Вы находитесь на странице: 1из 54

1

RIZOBAKTERIA Pseudomonas sp. DAN Bacillus sp. TOLERAN ASAM ALUMINIUM SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PENGENDALI FUNGI PATOGEN AKAR TANAMAN KEDELAI

T A H A R

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. Toleran Asam Aluminium sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Pengendali Fungi Patogen Akar Tanaman Kedelai adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2009

Tahar NRP G351070101

ABSTRACT

TAHAR. Pseudomonas sp. and Bacillus sp. Tolerant Acid Aluminium as Plant Growth Promoting Rhizobacteria and Biocontrol Agents of Soybean Plant Pathogenic Fungi. Supervised by ARIS TRI WAHYUDI and ABDJAD ASIH NAWANGSIH

Soybean is one of protein source that is consumed by many Indonesian people, therefore it is needed to increas its production. One of the problems faced in increasing the production is the less of fertile soil, in this case acid aluminium soils. In this condition, symbiotic rhizobacteria that might give contribution to the increasing of production is not endured toward this condition. However, there are some strains of rhizobacteria that are endured, so it is needed selection of the potential rhizobacteria. This research aimed to study rhizobacteria Pseudomonas sp. and Bacillus sp. Acid Al tolerant to promote plant growth and control the soybean root phytopathogenic fungi. Of 16 Pseudomonas sp. isolates and 15 Bacillus sp. isolates that were selected in pH 4.5+Al 50 M media, 10 Pseudomonas sp. isolates and 6 Bacillus sp. isolates were able to grow on media pH 4.5 + Al 50 M. Combination treatment of Bacillus sp. Cr 76 with Bradyrhizobium japonicum increase dry weight of root 0.0505 g, dry weight of shoot 0.2768 g and nodule number 19 nodule. While Pseudomonas sp. Crb17, Bacillus sp. Cr 24 and B. japonicum combination could disease suppression 66.66 % caused by Fusarium oxysporum. At the same time Bacillus sp. Cr 55 and Pseudomonas sp. Crb 64 with B. japonicum combination could disease suppression 55.56 % caused by Sclerotium rolfsii. The other way, it was not found the optimum treatment in disease suppression caused by Rizoctonia solani with inoculated Pseudomonas sp. Crb 86, Bacillus sp. Cr 76 and B. japonicum agens. Peroxidase test, agens Pseudomonas sp. Crb 17, Bacillus sp. Cr 24 and B. japonicum combination, Pseudomonas sp. Crb 64, Bacillus sp. Cr 55 and B. japonicum combination, Pseudomonas sp. Crb 86, Bacillus sp. Cr 76 and B. japonicum combination could increase two times over activity of peroxidase than control. Key words: Growth promoting, biocontrol, Pseudomonas sp., Bacillus sp., pathogenic fungi, acid-Al tolerance.

RINGKASAN
TAHAR. Rizobakteria Pseudomomonas sp. dan Bacillus sp. Toleran Asam Aluminium sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Pengendali Fungi Patogen Akar Tanaman Kedelai. Di bawah bimbingan ARIS TRI WAHYUDI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sehingga produksinya perlu terus ditingkatkan. Kendala yang dihadapi dalam peningkatan produksi adalah sempitnya lahan yang subur dan serangan patogen termasuk fungi, sehingga perlu diarahkan pengembangannya ke lahan marginal dan memanfaatkan rizobakteria simbion sebagai alternatif pengendalian serangan fungi patogen. Rizobakteria yang banyak dimanfaatkan adalah Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. Kedua jenis rizobakteria ini umumnya dapat tumbuh secara optimum pada pH 6-7 tanpa kandungan Aluminium, walaupun ada beberapa galur dapat tumbuh pada lahan masam dengan kandungan Aluminium tinggi (50 M). Oleh karena itu rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang potensial perlu diseleksi terhadap medium asam (pH 4.5) dengan konsentrasi Al tinggi (50 M). dan selanjutnya diuji secara in planta. Isolat yang berpotensi dapat memberikan konstribusi dalam memacu pertumbuhan tanaman dan menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh fungi patogen tertentu dapat dimanfaatkan untuk meingkatkan produksi kedelai di lahan masam yang mengandung Al tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang toleran asam-Al dalam memacu pertumbahan dan mengendalikan fungi patogen akar tanaman kedelai. Isolat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang potensial beserta kombinasinya dengan B. japonicum dalam uji in planta dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati dan biofungisida dalam pengendalian fungi patogen tertentu. Dari 16 Isolat Pseudomonas sp. (Crb) dan 15 isolat Bacillus sp. (Cr) yang diseleksi ketahanannya terhadap medium asam pH 4.5+Al 50 M diperoleh 10 isolat Pseudomonas sp. dan 6 isolat Bacillus sp. yang potensial. Pseudomonas sp., Bacillus sp. dan B. japonicum yang toleran asam tersebut dan potensial terhadap fungi patogen yang sama diuji kemungkinannya antara organisme untuk dikombinasikan. Uji ini menggunkan media Luria Agar (LA) modifikasi dengan konsentrasi NaCl 0.1 % dan hasil yang diperoleh adalah: untuk pengendalian F. oxysporum digunakan Crb 17 dan Cr 24, untuk pengendalian S.rolfsii diperoleh Crb 64 dan Cr 55 dan untuk pengendalian fungi R. solani diperoleh Crb 86 dan 76. Berdasarkan karakteristik Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. tersebut disusun rancangan percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan diperoleh 44 perlakuan ditambah 6 kontrol dengan 3 ulangan yang selanjutnya dilakukan uji in planta dengan menggunakan botol Leonard dalam skala rumah kaca. Untuk uji in planta di rumah kaca dilakukan langkah - langkah berikut: infestasi fungi patogen dilakukan 3 hari sebelum penanaman kecambah kedelai ke dalam botol leonard sejumlah 103 cfu/gr media tanam. Biji kedelai yang terpilih untuk dikecambahkan dilakukan desinfeksi permukaan dengan mengikuti

metode Somasegaran dan Hoben (1985). Setiap botol Leonard ditanami 3 kecambah, kemudian diinokulasi dengan bakteri uji sesuai rancangan percobaan 1 ml yang berkonsentrasi 108 sel/ml setiap botol, seluruh botol ditutup kertas aluminium foil dan setelah umur tiga hari dipindahkan ke rumah kaca dan dirawat hingga 43 hari dimana setiap 3 hari disiram hara bebas Nitrogen kecuali kontrol KNO3 tetap ditambah KNO3 0.05 %. Pada aplikasi di rumah kaca, peranan bakteri uji yang ingin dilihat adalah sebagai biokontrol terhadap fungi patogen dan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Respon yang diamati peranannya sebagai pemacu pertumbuhan adalah: bobot kering akar (BKA), bobot kering tajuk (BKT) dan jumlah bintil akar. Peranannya sebagai biokontrol mengamati kejadian penyakit (disease incidence) dan unit aktivitas enzim (UAE) peroksidase. Data diolah dengan menggunakan statistik dengan uji ANOVA dan jika beda nyata dilanjutkan uji Duncan multiple range test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95 %. Tanaman yang dinfestasi F. oxysporum kejadian penyakit yang paling sedikit yakni 22.22 % terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan F+Cr24+Bj11, F+Crb17i+Bj11, dan F+Crb17+Cr24+Bj11. Hasil tersebut mampu menekan kejadian penyakit sebesar 66.66 %. Kejadian penyakit dari tanaman yang diinfestasi patogen S. rolfsii, paling sedikit 22.22% dan mampu menekan kejadian penyakit sebesar 55.56 %, terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan S+Crb64+Bj11 dan S+Cr55. Sebaliknya kejadian penyakit tanaman yang diinfestasi R. solani dan diinokulasi agens biokontrol Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 tidak diperoleh perlakuan yang optimal. Pada telaah unit aktivitas enzim (UAE) peroksidase, tanaman yang diinfestasi fungi F. oxysporum dan diberi agens biokontrol Crb17, Cr 24 dan Bj 11 diperoleh tiga perlakuan yang memiliki nilai UAE peroksidase yang tinggi yakni dua kali lipat dibandingkan kontrol. Perlakuan tersebut adalah: F+Cr24, F+Crb17 dan F+Crb17+Cr24+Bj11. Penggunaan agens Crb 64, Cr 55 dan Bj11 terhadap pengendalian fungi patogen S. rolfsii, diperoleh dua perlakuan yang memiliki UAE peroksidase yang tinggi hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan kontrol, yakni S+Crb64+Cr55+Bj11 dan S+Crb64+Cr55. Hal yang sama terjadi pada penggunaan agens Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 terhadap pengendalian fungi patogen R. solani diperoleh dua perlakuan yang mempunyai UAE peroksidase tinggi yakni dua kali lipat jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan tersebut adalah R+Crb86+Cr76+Bj11 dan R+Crb86+Cr76. Hasil analisis BKT dari perlakuan yang diinokulasi agens pemacu pertumbuhan tanaman tanpa infestasi fungi patogen, diperoleh tiga perlakuan yang mempunyai BKT yang tertinggi yakni mampu meningkatkan BKT dari 0.2279 gram hingga 0.2768 gram dan secara statitistik berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol K0 dan kontrol KNO3. Perlakuan tersebut adalah Cr76+Bj11, Crb17+Bj11, dan Crb86+Bj11. Lain halnya BKA, hasil analisis menunjukkan bahwa, tidak satupun perlakuan yang memiliki BKA yang berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol K0 maupun kontrol KNO3, walaupun demikian terdapat 19 perlakuan yang memiliki BKA lebih besar dari kontrol KNO3. Dalam pembentukan bintil akar, agens pemacu pertumbuhan tanaman Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang dikombinasikan dengan B. japonicum, diperoleh tiga perlakuan yang terbaik yang mempunyai jumlah bintil terbanyak

dan mampu meningkatkant jumlah bintil dari 7 hingga 19 buah dan secara statistik berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan tersebut adalah Crb64+Bj11, Cr55+Bj11 dan Cr76+Bj11. Adanya jumlah bintil yang lebih banyak dan berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol dapat diinterpretasikan bahwa perlakuan tersebut menstimulasi kolonisasi B. japonicum. Hal ini sangat penting karena dengan banyaknya kolonisasi B. japonicum dalam sistem perakaran maka fiksasi nitrogen semakin banyak sehingga kebutuhan nitrogen oleh tanaman dapat terpenuhi yang menyebabkan tanaman tumbuh dengan baik. Kata Kunci : Pemacu Pertumbuhan, Biokontrol, Pseudomonas sp., Bacillus sp., Fungi patogen akar, toleran asam - Al.

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

RIZOBAKTERIA Pseudomonas sp. DAN Bacillus sp. TOLERAN ASAM ALUMINIUM SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PENGENDALI FUNGI PATOGEN AKAR TANAMAN KEDELAI

T A H A R

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan inayah-Nya sehingga tesis dengan judul Rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. Toleran Asam Aluminium sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Pengendali Fungi Patogen Akar Tanaman Kedelai dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penelitian hingga penulisan tesis ini. Peneltian ini didanai oleh Program Insentif Penelitian Dasar dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) melalui Dr. Aris Tri Wahyudi tahun 2008, oleh karena itu kami ucapkan banyak terima kasih. Terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 melalui program peningkatan mutu guru madrasah. Terima kasih kepada segenap pengelola Laboratorium Mikrobiologi Departeman Biologi FMIPA IPB Bogor dan Pengelola Rumah Kaca Cikabayan IPB Bogor atas segala bantuan dan fasilitas selama penelitian ini dilaksanakan. Ungkapan terimah kasih juga disampaikan kepada isteri (Dra. Kartini Sainong), anak-anak (Titah Nurul Lathifah, Muh. Luthfi Aditiyah, dan Luthfiah Zahrah Nusantari) serta seluruh keluarga atas cinta kasih, motivasi, dan dukungan moril serta materiilnya. Ucapan terimah kasih juga disampaikan kepada ibu Rika Indri Astuti, ibu Ari Sulistiawati atas bantuan, saran dan kritikannya serta kepada seluruh rekan-rekan sesama peneliti di Lab. Mikrobiologi atas waktu dan diskusinya selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2009

Tahar

10

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bone pada tanggal 9 Agustus 1970 sebagai anak ke tujuh dari sembilan bersaudara dari ayah Kurusing dan ibu Hanasia. Pendidikan sarjana di tempuh di Tadris Biologi (Pendidikan Biologi), Fakultas Tarbiyah (Pendidikan) IAIN Alauddin Makassar, lulus pada tahun 1994. Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor Mikrobiologi melalui program beasiswa peningkatan mutu guru madrasah dari Departemen Agama Republik Indonesia. Pada tahun 1995 sampai dengan 2006 penulis bekerja sebagai guru Biologi di Madrasah Aliyah Negeri Model Gorontalo dan pada tahun 2007 hingga sekarang penulis bekerja sebagai guru Biologi di Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN 1) Watampone Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Dra. Kartini Sainong dan telah dikaruniai tiga orang anak yakni; Titah Nurul Latifah (7 tahun), Muhammad Lutfi Aditiyah (4 tahun) dan Lutfiah Zahrah Nusantari (2 tahun).

11

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4 Pseudomonas sp. sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Pengendali Hayati ...... 4 Bacillus sp. sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Pengendali Hayati ................ 5 Fungi Patogen Akar Tanaman Kedelai ........................................................... 8 Fusarium oxysporum ...................................................................................... 8 Scleretium rolfsii ............................................................................................. 9 Rhizoctonia solani .......................................................................................... 10 BAHAN DAN METODE ......................................................................................... 12 Waktu dan Tempat ......................................................................................... 12 Bahan ............................................................................................................. 12 Seleksi Ketahanan Asam Aluminium ............................................................ 12 Uji Antagonisme ............................................................................................ 13 Perbanyakan Fungi Patogen ........................................................................... 13 Perbanyakan Bakteri Uji ............................................................................... 14 Investasi Fungi Patogen ................................................................................. 14 Perkecambahan Kedelai dan Inokulasi Bakteri Uji ....................................... 14 Rancangan Percobaan .................................................................................... 15 Peranan Bakteri sebagai Agens Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Pengendalian Fungi Patogen Akar Tanaman Kedelai ............................ 16 Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar dan Jumlah Bintil Akar ................ 17 Kejadian Penyakit .......................................................................................... 17 Unit Aktivitas Enzim Peroksidase ................................................................. 17 Analisi Data ................................................................................................... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 19 Hasil ...................................................................................................................... 19 Selekesi Ketahanan Asam Aluminium ........................................................ 19 Uji Antagonisme .......................................................................................... 19 Kejadian Penyakit (Disease Incidence) ....................................................... 24 Unit Aktivitas Enzim Peroksidase ............................................................... 25 Pengaruh Agens Pemacu Pertumbuhan Terhadap Bobot Kering Tajuk (BKT) dan Bobot Kering Akar (BKA) ........................................................ 28

12

Jumlah Bintil Akar ..........................................................................................31 Pembahasan .........................................................................................................32 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................40 Kesimpulan ..............................................................................................................40 Saran .........................................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................41 LAMPIRAN..................................................................................................................47

13

DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis Perlakuan dalam Uji in Planta di Rumah Kaca ..........................................16 2. Hasil Uji Antagonisme antara Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan B. Japonicum yang Berpotensi Menghambat Pertumbuhan Fungi Patogen yang Sama ......................................................................................... 22 3. Kejadian Penyakit yang Disebabkan oleh F. oxysporum, S. rolfsii, R. solani pada Tanaman yang Diberi Perlakuan Agens Biokontrol .................. 24

4. Unit Aktivitas Enzim Peroksidase pada Tanaman yang Diinfestasi Fungi Patogen F. oxysporum, S. rolfsii, R. solani dan Diinokulasi Agens Biokontrol ................................................................................................ 27 5. Pengaruh Inokulasi Agens Pemacu Pertumbuhan Terhadap Bobot Kering Tajuk (BKT) dan Bobot Kering Akar (BKA) Tanpa Investasi Fungi Patogen ....................................................................................................... 29 6. Jumlah Bintil Akar ............................................................................................... 31

14

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Penampilan Koloni Pseudomonas sp. pada Media King B Hasil Seleksi Ketahanan Asam Aluminium .......................................................20 2. Penampilan Koloni Bacillus sp. pada Media Nutrien Agar (NA) Hasil Seleksi Ketahanan Asam Aluminium .......................................................21 3. Penampilan Zona Bening pada Uji Antagonisme ...............................................23 4. Penampilan Tanaman Kedelai pada Uji in Planta Agens Biokontrol ................26 5. Penampilan Tanaman Kedelai Akibat Inokulasi Agens Pemacu Pertumbuhan ...........................................................................................................30

15

DAFTAR LAMPIRAN Halaman


1.

Penampilan Tanaman Sakit Akibat Serangan F. oxysporum, S. rolfsii dan R. solani..................................................................................................... 47 Kurva Standar Bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan B. japonicum .............................................................................................49 Komposisi Media yang Digunakan ...................................................................50 Komposisi Larutan Hara Bebas Nitrogen .........................................................51

2.

3. 4.

16

PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan sumber protein nabati yang relatif murah sehingga dapat dijangkau oleh sebagian besar lapisan masyarakat. Disamping itu, sumber protein ini dapat disajikan dalam berbagai bentuk, cita dan rasa sehingga permintaan kedelai terus meningkat. Oleh karena itu dalam memenuhi permintaan masyarakat dituntut untuk terus ditingkatkan produksinya. Menurut Dirjen tanaman pangan, pada tahun 2007 produksi kedelai nasional mencapai 608 ribu ton, sedangkan kebutuhan masyarakat 2 juta ton/tahun (Deptan 2008). Kondisi ini memaksa negara untuk mengimpor kedelai dengan jumlah yang cukup banyak. Beberapa kendala yang dihadapi dalam peningkatan produksi antara lain: serangan penyakit, iklim dan terbatasnya lahan yang subur. Peningkatan produksi dengan

memanfaatkan lahan marginal termasuk lahan masam Aluminium sangat memungkinkan karena saat ini sudah tersedia varietas yang dapat beradaptasi dengan kondisi masam, sementara lahan masam di negara kita sangat luas, yakni mencapai 101.5 juta ha (Harsono et al. 2003). Luasnya lahan tersebut membuka peluang untuk dimanfaatkan sebagai lahan tanam potensial serta

memanfaatkan rizobakteria yang potensial sebagai pengendali patogen dan pemacu pertumbuhan tanaman. Beberapa penelitian yang didapatkan beberapa isolat telah dilakukan,

Pseudomonas sp. (Astuti 2008) dan Bacillus sp.

(Astuti 2007) yang memiliki potensi sebagai penghasil IAA, pelarut posfat, penghasil siderofor, penghasil kitinase dan penghasil senyawa antifungi yang berpotensi untuk memacu pertumbuhan tanaman kedelai sekaligus menekan fungi patogen tertentu. Namum isolat tersebut belum ditelaah kemampuannya untuk tumbuh pada media asam Al dan uji in planta dalam kondisi asam Al, sehingga perlu dilakukan untuk dimanfaatkan pada lahan masam Al untuk meningkatkan produksi kedelai nasional. Bakteri yang hidup dalam sistem perakaran tanaman dan memberikan keuntungan bagi tanaman, dikenal sebagai Plant Growth Promoting

Rhizobacteria (PGPR). PGPR ini dapat memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kemampuannya dalam memproduksi hormon pertumbuhan seperti asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin dan etilen.

17

Selain itu beberapa rizobakteria memiliki kemampuan dalam menambat N2 menekan pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen dengan cara memproduksi siderofor, -1,3 glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida serta mempunyai kemampuan melarutkan fosfat. Kemampuan tersebut bermanfaat bagi tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan fosfat, sedangkan siderofor yang diproduksi oleh rizobakteria dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara mengikat besi (Fe3+) yang jumlahnya terbatas di daerah rizosfer dalam rangka berkompetisi dengan mikroba fitopatogen. Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. adalah termasuk dalam kelompok ini (Husen 2003). Bakteri lain yang juga termasuk dalam kelompok PGPR dan memiliki

peranan yang sangat besar terhadap kedelai adalah Bradyrhizobium japonicum. Bakteri ini merupakan salah satu spesies bakteri bintil akar (BBA) yang tumbuh lambat tetapi berperan penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman kedelai. Di dalam bintil, bakteri bintil akar mengubah nitrogen menjadi amonia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sehingga suplai nitrogen bagi tanaman tercukupi sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Atlas & Bartha 1988). Wahyudi (1996) melaporkan bahwa galur 11.7KAN berpotensi untuk

dikembangkan sebagai galur introduksi (inokulan) pada lahan pertanian kedelai, terutama lahan masam. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan rizobakteria dalam peningkatan produksi kedelai perlu dilakukan kombinasi antara Pseudomonas sp. Bacillus sp. dan B. japonicum. Kombinasi ketiga ini diharapkan mampu memacu pertumbuhan dan mengendalikan fungi patogen akar tanaman kedelai yang lebih baik yang ditanam pada kondisi asam-Al.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menelaah rizobakteria Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. toleran asam - Al dalam memacu pertumbuhan dan mengendalikan fungi fitopatogen akar tanaman kedelai.

18

Manfaat Penelitian Isolat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. yang toleran asam Al dan dapat memacu pertumbuhan tanaman kedelai dan menghambat pertumbuhan fungi fitopatogen akar dapat dijadikan pupuk hayati dan biofungisida.

19

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas MIPA dan di rumah kaca Cikabayan Institut Pertanian Bogor dimulai bulan Agustus 2008 sampai bulan Februari 2009.

Bahan Bahan yang digunakan adalah: kedelai tahan asam varietas Slamet yang diperoleh dari Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (Balitbiogen) Bogor; fungi patogen tanaman kedelai yakni Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman IPB; Rhizoctonia solani diperoleh dari Balai Penelitian Tanah Bogor, dan bakteri sebagai agens biokontrol dan pemacu pertumbuhan; Pseudomonas sp. hasil penelitian Astuti (2008), Bacillus sp. hasil penelitian Astuti (2007), Bradyrhizobium japonicum Bj11 hasil penelitian Endarini et al. (1995). Media yang digunakan adalah: KingB, nutrient agar (NA), luria agar (LA) modifikasi, yeast akstract manitol agar (YMA), pototo dekstrosa agar (PDA) dan water agar serta hara bebas Nitrogen (Alva et al. 1988). Komposisi media terlihat pada Lampiran 3.

Seleksi Ketahanan Asam Aluminium Sejumlah 16 isolat Pseudomonas sp. dan 15 isolat Bacillus sp. yang berpotensi memacu pertumbuhan tanaman dan mengendalikan fungi fitopatogen akar (Astuti 2007; Astuti 2008) diuji kemampuannya untuk tumbuh pada media asam berkadar aluminium tinggi. Sebanyak 5 l suspensi bakteri yang berkonsentrasi 108 diteteskan pada media Kings B (pH 4.5 + Al 50 M) untuk Pseudomonas sp., dan media nutrient agar (NA) (pH 4.5 + Al 50 M) untuk Bacillus sp., kemudian diinkubasi selama satu minggu pada suhu ruang. Pengukuran pH media dilakukan sebelum dan setelah sterilisasi. Isolat yang tumbuh digunakan untuk uji selanjutnya.

20

Uji Antagonisme Uji antagonisme bertujuan untuk mengetahui kemampuan Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan B. japonicum untuk hidup bersama pada satu media. Media uji yang digunakan adalah luria agar (LA) yang dimodifikasi dengan konsentrasi NaCl 0.1%. Uji antagonisme ini dilakukan dengan menggunakan metode Bauer et al. (1966) dengan cara berikut: seluruh cawan petri diisi LA modifikasi solid sekitar 10 ml, selanjutnya media LA modifikasi semi solid kira-kira pada suhu 50C diinokulasi kultur cair Pseudomonas sp. yang memiliki kerapatan sekitar 108 sel/ml sejumlah 1%, kemudian LA semi solid yang telah diinokulasi Pseudomonas sp. (bakteri target) disebar sekitar 10 ml pada petri yang telah dilapisi LA solid. Kertas saring yang berdiameter 5mm dicelupkan ke dalam kultur cair B. japonicum dan Bacillus sp. (bakteri uji) yang masing-masing memiliki kerapatan sekitar 108 sel/ml lalu ditiriskan. Kertas saring tersebut diletakkan dalam media LA semi solid yang telah disebari Pseudomonas sp. lalu diinkubasi pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan 1-5 hari untuk melihat ada tidaknya zona bening. Penghambatan Pseudomonas sp. ditunjukkan oleh zona bening disekitar kertas saring. Hal yang sama dilakukan pada uji balik dimana Bacillus sp. dan B. japonicum sebagai target.

Perbanyakan Fungi Patogen Ketiga jenis fungi patogen ditumbuhkan pada media PDA, selanjutnya

potongan kecil (1 pelubang gabus) diambil dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang diisi 100 ml media potato dekstrosa broth (PDB) lalu dikocok dengan mesin penggoyang pada kecepatan 140 rpm pada suhu kamar selama satu minggu. Setelah satu minggu koloni tersebut dicuci dengan akuades steril dan disaring dengan kertas saring sebanyak 7 kali. ditimbang Hasil saringan yang terakhir

kemudian dimasukkan ke dalam 100 ml akuades steril di Erlenmeyer

lalu diblender. Setelah diblender 1 ml diambil dan dimasukkan kedalam 9 ml garam fisiologis 0.85 % pada tabung reaksi kemudian dilakukan pengenceran berseri hingga pengenceran 10-5. Hasil pengenceran tersebut diplating ke dalam media PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari. Jumlah colony

21

forming unit (cfu) dihitung berdasarkan jumlah koloni pada plating x pengenceran.

Perbanyakan Bakteri Uji Bakteri uji diperbanyak pada media cair untuk masing-masing isolat (KingB untuk Pseudomonas sp., NA untuk Bacillus sp., dan YMA untuk B. japonicum) dan dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm pada suhu kamar selama 24 jam untuk Pseudomonas sp. dan Bacillus sp., dan 6 x 24 jam untuk B. japonicum. Masing-masing kultur kemudian diukur kerapatannya berdasarkan nilai optical density (OD) yang setara dengan kerapatan 108 sel/ml. Kultur dengan kerapatan 108 sel/ml siap untuk diinokulasi ke tanaman kedelai.

Infestasi Fungi Patogen Infestasi fungi patogen dilakukan dengan cara menginokulasikan kultur cair fungi patogen sekitar 103 colony forming unit (cfu) per gram media tanam kedelai dalam botol Leonard 3 hari sebelum pemindahan kecambah kedalam botol Leonard. Infestasi ini bertujuan untuk menginfeksikan fungi patogen pada tanaman kedelai dan akan dikendalikan oleh bakteri uji sesuai perlakuan.

Perkecambahan Kedelai dan Inokulasi Bakteri Uji Biji kedelai yang mempunyai ukuran yang seragam, tidak luka, tidak

keriput dan tidak terapung dalam air dipilih untuk dikecambahkan. Desinfeksi permukaan dilakukan dalam larutan alkohol 95 % selama 10 detik, kemudian direndam dalam hidrogen peroksida (H2O2) 3 % selama lima menit, selanjutnya dibilas dengan akuades steril sebanyak tujuh kali (Somasegaran & Hoben 1985). Biji kedelai tersebut dikecambahkan dalam cawan petri steril yang diberi kapas dan kertas merang basah selama tiga hari pada suhu ruang dalam kamar gelap. Kecambah yang berumur tiga hari selanjutnya ditanam dalam botol Leonard. Media yang digunakan berupa pasir dan arang yang tertahan ayakan yang berukuran 0,31 mm dan lolos pada ayakan 30 mesh (0,52 mm), yang telah dicuci dengan air bersih sebanyak 10 kali dan dikeringkan. Arang yang digunakan adalah tumbukan arang yang tertahan ayakan 28 mesh dan lolos ayakan 3 mm.

22

Perbandingan pasir dengan arang = 3 : 1 dan setiap botol diisi 600 gram. Botol Leonard modifikasi terdiri atas dua botol volume 700 ml. Salah satu botol dipotong dan pada bagian dasarnya digunakan untuk media penumbuhan yang berisi pasir dan arang. Botol lainnya dipotong pada bagian leher dan digunakan sebagai tendon untuk larutan hara. Masing-masing botol diisi 300 ml larutan hara bebas N menurut Alva et al. (1988). Botol bagian atas ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya seluruh botol ditutup kertas samson dan dilakukan sterilisasi pada suhu 121 C selama 2 x 1 jam. Biji kedelai yang dikecambahkan ditanam pada media pasir dan arang dengan tandon yang berisi larutan hara dalam botol Leonard. Setiap botol ditanam tiga kecambah dan diulang tiga kali. Tiga hari sebelum kedelai ditanam pada botol Leonard diinfestasikan fungi patogen sejumlah 103 cfu/ml per gram media tanam kedelai dan bersamaan penanaman kedelai dinokulasikan suspensi B. japanicum, suspensi Bacillus sp., dan suspensi Pseudomonas sp. sesuai perlakuan pada rancangan percobaan sebanyak 1 ml yang berkerapatan 108 sel/ml. Permukaan botol selanjutnya ditutup kembali dengan aluminium foil dan diletakkan dalam ruangan pada suhu kamar selama tiga hari (sampai ujung atas kecambah menyentuh aluminium foil). Selanjutnya dipindahkan ke rumah kaca. Larutan bebas N menurut Alva et al. (1988)

ditambahkan setiap dua hari sekali kecuali kontrol Nitrogen tetap ditambahkan KNO3 0.05 % dan tanaman dipelihara hingga 43 hari di rumah kaca.

Rancangan Percobaan Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan seperti yang tertera pada Tabel 1. Jumlah perlakuan = 44+6 kontrol, setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dalam 3 botol Leonard dan setiap ulangan terdiri atas 3 tanaman, sehingga jumlah tanaman yang diamati sebanyak 450 tanaman dalam 150 botol Leonard.

23

Tabel 1 Jenis perlakuan dalam uji in planta di rumah kaca No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Perlakuan Kedelai (kontrol) Kedelai+KNO3 (kontrol) Kedelai+Crb17 Kedelai+Cr24 Kedelai+Bj11 (kontrol Bj) Kedelai+Crb17+Cr24 Kedelai+Crb17+Bj11 Kedelai+Cr24+Bj11 Kedelai+Crb17+Cr24+Bj11 Kedelai+Crb17i Kedelai+Crb17i +Cr 24 Kedelai+Crb 17i+Bj11 Kedelai+Crb17i+Cr24+Bj11 Kedelai+F (kontrol) Kedelai+F+Crb17 Kedelai+F+Cr24 Kedelai+F+Crb11+Cr24 Kedelai+F+Crb17+Bj11 Kedelai+F+Cr24+Bj11 Kedelai+F+Crb17+Cr24+Bj11 Kedelai+F+Crb17i Kedelai+F+Crb17i+Cr24 Kedelai+F+Crb17i+Bj11 Kedelai+F+Crb17i+Cr24+Bj11 Kedelai+Crb64 No 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Perlakuan Kedelai+Cr55 Kedelai+Crb64+Cr55 Kedelai+Crb64+Bj11 Kedelai+Cr64+Bj11 Kedelai+Crb64+Cr55+Bj11 Kedelai+S (kontrol) Kedelai+S+Crb64 Kedelai+S+Cr55 Kedelai+S+Crb64+Cr55 Kedelai+S+Crb64+Bj11 Kedelai+S+Cr55+Bj11 Kedelai+S+Crb64+Cr55+Bj11 Kedelai+Crb86 Kedelai+Cr76 Kedelai+Crb86+Cr76 Kedelai+Crb86+Bj11 Kedelai+Cr76+Bj11 Kedelai+Crb86+Cr76+Bj11 Kedelai+R (kontrol) Kedelai+R+Crb86 Kedelai+R+Cr76 Kedelai+R+Crb86+Cr76 Kedelai+R+Crb86+Bj11 Kedelai+R+Cr76+Bj11 Kedelai+R+Crb86+Cr76+Bj11

Keterangan: Kontrol= tanaman kedelai tanpa fungi patogen dan agens biokontrol; kontrol KNO3= tanaman kedelai yang tidak diinfestasi fungi patogen dan agens biokontrol tetapi haranya diberi KNO3 0.05%; F=F.oxysporum ; S=S.rolfsii; R=R.solani; Crb=kode isolat Pseudomonas sp; Cr=kode isolat Bacillus sp.; Bj=B. japonicum; angka dibelakang Crb, Cr, dan Bj = nomor kode isolat.

Peranan Bakteri sebagai Agens Pemacu Pertumbuhan dan Pengendali Fungi Patogen Akar Tanaman Kedelai Respon yang diamati untuk melihat peran bakteri sebagai agens pengendali fungi fitopatogen akar tanaman kedelai adalah: kejadian penyakit (disease incidence) yang dihitung dengan menggunakan persamaan seperti yang disebutkan oleh Campbell dan Maden (1990), dan aktifitas enzim peroksidase dari akar tanaman yang diberi perlakuan fungi patogen dan agens biokontrol.

24

Peran bakteri sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman mengamati peubah bobot kering tajuk (BKT), bobot kering akar (BKA), dan jumlah bintil akar.

Bobot Kering Tajuk (BKT), Bobot Kering Akar (BKA), dan Jumlah Bintil Akar Tanaman setelah dipanen, bintil akar dihitung dari seluruh tanaman yang mempunyai bintil akar, selanjutnya seluruh tanaman dipisahkan antara akar dan tajuk lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 70 C selama 48 jam (Somasegaran & Hoben 1985). Penimbangan bobot kering tajuk dan akar dilakukan dengan menggunakan neraca analitik.

Kejadian Penyakit (Disease Incidence = DI) Kejadian penyakit dihitung dengan cara mengamati jumlah tanaman yang mati dari setiap ulangan dari semua perlakuan. Perhitungan dilakukan tiap minggu mulai dari adanya gejala hingga 43 hari setelah tanam di rumah kaca. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Campbell & Maden (1990) sebagai berikut: DI = n/N x 100% DI = disease incidence (% kejadian penyakit) n = jumlah tanaman yang terserang

N = jumlah tanaman yang diamati

Unit Aktivitas Enzim (UAE) Peroksidase Pengukuran UAE peroksidase dilakukan pada akar tanaman kedelai yang berumur 43 hari. Sebanyak 3 gram akar tanaman kedelai dari masing-masing perlakuan dicuci hingga bersih kemudian dihancurkan dengan mortar dalam

12 ml buffer fosfat 0.01 M pH 6.0 dengan perbandingan 1:4, kemudian disaring dengan kertas Whatman dan disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 oC. Supernatan inilah yang digunakan sebagai sediaan enzim. Semua pekerjaan dilakukan dalam keadaan dingin (suhu < 5C). Menjelang pengamatan aktivitas enzim dibuat larutan pirogalol, yaitu 10 ml pirogagol 0.5 M ditambah dengan 12.5 ml buffer fosfat 0.066 M pH 6.0

25

selanjutnya

diencerkan dengan akuades hingga volumenya menjadi 100 ml.

Sediaan enzim diencerkan (1:3) dengan buffer fosfat 0.01 M pH 6.0 dan dihomogenkan. Untuk pengamatan aktivitas enzim, sebanyak 0.2 ml sediaan enzim yang telah diencerkan ditambahkan pada pereaksi yang terdiri dari 5 ml larutan pirogalol 0.5 M dan 0.5 ml H2O2 1% didalam kuvet. Campuran tersebut

dihomogenkan selama 5 hingga 10 detik dan diamati nilai optical density (OD) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Nilai absorbansi diamati setiap 30 detik selama 150 detik. Apabila nilai absorbannya terlalu tinggi, maka dilakukan pengenceran terhadap sediaan enzim dengan menggunakan buffer fosfat. Perhitungan unit aktivitas enzim (UAE) dilakukan sebagai berikut: 1. Nilai OD (absorban) sampel dikurangi nilai absorban blanko 2. Rata-rata nilai absorban (OD = b) dari suatu pengamatan dicari dengan menggunakan persamaan regresi (Y=a+bx). Unit aktivitas enzim (UAE) dihitung dengan menggunakan rumus: OD x sumber enzim (ml) UAE =--------------------------------bobot basah sample (g) Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan Duncan multiple range test (DMRT) pada = 0.05 dengan menggunakan program SPSS 13.

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Seleksi Ketahanan Asam Aluminium Dari 16 isolat Pseudomonas sp. (Crb) dan 15 isolat Bacillus sp. (Cr) yang diseleksi ketahanannya terhadap media asam pH 4.5+Al 50 M yang berpotensi memacu pertumbuhan tanaman kedelai dan mengendalikan fungi patogen tertentu diperoleh 10 isolat Pseudomonas sp. dan 6 isolat Bacillus sp. yang dapat hidup. Adapun isolat-isolat tersebut adalah Crb 16, Crb17, Crb 60, Crb 64, Crb 74, Crb 80, Crb 82, Crb 86, Crb 94, Crb 102, Cr 24, Cr 44, Cr 55, Cr 60, Cr 76 dan Cr 79. Dari sepuluh isolat Pseudomonas sp. yang tumbuh telah mewakili sifat antagonisnya terhadap 3 jenis fungi patogen target, yakni untuk Crb 16, Crb 17 dan 86 antagonis terhadap fungi F. oxysporum, Crb 64, Crb 80, dan Crb 102

antagonis terhadap fungi S. rolfisii, sedangkan Crb 80, Crb 82, Crb 86 dan Crb 102 antagonis terhadap fungi R. solani. Demikian pula Bacillus sp. dari keenam isolat ini telah mewakili sifat antagonisnya terhadap fungi patogen target yakni; untuk Cr 24, Cr 44, Cr 55, Cr 76, dan Cr 79 antagonis terhadap fungi F. oxysporum, Cr 44, Cr 55, dan Cr 79 antagonis terhadap fungi S. rolfsii, Cr 24, Cr 44, Cr 55, Cr 60, Cr 76, dan Cr 79 antagonis terhadap fungi R. solani. Contoh isolat yang dapat tumbuh diperlihatkan pada gambar 1 dan 2. Uji Antagonisme Berdasarkan hasil uji antagonisme, diperoleh beberapa isolat bakteri yang bersifat antagonis terhadap bakteri yang lain, tetapi ada pula isolat bakteri yang tidak bersifat antagonis yang dibuktikan dengan tidak terbentuknya zona bening di sekitar kertas saring. Hasil uji antagonisme ditampilkan pada Tabel 2.

27

Crb3

Crb3 Crb8 Crb16

Crb8

Crb17

Crb16

Crb17

Crb44

Crb44 Crb64

Crb64

Gambar 1 Penampilan koloni Pseudomonas sp. (Crb) pada media kings B pH netral tanpa Al (kontrol, A); penampilan koloni Pseudomonas sp. (Crb) pada media kings B pH 4.5 + Al 50 M (perlakuan, B). Isolat yang menampilkan koloni pada B menunjukkan tahan terhadap kondisi asam pH 4.5 + Al 50 M.

Cr11 Cr11 Cr39 Cr44 Cr24 Cr39 Cr44

Cr24

Cr55

Cr55

Gambar 2 Penampilan koloni Bacillus sp. (Cr) pada media nutrien agar (NA) pH netral tanpa Al (kontrol, A); penampilan koloni Bacillus sp. (Cr) pada media nutrien agar (NA) pH 4.5 + Al 50 M (perlakuan, B). Isolat yang menampilkan koloni pada B menunjukkan tahan terhadap kondisi asam pH 4.5 + Al 50 M.

28

Tabel 2 Hasil uji antagonisme antara Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan B. japonicum yang berpotensi menghambat pertumbuhan fungi patogen yang sama Isolat Isolat Uji Isolat Isolat Uji Ket. Target Cr24 Cr44 Cr55 Cr79 Target Crb16 Crb17 Crb86 Bj11 Crb16 + ++ Cr24 ++ Crb17 + ++ +++ Cr44 + +++ ++ * Crb86 + + + + Cr55 + + BJ11 Cr79 ++ + ++ Isolat Isolat Uji Isolat Isolat Uji Ket. Target Cr44 Cr55 Bj11 Target Crb64 Crb80 Crb102 Crb64 + Cr44 + ++ ++ ** Crb80 ++ Cr55 + ++ ++ Crb102 +++ ++ Bj11 + Isolat Isolat uji Isolat Isolat Uji Ket. Target Cr24 Cr60 Cr76 Bj11 target Crb80 Crb82 Crb86 Crb102 Crb80 ++ + + Cr24 + ++ + Crb82 + + Cr60 + + + ++ *** Crb86 + + Cr76 + + Crb102 + + + Bj11 Keterangan, - = tidak mempunyai zona bening; + = zona bening 1 mm; ++ = 1 > zona bening 3 mm; +++ = zona bening > 3 mm. *) Isolat yang berpotensi mengendalikan F. oxysporum; **) isolat yang berpotensi mengendalikan S. rolfsii; ***) isolat yang berpotensi mengendalikan R. solani. Tabel 2 memperlihatkan bahwa isolat yang berpotensi mengendalikan F. oxysporum Crb 17 tidak antagonis terhadap Cr 24, dan Bj 11 demikian pula sebaliknya. Hal yang sama terjadi pada isolat yang berpotensi mengendalikan S. rolfsii dimana isolat Crb 64 tidak antagonis terhadap Cr 55 dan Bj 11 dan sebaliknya. Pada pengendalian R. solani diperoleh isolat yang tidak antagonis antara satu dengan yang lain yakni: Crb 86, Cr 76 dan Bj 11. Isolat-isolat inilah yang digunakan untuk dikombinasikan pada tanaman kedelai dalam uji in planta. Contoh hasil uji antagonisme diperlihatkan pada Gambar 3.

29

Bj11

Cr 24 Crb17 Bj11
Bj11

Crb 86 Cr44 Cr55

Crb17
Bj11

A
Gambar 3 Penampilan zona bening pada uji antagonisme antara Pseudomonas sp. dengan Bacillus sp. dan B. japonicum dan antara Bacillus sp. dengan Pseudomonas sp. dan B. japonicum setelah inkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Uji antagonisme antara Bj11 dan Cr 24 sebagai bakteri uji dan Crb 17 sebagai bakteri target tidak terdapat zona bening; sementara antara Cr 44 dan Cr 55 sebagai bakteri uji dan Crb 17 sebagai bakteri target terdapat zona bening (A). Uji antagonisme antara Bj 11, Crb 16, dan Crb 17 sebagai bakteri uji dan Cr 24 sebagai bakteri target tidak terdapat zona bening; antara Crb 86 sebagai bakteri uji dan Cr 24 sebagai bakteri target terdapat zona bening (B). Adanya zona bening menunjukan penghambatan bakteri target oleh bakteri uji.

Kejadian Penyakit (Disease Incidence) Kejadian penyakit pada perlakuan yang diinfestasi F. oxysforum, S. rolfsii dan R. solani dan diberi agens biokontrol Crb 17, Cr 24, Crb 64, Cr 55, Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 ditampilkan pada Tabel 3.

30

Tabel 3 Kejadian penyakit yang disebabkan oleh F. oxysforum, S. rolfsii, R. solani pada tanaman yang diberi perlakuan agens biokontrol Jumlah Tanaman 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 Jumlah Tanaman Mati 8 5 5 5 4 4 3 3 2 2 2 7 3 3
3

Perlakuan F. oxysporum (kontrol) F+Crb17 F+Crb17+Cr24 F+Crb17i+Cr24+Bj11 F+Cr24 F+Crb17+Bj11 F+Crb17i F+Crb17i+Cr24 F+Cr24+Bj11 F+Crb17i+Bj11 F+Crb17+Cr24+Bj11 S. rolfsii (kontrol) S+Crb64 S+Crb64+Cr55 S+Cr55+Bj11 S+Crb64+Cr55+Bj11 S+Cr55 S+Crb64+Bj11 R. solani (kontrol) R+Crb86+Bj11 R+Crb86+Cr76+Bj11 R+Crb86+Cr76 R+Cr76+Bj11 R+Crb86 R+Cr76

3 2
2

Jumlah Tanaman Hidup 1 4 4 4 5 5 6 6 7 7 7 2 6 6 6 6 7


7

Kejadian Penyakit (%) 88.89 55.56 55.56 55.56 44.44 44.44 33.33 33.33 22.22 22.22 22. 22 77.78 33.33 33.33 33.33 33.33 22.22 22.22 88.89 100 88.89 77.78 77.78 66.67 66.67

8 9 8
7

7 6
6

1 0 1 2 2 3
3

Keterangan : Kontrol = tanaman kedelai yang diinfestasi fungi patogen tanpa agens biokontrol; F = F. oxysporum ; S = S. rolfssi; R = R. solani; Crb = kode isolat Pseudomonas sp; Cr = kode isolat Bacillus sp.; Bj= B. japonicum; angka dibelakang Crb, Cr, dan Bj = nomor kode isolat. Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa penggunaan agens Crb 17, Cr 24, dan Bj11 terhadap pengendalian F. oxysporum menunjukkan lima perlakuan yang mampunyai kejadian penyakit paling sedikit yakni 33.33 % hingga 22.22 %. Perlakuan tersebut mampu menekan kejadian penyakit sebesar 55.56 % hingga 66.66 % dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan yang menekan kejadian penyakit terbesar adalah: F+Crb17i, F+Crb17i+Cr24, F+Cr24+Bj11,

31

F+Crb17i+Bj11 dan F+Crb17+Cr24+Bj11, sementara lima perlakuan yang lain tingkat penekanan kejadian penyakitnya lebih kecil. Pada pengendalian penyakit yang disebabkan oleh S. rolfsii dengan menggunakan agens Crb 64, Cr 55, dan

Bj 11 memperlihatkan semua perlakuan mampu menekan kejadian penyakit dari 44.45 % hingga 55.56 % dibandingkan dengan kontrol dan dua perlakuan yang kejadian penyakitnya paling rendah adalah S+Cr55 dan S+Crb64+Bj1 yakni

22.22 %. Sebaliknya penggunaan agens Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 dalam menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh R. solani, tidak memberikan hasil yang optimum. Untuk memperkuat data pada Tabel 3, ditampilkan foto tanaman dari perlakuan F+Crb17+Cr24+Bj11 dan S+Crb 64+Bj 11 pada Gambar 4.

F. oxysporum

F+Crb17+Cr24+Bj11

S. r o l f s i i

S+Crb64+Bj11

A
Gambar 4

Penampilan tanaman kedelai pada uji in planta agens biokontrol. Perbandingan kejadian penyakit dari perlakuan yang diinfestasi fungi patogen F. oxysporum tanpa agens biokontrol dan dengan agens biokontrol (F+Crb17+Cr24+Bj11) (A); Perbandingan kejadian penyakit dari perlakuan yang diinfestasi fungi patogen S. rolfsii tanpa agens biokontrol dan dengan agens biokontrol (S+Crb64+Bj11) (B). Gambar diambil pada hari ke 42 setelah tanam.

Unit Aktivitas Enzim (UAE) Peroksidase Hasil Uji UAE peroksidase dari akar tanaman yang diinfestasi fungi patogen F. oxysporum, S. rolfsii dan R. solani yang diberi agens biokontrol Crb 17, Cr 24, Crb 64, Cr 55, Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4 memperlihatkan bahwa nilai UAE peroksidase dari perlakuan yang diinfestasi fungi patogen F. oxysporum dan diberi agens biokontrol Crb 17, Cr 24

32

dan Bj 11 menunjukkan tiga perlakuan yang nilai UAE peroksidasenya lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan kontrol, yakni perlakuan: F+Cr24, F+Crb17 dan F+Crb17+Cr24+Bj11, sedangkan delapan perlakuan yang lain memiliki nilai peroksidase yang tidak terlalu besar berbeda dengan kontrol. Perlakuan yang memiliki nilai UAE peroksidase yang terkecil adalah F+Crb17i+Bj11, yang mana perlakuan ini, nilai UAE peroksidasenya lebih

rendah dari kontrol. Nilai UAE peroksidase akar tanaman dari perlakuan yang diberi agens biokontrol Crb 64, Cr 55 dan Bj 11 dan dinfestasi fungi S. rolfsii,

memperlihatkan dua perlakuan yang nilai UAE peroksidasenya lebih besar tiga kali lipat dibandingkan dengan kontrol, yakni: perlakuan S+Crb64+Cr55+Bj11 dan S+Crb64+Cr55. Empat perlakuan yang lain mempunyai nilai UAE peroksidase yang tidak terlalu besar berbeda dibandingkan dengan kontrol. Nilai UAE peroksidase yang terkecil adalah perlakuan S+Crb 64. UAE peroksidase dari akar tanaman yang diberi agens Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 dan diinfestasi fungi R. solani memperlihatkan dua perlakuan yang mempunyai nilai UAE peroksidase lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan kontrol yakni perlakuan

R+Crb86+Cr76+Bj11 dan R+Crb86+Cr76. Tiga perlakuan yang lain memiliki nilai peroksidase yang tidak terlalu besar berbeda dengan kontrol. Nilai UAE peroksidase yang terendah dan lebih rendah dari kontrol adalah perlakuan R+Crb86.

Pengaruh Agens Pemacu Pertumbuhan Terhadap Bobot Kering Tajuk (BKT) dan Bobot Kering Akar (BKA) BKT dan BKA dari tanaman yang diinokulasi agens pemacu pertumbuhan tanaman Crb 17, Cr 24, Crb 64, Cr 55, Crb 86, Cr 76, dan Bj 11 tanpa infestasi

fungi patogen, diperlihatkan pada Tabel 5 . Tabel 5 memperlihatkan bahwa BKT akibat inokulasi agens Crb 17, Cr 24, Crb 64, Cr 55, Crb 86, Cr 76 dan Bj 11 tanpa infestasi fungi patogen, diperoleh tiga perlakuan yang mempunyai BKT terbesar dan berbeda secara nyata dibandingkan dengan kontrol K0 maupun kontrol KNO3. Perlakuan tersebut adalah Crb86+Bj11, Crb17+Bj11, dan Cr76+Bj11. Perlakuan yang mempunyai BKT terkecil adalah Cr55. Respon rata-rata BKA pertanaman menunjukkan

33

34

bahwa semua perlakuan tidak mempunyai BKA yang berbeda secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian rata-rata BKA perlakuan lebih besar dari kontrol. Perlakuan yang mempunyai BKA terbesar adalah Crb86+Bj11 dan Cr76+Bj11 sedangkan perlakuan yang mempunyai BKA terkecil adalah Cr 55. Untuk memperkuat data ditampilkan foto perlakuan Cr76+Bj11 pada Gambar 5. Tabel 5 Pengaruh inokulasi agens pemacu pertumbuhan terhadap bobot kering tajuk (BKT) dan bobot kering akar (BKA) tanpa infestasi fungi patogen Perlakuan K0 (kontrol) KNO3 (kontrol) Cr55 Crb17i+Cr24 Crb17i Crb64+Cr55 Crb64+Bj11 Cr24+Bj11 Crb86 Cr76 Crb64 Crb17+Cr24 Crb17i+Bj11 Crb64+Cr55+Bj11 Crb17i+Cr24+Bj11 Crb17 Cr55+Bj11 Cr24 Crb86+Cr76+Bj11 Crb17+Cr24+Bj11 Crb86+Cr76 Bj11 Crb86+Bj11 Crb17+Bj11 Cr76+Bj11 Rata-Rata BKT Per Tanaman (g) 0.4067ab 0.4922abcde 0.3854a 0.4239abc 0.4256abc 0.4452abcd 0.4457abcd 0.4570abcd 0.4636abcd 0.4811abcd 0.4869abcde 0.4973abcdef 0.5059abcdef 0.5289bcdefg 0.5329bcdefg 0.5387bcdefg 0.5392bcdefg 0.5434bcdefg 0.5526cdefgh 0.5743defgh 0.5845defgh 0.6245efgh 0.6346fgh 0.6579gh 0.6835h Rata-Rata BKA Per Tanaman (g)
0.1379ab 0.1458ab

0.1289a 0.1765ab 0.1509ab 0.1351a 0.1397ab 0.1487ab 0.1499ab 0.1574ab 0.1461ab 0.1568ab 0.1352a 0.1682ab 0.1728ab 0.1521ab 0.1565ab 0.1770ab 0.1658ab 0.1770ab 0.1870ab 0.1879ab 0.1971ab 0.1657ab 0.1884ab

Keterangan: K0=tanaman kedelai yang tidak diinokulasi agens; KNO3= tanaman kedelai yang tidak diinokulasi agens pemacu tumbuh tetapi hara deberi KNO3 0.05%; Crb = kode isolat Pseudomonas sp; Cr = kode isolat Bacillus sp.; Bj = B .japonicum; angka dibelakang Crb, Cr, dan Bj = nomor kode isolat. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak signifikan pada = 0.05 dengan DMRT.

35

KNO3 P44

K0 P44 P44 Hari ke 25

P44

KNO3 K0 P44 P44 P44 Hari ke 42

Gambar 5 Penampilan tanaman kedelai akibat inokulasi agens pemacu pertumbuhan. Perlakuan yang mempunyai BKT yang terbesar (P44)= Cr76+Bj11 (tanaman kedelai diinokulasi agens pemacu tumbuh Pseudomonas sp. Crb 76 dan B. japonicum , Bj 11); K0=tanaman kedelai yang tidak diinokulasi agens pemacu pertumbuha; KNO3= tanaman kedelai yang tidak diinokulasi agens pemacu pertumbuha tetapi hara diberi KNO3 0.05 %.

Jumlah Bintil Akar Keefektifan kolonisasi B. japonicum dapat terlihat dari jumlah bintil akar yang terbentuk. Data pengaruh kombinasi antara B. japonicum dengan

Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dalam pembentukan bintil akar ditampilkan pada Tabel 6.

36

Tabel 6 Jumlah bintil akar pada tanaman yang diinokulasi B. japonicum dengan kombinasi Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. tanpa infestasi fungi patogen Perlakuan BJ 11 (kontrol) Cr 24 + Bj 11 Crb 17 + Cr 24 + Bj 11 Crb 17 + Bj 11 Crb 17i + Bj 11 Crb 17i + Cr 24 + Bj 11 Crb 86 + Cr 76 + Bj 11 Crb 64 + Cr 55 + Bj 11 Crb 86 + Bj 11 Crb 64 + Bj 11 Cr 55 + Bj 11 Cr 76 + Bj 11 Rata-Rata Jumlah Bintil Akar Per Tanaman 11.50cd 1.67a 4.60ab 8.17bc 8.80bc 11.50cd 12.33cde 15.83def 17.67def 18.67ef 20.17f 30.50g

Keterangan: Crb = kode isolat Pseudomonas sp; Cr = kode isolat Bacillus sp.; Bj = B. japonicum; angka dibelakang Crb, Cr, dan Bj = nomor kode isolat. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak signifikan pada = 0.05 dengan uji Anova dan uji lanjut dengan DMRT.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa dalam pembentukan bintil akar

dari

B. japonicum yang dikombinasikan dengan Crb 17, Cr 24, Crb 64, Cr 55, Crb 86, dan Cr 76 tanpa infestasi fungi patogen, diperoleh tiga perlakuan yang mempunyai jumlah bintil yang terbanyak dan berbeda secara nyata dibandingkan dengan kontrol Bj11. Perlakuan tersebut adalah Crb64+Bj11, Cr55+Bj11, dan Cr76+Bj11. Sedangkan delapan perlakuan yang lain mempunyai jumlah bintil yang tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kontrol, dan perlakuan yang mempunyai jumlah bintil paling sedikit adalah Cr24+Bj11.

Pembahasan Langkah awal dalam penelitian ini adalah seleksi ketahanan isolat terhadap media asam Aluminium. Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan isolat yang konsisten dapat hidup pada lahan masam yang berkonsentrasi Al tinggi. Dari 16 isolat Pseudomonas sp. yang diseleksi diperoleh 10 isolat yang tumbuh pada media asam pH 4.5+ Al 50 M dan dari 15 isolat Bacillus sp. yang diseleksi diperoleh 6 isolat yang tumbuh pada media tersebut. Masa inkubasi dari isolat

37

yang tumbuh memerlukan waktu yang berbeda, mulai dari 1 x 24 jam hingga 5 x 24 jam. Isolat Crb 17, Crb 17i, Cr 24, dan Cr 55 membutuhkan waktu 1x 24 jam sedangkan Cr 76, Crb 64 dan Crb 86 memerlukan waktu 3 sampai 5 hari untuk tumbuh optimal. Adanya perbedaan masa inkubasi untuk tumbuh menunjukkan perbedaan kecepatan dalam beradaptasi terhadap cekaman asam Al. Hal ini menunjukkan bahwa cekaman asam maupun Al dapat memperpanjang fase lag bagi bakteri yang dapat beradaptasi. Menurut Keyser dan Munns (1979) bahwa media asam dapat memperpanjang fase lag bakteri bintil akar (BBA), menurunkan laju pertumbuhan dan frekuensi pembelahan sel. Mekanisme penghambatan Al terhadap pembelahan sel seperti yang dikemukakan oleh Kingsley dan Bohlool (1992) bahwa DNA merupakan situs aksi dari Al tersebut, baik pada galur sensitif maupun galur toleran. Dalam hal ini galur sensitif

mengakumulasi Al lebih banyak sehingga dapat mengganggu proses seluler. Flis et al. (1993) menambahkan bahwa Al yang bermuatan positif terikat pada muatan negatif PO4-3 DNA sehingga mencegah proses replikasi. Selain itu galur toleran asam mampu mengatur kestabilan pH

dikemukakan pula bahwa

internal sel sehingga mengubah bentuk Al yang masuk ke dalam sistem seluler (berikatan dengan basa) dan aktifitas dari Al menurun. Isolat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. serta B. japonicum yang tahan terhadap media asam pH 4.5 dan Al dengan konsentrasi 50 M yang mempunyai sifat penghambatan terhadap fungi patogen yang sama dilakukan uji antagonisme. Uji ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa bakteri yang digunakan tidak saling antagonis terhadap bakteri yang lain sehingga dapat dikombinasikan dalam uji in planta. Aplikasi dengan kombinasi ini diharapkan untuk saling melengkapi kekurangan antara satu dengan yang lain. Bacillus sp. dapat membentuk endospora apabila berhadapan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan sementara Pseudomonas sp. memiliki waktu regenerasi yang lebih cepat

dibanding Bacillus sp. Disamping itu seluruh Bacillus sp. dapat menghasilkan sideropor sedangkan Pseudomonas sp. tidak semua dapat menghasilkan sideropor, tetapi dapat melarutkan posfat. Hasil uji antagonisme menunjukkan bahwa beberapa isolat Pseudomonas sp. antagonis terhadap isolat Bacillus sp. dan sebaliknya. Adanya sifat antagonis

38

tersebut diperlihatkan dengan adanya zona bening di sekitar kertas saring yang mengandung bakteri yang diletakkan setelah dicelupkan pada kultur uji yang berkerapatan sekitar 108 sel/ml dan diinkubasi hingga hari ke 5, sehingga walaupun karakter dari Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. sesuai uji in vitro tetapi isolat ini tidak bisa diaplikasikan

memperlihatkan karakter yang baik,

dengan kombinasi dalam uji in planta karena saling menghambat satu dengan yang lain. Akan tetapi uji antagonisme antara B. japonicum terhadap

Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dan sebaliknya tidak ditemukan zona bening pada semua isolat yang diuji. Adapun isolat yang tidak antagonis terhadap yang lain adalah: Crb 17 terhadap Cr 24, B. japonicum dan sebaliknya untuk pengendalian fungi patogen F. oxysporum; Crb 64 terhadap Cr 55, B. japonicum dan sebaliknya untuk pengendalian fungi patogen S. rolfsii; Crb 86 terhadap Cr 76, B. japonicum dan sebaliknya untuk pengendalian fungi patogen R. solani. Isolat-isolat tersebut juga mempunyai potensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, sehingga isolat inilah yang digunakan untuk dikombinasikan pada tanaman kedelai dalam uji in planta. Peran agens sebagai biokontrol aktifitas enzim (UAE) peroksidase. mengamati kejadian penyakit dan unit Pada pengendalian fungi patogen

F. oxysporum dengan mengunakan agens Crb 17, Cr 24 dan Bj 11 di rumah kaca, memperlihatkan bahwa terdapat tiga perlakuan yang paling baik dalam menekan kejadian penyakit yakni: F+Cr24+Bj11, F+Crb17i+Bj11 dan F+Crb17+Cr24+Bj11. Namun ketiga perlakuan ini tidak semua memperlihatkan UAE peroksidase yang tinggi. Aktifitas peroksidase yang paling baik hanya diperlihatkan oleh perlakuan
F+Crb17+Cr24+Bj11, sedangkan dua perlakuan yang lain UAE peroksidasenya

lebih rendah. Hal ini menunjukan bahwa mekanisme penekanan kejadian penyakit selain disebabkan oleh fungsi enzim peroksidase juga disebabkan oleh banyak cara yang lain, antara lain senyawa antibiotik, enzim kitinase, kompetisi ruang dan nutrisi atau cara-cara yang lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada pengendalian fungi patogen S. rolfsii dengan menggunakan agens Crb 64, Cr 55, dan Bj 11. Dari enam perlakuan diperoleh dua perlakuan yang mempunyai kejadian penyakit paling kecil dibandingkan dengan kontrol yakni: S+Cr55 dan S+Crb64+Bj11. Kedua perlakuan ini memiliki nilai UAE peroksidase cenderung lebih rendah dari

39

perlakuan yang lain. Ini memperkuat bahwa UAE peroksidase hanya salah satu mekanisme pencegahan penyebaran penyakit oleh tanaman. Hal yang sebaliknya terjadi pada pengendalian R. solani dengan menggunakan agens Crb 86, Cr 76 dan Bj11, dari semua perlakuan tidak terdapat perlakuan yang dapat menekan

kejadian penyakit yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol. Walaupun hasil uji UAE peroksidase diperoleh dua perlakuan yang mempunyai nilai UAE peroksidase dua kali lipat lebih besar dari kontrol. Hal ini menegaskan bahwa induksi peroksidase yang ditimbulkan oleh agens tidak cukup melindungi tanaman itu dari invasi patogen tetapi diperlukan mekanisme yang terpadu. Mekanisme terpadu yang diduga dapat menekan kejadian adalah potensi kitinase, -1,3 glukanase, siderofor, kemampuan kompetisi agens, antibiotik, enzim peroksidase dan potensi lain yang dimiliki oleh agens tersebut. Enzim kitinase ini menghidrolisis kitin yang merupakan komponen dinding sel fungi. Adanya kerusakan dinding sel mengakibaktan perkembangan patogen terganggu. Menurut Singh et al. (1999) enzim kitinase dan selulase yang disekskresikan oleh rizobakteria mampu mendegradasi dinding sel patogen yang menginfeksi sehingga perkembangan patogennya terganggu. Fernando et al. (2006) menambahkan bahwa Pseudomonas sp. mampu menghambat pertumbuhan fungi patogen karena Pseudomonas sp. dapat menghasilkan siderofor, HCN dan

kitinase. Disamping itu kompetisi ruang dan nutrisi oleh agens biokontrol lebih kuat dibandingkan dengan fungi patogen. Menurut Whipps (2002) kompetisi ruang dan nutrisi antara bakteri dan fungi fitopatogen telah diketahui dan merupakan mekanisme biokontrol, termasuk kompetisi dalam mendapatkan besi. Di bawah kondisi keterbatasan besi, bakteri memproduksi senyawa pengkelat besi atau siderofor yang memiliki afinitas tinggi terhadap Fe3+. Bakteri pengkelat besi berperan dalam menyita besi yang tersedia dalam jumlah yang terbatas di dalam rizosfer, kondisi ini membuat fungi fitopatogen tidak dapat mendapatkan besi yang dibutuhkan yang berakibat pertumbuhannya terganggu. Namun pengambilan Fe3+ oleh mikroorganisme ini tidak mempengaruhi kebutuhan tanaman akan besi yang sangat sedikit dibanding dengan mikroorganisme. Walaupun demikian pada aplikasi di tanah masam yang cenderung mengandung konsentrasi besi yang tinggi maka potensi sideropor yang dimiliki oleh agens diduga kurang berperan

40

dalam mengendalikan patogen. Pada mekanisme induced systemic resistance (ISR) Ramamoorthy et al. (2001) memaparkan bahwa mekanisme ISR terjadi sebagai akibat perubahan fisiologi tanaman yang kemudian menstimulasi terbentuknya senyawa kimia yang berguna dalam pertahanan terhadap serangan patogen. Perubahan fisiologi tersebut dapat berupa modifikasi struktural dinding sel atau perubahan reaksi biokimia pada tanaman inang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya induksi ketahanan sistemik oleh bakteri yaitu: 1) adanya sumbangan lipopolisakarida oleh bakteri; 2) produksi siderofor oleh bakteri; dan 3) produksi asam silsilat, yang dapat terjadi secara langsung oleh bakteri ataupun secara tidak lansung (Van Loon et al. 1998). Menurut Ouchi (1983) induksi resistensi tanaman merupakan aktivitas pertahanan tanaman untuk melindungi diri dari patogen atau hama. Salah satu respon ketahanan tanaman yang terinduksi adalah peroksidase (Koga et al 1998). Peroksidase memperkuat dinding sel terhadap degradasi enzim yang dihasilkan oleh patogen melalui pembentukan protein struktural pada dinding sel (Vance et al. 1980). Enzim ini berperan sebagai katalisator pada tahap akhir proses biosintesis lignin dan hidrogen peroksidase. Enzim ini juga dapat menginaktifkan dihasilkan oleh fungi patogen. Perlakuan yang tidak mampu menekan kejadian penyakit dalam uji in planta namun dalam uji in vitro memiliki potensi itu diduga karena serangan fungi patogen sangat cepat sementara kolonisasi bakteri belum baik, sehingga fungi patogen lebih awal mengkolonisasi dari agens biokontrol apalagi fungi patogen diinfestasi tiga hari lebih awal dari agens. Kondisi ini mengakibatkan agens biokontrol tidak mampu mengekspresikan sifat antagonismenya. Menurut Nawangsih (2006) untuk mengendalikan suatu penyakit, agens biokontrol dituntut tidak hanya dalam jumlah yang banyak tetapi juga harus aktif mengekspresikan kemampuan antagonismenya dan tepat sasaran. Fungi patogen F. oxysporum umumnya menyerang tanaman yang masih mudah (minggu pertama di rumah kaca), sehingga tingkat kematian terbanyak terjadi pada minggu pertama di rumah kaca. Bagi tanaman yang sakit tetapi tidak mati dapat bertahan hingga minggu ke lima dengan ciri-ciri: tanaman tidak berkembang, daun tidak bertambah dan berwarna coklat, akar tidak berkembang toksin yang

41

dan berwarna coklat, pangkal batang luka dan kelayuan daun. Adanya kelayuan daun pada tanaman yang terserang diduga penyumbatan pembuluh xylem atau hifa oleh spora F. oxysporum sehingga transportasi air dan unsur hara terhenti. Gejala tersebut hampir sama dengan hasil penelitian Hartman et al. (1999). Hartman et al. (1999) melaporkan bahwa gejala penyakit tanaman yang terserang F.oxysporum adalah menghitam atau coklat pada sistem vaskuler akar dan daun dan sangat jelas saat batang tanaman pecah-pecah sehingga kemungkinan menjadi klorosis, kering dan akhirnya mati. Tanaman yang terserang oleh

S. rolfsii memperlihatkan gejala-gejala daun layu, akar lateral tidak berkembang dan luka. Tanaman yang tidak mati pada umur semaian, tidak mengalami

pertumbuhan dan dapat bertahan hingga minggu ke lima setelah tanam. Menurut Agrios (2004) fungi S. rolfsii lebih cepat menyerang semaian dan mematikan. Tanaman yang telah membentuk jaringan yang berkayu tidak diserang

seluruhnya, tetapi fungi dapat masuk ke dalam kulit luar dan melilit tanaman secara pelan atau cepat, hinga akhirnya mati. Tanaman yang terserang R. solani umumnya mati pada minggu pertama setelah tanam. Tanaman yang tidak mati memperlihatkan gejala daun tidak berkembang, batang dan daun berwarna coklat, daun mengering, akar tidak berkembang dan membusuk. Menurut Agrios (2004) gejala yang paling umum pada kebanyakan tanaman yang diserang R. solani adalah damping off dari persemaian tanaman yang sedang tumbuh. Hasil analisis peranan agens sebagai pemacu pertumbuhan menunjukkan bahwa terdapat tiga perlakuan yang mempunyai BKT yang tertinggi dan berbeda secara nyata dibandingkan dengan kontrol, baik kontrol K0 maupun kontrol KNO3.. Rata-rata perlakuan yang mempunyai BKT yang besar juga memiliki BKA yang besar. Hal ini menunjukkan ada korelasi positif antara peningkatan BKT dengan BKA. Korelasi positif tersebut diduga tidak terlepas dari peran agens sebagai pemacu pertumbuhan, dimana agens (Pseudomonas sp. dan Bacillus sp) memiliki aktivitas pemacu pertumbuhan tanaman dengan cara menghasilkan hormon IAA dan melarutkan posfat (Astuti 2008; Astuti 2007). Glick dan Pasternak (1994) melaporkan bahwa Pseudomonas sp. adalah mikroba penghasil fitohormon khususnya IAA dalam jumlah besar dan mampu dan pembusukan akar dan batang dari

42

meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mengatur keseimbangan hormonal di dalam tanaman yang diinfeksi. Martenst et al. (1994) dalam Patten dan Glick (2002) melaporkan bahwa hormon IAA, ternyata tidak berfungsi nyata sebagai hormon dalam sel bakteri, adanya dalam sel bakteri diduga karena hormon

tersebut berperan penting dalam interaksi antara bakteri dengan tanaman. Disamping itu IAA merupakan hormon auksin pertama pada tumbuhan yang mengendalikan berbagai proses fisiologi penting yang meliputi pembelahan dan perkembangan sel, diferensiasi jaringan, respon terhadap cahaya, dan gravitasi (Salisbury & Ross 1992). Selain adanya aktivitas hormon IAA, pemacuan pertumbuhan tanaman oleh Pseudomonas diduga disebabkan kemampuan Pseudomonas dalam menambat Nitrogen (Watanabe et al. 1987). Kemungkinan lain adalah potensi yang dimiliki oleh kedua jenis bakteri ini sebagai pelarut posfat sehingga ketersediaan posfat bagi tanaman tercukupi. Menurut Sutariati (2006) senyawa fosfat yang ada dalam lingkungan tumbuh tanaman tidak selalu dapat mencukupi kebutuhan bagi tanaman sehingga keberadaan bakteri pelarut fosfat di rizosfer tanaman membantu menyediakan senyawa fosfat bagi tanaman. Walaupun ada korelasi positif antara BKT dengan BKA, namun tidak satupun perlakuan yang mempunyai BKA lebih besar dan berbeda secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Adanya peningkatan BKA yang tidak terlalu besar terhadap kontrol dibandingkan dengan peningkatan BKT dari perlakuan yang sama, diduga disebabkan konsentrasi auksin jenis IAA yang tinggi mengarah kepada pembentukan tajuk sedangkan konsentrasi IAA yang tinggi tidak terlalu memacu pertumbuhan akar. Menurut Salisbury & Ros (1992) pemberian auksin memacu pemanjangan potongan akar atau bahkan akar utuh pada banyak spesies tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10-1310-7M) bergantung pada umur spesies dan umur akar. Pada konsentrasi yang lebih tinggi (antara 1 sampai 10 M) pemanjangan hampir selalu terhambat. Diperkirakan, sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir cukup auksin untuk memanjang secara normal. Kemungkinan lain adalah siderofor dan pelarut fosfat yang dihasilkan oleh isolat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. menstimulasi fungsi akar menjadi lebih baik sehingga tanpa mengalami penambahan bobot akar yang signifikan dapat menyebabkan penambahan bobot tajuk yang signifikan.

43

Parameter lain peran agens sebagai pemacu pertumbuhan adalah pembentukan bintil akar. Pada pembentukan bintil akar diperoleh 3 perlakuan yang mempunyai jumlah bintil terbanyak dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (B. japonicum). Perlakuan tersebut adalah: Crb64+Bj11, Crb55+Bj11, dan Cr76+Bj11. Dari tiga perlakuan yang mempunyai jumlah bintil terbanyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol hanya terdapat satu perlakuan yang juga mempunyai BKT dan BKA yang besar, yakni perlakuan Cr76+Bj11. Ini menunjukkan bahwa faktor peningkatan BKA dan BKT dipengaruhi faktor lain selain kolonisasi B. japonicum. Jumlah bintil yang berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kontrol dapat diinterpretasikan bahwa isolat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. tersebut dapat menstimulasi kolonisasi B. japonicum yang lebih baik. Ini sangat penting karena dengan banyaknya kolonisasi B. japonicum dalam sistem perakaran maka fiksasi nitrogen semakin banyak sehingga kebutuhan nitrogen oleh tanaman dapat terpenuhi yang menyebabkan tanaman tumbuh dengan baik. Hal ini diduga karena isolat-isolat tersebut dapat menghasilkan hormon auksin, siderofor, pelarut posfat atau

senyawa lain yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sehingga tanaman tersebut memproduksi karbohidrat hasil fotosintesis (fotosintat) yang lebih banyak yang selanjutnya ditranslokasikan dari daun ke akar melalui floem sehingga kolonisasi B. japonicum lebih baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Atkins (1987) bahwa dalam menambat N2, B. japonicum memerlukan energi yang diperoleh dari tanaman berupa fotosintat yang ditranslokasikan dari daun ke akar melalui floem. Kemungkinan lain adalah dengan jumlah akar yang banyak maka permukaan akar lebih luas dan eksudat akar yang dikeluarkan menjadi lebih banyak sehingga mengundang kolonisasi B. japonicum lebih baik. Menurut Madigan et al. (2000) akar tanaman pepolongan mengeluarkan bahan organik untuk menarik mikroorganisme di sekitar perakaran termasuk bakteri bintil akar (BBA). Pelekatan BBA dengan akar pepolongan tergantung dari makromolekul pada permukaan rambut akar yang berinteraksi dengan polisakarida BBA.

44

DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2004. Plant Pathology. 5th ed. San Diego: Academic Pr. p 539-600. Alva AK, Edwards DG, Caroll BJ, Asher CJ, Greehoff PM. 1988. Nodulation and early growth of soybean mutants with increased nodulation capacity under acid soil infertility factors. Agron J 80: 836-84. Altomore et al. 1999. Solubilization of phosphates and micronutrient by PGPR and biocontrol fungus Trichoderma harzianum Rifai 1295-22. Appl Environ Microbiol 65: 2926-2933. Anas I. 1986. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Atkins CA. 1987. Metabolism and translocation of fixed nitrogen in the nodulated legume. Plant Soil 100: 157-169. Astuti RI. 2008. Analisis Karakter Pseudomonas sp. sebagai Agens Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol Fungi Patogen. [Tesis]. Sekolah Pascasarjan IPB. Bogor. Astuti RP. 2007. Rizobakteria Bacillus sp. Asal Tanah Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman. [Tesis]. Sekolah Pascasarjan IPB. Bogor. Atlas RM, Bartha R. 1988. Microbial Ecology, Fundamentals and Aplication. Ed ke 4. Menlo Park: Addison Wesley Longman, Inc. Bai Y et al. 2003. Enhanced soyben plant growth resulting from coinoculation of Bacillus sp. strain with Bradyrizobium joponicum. Crop Management and Quality. Dep. Of Plant Scince. Macdonald Campus of McGill unv. Canada. Ballows A, Truper HG, Dworkin M, Harder W, Schleifer HH. 1992. The Prokaryotes, 2nd ed. New York: Springer Verlag Inc. Basha S, Ulaganathan K. 2002. Antagonism of Bacillus sp. species (strain BC121 toward Curvularia lunata. Cur Sci 2: 1457-1463. Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Turck M. 1966. Antibiotic susceptibility testing by a standaridized single disk method. Am J Clin Pathol 45: 493-496. Bloemberg GV, Luthenberg BJJ. 2001. Molecular basis of plant growth promotion and biokontrol by rhizobacteria. Curr Opin Plant Biol 4:344-350.

45

Bottini R, Fulchieri M, Pearce D, Pharis RP. 1989. Identification of gibberelins a1, a3, and iso-a3 in culture of Azospirillum lipoferum. Plant Physiol 90: 45-47. Braud-Howland et al. 1992. Development of rapid method for detecting bacterial cell in situ using 16S rRNA-targeted probes. Biotecniques 13: 928-933. Campbell CL, Maden JW. 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. New York: JW dan Sons. Cattelan AJ, Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth promoting rhizobacteria to promote early soyben growth. Soil Sci Soc Am J 63: 1670-1680. Chernin L, Chet I. 2002. Microbial enzymes in the biokontrol of plant patogens and pests. Di dalam: Burns RG, Dick RP. editor. Enzymes in the environment. Hlm 171-226. Chompant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barkai E. 2005. Use of plant growth-promotion bacteria for biokontrol of plant disease: principles, mechanisms of action and future prospect. Environ Microbiol 71: 49514959. Cook RJ, Baker KF. 1983. The Nature and Practice of Biological Kontrol of Plant Patogen. St Paul: APS Pr. Hlm 539-541. Cunningham JE, Kuiak C. 1992. Production of citric and oxalic acids and solubilization of calcium phosphate by Penicillium bilaii. Appl Environ Microbiol 58: 1451-1458. Deptan. 2008. Press Release MENTAN http:/ditjentan.deptan.go.id. [17 Maret 2009]. pada panen kedelai.

Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield enchancemen of peanut (Arachis hypogaea L.) by application of plant growth-promoting rhizobacteria. Microbiology 159: 371-394. Djatmika I, Hermanto C, Eliza. 2003. Pengendalian hayati layu fusarium pada tanaman pisang dengan Pseudomonas sp. flurosences dan Gliocladium. Hort 13: 205-211. Eliza. 2004. Pengendalian Layu Fusarium pada Pisang dengan Bakteri Perakaran Gramineae. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Endarini T, Wahyudi AT, Imas T. 1995. Seleksi galur Bradyrhizobium japonicum indigenous toleran media asam-aluminium . Hayati 2: 74-79.

46

Enebak SA, Wei G, Kloepper JW. 1998. Effect of plant growth promoting rhizobacteria on labolly and slash pine seeding. J Forest Sci 44: 139-144.

Fernando WGD, Nakkeeran S, Zhang Y. 2006. Biosynthesis of antibiotic by PGPR and its relation in biokontrol of plant diseases. Di dalam: Siddqui ZA. editor. PGPR: Biokontrol and Biofertilization. Netherlands: Springer. Flis SE, Glen AR, Dilworth MJ. 1993. The interaction between aluminium and root nodule bacteria. Soil Biol Biochem 25: 403-417. Glick BR, Pasternak JJ. 1994. Moleculer Biotechnology, Principles & Applications of Recombinant DNA. Washington, D.C. ASM Pr. Golstein AH. 1995. Recent progress in understanding the molecular genetic and biochemistry of calcium phosphate solubilization by Gram negative bacteria. Biol Agric Hort 2: 185-193. Hadegorn C, Gould WD, Bardinelli TR, Gustavson DR. 1987. A selective medium for enumeration and recovery of Pseudomonas cepacia biotypes from soil. Appl Environ Microbiol 53: 2265-2262. Harsono U, Riyanto H, Gunito H. 2003. Agroindustri gula pada tanah masam di Lampung. Di dalam: Pendayagunaan tanah masam. Prosiding Simposium Nasional; Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat; 2003. Hlm 113-116. Hartman GL, Sinclair JB, Rupe JC. 1999. Compendium of Soyben Disease 4th. USA. APS Pr. Hlm 35 -49. Holl FB, Chanway CP, Turkington R, Radley RA. 1988. Response of crested wheat grass (Agropyron cristatum L.), perenial ryegrass (Lolium perenne) and white clover (Trifolium repens L.) to inoculation with Bacillus polymyxa. Soil Biol Biochem 20: 19-24. Husen E. 2003. Screening of soil bacteria for plant growth promoting activities in vitro. Short communication. Indones J Agri Sci 4: 27-31. Idriss E et al. 2002. Extracellular phytase activity of Bacillus amyloliquefaciens F2B45 contributs to its plant growth promoting effect. Microbiol 148: 2097-2109. Keyser HD, Munns D. 1979. Tolerance of rhizobia to acidity, aluminium and phosphate. Soil Sci Soc Am J 43: 519-523. Kingsley MT, Bahlool BB. 1992. Extracelluler polysaccharide is not responsible for aluminium tolerance of Rhizobium leguminosarum by Phaseoli CIAT899. Appl Environ Microbiol 4: 1095-1101.

47

Kloepper JW. 1933. Plant promoting rhizibacteria as biocontrol agens. In F.B. Meeting, Jr (ed). Siol Microbial Ecology. Application in Agriculture and Enviromental Management. New York. Marcel Dekker Inc. Kloepper JW, Schorth MN. 1978. Plant growth promoting rhizobacteria on radish in proceding of the 4th conference of planth pathogenic bacteria Station de Pathogenic. Angers INRA 2: 879-882. Koga J, Oshima K, Ogasawara N, Shimura M. 1998. A new bioassay for measuring elicitor activity in rice leave. Ann Phytopathol Soc Jpn 64: 97-101. Leveau JHJ, Lindow SE. 2005. Utilization of plant hormone indole-3-acetic acid for growth by Pseudomonas putida strain 1290. Appl Environ Microbiol 71: 2365-2371. Lewis JA, Papavizas GC. 1977. Factors affecting Rhizoctonia solani infection of soybeans in the greenhouse. Plant Dis Rep 61: 196-200. Liu ZL, Sinclair JB. 1993. Colonization of Soyben roots by Bacillus megatarium B153-2-2. J Soil Biol Biochem 25: 849-855. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Biology of Microorganisms. Edisi ke9. New Jersey: Prentice Hall. Mello MRF, Assis SMP, Mariano LRL, Camara TR, Menezes M. 2000. Screening Bacteria and Bacterization for growth promoting of Micropropagated Pineapple plantlets. Brasil. Universidade Federal Rural de Peinambuco. Moore YM et al. 2002. Fusarium of Banana: A Diverse Clonal Patogen of A domesticad Clonal Host. Di dalam: Summerel BA, Leslie JF, Backhouse D, Bryden WL, and Burgess LW, 2001. Fusarium. Nelson PE. Memorial symposium. The American Phytopathologycal Society. St. Paul, Minnesota. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada tomat [Desertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Ouchi S. 1983. Induction of resistance or susceptibility. Annu Rev Phytopathol 21: 289-315. OSullivan DJ, OGara F. 1992. Traits of fluorescent Pseudomonas spp. involved in suppression of plant root patogens. Microbiol Rev 56: 662-667. Patten CL, Glick BR. 2002. Role of Pseudomonas sp. putida indole acetic acid in development of the planta root system. Appl Environ Microbiol 68 : 37953801.

48

Pegg KG et al. 1966. Fusarium wilt of banana in Australian: a review. Aust J Agric Res 47: 673-650 Ploetz RC. 1988. Fusarium wilt (Panama Disease) di dalam: Ploetz RC, Zentmyer GA, Nihijima WT, Rohrbach KG, ohr HO, editor. Compendium of tropical fruit disease. St Paul : APS Pr. Hlm 10-11. Ramamoorthy V, Raguchander T, Samiyappan R. 2001. Induction of defenserelated proteins in tomato roots treated with Pseudomonas fluorescens Pf1 and Fusarium oxysporum f.sp.lycopersici. Plant Soil 239:55-68. Richardson AE, Hadobas PA, Hayes JE, OHara JE, Simpson RJ. 2001. Utilization of phosphorus by pasture plants supplied with myo-inositol hexaphospates is enhanced by the presence of soil microorganisms. Plant Soil 229: 47-56. Ryu CM. 2003. Bacterial volatile promote growt in Arabidopsis. Proc Natl Acad Sci 100: 4927-4932. Salisbury FB, Roos CW. 1992. Plant Physiology. Edisi ke-4. California:Worth Publishing, Inc. Selitrennikoff CP. 2001. Antifungi protein. Appl Environ Microbiol 67: 2883-2894. Semangun H. 1994. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada University Pr. Singh PP, ShinYC, Park CS, Chung YR. 1999. Biological kontrol of fusarium wilt of cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopathology 89: 92-99. Somasegaran, Hoben P. 1985. Methods in legume-Rhizobium Technology. Hawai. University of Hawai. Srinivasan M, Petersen DJ, Holl FB. 1996. Influence of indolacetic-acidproducing Bacillus isolats on the nodulation of Phaesolus vulgaris by Rhizobium etli under gnotobiotic condition. Can J Microbiol 42:10061014. Stover RH. 1962. Fusarium Wilt (Panama Disease) of Banana and other Musa spesies. Kew surrey: CMI. Hlm 45-52. Sutariati GAK. 2006. Perlakuan Benih dengan Agen Biokontrol untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa, Peningkatan Hasil dan Mutu Benih Cabai [Desertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Tachibana H. 1968. Rhizoctonia solani root rot epidemic of soybeans in central Iowa 1967. Plant Dis Rep 52: 613-614.

49

Tien TM, Gaskins HM, Hubbell DH. 1979. Plant growth substances produced by Azospirillum brasilense and their effect on the growth of pearl millet (Pennesetun americanum L.) Appl Environ Microbiol 37: 1016-1024. Tilak KVBR et al. 2005. Diversity of plant growth and health supporting bacteria. Curr Sci 89: 136-150. Vance CP, Kirk TK, Sherwod RT. 1980. Lignification as a mechanism of disease resistance. Annu Rev Phytopathol 18: 259-288. Van Loon LC, Bakker PAHM, Pieterse CMJ. 1998. Sistemic resistance induced by rhizosphere bacteria. Annu Rev Phytopathol 36: 453-483. Wahyudi AT. 1996. Seleksi galur-galur Bradyhrizobium joponicum toleran asam aluminium: analisis gen-gen penanda molekuler dan kompetensi in planta [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wardlaw CW.1972. Banana Disease. Inculuding Plantais and Abaca. London: Longman, Green and Co LTD. Hlm : 188-276. Watanabe et al. 1987. A new Nitrogen-fixing species of Pseudomonad: Pseudomonas diazotrophichus, nov. Isolatd from rice. Can J Microbiol 33: 670-678. Wibowo A, Sumardiyono C, Suryanti, Damayanti I. 2004. Pengaruh frekuensi aplikasi Fusarium nonpatogenik BNT-12 terhadap perkembangan penyakit layu fusarium pisang di lapang (abstrak). Di dalam; symposium nasional I tentang Fusarium. Purwekorto, 26-27 Agustus 2004. Purwekerto: Universitas soedirman. Whipps JM. 2002. Microbial interaction and biokontrol in the rhizosphere. J Exp Bot 52: 487-511.

50

Lampiran 1 Penampilan Tanaman Sakit Akibat Serangan Fungi Patogen

Gambar 1 Penampilan tanaman sakit akibat serangan F. oxysporum; A: tanaman yang sakit dalam botol Leonard dengan gejala : daun tidak berkembang, layu kemudian kering; B: tanaman sakit yang telah dicabut dengan gejala: pangkal batang luka, akar luka dan tidak berkembang, kedua gambar diambil pada hari ke 25 setelah tanam.

Gambar 2 Penampilan tanaman sakit akibat serangan S. rolfsii; A: tanaman sakit dalam botol Leonard dengan gejala daun tidak berkembang, layu kemudian kering; B: tanaman sakit yang telah dicabut dengan gejala: akar tidak berkembang dan luka. Kedua gambar diambil pada hari ke 25 setelah tanam.

51

Lampiran 1 Lanjutan

Gambar 3 Penampilan tanaman sakit akibat serangan R. solani: A: tanaman yang sakit dalam botol Leonard dengan gejala daun tidak berkembang, kotiledon dan batang berwarna coklat dan kering; B: tanaman sakit yang telah dicabut dengan gejala: daun berwarna coklat, akar tidak berkembang dan busuk. Kedua gambar diambil pada hari ke 15 setelah tanam.

52

Lampiran 2 Kurva Standar Bakteri

Absorban pada 520 nm

2 1.5 1 0.5 0 0 10

y = 0.0357x - 0.0993 R = 0.9957 y Linear (y)

20

30

40

50

Jum. Sel dalam 10^7

Gambar 4 Kurva standar Bacillus sp. Cr 55. Absorbansi diukur pada 520 nm

Absorban pada 520 nm

2 1.5 1 0.5 0 0 5

y = 0.0665x + 0.0652 R = 0.974 y Linear (y)

10

15

20

25

Jum. Sel dalam 10^7

Gambar 5 Kurva standar Pseudomonas sp. Crb 86. Absorbansi diukur pada 520 nm

Absorban pada 520 nm

0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 5

y = 0.0332x - 0.0078 R = 0.9991 y

10

15

20

25

Jum. Sel dalam 10 ^7

53

Gambar 6 Kurva standar B. japonicum Bj 11. Absorbansi diukur pada 520 nm Lampiran 3 Komposisi Media yang Digunakan Dalam Volume 1 Liter 1. Media KingB Komposisi Jumlah (gr) Pepton 20.0 g K2HPO4 1.5 g MgSO4 1.5 g Gliserol 15.0 g Agar 15.0 g Akuades 1000.0 ml 2. Nutrien agar (NA) Komposisi Jumlah (gr) Nutrien Broth 8.0 g Agar 15.0 g Akuades 1000.0 ml 3. Potato dextrose agar Komposisi Jumlah (gr) Potato starch 4.0 g Dextrose 20.0 g Agar 15.0 g 4. Luria Agar (LA) modifikasi Komposisi Jumlah (gr) Triptofan 10.0 g NaCl 1.0 g Ekstrak yeast 5.0 g Agar 15.0 g Akuades 1000.0 ml 5. Water Agar Komposisi Jumlah (gr) Agar 10.0 g Akuades 1000.0 ml 6. Komposisi media yeast extract mannitol agar (YMA) (Somasegara & Hoben 1994) Komposisi Jumlah (gr) Manitol 10.0 g K2HPO4 0.5 g . MgSO4 7H20 0.2 g NaCl 0.2 g Ekstrak khamir 1.0 g Agar-agar 20.0 g Akuades 1000.0 ml Catatan. Media semi solid menggunakan komposisi yang sama kecuali Agar 50 % dari media solid (padat). Media broth menggunakan komposisi yang sama tanpa menggunakan agar.

54

Lampiran 4 Komposisi Larutan Hara Tabel Komposisi Larutan Hara Bebas Nitrogen Menurut Alva et al. (1988) konsentrasi larutan dalam M K2SO4 290 MgSO4.7H2O 100 Fe EDTA 10 Na2H2 EDTA 0.0177 FeCl3.7H2O 0.0177 NaH2PO4.2H2O 5 H3BO3 3 ZnSO4.7H2O 1 MnCl2.4H2O 200 CuCl2.2H2O 0.1 CoSO4.7H2O 0.004 Na2MoO4.2H2O 0.002 CaSO4.2H2O 50 KAl(SO4)2 50 Akuades komponen Jumlah (gr) dalam stok 1 L 5.054 2.46475 0.367 0.0658 0.0478 0.78 0.185 0.287 3.958 0.017 0.0112 0.0048 0.86 1.291 1000 ml Jum. dalam ml yang diambil dari stok 10 10 10 0.1 0.1 1 1 1 10 1 0.1 0.1 10 10 1000 ml

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Вам также может понравиться