Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Perilaku agresif a.

Pengertian perilaku agresif Perilaku agresif dapat dikategorikan sebagai bentuk gangguan emosional, biasanya timbul karena ketidakmampuan individu menyesuaikan diri dengan lingkunganya, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku agresif atau pemencilan dan penarikan diri. Keagresifan siswa merupakan kesalahan dalam penyesuaian diri, berbentuk kenakalan, kebrutalan, kekerasan, dan kemarahan (Sukmadinata, 2007: 413). Lingkungan peserta didik diwarnai dengan perilaku-perilaku agresif, sehingga agresifitas menjadi pola interaksi, terbentuk pada setiap anggotanya secara mekanistik, melalui pembiasaan. Menurut Anantasari (2006: 63), pada dasarrnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan, yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Agresi terkandung maksud untuk membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat disebut sikap bermusuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku agresif diindikasikan antara lain oleh tindakan untuk menyakiti, merusak, baik secara fisik, psikis, maupun social. Sasaran orang yang berperilaku agresif tidak hanya ditujukan kepada musuh tetapi juga kepada benda-benda yang ada dihadapanya yang memberi peluang bagi dirinya untuk merusak. Perilaku menyerang, memukul, dan mencubit yang ditunjukan oleh siswa bias dikategorikan sebagai perilaku agresif. Perilaku ini muncul karena siswa merasa frustasi menghadapi lingkungan yang sulit ia kendalikan atau tidak sesuai dengan keinginannya (Itabiliana, 2008: 17). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku agresif adalah perilaku seseorang yang diwujudkan dalam tindakan penyerangan secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain yang dapat membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat disebut sikap yang bermusuhan yang ada pada diri manusia. Hal ini berarti bahwa tindakan

atau perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun non fisik dan sosial dapat diindikasikan sebagai bentuk tindakan perilaku agresif. b. Ciri-ciri perilaku agresif Menurut Sukmadinata (2007: 414), perilaku-perilaku agresif

dimanifestasikan keluar supaya dapat diamati oleh orang lain. Oleh karena itu, untuk menilai siswa memilki kecenderungan perilaku agresif atau tidak, guru atau konselor dapat mengidentifikasi dan melihatnya berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut: Siswa seringkali berbohong, walaupun ia seharusnya berterus terang, menyontek, meskipun seharusnya tidak perlu menyontek. Suka mencuri, atau mengatakan ia kecurian bila barangnya tidak ada. Suka merusak barang orang lain atau barangnya sendiri, melakukan kekejaman, menyakiti orang lain, berbicara kasar, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli pada orang lain yang membutuhkan pertolongannya, dan suka menggangu siswa lain yang lebih kecil atau lebih lemah. Serta seringkali marah-marah, uring-uringan, memukulkan kaki tangan, menangis dan menjerit. Sementara itu menurut Anantasari (2006: 80, 90, 91, 107), ciri-ciri perilaku agresif sebagai berikut: a) Perilaku menyerang; perilaku menyerang lebih menekankan pada suatu perilaku untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan secara sosial tidak dapat diterima. Contoh; sikap anak yang mempertahankan barang yang dimiliknya dengan memukul. b) Perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain, atau objek-objek penggantinya; perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak, hamper pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan yang dapat dialami oleh dirinya sendiri atau orang lain. Bahaya kesakitan dapat berupa kesakitan fisik, misalnya pemukulan, dan kesakitan secara psikis misalnya hinaan. Selain itu yang perlu dipahami juga adalah sasaran perilaku agresif sering kali ditujukan seperti benda mati. Contoh : memukul meja saat marah. c) Perilaku yang tidak diinginkan orang yang menjadi sasaranya; perilaku agresif pada umumnya juga memiliki sebuah cirri yaitu tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaranya. Contoh: tindakan menghindari pukulan teman yang sedang jengkel.

d) Perilaku yang melanggar norma social; perilaku agresif pada umumnya selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial. e) Sikap bermusuhan terhadap orang lain; perilaku agresif yang mengacu kepada sikap permusuhan sebagai tindakan yang di tujukan untuk melukai orang lain. Contoh: memukul teman f) Perilaku agresif yang dipelajari; perilaku agresif yang dipelajari melalui pengalamannya di masa lalu dalam proses pembelajaran perilaku agresif, terlibat pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan yang mendorong perwujudan perilaku agresif. Contoh: kekerasan dalam keluarga, tayangan perkelahian dari media. Dilihat dari uraian pendapat diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ciri-ciri perilaku agresif yaitu: perilaku atau tindakan menyerang, kekejaman, seringkali marah-marah, perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain atau objek-objek penggantinya, dan perilaku melanggar norma sosial sehingga menjadikan sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kerugian pihak yang menjadi korban perilaku agresif. c. Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif Perilaku agresif pada anak agaknya cukup meresahkan apabila dilihat dari akibat yang mungkin ditimbulkanya. Perilaku agresif pada umumnya dipahami sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Perilaku ini termasuk salah satu perilaku yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial. Menurut Anantasari (2006: 92). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku agresif tersebut antara lain oleh hal-hal berikut ini: a) Frustasi; Secara umum, frustasi pada individu akan muncul ketika banyak terdapat harapan yang tidak terpenuhi. Frustasi ternyata berkaitan dengan agresi. Sebuah teori mengatakan bahwa agresi selalu merupakan konsekuensi dari frustasi dan frustasi selalu menimbulkan agresi. Oleh karenanya, situasi menekan dan tanpa harapan yang dialami anak sangat mungkin memicu terjadinya perilaku agresif. b) Pembelajaran sosial dan hadiah; munculnya agresi juga diungkap oleh Bandura lewat teori belajar sosialnya. Teori ini mengungkapkan bahwa manusia belajar agresif dengan melihat model yang diidolakan, seorang anak

akan menganggap dirinya mendapat hadiah atau menjadi hebat seperti tokoh yang diidolakan. Selain meniru pada model, perilaku agresif juga dapat muncul karena anak mendapat hadiah. Misalnya saja anak menjadikan perilaku agresif sebagai mekanisme yang akan selalu ia lakukan ketika lingkungan atau orangtuanya selalu memberikan apa yang diinginkan anak ketika melakukan perilaku tersebut. c) Pengaruh kelompok; penyebab agresifitas berkaitan juga dengan pengaruh kelompok. Ketika seorang anak masuk dalam kelompok, ada kecenderungan untuk menaati peraturan yang dimiliki kelompok. Ketaatan ini akan diperjuangkan karena akan menghasilkan penerimaan, penghargaan, bahkan pengakuan. Ketaatan ini pada akhirnya juga muncul ketika anak dituntut untuk melakukan perilaku agresif. d) Pengaruh lingkugan fisik; pengaruh lingkungan fisik yang buruk dalam banyak hal dapat menjadi faktor pemicu munculnya agresi. Misalnya saja lingkungan yang sangat bising dan panas dapat mendorong orang bertindak dengan caracara yang keras. d. Pemicu terjadinya perilaku agresif Perilaku agresif dapat terjadi karena dipicu oleh: (1) terpicu oleh hal kecil, (2) menyakiti teman, (3) untuk mencari perhatian (Anantasari, 2006: 23). Menurut Itabiliana (2008: 17-18), dalam keadaan frustasi, anak menjadi mudah terpicu untuk bereaksi secara fisik. Anak juga mudah menjadi agresif jika kondisi fisiknya sedang tidak nyaman: lelah, lapar, mengantuk, atau sakit. e. Dampak perilaku agresif Dampak buruk perilaku agresif bagi korban-korbanya meniscayakan kita selalu berupaya mengeliminasikan factor-faktor penyebab perilaku agresif. Dengan upaya tersebut diharapkan dapay meminimalkan terjadinya tindakan perilaku agresif. Menurut Anantasari (2006: 66), dampak buruk bagi korban perilaku agresif meliputi perasaan tidak berdaya korban, kemarahan setelah menjadi korban perilaku agresif, perasaan bahwa diri sendiri mengalami kerusakan permanent, ketidakmampuan memercayai orang lain dan ketidakmampuan menggalang relasi dekat dengan orang lain, keterpakuan pada pikiran tentang tindakan agresif atau kriminal. Hilangnya keyakinan bahwa dunia bias berada dalam tatanan yang adil.

f. Mengatasi perilaku agresif Menurut Itabiliana (2008: 19), untuk menghilangkan perilaku agresif dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman pada anak bahwa perilaku agresifnya tidak dapat diterima. Perkenalkan anak terhadap akibat dari perilakunya tersebut. Misalnya, tidak boleh masuk kelas lagi kalau memukul teman. Sekecil apapun berikan perhatian besar terhadap perilaku yang positif, dengan demikian anak akan belajar perilaku mana yang diharapkan, dan perilaku perilaku mana yang ditolak oleh lingkungan sosialnya. Menurut Anantasari (2006: 48), cara mengatasi perilaku agresif adalah dengan memberi empati, dorong anak untuk mencurahkan perasaanya, tanggapi dengan bijak, jangan terlalu melindungi, tumbuhkan percaya diri dan kembangkan kemampuanya, lakukan pengamatan, dan diskusikan dengan guru. a) Beri empati; dorong anak untuk mencurahkan perasaannya, menjadi pendengar yang baik berarti mendengarkan secara aktif tidak hanya mendengarkan apa yang diucapkan, tetapi juga memperhatikan bahasa tubuhnya. Yang penting adalah usahakan untuk menunjukan empati dapat memahami perasaan atau situasi yang dihadapi anak. Dorong anak supaya mau mencurahkan isi hatinya. Yakinkan anak bahwa anda mendengar dan memahaminya dengan mengulang apa yang dikatakannya dan rumuskan kembali pernyataan anak. b) Tanggapi secara bijak; tanggapan yang bijaksana, penuh empati, dan jauhdari kesan menginterogasi, akan mendorong anak untuk lebih terbuka. Jangan menaggapi cerita secara emosional dan terburu-buru memberi komentar dan saran, apalagi kalau sampai memarahinya. c) Jangan terlalu melindungi; ajarkan pada anak untuk mengatasi masalahnya sendiri. Sikap selalu melindungi akan membuat terus bergantung dan kurang mengembangkan kemampuan untuk bersikap yang tepat bila menghadapi kejadian serupa. Berikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing dan alternatif tindakan yang dapat diambilnya, misalnya dengan mengatakan menurutmu, sebenarnya kamu bisa berbuat apa?. d) Tumbuhkan percaya diri dan kembangkan kemampuanya; anak yang sering menjadi korban agresifisitas biasanya kurang mempunyai kepercayaan diri. Ia merasa inferior dibandingkan dengan seorang agresor sehingga merasa tidak

berdaya menghadapinya. Tunjukkan kepada anak bahwa masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan. e) Lakukan pengamatan; amati setiap perkembangan yang terjadi, tidak perlu terlibat langsung tetapi perhatikan bagaimana anak berinteraksi dengan temannya. Sediakan diri menjadi teman untuk mengadu dan mendapatkan rasa aman untuk mendorongnya dan ajak anak untuk mengevaluasi keadaan dirinya. f) Diskusikan dengan guru; ada baiknya dari permasalahan yang dihadapi anak dapat didiskusikan dengan guru atau wali kelasnya apabila kejadianya disekolah. Mintalah bantuan guru untuk mengamati.

2. Layanan konseling kelompok a. Pengertian layanan konseling kelompok Layanan konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan konseling kelompok secara terpadu dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling disekolah merupakan upaya pemberian bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Seperti halnya layanan bimbingan dan konseling, Layanan konseling kelompok juga memiliki keistimewaan dan keunggulan, keistimewaan dan keunggulan tersebut adalah dapat terciptanya interaksi secara langsung antar siswa atau anggota kelompok, sehingga tercipta suasana senasib dan

sepenanggungan untuk mengatasi setiap masalah yang dihadapi. Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk beriteraksi antar pribadi yang khas yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individu atau perorangan, interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama pelaksanan. layanan diharapkan tujuan-tujuan layanan yang sesuai dengan kebutuha-kebutuhan individu anggota kelompok tetap tercapai secara mantap. Pada kegiatan konseling kelompok setiap anggota kelompok mendapat kesempatan untuk menggali setiap masalah yang dialami oleh anggota kelompok. Kelompok juga dapat dipakai untuk belajar mengekspresikan perasaan,menunjukan perhatian orang lain, dan berbagai pengalaman. Pendekatan instruksional merupakan pendekatan yang digunakan dalam layanan konseling kelompok dalam pendekatan ini menitik beratkan interaksi atau hubungan timbal balik antara

anggota-angota dengan pemimpin kelompok dan sebaliknya yang akan nampak dalam dinamika kelompok. Menurut Prayitno (1995: 23) melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangka dirinya dalam hubungannya dengan orang lain ini tidak berarti bahwa diri seseorang lebih dimunculkan dari pada kehidupan secara umum. Maksudnya adalah individu diharapkan mampu mengendalikan dan mengembangkan dirinya sendiri dalam suasana kelompok sehingga individu tersebut dapat berperan aktif dalam kelompok. b. Hakekat layanan konseling kelompok Konseling kelompok mentepakan salah satu layanan bimbingan dan konselig yang diselenggarakan di sekolah layanan. Konseling kelompok pada hakekatnya adalah wawancara, konseling antara konselor professional sebagai pemimpin kelompok utuk memecahkan masalah dengan pertimbangan pribadi para anggota kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling, kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan atau bertindak dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan potensi diri. Konseling kelompok dapat dijadikan sebagai media mengembangkan pribadi kedirian dan mementingkan kepentingan-kepentingan orang lain. Senada dengan apa yang dikatakan Prayitno (1995: 24) layanan konseling kelompok seharusnya menjadi tempat pengembangan sikap ketrampilan dan keberanian sosial yang bertenggang rasa. c. Fungsi Layanan Konseling Kelompok Fungsi layanan konseling kelompok yang paling utama adalah kuratif atau pengentasan masalah tetapi ada fungsi-fungsi yang lain. Menurut Sukardi (2000: 453), konseling kelompok tidak hanya merupakan pertolongan yang, kuratif dan prefentif tetapi dapat juga bersifat perseveratif klien dapat melaksanakan fungsinya di masyarakat mungkin dalam bentuk pengalaman hidupnya. d. Tujuan layanan konseling kelompok

Menurut Winkel (1997: 544) tujuan layanan konseling kelompok yaitu: 1. Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri. berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadiannya. Anggota kelompok mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas pada fase perkembangan mereka. 2. Para anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontra antar pribadi didalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari diluar kehidupan kelompoknya. Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih marnpu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan lebih mambuat mereka lebih sensitif juga terhadap kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan sendiri. Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif. Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan menerima resiko yang wajar dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa. Para anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati makna dan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama,yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima orang lain. 3. Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya sendiri juga menimbulkankan rasa prihatin dalam hati orang lain. Dengan demikian dia tidak merasa teiisolir, atau seolah-olah hanya dialah yang mengalami permasalahan. Para anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lain secara terbuka, dengan saling menghargai dan menaruh perhatian. Pengalaman bahwa komunikasi demikian dimukingkinkan, akan membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang-orang yang dekat dikemudian hari. e. Tahap-tahap konseling kelompok

Menurut Prayitno (1995: 40), tahap-tahap pelaksanaan layanan konseling kelompok ada 4 tahap yang meliputi: tahap pembentukan , tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran. 1) Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan , pelibatan diri, pemasukan diri, adapun tujuan dari tahap ini adalah anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok. Menumbuhkan suasana kelompok tumbuhnya minat anggota tumbuhnya saling mengenal percaya menerima dan membantu diantara para anggota tumbuhnya suasana bebas dan terbuka dan dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok. Kegiatan dalam tahap pembentukan antara lain mengungkapkan pengertian dan tujuan konseling kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling, menjelaskan cara-cara dan azas-azas kegiatan kelompok, saling mengungkap dan memperkenalkan diri, permainan penghangatan/pengakraban. Peranan pemimpin kelompok dalam tahap pembentukan menampilkan diri utuh dan terbuka menampilakan penghormatan kepada orang lain hangat, tulus bersedia membantu dengan penuh empati. 2) Tahap peralihan merupakan jembatan antara tahap pertama dengan tahap ketiga. adapun tujuan dari tahap peralihan adalah terbebaskanya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya, makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan, makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok. Adapaun kegiatan dalam tahap ini menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap berikutnya, meningkatkan keikutsertaan anggota. Peranan pemimpin kelompok, menerima suasana yang ada secara sadar dan terbuka tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaan, mendorong dibahasnya suasana perasaan, membuka diri sebagai contoh dan penuh empati. 3) kegiatan bertujuan membahas suatu masalah atau topik yang relevan dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas adapun dalam tahap ini adalah pemimpin kelompok mengumumkan suatu masalah atau topik tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal belum yang jelas menyangkut masalah atau topik tersebut secara tuntas dan mendalam. Adapun peranan pemimpin

kelompok adalah sebagai pengatur lalu-lintas yang sabar dan terbuka, aktif tetapi tidak banyak bicara. 4) Pada tahap pengakhiran merupakan penilaian dan tindak lanjut, adanya tujuan terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan, terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas, terrumuskan rencana kegiatan lebih lanjut, tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri. Sedangkan kegiatan dalam tahap ini pemimpin kelompok mengungkapkan bahwa kegiatan akan segera diakhiri, pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasilhasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan, mengemukakan perasaan dan harapan. Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka, memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota, memberikan semangat untuk kegiatann lebih lanjut, penuh rasa persahabatan dan empati.

B. Kerangka Berpikir Layanan konseling kelompok dalam bimbingan konseling bermaksud memberikan pemahaman kepada siswa sebab dan akibat terjadinya perilaku agresif, dengan harapan siswa dapat mengetahui akibat dari perilaku yang dilkaukan yaitu perilaku agresif, kemudian tidak melakukannya dalam kehidupan efektifnya seharihari. Masyarakat sudah sering mendengar permasalahan yang dilakukan para remaja, sering terjadi perkelahian antar pelajar, membuat gaduh dan merusak. Maka dari itu dengan adanya pemberian layanan konseling kelompok yang membahas masalah perilaku agresif oleh guru pembimbing akan sangat membantu dalam penanggulangan perilaku agresif yang pada saat ini sudah menjadi suatu hal yang biasa bagi para siswa. C. Hipotesis Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan, maka hipotesis yang akan diuji kebenarannya dirumuskan sebagai berikut: Layanan konseling kelompok efektif dalam mengurangi perilaku agresif siswa kelas VII SMP N 1 Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011.

Вам также может понравиться