Вы находитесь на странице: 1из 12

Laporan Kasus : KELAINAN REFRAKSI KELOMPOK V

Adhi Rizky Putra Alice Melissa Simaela Anita Damar Riyanti Belyn Kelvina Octaviana Desy Elia Pratiwi Etika Tunjung Kencana Grichard Sapta Parrangan Komang Ida Widiayu Radiar M Reza Adriyan M Arfan Eriansyah Ni KD Sri Rahayu W Pandu Satya W Rachma Tia Wasril Tommy Yelsen Sumalim

03010004 03010020 03010034 03010052 03010076 03010094 03010118 03010152 03010166 03010186 03010204 03010218 03010228 03010268 03010280

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 23 JUNI 2011

PENDAHULUAN Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit atau kelainan yang menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Untuk melihat ketajaman mata bisa dilakukan uji visus tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata secara keseluruhan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya visus. Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Pada inti dari pemeriksaan visus nantinya akan diketahui apakah terjadi kelainan refraksi dan diketahui jenis kelainannya juga lena untuk mengoreksi kelainan refraksi tersebut. Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, seperangkat lensa mata, kerastoskop placido, kipas lancester regan . Optotype Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar.

STUDI KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang beserta ibunya dengan keluhan tidak jelas melihat tulisan di papan tulis sekolah kurang lebih 1 bulan yang lalu. Keluhan ini sering disertai dengan sakit kepala, pusing, mata berair dan suka mengerenyitkan mata. Ibu pasien mengatakan sejak 1 tahun yang lalu pasien sudah menggunakan kaca mata dengan ukuran sebagai berikut: OD : (-) 2,00 D

OS: (-) 1,50 D Pada pemeriksaan di dapatkan : Status generalisata : dalam batas normal :

Pemeriksaan bola mata OD

: mata tidak merah, dalam keadaan tenang

OS: mata tidak merah, dalam keadaan tenang Pemeriksaan visus didapatkan : OD : 4/60 S (-) 3,5 D C (-) 1,0 D 90o 6/6

OS: 6/60 S (-) 2,0 D C (-) 0,5 D 180o 6/6

PEMBAHASAN Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea) Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal (emetropia), kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopi, hipermetropi, dan astigmatisma. Pembagian refrakasi umum dikenal dengan emetropia dan ametropia. Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungi normal. Daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjang bola mata.

Gambar 1 emetropia Kelainan refraksi atau yang biasa disebut ametropia dibagi menjadi beberapa bagian yang didalamnya terdapat miopi, hipermetropi astigmatisma dan presbiopi. Namun khusus untuk presbiopi kelainan ini dianggap lumrah karena terjadi dari faktor pertambahan usia. Miopi Miopi (rabunjauh) adalah suatu kelainan refraktif di mana objek pada jarak yang jauh tidak dapat dilihat dengan jelas. Kondisi ini terjadi karena sinar cahaya yang datang ke mata jatuh di depan retina dan pada akhirnya gambar yang dihasilkan menjadi kabur. Penyebab paling umum terjadinya miopi adalah perpanjangan sumbu bola mata dan kekuatan refraksi pada mata menjadi terlalu kuat sehingga sinar tidak jatuh tepat pada retina, tetapi di depannya. Bentuk myopia seperti ini dikenal sebagai myopia aksial. Refraksi yang terlalu kuat dapat terjadi karena kuatnya refraksi kornea ataupun lensa mata. Perlu diketahui juga bahwa miopi tidak dapat dikoreksi dengan mengakomodasikan lensa mata seperti pada hipermetropi.Hal ini dikarenakan sewaktu lensa mata berakomodasi, kekuatan refraksi mata bukan menurun, melainkan meningkat. Pada penderita miopi, lensa dengan tidak berakomodasi sekalipun masih memiliki daya bias yang terlalu tinggi untuk panjang bola matanya. Penderita miopi dapat ditentukan melalui pemeriksaan visus (visus penderita miopi< 6/6) dan apabila ternyata seseorang didiagnosis menderita miopi, penderita tersebut dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif (cekung).Perlu diketahui prinsip dasar fisika, dimana lensa cekung bersifat divergen (menyebarkan sinar) sehingga pada penderita miopi yang sebelumnya bayangan jatuh di depan retina akan jatuh tepat pada retina setelah dikoreksi dengan lensa sferis negatif.

Gambar 2 miopi Hipermetropi Hipermetropi (rabun dekat) adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan dibelakang retina . Hipermetropi terjadi jika suatu kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina .Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropi aksial) ,seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu,atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropi refraktif) ,seperti afakia (tidak mempunyai lensa) . Pasien dengan hipermetropi mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi.Keluhan ini bertambah seiring dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Penderita hipermetropi dapat ditentukan melalui pemeriksaanvisus (visus penderita hipermetropi < 6/6) dan apabila ternyata seseorang didiagnosis menderita hipermetropi, penderita tersebut dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis positif (cembung).Perlu diketahui prinsip dasar fisika, dimana lensa cembung bersifat konvergensi (menyebarkan sinar) sehingga pada penderita hipermetropi yang sebelumnya bayangan jatuh di belakang retina akan jatuh tepat pada retina setelah dikoreksi dengan lensa sferis positif.

Gambar 3 hipermetropi

Astigmatisma

Astigmatisma adalah suatu keadaan refraksi mata dimana terdapat perbedaan refraksi pada meridian-meridian tertentu sehingga keseluruhan bayangan tidak difokuskan tepat pada retina. Penyebab terjadinya astigmatisma adalah karena kelengkungan kornea yang tidak normal misalnya karena radang kornea, trauma mata atau operasi mata, kelainan bawaan kornea mata menonjol (keratoconus) dan karena kelengkungan lensa. Astigmatisma dibedakan menjadi astigmatisma regular dan ireguler.Reguler jika daya refraksi mata menderita dipisahkan atas dua meridian utama yang saling tegak lurus, misalnya meridian horizontal dan vertical.Ireguler karena daya refraksi mata tidak beraturan pada berbagai meridian dan bahkan didalam satu meridian daya biasnya berbeda. Astigmatisma regular dapat dibedakan menjadi 3 1.Sederhana (simpleA) Sederhana jika merdian utama ametrop, lainnya hypermetrop atau myopia. 2. Gabungan (compoundA) Astigmatisma gabungan jika meridian utama sama- sama myopia atau hypermetropia, hanya berbeda derajatnya 3. Campuran (mixedA) Astigmatisma campuran jika salah satu meridiannya hypermetrop, lainnya myopia. Pemeriksaan pada astigmatisma menggunakan kipas lancester regan atau menggunakan kerastoskop placido. Pada penggunaan lancester regan OP disuruh melihat kipas tersebut, bila garis hitam pada semua meridian sama tegasnya berarti OP tidak menderita astigmatisma. Apabila tidak sama, Tanya garis yang paling kabur berapa derajatnya, diambil tegak lurusnya, kemudian pasang lensa silindris negative atau positif tegak lurus terhadap garis yang paling lebar. :

Gambar 4 astigmatisma

Presbiopi Presbiopi adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahan lahan berkurang. Presbiopi terjadi akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat. Gejala presbiopi biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopi diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai usia yaitu : +1D untuk 40 tahun, +2,5 D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.

Gambar 5 presbiopi

Gejala-gejala Klinis yang ditimbulkan Miopi banyak diderita oleh anak-anak, gejala yang umumnya dirasakan antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada jarak tertentu, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, sering mengerut dan menjuling karena tajam penglihatan membaik bila celah mata dipersempit, mengalami gangguan dalam pekerjaan dan biasanya jarang sakit kepala. Sedangkan pada pasien astigmatisma gejala yang dirasakan antara lain tegang mata, nyeri kepala dan rasa lelah pada mata. Pada pasien hipermetropi gejala yang dirasakan antara lain penglihatan kabur, tegang mata, nyeri kepala terutama di dahi dan lelah pada mata.

Pemeriksaan Visus Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan kelainan refraksi sekaligus melakukan koreksi terhadap kelainan yang didapat ialah pemeriksaan visus. Cara Pemeriksaan 1. Pasien berdiri 6m atau 20feet dari Optotipi Snellen 2. Pasang bingkai kacamata, tutup salah satu mata (mata kiri) 3. Mata kanan dilakukan Uji Pinhole untuk melihat ketajaman pengelihatannya 4. Mata kanan baca huruf Snellen. Baca dari huruf terbesar sampai huruf terkecil yang dapat dibaca, tanpa ada kesalahan.

5. Catat berapa visus kanan 6. Ulangi periksa visus mata kiri dengan cara diatas

Jika hasil visus yang didapat adalah 6/6, maka mata pasien dalam keadaan emetropia (normal). Namun, ada kemungkinan pasien menderita hipermetropi ringan. Untuk memastikannya, akan dipasang lensa sferis positif. Jika penglihatan pasien kabur, maka pemeriksaan dapat dihentikan karena pasien adalah benar emetropia. Namun jika penglihatan pasien semakin jelas, maka adalah benar pasien menderita hipermetropi. Jika hasil visus yang didapat < 6/6, pasien memiliki kemungkinan mederita kelainan refraksi seperti myopia, hipermetropi ringan, dan astigmatisma. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan satu kelainan refraksi dari beberapa kemungkinan yang ada ialah; 1. Pasang lensa sferis negatif ( Miopi, koreksi dilanjutkan sampai visus 6/6 2. Bila koreksi tidak tercapai visus 6/6, lanjutkan dengan kipas Lancester Regan 3. Pasien melihat kipas tersebut, bila garis hitam pada semua meredian sama tegasnya ( tidak menderita astigmatisma 4. Kalau tidak sama, tanya garis yang paling kabur berapa derajat, diambil tegak lurusnya, kemudian pasang lensa silindris negatif tegak lurus terhadap garis yang paling kabur. 5. Cari kekuatan lensa silindris sehingga garis semua meridian sama tegasnya 6. Pasien disuruh membaca kembali huruf Snellen dengan lensa kombinasi sferis dan silindris yang diperolehnya. Jika pasien tersebut tidak dapat membaca huruf/angka terbesar pada optotipi snellen yang berjarak 6 m, maka pemeriksaan yang dapet dilakukan yaitu dengan menggunakan cara hitung jari. Pemeriksa berdiri dari jarak 6 m dengan menunjukan angka dengan jari tangan. Maju tiap 1 m hingga jarak dimana pasien dapat membaca angka yang diperagakan oleh jari tangan pemeriksa. Jika hingga jarak 1 m pasien masih tetap tak membisa membaca angka yang diperagakan, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan lambaian tangan sambil pemeriksa mundur tiap 1 m [ jarak normal melihat lambaian tangan : 300m]. Jika masih tidak terlihat, dapat menggunakan proyeksi sinar [ jarak normal : tak terhingga].

Interpretasi Kasus Dalam kasus ini pasien sudah menggunakan lensa (-) sejak satu tahun yang lalu dan dari gejala dapat dilihat bahwa anak ini sering pusing, mata berair dan sering mengerinyitkan kelopak mata. Pada orang yang memiliki kelainan refraksi, kebiasaan mengerinyitkan bola mata ini bertujuan untuk mendapatkan efek pinhole. Dengan efek pinhole bayangan yang dibentuk lebih jelas. Hal ini dikarenakan oleh efek pinhole yang mempersempit sinar yang masuk sehingga mempertajam titik fokus yang jatuh pada retina. Selain itu, dalam pemeriksaan lanjutan ditemukan adanya kelainan visus (terlihat peningkatan lensa sferis miopi dan ditemukan astigmatisma karena adanya lensa silindris) dapat disimpulkan adanya diagnosis pasti yaitu miopi dan astigmatisma atau biasa disebut sebagai astigmatisma miopikus compositus. Pada OD pasien mampu melihat dengan jelas dalam jarak 4 meter dimana pada orang normal dapat melihat 60 meter dengan hitung jari,sehingga didapatkan visus 4/60. Tetapi dengan koreksi lensa sferis (-)3,5 D dan silindris (-) 1,0 D 90o (yang didapatkan dari uji kipas lancester regan) pasien dapat melihat pada jarak 6 meter huruf pada optotipi snellen dengan yang bisa dilihat pada jarak normal 6 meter, sehingga didapatkan visus 6/6. Pada OS pasien mampu melihat dengan jelas dalam jarak 6 meter hitung jari, dimana pada orang normal dapat melihat dalam jarak 60 normal. Dengan koreksi lensa sferis (-)2,0 D dan silindris (-)0,5 180o pasien mendapat kan visus 6/6, dari uji coba optotipi snellen. Maksud dari visus 6/6 adalah bahwa orang uji dapat melihat huruf optotipi snellen,pada huruf baris ke 8 (yang jarak normal dapat dilihat pada 6 meter)yang dapat dilihat pada jarak sejauh 6 meter. Adapun rumus visus didapatkan sebagai berikut: V = d/D V : visus D : jarak yang bisa dilihat orang normal d : jarak yang bisa dilihat OP Pada anak tersebut karena menderita miopi maka kemungkinan komplikasi yang didapatkan adalah Glukoma,estropia,dan ablasio retina.Glukaoma yaitu penyakit yang merupakan akibat

dari degenerasi anyaman trabekulum tempat pengeluaran cairan mata. Esotropia adalah kelainan mata yang diakibatkan karena mata secara terus menerus berkonvergensi cukup tinggi, terjadilah juling mata menuju ke arah nasal. Selain itu, komplikasi yang terjadi adalah ablasioretina, suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina. Karena pada anak tersebut juga mengalami astigmatisama, maka kemungkinan komplikasi yang didapatkan adalah anbliopia, yaitu dimana ketajaman mata tidak optimal sesuai dengan usia dan intelegensi walaupun sudah dikoreksi refraksinya.

Pemeriksaan Bola Mata Pemeriksaan bola mata dibagi menjadi dua yaitu segmen anterior san segmen posterior, dimana segmen anterior yang terdiri dari vitreus anterior, palpebra, kornea, lensa, konjungtiva, silia, iris, pupil. Sedanglan segmen posterior terdiri dari vitreus posterior, retina, papil dan saraf optik. Untuk memeriksa segmen anterior (selain retina) dilakukan pemeriksaan inspeksi dengan senter untuk pupil diarahkan senter dari arah lateral pada salah satu mata, kemudian gerakan dengan cepat didepan mata biasanya terjadi reaksi berlebihan untuk waktu singkat yang diikuti dengan dilatasi ringan, perhatikan reaksi pada mata lainnya apakah terjadi refleks konsensual atau tidak. kedua tindakan ini membuktikan bahwa penerimaan dari reseptor ke efektor baik pada mata yang diperiksa. Selain itu pada segmen anterior, untuk pemeriksaan kornea, dilakukan tes fluoresensi. Tes fluoresensi dilakukan untuk melihat adanya luka pada kornea atau tidak, adapun cara kerjanya ialah mata diberikan obat fluoresensi setelah itu dibilas dengan air suling kemudian disinari dengan lampu kobalt biru, jika terdapat lesi pada kornea, cahaya akan dipendarkan atau dihamburkan. Sedangkan untuk pemeriksaan segmen posterior bisa dilakukan dengan oftalmoskopi. Oftalmoskop adalah sumber cahaya yang mempunyai serangkaian lensa yang dapat difokuskan pada jarak yang berbeda-beda. Pemeriksaan oftalmoskop dilakukan di ruangan gelap dan tertutup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. In: Wahab A. Samik, Editor. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson. 15th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000.p.2150. 2. Underwood JC. Patologi Umum Vol 1. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1999. p. 247-54.
3. Bahar IM, Suega K, Dharmayuda TG. Pemeriksaan bola mata. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, et al, Editors. Buku Ajar mata. 14 th ed. Pusat Penelitian FK UI;2006.p.34-40. 4. Adikusumo A. Pemeriksaan visus. CDK 1999; 123:23-9. 5. Rusdianto R. Pemeriksaan mata.In: Ardiyanti EA,editor. Buku kesehatan mata.Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC;2009.p.27. 6. Refractive 2011 June 21. 7. Lasik 21.
8. mayoclinic.

Eye

Disorders.Myopia

Nearsightedness.

Available

at:

http://www.refractive eyedisorders.com/myopia-nearsightedness/. Accessed on MD. Vision Basics. Available at:

http://www.lasik.md/learnaboutlasik/refractiveerrors. php. Accessed on 2011 June emetropia Available from: http://www.mayoclinic/87-111.html,

accessed on 2011 june 20.

Вам также может понравиться