air Manga Nasi Daging sapi tanpa lemak Sayur pare Jeruk manis Takaran 1/2 gelas ptg sedang gelas 1 buah gelas 1 ptg 1 ptg besar 1 gls 1 ptg 1 bh bsr gelas potong sedang 1 gls 2 bh 1 bh Berat (gram) 66,7 25 50 50 100 50 100 100 100 100 100 25 100 100 50 Kalori (kal) 116,7 47,5 70 90 175 95 125 50 40 80 175 47,5 50 40 90 1291,7

Selingan Pisang (20.00) Konsumsi air putih 8-10 gelas per hari Jumlah kalori

44

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kasus Dari hasil anamnesis pada saat kunjungan pasien ke puskesmas pada tanggal 5 Juni 2012 dan kunjungan ke rumah pasien pada tanggal 7 dan 11 Juni 2012 didapatkan informasi bahwa pasien menderita hipertensi dan konstipasi yang merupakan penderita hiperurisemi dengan dislipidemia kurang lebih 6 tahun. Pasien kontrol ke puskesmas khususnya jika terdapat keluhan. B. Hasil kunjungan rumah 1. Kondisi pasien Kunjungan pertama ke rumah pasien dilakukan pada tanggal 7 Juni 2012. Pasien terlihat sedang mengasuh cucunya yang menangis dan mengeluh nyeri kepala dari kemaren. 2. Pendidikan Pendidikan terakhir pasien merupakan sarjana muda. 3. Keadaan rumah
a. Lokasi : rumah terletak di Jalan S. Parman no. 127 dan terletak pada

pemukiman biasa. Jarak dengan rumah yang lainnya berdempetan pada kedua sisi kecuali bagian depan dan samping kanan. Dalam satu rumah dihuni oleh total 5 orang.
b. Kondisi rumah : kondisi rumah kokoh, tidak lembab, bangunan tidak

bertingkat, dinding tembok, lantai ruang tamu, kamar, dapur dan kamar mandi terbuat dari keramik, sedangkan tembok terbuat dari semen, atap genting, dan terdapat eternit. Kondisi rumah cukup bersih dan tertata rapi.
c. Luas : luas tanah 81m2. Jumlah orang dalam satu rumah ada 5

orang d. Lantai rumah : seluruh lantai rumah terbuat dari keramik.

45

e. Dinding rumah : terbuat dari semen f. Atap rumah : dari genting dengan platform.
g. Pembagian ruangan : terdapat ruang tamu ukuran 5 x 5,5 meter,

ruang keluarga ukuran 5 x 3 meter, 3 kamar tidur dengan ukuran masing-masing 2,5 x 3 meter, 2,5 x 3 meter, juga 3 x 3 meter. 2 kamar mandi ukuran 2 x 2 meter serta dapur berukuran 2,5 x 3 meter.
h. Jendela rumah : terdapat dua jendela di ruang tamu, berukuran 0,5 x

0,75 meter. Dua jendela di ruang keluarga, serta setiap kamar terdapat jendela berukuran 1 x 0,5 meter.
i. Pencahayaan : cahaya yang masuk ke ruang tamu, kamar, dapur dan

ruang keluarga dirasa cukup.


j. Ventilasi : terdapat ventilasi pada tiap ruang.

k. Listrik : daya listrik 900 watt dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
l. Kebersihan dan tata letak barang dalam rumah : kebersihan dalam

rumah cukup dan tata letak barang-barang dalam rumah tertata rapi. m. Sanitasi dasar :
1) Sumber air minum dan kamar mandi : a) Persediaan air bersih : sumber air minum dan memasak berasal

dari PAM yang diendapkan terlebih dahulu,


b) Kamar mandi : terdapat 2 buah kamar mandi ukuran 2 x 2

meter. Air untuk mandi dan mencuci berasal dari sumur yang dihubungkan dengan pompa.
c) Jamban keluarga : memiliki jamban keluarga di dalam rumah

berupa WC jongkok berbentuk leher angsa.


2) Tempat pembuangan sampah : terdapat tempat pembuangan

sampah di dapur rumah yang tidak tertutup, berupa ember tempat sampah yang dilapisi plastik, sampah diambil oleh petugas kebersihan tiap sore hari.

46

3) Kandang : terdapat 1 buah akuarium berisi ikan hias yang dikuras tiap sebulan sekali, terlihat cukup bersih
n.

Kepemilikan rumah dan barang : rumah merupakan rumah

sendiri, keluarga pasien memiliki 3 motor, 2 sepeda, tempat tidur terdapat pada tiap kamar satu buah. Perlengkapan elektronik berupa televisi 21 inch dua buah, radio, kulkas. 4. Keadaan lingkungan sekitar rumah
1) Sarana pembuangan air limbah : limbah kamar mandi dan dapur

dialirkan ke dalam saluran tempat pembuangan limbah masyarakat. 2) Jalan di depan rumah : lebar 5 meter dan terbuat dari aspal Kesan kebersihan lingkungan : bersih C. Analisis Kedokteran Keluarga 1. Nilai APGAR Keluarga Merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rusen, Geyman dan Leyton, dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga/tingkat kesehatan keluarga, yaitu :
a. Adaptasi (adaptation).

Penilaian : dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang dibutuhkan.
b. Kemitraan (patnership).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
c. Pertumbuhan (growth).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga.
d. Kasih Sayang (affection).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung.

47

e. Kebersamaan (resolve).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga. 1. Skor APGAR Respon Kriteria Pertanyaan Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan Hampir selalu (2) Kadang (1) Hampir tidak pernah (0)

Adaptasi

Kemitraan

Pertumbuhan Kasih saying Kebersamaan Total Klasifikasi Kesimpulan

9 8-10 = fungsi keluarga baik 4-7 = disfungsi keluarga sedang 0-3 = disfungsi keluarga berat Berdasarkan skor APGAR keluarga pasien tergolong dalam fungsi keluarga baik

2. SCREEM Keluarga

48

Aspek Social Cultural Religious Economy Educatio n Medical

Sumber Daya Patologi Pasien hidup ditengah-tengah masyarakat dengan hubungan yang baik. Didalam masyarakat biasa dan tidak menonjol. Pasien tidak percaya takhayul dan tidak percaya pada dukun untuk mengobati penyakitnya Pasien dan keluarganya beragama islam dan fungsi religi pada keluarga berfungsi dengan baik Pasien seorang pensiunan yang tiap bulan mendapat dana gaji pensiun. Pengetahuan pasien kurang tentang sakitnya, dan kurang peduli untuk mengendalikan penyakitnya. Pasien menggunakan pelayanan kesehatan yaitu dan di puskesmas. 3. Daftar Anggota Keluarga dan Genogram Tanggal 7 Juni 2012

Keterangan: : perempuan : laki-laki : pasien : bread winner : tinggal serumah : hipertensi

72 thn

49

: pengambil keputusan Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah No 1. 2. 3. 4. 5. Nama Ny. S Ny. M Tn. D Sdr. A An. A Kedudukan Pasien Anak Pasien Menantu Pasien Anak Pasien Cucu Pasien L/P P P L L P Umur 61 th 32 th 34 th 28 th 6 th Pekerjaan Pensiunan PNS Guru SD Guru SMK Jual Pulsa telepon -

D. Identifikasi Fungsi Keluarga 1. Fungsi biologis dan reproduksi Pasien memiliki 3 orang anak. Anak pertama berusia 36 tahun, berjenis kelamin laki-laki, telah menikah dan mempunyai dua orang anak berusia 9 dan 5 tahun. Anak kedua berjenis kelamin perempuan berusia 32 tahun telah menikah dan mempunyai anak berusia 6 tahun. Anak ketiga berusia 28 tahun dan belum menikah 2. Fungsi afektif/psikologik Komunikasi dengan seisi rumah baik, tetapi sehari-hari pasien ditinggal oleh anak-anak dan menantunya yang tinggal serumah untuk bekerja sehingga hanya bersama dengan cucunya dari anak kedua semenjak suaminya meninggal. 3. Fungsi ekonomi Pasien sebagai seorang pensiunan tiap bulan mendapatkan dana pensiun kurang lebih 1 juta. 4. Fungsi pendidikan Pendidikan terakhir pasien adalah sarjana muda. Pendidikan terakhir anak pertama D3, anak kedua D3, dan anak terakhir adalah SMA. 5. Fungsi religious Pasien selalu mengerjakan sholat lima waktu dan terkadang bangun malam untuk sholat. 6. Fungsi sosial dan budaya Pasien dalam pergaulan dengan teman dan tetangga di sekitar tempat tinggal tidak mengalami masalah dan cukup mudah bergaul.

50

E. Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan Indicator / pertanyaan Ada balita Ditolong nakes Tidak ditolong Nakes Jawaban Ya Tidak

Tidak ada balita Pemberian ASI Ada bayi usia 0-6 Eksklusif eksklusif pada usia 0-6 bulan Tidak eksklusif bulan Tidak ada bayi usia 0-6 bulan Menimbang berat Ada bayi/balita Ditimbang badan balita setiap Tidak ditimbang bulan Tidak ada bayi / balita Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Menggunakan jamban sehat Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk di rumah dan lingkungan Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Melakukan aktifitas fisik atau olahraga Tidak merokok Kategori : tidak sehat Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, keluarga pasien tergolong keluarga tidak sehat.
F. Tahapan dan Siklus Keluarga

Tahapan Siklus Kehidupan Keluarga usia jompo (aging family members)

Tugas-tugas Perkembangan 1. Mengatasi penuaan fisik 2. Menangani peran anak yang lebih besar dalam mengatur keluarga besar 3. Menangani kehilangan karena kematian pasangan dan teman-teman 4. Mempersiapkan kematian, kilas balik kehidupan dan integrasi

Implikasi pada Kesehatan Penuruna n kondisi tubuh Perubaha n siklus harian

G. Identifikasi PSP (Pengetahuan, Sikap, Perilaku) 1. Perawatan Tumbuh Kembang Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia 2. Gizi keluarga

51

Tingkat ekonomi keluarga pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Tetapi dalam prakteknya pemenuhan gizi sehari-hari pasien masih kurang 3. Pola makan keluarga Pasien makan teratur, seringkali beli di warung dan tidak pernah memasak. Pasien sering makan seorang diri dan jarang makan sayur, serta memiliki daftar kandungan kolesterol pada makanannya. 4. Perilaku kesehatan keluarga Bila ada anggota keluarga yang sakit yang pertama kali dilakukan adalah membawa ke puskesmas. Pasien kontrol penyakit ke puskesmas bila obat habis atau bila ada keluhan, tetapi pasien sendiri terkadang lupa untuk meminum obatnya ataupun meminum obat hanya bila ada keluhan. Pasien juga memiliki pendanaan kesehatan berupa ASKES PNS. 5. Hygiene dan sanitasi Keadaan rumah pasien cukup nyaman. Ventilasi rumah yang cukup menyebabkan udara dalam rumah tidak terasa pengap dan lembab. Pencahayaan di dalam rumah cukup. 6. Pencegahan penyakit Bila ada anggota keluarga yang sakit yang pertama kali dilakukan adalah periksa ke layanan kesehatan, baik puskesmas, dokter praktek, ataupun rumah sakit. H. Gizi Seimbang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 13 Pedoman Gizi Seimbang Makanlah makanan yang fungsinya untuk memenuhi kecukupan stok energy dalam tubuh Makanlah semua ragam aneka makanan Makan sumber karbohidrat, contohnya beras, jagung, kentang, umbi-umbian, tebu, gandum, dll, setengah dari kebutuhan energy Batasi konsumsi lemak atau minyak berlebih Gunakan garam beriodium Makanlah makanan sumber zat besi, contohnya di sayuran yang daunnya hijau dan buah-buahan Berikan ASI saja sampai bayi umur 6 bulan Biasakan untuk makan pada pagi hari Minumlah air putih yang bersih, aman dan cukup jumlahnya Ya
52

Tidak

10. 11. No 12. 13.

Olahraga secara teratur dan berjemurlah paling tidak 10 menit setiap pagi Say NO to alcohol, rokok, dan obat-obatan terlarang 13 Pedoman Gizi Seimbang Ya Tidak Makanlah sesuai dengan kebutuhan dan pastikan makanan tersebut aman di pencernaan Bacalah label pada kemasan makanan, pastikan komposisinya aman dan teliti kadaluarsanya Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa hanya 5 poin sudah dilaksanakan oleh pasien dan keluarga. Hal ini berarti 38% dari total 13 pedoman gizi seimbang telah dipenuhi oleh keluarga pasien yang berarti kurang baik untuk pemenuhan gizi pada pasien dan keluarga. I. Skor Rumah Sehat

No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Lokasi Kepadatan rumah Lantai Pencahayaan Ventilasi Air bersih

7.

Pemb. Kotoran (kakus)

Variabel a. Tidak rawan banjir b. Rawan banjir a. Tidak padat (>8m2/orang) b. Padat (<8m2/orang) a. Semen ubin, keramik, kayu b. Tanah a. Cukup b. Tidak cukup a. Ada b. Tidak ada a. Air dalam kemasan b. Ledeng/PAM c. Mata air terlindung d. Sumur pompa tangan e. Sumur terlindung f. Sumur tidak terlindung g. Mata air tidak terlindung h. Lain-lain a. Leher angsa b. Plengsengan c. cemplung/cubluk d. kolam ikan/sungai/kebun e. Tidak ada a. jarak > 10 meter dari sumber air minum b. Lainnya

Skor 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 3 2 2 2 1 1 1 3 2 2 1 1 3 1

Skor rumah pasien

8.

Septic tank

53

9. No 10. 11.

Kepemilikan WC

SPAL Saluran got

12.

Pengelolaan sampah

a. Sendiri b. Bersama c. Tidak ada Variabel a. Saluran tertutup b. Saluran terbuka c. Tanpa saluran a. Mengalir lancer b. Mengalir lambat c. Tergenang d. Tidak ada got a. Diangkut petugas b. c. d. e. f. g. a. b. a. Ditimbun Dibuat kompos Dibakar Dibuang ke kali Dibuang sembarangan Lainnya Tidak ada Ada gangguan Listrik, gas

3 2 1 Skor 3 2 1 3 2 1 1 3 2 3 2 1 1 1 3 1 3

Skor rumah pasien

13. 14.

Polusi udara Bahan bakar masak

b. Minyak tanah 2 c. Kayu bakar 1 d. Arang/batubara 1 Jumlah Penetapan skor kategori rumah sehat sebagai berkut : 1. Baik : skor 35- 42 ( > 83%)
2. Sedang : skor 29-34 ( 69-83%)

42

3. Kurang : skor < 29 ( < 69%) Dari tabel diatas terlihat bahwa total skor adalah 42, hal ini berarti rumah pasien termasuk dalam kategori rumah sehat.

54

J. Identifikasi Lingkungan Hidup Keluarga 1. Peta penunjuk rumah

UTAR

2. Denah rumah

55

Skala 1 : 100
4,5 cm 5,5 cm

Utara

5 cm

2,5 cm 1,5 cm

K. Pelaksanaan Program No Waktu Kegiatan


1.

1.

7 Juni 2012

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik 2. Identifikasi fungsi keluarga yang meliputi anggota keluarga dan kondisi lingkungan baik di dalam dan diluar rumah 1. Follow up pasien 2. Memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien

2.
3.

2.

11 Juni 2012

1. 2. 3.

Hasil Pada saat anamnesis dan saat dilakukan pemeriksaan fisik, pasien cukup kooperatif, pasien mengelun nyeri kepala. PHBS pasien dan keluarganya baik Pengetahuan tentang penyakit yang diderita pasien kurang baik. Pasien memiliki catatan hasil lab serta daftar diet sesuai penyakitnya tetapi untuk ketaatan minum obat pada pasien kurang. Pasien tidak terdapat keluhan Pasien lebih memahami pentingnya diet Pasien lebih mematuhi untuk meminum obat

L. Daftar Masalah Keluarga No Masalah yang dihadapi Rencana pembinaan Sasaran

56

pembinaan 1. 2. 3. Pasien tidak mematuhi diet untuk penyakitnya Pasien tidak teratur minum obat Kurangnya aktifitas fisik Konseling dan edukasi pasien tentang diet untuk hipertensi, konstipasi, hiperurisemi dan dyslipidemia, juga aktifitas fisik yang teratur

Pasien

M. Diagnosis Kedokteran Keluarga 1. Diagnosis : Hipertensi Esensial Grade 1 dengan konstipasi, dyslipidemia, dan hiperurisemia 2. Bentuk keluarga : Keluarga besar
3. Fungsi keluarga yang terganggu :

Keluarga dengan fungsi yang baik 4. Pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga Aktifitas fisik, diet, dan kepatuhan minum obat pada pasien kurang 5. Diagnosis kedokteran keluarga : Hipertensi esensial grade 1 dengan konstipasi, dyslipidemia, dan hiperuricemia pada wanita lansia dengan aktifitas fisik, diet, dan kepatuhan minum obat yang kurang.

57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil kunjungan rumah pasien penderita hipertensi yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien adalah Hipertensi Esensial

grade I terkontrol dengan konstipasi, dyslipidemia, dan hiperurisemia. 2. Keluarga pasien tergolong dalam fungsi keluarga baik.
3. Pasien membutuhkan konseling dan motivasi yang berkelanjutan untuk

dapat mematuhi diet serta program-program yang terkait dengan penyakit yang dideritanya termasuk melakukan aktifitas fisik yang teratur dan keteraturan dalam meminum obat.

58

B. Saran 1. Bagi mahasiswa Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisa permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat 2. Bagi Puskesmas Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif Hendaknya terus menindaklanjuti kasus dengan pendekatan kepada masyarakat terutama lansia dengan program-program khusus lansia sehingga pasien dapat terus terkontrol. 3. Bagi Pasien Hendaknya dipertahankan terus sikap positif dalam menghadapi penyakit yang diderita, disertai dengan patuh terhadap pelaksanaan aktifitas fisik, diet dan meminum obat serta program yang diberikan sehingga mampu menghidari komplikasi komplikasi yang dapat terjadi. DAFTAR PUSTAKA
1. Andra,

2007.

Ancaman

Serius

Hipertensi

di

Indonesia.

(http

://www.majalahfarmacia.com/rubric/one_news.asp?IDNews=256), diakses 13 Mei 2012.


2. Anonim. 2006. Profil Kesehatan Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta.

Puskesmas Wirobrajan. Yogyakarta. 3. Azwar, Azrul; 1995. Pengantar pelayanan Kedokteran Keluarga; Jakarta.
4. Elsanti, Salma. 2009. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke,

Hipertensi & Serangan Jantung, Araska, Yogyakarta.


5. European Society of Hypertension (ESH) and European Society of

Cardiology (ESC) 2007. National High Blood Pressure Education Program. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S.

59

Department of Health and Human Services: National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute, 2004. 6. Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W.I., Setiowulan., 1999, Hipertensi, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi II, Jilid-1, Media Aesculapius-FKUI, Jakarta. 7. Wiyono A et al. Panduan Kepaniteraan Program Pendidikan Profesi Kedokteran Keluarga. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

60

Вам также может понравиться

  • Umum Ppds Tahap1 Periode2 2015 PDF
    Umum Ppds Tahap1 Periode2 2015 PDF
    Документ3 страницы
    Umum Ppds Tahap1 Periode2 2015 PDF
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • One Day Seminar
    One Day Seminar
    Документ15 страниц
    One Day Seminar
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Ppds Tahap1 Periode2 2015 PDF
    Ppds Tahap1 Periode2 2015 PDF
    Документ3 страницы
    Ppds Tahap1 Periode2 2015 PDF
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Modul Phbs
    Modul Phbs
    Документ32 страницы
    Modul Phbs
    Putri Ayu Prima Dewi
    Оценок пока нет
  • DM 16-11-2013
    DM 16-11-2013
    Документ18 страниц
    DM 16-11-2013
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Pola Makan Dan Diet Pasien Diabetes
    Pola Makan Dan Diet Pasien Diabetes
    Документ24 страницы
    Pola Makan Dan Diet Pasien Diabetes
    Leo Chandra Wisnu P
    Оценок пока нет
  • Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Документ3 страницы
    Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Yohana Trichia
    Оценок пока нет
  • Anatomi
    Anatomi
    Документ7 страниц
    Anatomi
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Sampul
    Sampul
    Документ2 страницы
    Sampul
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Kasus DB Kds Sakina
    Kasus DB Kds Sakina
    Документ4 страницы
    Kasus DB Kds Sakina
    drsunnywadhwa
    Оценок пока нет
  • Duk Omen
    Duk Omen
    Документ1 страница
    Duk Omen
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Документ3 страницы
    Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Yohana Trichia
    Оценок пока нет
  • Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Документ3 страницы
    Indikator PHBS Tatanan Sekolah
    Yohana Trichia
    Оценок пока нет
  • JUDUL
    JUDUL
    Документ4 страницы
    JUDUL
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Irritable Bowel Syndrome
    Irritable Bowel Syndrome
    Документ22 страницы
    Irritable Bowel Syndrome
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • JUDUL
    JUDUL
    Документ2 страницы
    JUDUL
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Kuesioner Olahraga
    Kuesioner Olahraga
    Документ2 страницы
    Kuesioner Olahraga
    Dewi Kartika Kurniawati
    60% (5)
  • Vitiligo
    Vitiligo
    Документ14 страниц
    Vitiligo
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Kuesioner Olahraga
    Kuesioner Olahraga
    Документ2 страницы
    Kuesioner Olahraga
    Dewi Kartika Kurniawati
    60% (5)
  • Distosia Bahu
    Distosia Bahu
    Документ5 страниц
    Distosia Bahu
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Bipolar Disorder
    Bipolar Disorder
    Документ4 страницы
    Bipolar Disorder
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Bipolar Disorder
    Bipolar Disorder
    Документ4 страницы
    Bipolar Disorder
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Mioma Geburt: Oleh:Dewi Kartika Kurniawati
    Mioma Geburt: Oleh:Dewi Kartika Kurniawati
    Документ28 страниц
    Mioma Geburt: Oleh:Dewi Kartika Kurniawati
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет
  • Abstrak
    Abstrak
    Документ1 страница
    Abstrak
    Dewi Kartika Kurniawati
    Оценок пока нет