Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Penyakit telinga, hidung, dan tenggorok (THT) sudah banyak terjadi di masyarakat. Untuk dapat mengetahui tentang penyakit telinga, hidung, dan tenggorok (THT) ini khususnya pada penyakit tenggorokan tentunya seorang dokter harus lebih dahulu mengetahui embriologi, anatomi dan fisiologi dari masing-masing organ tersebut. Dengan diketahuinya fisiologis organ tersebut, dapat membantu mendiagnosis keluhan yang terjadi terutama pada penyakit tenggorok. Dengan demikian dapat membantu dilakukannya tata laksana yang komprehensif dan terpadu sesuai dengan kompetensi kedokteran umum.

B.

Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dokter muda dapat mengetahui contoh kasus tenggorok yang lazim ditemui di praktek kedokteran umum sehingga dokter muda juga dapat melakukan tata laksana yang baikdi bidang ilmu telinga, hidung, dan tenggorok (THT).

BAB II ILUSTRASI KASUS


A. IDENTITAS PASIEN

Nama Jenis Kelamin Umur Alamat No. Medrek Tanggal Masuk RS


B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama

: An. A : Laki-laki : 6 tahun : Salagedang : 54xxx : 28 November 2012

: Pendengaran menurun sejak 2 minggu yang lalu :

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan pendengaran menurun sejak 2 minggu yang lalu. Menurut ibu pasien pendengaran menurun karena adanya kotoron telinga yang menumpuk sehingga pendengaran pasien terganggu. Selain pendengaran menurun,pasien mengeluh demam yang dirasakan hilang timbul, batuk, pilek, tenggorokan bengkak dan nyeri menelan. Keluhan tenggorokan bengkak dan sakit menelan dirasakan terutama jika pasien sedang demam. Menurut ibu pasien tenggorokan bengkak sejak 2 minggu terakhir. Keluhan keluar cairan dan gatal dari telinga disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya


4. Riwayat Penyakit Keluarga:

Di keluarga ada yang menderita keluhan yang sama dengan pasien yaitu kakak pasien yang tenggorokan bengkak dan sakit menelan pada saat demam.

DM (-), HT (-), Asma (-)


:

5. Riwayat Pengobatan

Pasien meminum obat paracetamol untuk keluhan demam dan nyerinya yang diberikan oleh bidan, dan telinga sempat dibersihkan tetapi masih ada yang tersisa.

6. Riwayat Allergi : Obat (-), makanan (-), suhu (-)

7. Riwayat Psikososial

Pasien suka diebersihkan telinganya oleh ibu pasien menggunakan cotton bud Suka minum es,makanan pedas dan jarang makan sayur dan buah

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Pernafasan Suhu

: tampak sakit ringan : composmentis : tidak diukur : 90 x/ menit : 20 x/menit : 36,7 o C

D. STATUS GENERALISATA :

Kepala : normocephal Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-), refleks pupil (+/+) Telinga : lihat status lokalis THT Hidung : lihat status lokalis THT Mulut : bibir kering (-),sianosis (-), stomatitis (-), lidah kotor dan tremor (-), karies gigi (-) Leher : lihat statu lokalis THT Thoraks : a. Inspeksi b. Palpasi bernafas c. Perkusi d. Auskultasi Jantung : a. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat : normochest simetris,retraksi dinding dada (-) : tidak ada bagian dinding dada yang tertinggal saat : sonor pada semua lapang paru : suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi Abdomen : a. Inspeksi b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi

: ictus cordis tidak teraba : batas jantung relatif dalam batas normal : bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)

: ruam makulopapular (-) : supel,nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-) : Batas jantung relatif dalam batas normal : Bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)

Ekstremitas : a. Superior 2 detik b. Inferior 2 detik

: akral hangat,ruam makulopapular (-/-), udem (-/-), RCT < : akral hangat,ruam makulopapular (-/-), udem (-/-), RCT <

E. STATUS LOKALIS THT 1. TELINGA Tabel 1. Pemeriksaan telinga

AD Normotia, helix sign (-), tragus sign (-) Preaurikula appendege (-) tanda radang(-), pus(-), nyeri tekan(-), fistula(-) Tenang, udem(-), fistel(-), sikatriks(-), nyeri tekan(-) Hiperemis(-), udem(-), sekret(-), serumen (+), massa(-) Intak (+), refleks cahaya (+), perforasi (-), hiperemis (-) Membran timpani MAE Retroaurikula Preaurikula Aurikula

AS Normotia, helix sign (-), tragus sign (-) Preaurikula appendege (-) tanda radang(-), pus(-), nyeri tekan(-), fistula(-) Tenang, udem(-), fistel(-), sikatriks(-), nyeri tekan(-) Hiperemis(-), udem(-), serumen(+), sekret(-), mukopurulen, massa(-) Intak (+), refleks cahaya (+), perforasi (-), hiperemis (-)

+ Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa


2. HIDUNG Tabel 2. Pemeriksaan hidung

Uji Rinne Uji Weber Uji Schwabach

+ Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa

Dextra Tenang Eutrofi Deviasi (-) (-) a. (+) Sinus paranasal

Rhinoskopi anterior Mukosa Sekret Konka inferior Septum Massa Passase udara

Sinistra Tenang Eutrofi Deviasi (-) (-) (+)

1) Inspeksi : pembengkakan pada wajah (-), bagian bawah mata (-), daerah diatas mata (-) 2) Palpasi kontur (-) b. Tes penciuman: Kopi 1) Kanan 2) Kiri Kesan : 30 cm : 30 cm : normosmia : nyeri tekan kedua pipi (-), atas orbita (-), medius

3. TENGGOROK Tabel 3. Pemeriksaan Orofaring

Dextra Mulut Tenang Bersih, basah Tenang

Pemeriksaan Orofaring

Sinistra

Mukosa mulut Lidah Palatum molle

Tenang Bersih, basah Tenang

Karies (+) Simetris Tonsil Tenang

Gigi geligi Uvula

Karies (+) Simetris

Mukosa

Tenang

TIIb Besar Melebar + Faring Tenang Tabel 4. Pemeriksaan Nasofaring


Nasofaring (Rhinoskopi posterior ) Konka superior Torus tubarius Fossa Rossenmuller Plika Salfingofaringeal Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

TIIb

Kripta Detritus Perlengketan

Melebar + -

Mukosa Granula Post nasal drip

Tenang -

Tabel 5. Pemeriksaan Laringofaring Laringofaring (Laringoskopi indirect) Epiglotis Plika ariepiglotika Plika ventrikularis Plika vokalis Rima glotis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. MAKSILOFASIAL Tabel 6. Pemeriksaan Maksilofasial

Dextra I. Normosmia II. Visus normal (+)

Nervus Olfaktorius Penciuman Optikus Daya penglihatan Refleks pupil

Sinistra

Normosmia

Visus normal (+)

III. Okulomotorius (+) (+) (+) (+) (+) IV. Troklearis (+) V. Gerakan bola mata ke lateroinferior (+) Membuka kelopak mata Gerakan bola mata ke superior Gerakan bola mata ke inferior Gerakan bola mata ke medial Gerakan bola mata ke laterosuperior (+) (+) (+) (+) (+)

Trigeminal Tes sensoris Cabang oftalmikus (V1) Cabang maksila (V2) Cabang mandibula (V3) (+) (+) (+)

(+) (+) (+)

VI. Abdusen (+) Gerakan bola mata ke lateral (+)

VII. Fasial (+) (+) (+) (+) VIII. Akustikus Lihat status lokalis telinga IX. Glossofaringeal (+) (+) X. (+) (-) (+) XI. Assesorius (+) (+) XII. Hipoglossus (-) (-) Tremor lidah Deviasi lidah (-) (-) Memalingkan kepala Kekuatan bahu (+) (+) Vagus Refleks muntah dan menelan Deviasi uvula Pergerakan palatum (+) (-) (+) Refleks muntah Daya kecap lidah 2/3 anterior (+) (+) Tes garpu tala Lihat status lokalis telinga Mengangkat alis Kerutan dahi Menunjukkan gigi Daya kecap lidah 2/3 anterior (+) (+) (+) (+)

5. LEHER Tabel 7. Pemeriksaan Leher

Dextra Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-)
F. RESUME :

Pemeriksaan Thyroid Kelenjar submental Kelenjar submandibula Kelenjar jugularis superior Kelenjar jugularis media Kelenjar jugularis inferior Kelenjar suprasternal Kelenjar supraklavikularis

Sinistra Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-) Pembesaran (-)

An.A 6 tahun, datang dengan keluhan pendengaran menurun sejak 2 minggu yang lalu. Menurut ibu pasien pendengaran menurun karena adanya kotoron telinga yang menumpuk sehingga pendengaran pasien terganggu. Selain pendengaran menurun,pasien mengeluh demam, batuk, pilek, tenggorokan bengkak dan nyeri menelan. Keluhan tenggorokan bengkak dan sakit menelan dirasakan terutama jika pasien sedang demam. Menurut ibu pasien tenggorokan bengkak sejak 2 minggu terakhir. Keluhan keluar cairan dan gatal dari telinga disangkal. Pasien sempat diberikat obat paracetemol oleh bidan keluhan demam dan nyeri hilang sedangkan keluhan pendengaran menurun masih dirasakan. Pada pemeriksaan status lokalis THT bagian telinga didapatkan: MAE dekstra dan sisnistra terdapat serumen, Orofaring: Mukosa: hiperemis (+),Tonsil: TIIb / TIIb , hiperemis (+/+) , kripta melebar (+/+), detritus (+/+), perlengketan (-/-)

G. DIAGNOSA BANDING: 1. Serumen proof ADS + Tonsillitis kronik hipertropikans 2. Serumen proof ADS + Hipertrofi adenoid

H. DIAGNOSA KERJA :

Serumen proof ADS + Tonsillitis kronik hipertropikans


I. RENCANA PEMERIKSAAN : Pemeriksaan laboratorium : darah rutin ( Hb, Hematokrit,Trombosit, Leukosit) Konsul dokter gigi untuk karies

J. RENCANA TERAPI : 1. Non medikamentosa :

Rajin membersihkan telinga dengan cotton bud Hindari mengkonsumsi es,makanan pedas dan goreng-gorengan Banyak makan buah dan sayur Jika keluhan tenggorokan bengkak dan sakit menelan sering dirasakan dan mengganggu sebaiknya dilakukan oprasi

2. Medikamentosa : Antibiotik Mukolitik Analgetik : Amoxicilline syr 3 x 1 cth : Ambroxol syr 2x1cth : Paracetamol 3x1 cth (bila perlu)

Ekstraksi serumen

K. PROGNOSIS Quo Ad Vitam : dubia ad bonam

Quo Ad Functionam : dubia ad bonam Quo Ad Sanantionam : dubia ad bonam

10

BAB III PEMBAHASAN

A. Anatomi Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di dalam faring, dilapisi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kripta didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucium), dan tonsil lingualis yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.1,2,3,4 Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah tonsila palatina, sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.3,5 Tonsil terletak pada fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram. Fossa tonsilaris, dibagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina anterior) berisi m. palatoglossus, sedangkan dibagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior) berisi m. palatopharyngeus, yang kemudian bersatu di kutub atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. palatina membentuk palatum molle.1,2,3,4,5 Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsul fibrosa yang kuat dan berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m. konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk kedalam jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.1,2,4 Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta tonsil berkisar antara 2030 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Ada beberapa kripta yang berjalan ke arah dalam substansia tonsil dan berakhir di bawah permukaan kapsul. Kripta tonsil mungkin bercabang-cabang dan biasanya mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur. Kripta dengan ukuran terbesar terletak pada kutub atas tonsil dan disebut kripta superior. Dalam keadaan normal kripta-kripta ini mengandungi sel-sel epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan.

11

Pada kripta superior sering terjadi tempat pertumbuhan organisme karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan organisme, juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.1,2,3,4,5 Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini penting karena sikatrik yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut kedalam fosa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.3,5 Kutub atas tonsil terdapat pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruangan supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan.1,3,5

Gambar 2.1 Tonsil

12

B. Vaskularisasi Tonsil Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu: A. Palatina Ascenden, cabang A. Fasialis, memperdarahi daerah posteroinferior A. Tonsilaris, cabang A. Fasialis, memperdarahi daerah antero-inferior A. Lingualis Dorsalis, cabang A. Maksilaris Interna, memperdarahi daerah antero-media A. Faringeal Ascenden, cabang A. Karotis Eksterna, memperdarahi daerah postero-superior A. Palatida Descenden dan cabangnya, A. Palatina Mayor dan A. Palatina Minor, memperdarahi daerah antero-superior Daerah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V. Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis Interna. Pembuluh darah vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding faring.1,2,4

Gambar 2.2 Vaskularisasi Tonsil

13

C. Aliran Limfe Tonsil Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus M. Konstrikstor Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, dibelakang dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah dada, untuk selanjutnya bermuara ke duktus toraksikus.1,2,4

Gambar 2.3 Aliran Limfe Tonsil

14

D. Inervasi Tonsil Terutama melalaui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N. V2) dan N. Lingualis (cabang N. IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N. IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons nerve.1,2,4

Gambar 2.4 Inervasi Tonsil

E. Fisiologi tonsil Peranan tonsil dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit. Berdasarkan peneletian, ternyata tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk kedalam saluran nafas bagian bawah.1,2,4 Hasil penelitian , mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan bahwa parenkim tonsil memang mampu memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi IgA, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.6

15

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum, biasanya berbentuk kecil. Setelah antibodi ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi.1,2,4,6 Organisme-organisme patogen yang terdapat pada flora normal tonsil dan faring tidak menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan hubungan timbal balik antara berbagai jenis organisme.6

F. Penyakit-penyakit pada Tonsil 1. Tonsilitis Akut Infeksi akut pada tonsil sering terjadi pada anak-anak; kemungkinan karena sistem imun yang belum berkembang sempurna. Bagaimanapun, tonsilitis akut juga dapat terjadi pada orang dewasa tetapi harus selalu dipertimbangkan diagnosa banding dan faktor predisposisi yang lain.2,3,5 a. Organisme penyebab Radang akut tonsil dapat disebabkan organisme grup A Steptokokus -hemolitikus, Haemofilus influenzae, Streptokokus pneumoniae, dan Stafilokokus. Mycobacteria bisa menyebabkan tonsilitis akut dalam pasien imunokompromi.3,5 b. Gejala dan tanda Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia, demam biasanya tinggi, lesu, nafas bau (halitosis), pada kasus berat penderita tidak nafsu makan, nyeri telinga (referred pain), otitis media dapat terjadi sebagai komplikasi.3,5 c. Pemeriksaan Tonsil membengkak, hiperemis dan biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat yang mungkin keabuabuan atau kekuning-kuningan. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.3,5,6

16

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya detritus. leukosit ini

polimorfonuklear

sehingga

terbentuk

Detritus

merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.3,5,6 Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.3,5,6 d. Terapi Antibiotik desinfektan.3,5,6 e. Komplikasi Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Komplikasi tonsilitis akut lainnya adalah abses peritonsil, abses parafaring, sepsis, bronkhitis, nefritis akut, miokarditis serta artritis.6 spektrum luas, golongan penisilin atau

eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung

Gambar 2.5 Tonsilitis Akut

3. Tonsilitis Kronis Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi karena adanya peradangan akut atau subakut yang berulang atau rekuren. Hal ini dapat

17

menyebabkan pebesaran tonsil karena terjadi hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrotik dengan obruksi kripta tonsil.3,5 Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.3,5,6

a. Organisme penyebab Organisme penyebab sama dengan tonsilitis akut (Streptococcus hemolitikus, Hemophilus influenza) tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi golongan gram negatif.3,6 b. Patogenesa Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu

terjadi pembesaran tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran kripta pada beberapa kasus tonsilitis kronis. Karena proses radang berulang yang timbul, maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.2,6 Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil dalam waktu lama akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya sel limfosit dan basofil sehingga timbul detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.3 c. Tonsilitis Kronis Hipertropikans Biasanya terjadi pada anak dan berlanjut sampai dewasa muda. Dapat disebabkan oleh karena serangan berulang dari tonsilitis akut atau peradangan yang lama.2,6

18

a). Gejala dan tanda: Gangguan bernafas terutama pada anak-anak Nyeri tenggorokan, nyeri menelan, rasa kering, rasa mengganjal, rasa benda asing, rasa menghalangi pada tenggorok Pilek dan demam berulang Halitosis Sering disertai bertambahnya insidensi peradangan saluran nafas bagian atas, peradangan telinga ataupun sinus dan infeksi sistemik.2,3,5,6

b). Pemeriksaan fisik: Pembesaran tonsil dengan kripta melebar dan detritus atau pus yang menutupi kripta Pilar tonsil menunjukkan inflamasi atau pembentukan jaringan parut. 2,3,5,6

c). Terapi: Suportif dengan mengatasi peradangan akut dengan pemberian antibiotik (amox klavulanat, klindamisin), antipiretik dan istirahat Definitif dengan tonsilektomi.2,3,5,6

d. Tonsilitis Kronis Fibrotik (Atrofikans) Biasanya terjadi pada orang dewasa, khas terdapat pus di dalm kripta dan sering disebut masa kaseosa yang terdiri dari deskuamasi epitel yang mengandungi kristal kolesterol, lemak, leukosit dan deposit kalsium. Kripta yang paling sering terkena adalah yang bermuara pada fosa supratonsiler yang tertutup plika semilunaris.2,3,5,6

a). Gejala dan tanda Nyeri menelan, rasa tertusuk pada tonsil Batuk-batuk dengan pengeluaran pus yang berbau

19

Sering terjadi eksaserbasi akut atau tonsil terlihat hipremis disertai demam.2,3,5,6

b). Pemeriksaan fisik Tonsil atrofi Detritus2,6

c). Terapi Antibiotik Simtomatik Tonsilektomi.2,6

d). Komplikasi Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa abses peritonsiler, rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat menimbulkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.2,6

Gambar 2.6 Tonsilitis Kronik

e). Diagnosa Banding Antaranya adalah: Infeksi mononukleosis - Infeksi akut ini disebabkan oleh virus Epstein Barr. Pada umumnya penyakit ini menyerang dewasa muda dan jarang terdapat pada anakanak. Manifestasi klinik penyakit bervariasi dari asimptomatik

20

sampai penyakit yang berat dengan hepatosplenomegali. Tandatanda pada faring bervariasi. Sering terdapat tonsilitis folikular akut yang tidak dapat dibedakan dari tonsilitis streptokokus. Terkadang pembesaran dari jaringan limfoid pada faring dan dasar lidah bisa menyebabkan obstruksi saluran nafas. Gambaran hapus darah pada penyakit ini menunjukkan leukositosis di mana 50% adalah sel mononuklear dan 10% atipikal dengan pleumorphic nukleus. Keganasan (limfoma, leukemia, karsinoma) Difteri - Adalah infeksi yang disebabkan oleh basil gram positif

Corynebacterium diphteriae. Di negara dengan program imunisasi yang bagus, seperti di Amerika Serikat, penyakit ini jarang ditemukan. Penyakit ini menyebar dengan cepat dalam kondisi overcrowding, di mana pelayanan kesihatan cenderung buruk. Keparahan penyakitnya sendiri terganggu pada imunitas hos dan virulensi organisme penyebab. Secara klinis, gejala dapat bervariasi dari karier asimptomatik sampai penyakit yang fatal. Gejala klinis: infeksi tetap terlokalisasi pada tempat infeksi primer (faring, laring, cavum nasi). Seluruh efek sistemik dari infeksi berhubungan dengan produksi eksotoksin. Gejala awal penyakit berupa malaise, pireksia dan sakit kepala. Difteri orofaringeal menyebabkan nyeri

tenggorokan yang hebat dengan membran hijau keabu-abuan pada kedua tonsil, dinding faring posterior dan palatum molle. Membran tadi dapat menyebar dari faring ke laring menyebabkan obstruksi saluran nafas yang cepat yang membutuhkan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Scarlet Fever Vincents Angina - Vincents angina (trench mouth) adalah infeksi yang disebabkan oleh spirochaete, Borellia vincent dan organisma anaerob Basilus fusiformis. Lesi sangat sakit dan bisa menyebar ke tonsil. Lesi pada

21

tonsil berupa ulkus yang dalam dengan grey slough di dasarnya. Diagnosis ditegakkan dengan kerokan dari ulkus ataupun gingiva. Agranulositosis Pemphigous2,6

G. Tonsilektomi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fosa tonsilaris bersih, tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti pilar dan uvula. Morbiditas: pendarahan post operatif 2-4%. Mortalitas: 1:25.000 (pendarahan, obstruksi saluran nafas, anestesi).3

1. Indikasi tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.9

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.13 a. Indikasi Absolut

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

22

b. Indikasi Relatif

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten

Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.8 Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (cryptic tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa.15

2. Kontraindikasi tonsilektomi Kontraindikasi tonsilektomi merupakan: Bleeding disorders Infeksi pada waktu empat minggu yang terakhir Obat kontrasepsi oral (masih kontroversi)3

23

3. Komplikasi tonsilektomi Komplikasi tonsilektomi merupakan: 1) Perioperatif: pendarahan trauma

2) Postoperatif: a. Immediate b. pendarahan reaksi anestesi (asfiksia) Intermediate Pendarahan Hematoma dan oedem uvula Infeksi Komplikasi pulmonari Endocarditis bakteri subakut Nyeri telinga

c. Lambat Sikatriks postoperatif Sisa tonsil Keganasan yang mengikuti tonsilektomi3

4. Teknik Operasi Tonsilektomi

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan.9,14 Selama bertahun-tahun, berbagai teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan. Sampai saat ini teknik tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak seperti kebanyakan operasi dimana luka sembuh per primam, penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam.14

24

Diskusi terkini dalam memilih jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pascaoperatif serta durasi operasi.14 Selain itu juga ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta ketersediaan teknologi yang mendukung.9 Beberapa teknik dan peralatan baru ditemukan dan dikembangkan di samping teknik tonsilektomi standar.9

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.

a. Guillotine

Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Namun tidak ada literatur yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan. Tonsilotom modern atau guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang edematosa atau elongasi.5

Laporan operasi tonsilektomi pertama dilakukan oleh Celcus pada abad ke-1, kemudian Albucassis di Cordova membuat sebuah buku yang mengulas mengenai operasi dan pengobatan secara lengkap dengan teknik tonsilektomi yang menggunakan pisau seperti guillotine. Greenfield Sluder pada sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan seorang ahli yang sangat

merekomendasikan teknik Guillotine dalam tonsilektomi. Beliau mempopulerkan alat Sluder yang merupakan modifikasi alat Guillotin.5

Hingga kini, di UK tonsilektomi cara guillotine masih banyak digunakan. Hingga dikatakan bahwa teknik Guillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua yang masih aman untuk digunakan hingga sekarang. Negara-negara maju sudah jarang yang melakukan cara ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap

25

dikerjakan. Di Indonesia, terutama di daerah masih lazim dilkukan cara ini dibandingkan cara diseksi.5

Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.19

b. Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi.

Hanya

sedikit ahli THT yang secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik Sluder.9Di negara-negara Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak.11

Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.9

Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar dengan mouth gag pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal terfiksasi aman diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik ditempatkan dengan cara membuka mulut menggunakan jempol dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipa endotrakeal tetap di garis tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak

26

mengenai palatum superior sampai tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat bilah telah berada diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung untuk menghindarkan kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan pemeriksaan secara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.1

Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran. Anak dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal trakea lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.1

c. Electrocauter

Awalnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama anestesi umum, karena mudah memicu terjadinya ledakan. Namun, dengan makin berkembangnya zat anestetik yang nonflammable dan perbaikan peralatan operasi, maka penggunaan teknik bedah listrik makin meluas.

Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik (energi radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini.

27

Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (electrical pathway).

Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain. d. Radiofrekuensi11

Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (400C-700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak. Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8 MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460 kHz), the ArthroCare coblation system dan Argon plasma coagulators. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya. Penggunaan teknik radiofrekuensi dapat menurunkan morbiditas tonsilektomi. Namun masih diperlukan studi yang lebih besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya dari teknik ini.

28

e. Skalpel harmonik12

Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut (biasanya 1500C4000C), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal kaki.

Alatnya memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar dengan frekuensi 55,5 kHz sejauh lebih dari 80 m (paling penting), dan hasil dari pergerakan maju mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan fragmentasi berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi muncul ketika energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah ikatan hidrogen tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari friksi jaringan internal akibat vibrasi frekuensi tinggi.

Skalpel harmonik memiliki beberapa keuntungan dibanding teknik bedah lain, yaitu: Dibandingkan dengan elektrokauter atau laser, kerusakan akibat panas minimal karena proses pemotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur lebih rendah dan charring, desiccation (pengeringan) dan asap juga lebih sedikit. Tidak seperti elektrokauter, skalpel harmonik tidak memiliki energi listrik yang ditransfer ke atau melalui pasien, sehingga tidak ada stray energi (energi yang tersasar) yang dapat menyebabkan shock atau luka bakar. Dibandingkan teknik skalpel, lapangan bedah terlihat jelas karena lebih sedikit perdarahan, perdarahan pasca operasi juga minimal.

29

Dibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter, teknik ini mengurangi nyeri pascaoperasi. Teknik ini juga menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak bisa mentoleransi kehilangan darah seperti pada anak-anak, pasien dengan anemia atau defisiensi faktor VIII dan pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan.

f. Coblation13

Teknik coblation juga dikenal dengan nama plasma-mediated tonsillar ablation, ionised field tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar ablation; bipolar radiofrequency ablation; cold tonsillar ablation.

Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan listrik radiofrekuensi (radiofrequency electrical) baru melalui larutan natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. Coblation probe memanaskan jaringan sekitar lebih rendah dibandingkan probe diatermi standar (suhu 600C (45-850C) dibanding lebih dari 1000C).

National Institute for clinical excellence menyatakan bahwa efikasi teknik coblation sama dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan. g. Intracapsular partial tonsillectomy14

Intracapsular tonsillectomy merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. Meskipun mikrodebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot faring akibat tindakan operasi dan memberikan lapisan

30

pelindung biologis bagi otot dari sekret. Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah terjadinya peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat waktu pemulihan. Jaringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan insiden tonsillar regrowth. Tonsillar regrowth dan tonsilitis kronis merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus dalam teknik tonsilektomi intrakapsuler. Tonsilitis kronis dikontraindikasikan untuk teknik ini.

Keuntungan teknik ini angka kejadian nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih rendah dibanding tonsilektomi standar. Tetapi masih diperlukan studi dengan desain yang baik untuk menilai keuntungan teknik ini. h. Laser (CO2-KTP)15

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phospote) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang meyebabkan infeksi kronik dan rekuren.

LTA dilakukan selama 15-20 menit dan dapat dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. Dengan teknik ini nyeri pascaoperasi minimal, morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia pascaoperasi berkurang. Tekhnik ini direkomendasikan untuk tonsilitis kronik dan rekuren, sore throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan nafas yang disebabkan pembesaran tonsil.

31

DAFTAR PUSTAKA
1.

Adams et al, Boies fundamentals of otolaryngology, 6th ed. 1989. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

2.

American

Academy

of

Otolaryngology-Head

and

Neck

Surgery. from:

Tonsillectomy
3.

procedures.

Available

http://www.entlink.net/KidsENT/tonsil_procedures.cfm Bck L. Paloheimo M, Ylikoski J. Traditional tonsillectomy compared with bipolar radiofrequency thermal ablation tonsillectomy in adults. Arch otolaryngol Head Neck Surg 2001;127:1106-12
4.

Bailey B.J., Head & neck surgery-otolaryngology, 2nd ed. 1998. LippincottRaven. Philadelphia Hibbert J., Scott Browns otolaryngology, 5th ed. 1987. Butterworth and co. Ltd.

5.

6.

Koltai PJ, Solares A, Mascha EJ, Meng Xu. Intracapsular partial tonsillectomy for tonsillar hypertrophy in children. Laryngoscope

2002,112:17-19.
7. 8. 9.

Lee et al, Essentials of head and neck surgery, 2nd ed. 2000. McGraw-Hill. Maddern BR. Bedah listrik for tonsillectomy. Laryngoscope 2002;112:11-13 National Institute for Clinical Excellence. Coblation tonsillectomy. Available from:http://www.nice.org.uk/ip175overview

10. 11.

Nawawi F. Studi Perbandingan cara Guillotine dan Diseksi. FKUI 1990 Plant RL. Radiofrequency treatment of tonsillar hypertrophy. Laryngoscope 2002:112;20-2

12.

Rusmarjono dtt, Buku ajar ilmu kesehatan tht, edisi ke 5. 2001. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

13.

Shah U. K., Tonsilitis and peritonsilar abcess. www.emedicine.com. Diunduh tanggal 30 juni 2010.

14.

Webster AC, Morley-Forster PK, Dain S, Ganapathy S, Ruby R, Au A, Cook MJ. Anesthesia for adenotonsillectomy: a comparison between tracheal intubation and the armoured laryngeal mask airway. Can J Anaeth 1993;40:757-8 [Abstract]

32

15.

Wiatrak BJ, Willging JP. Skalpel harmonik for tonsillectomy. Laryngoscope 2002:112;14-16

33

Вам также может понравиться