Вы находитесь на странице: 1из 6

LAPORAN EVALUASI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Special Study Bendungan Salomekko

BAB IV EVALUASI HIDROLOGI


Evaluasi hidrologi meliputi meninjau monitoring parameter hidrologi dan membandingkan perilaku waduk secara hidrologis terhadap prakiraan perilaku rencana yang menjadi dasar pembuatan desain. Lebih lanjut evaluasi ini adalah bagian dari peninjauan keamanan bendungan dari aspek hidrologi.

4.1 MONITORING PARAMETER HIDROLOGI


Monitoring parameter hidrologi meliputi monitoring untuk mendapat data panjang guna mendukung operasional maupun perencanaan dan monitoring untuk peringatan dini. Pos untuk monitoring parameter hidrologi yang telah dioperasikan di bendungan Salomekko meliputi: 1. Pengukuran dan pencatatan hujan harian 2. Pencatatan muka air waduk secara otomatis dengan AWLR 3. Pencatatan operasi waduk yang meliputi: a. Muka air waduk b. Pengambilan untuk irigasi 4.1.1 Pos Hujan Biccoing

Pos hujan Biccoing telah beroperasi sejak bendungan belum dibangun yaotu tahun 1987, berupa pos hujan biasa yang dicatat setiap hari pada sekitar jam 8:00 pagi. Kondisi pos berdasar lokasi dan fisik peralatannya cukup bagus. Pengukuran dan pencatatan dilakukan oleh staf UMB Salomekko. Data dari pencatatan pada pos ini selain disimpan BBWS Jeneberang Pompengan juga disimpan di Seksi Hidrologi Dinas PSDA Propinsi Sulewesi Selatan.

4.1.2

Pos AWLR

Pos AWR dibangun bersamaan dengan konstruksi bendungan (1996-1997) karena merupak bagian dari instrumentasi bendungan. Lokasinya berada di rumah kontrol (intake tower) di sebelah hulu dekat pintu pemeliharaan. Merupakan pos otomatis analog dengan pencatat kertas. Kondisi pos dalam keadaan rusak dan tidak beroperasi karena mesinnya perlu diservis dan pipa pelampungnya tersumbat sedimen. Operasional dilakukan oleh staf UMB Salomekko dibawah binaan Seksi Hidrologi Dinas PSDA Propinsi Sulewesi Selatan termasuk penyimpanan datanya.

4.1.3

Pencatatan Operasional Waduk

Pencatatan pengoperasian waduk dilakukan oleh staf UMB bersamaan dengan catatan data instrumentasi yang lain. Data ini disimpan di Seksi Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan SDA, BBWS Jeneberang Pompengan.

IV - 1

LAPORAN EVALUASI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Special Study Bendungan Salomekko

4.1.4

Pos Peringatan Dini

Pos untuk memberi peringatan dini berkait dengan fenomena hidrologi belum ada di bendungan Salomekko. Mengingat bendungan berada di bukit dan di hilirnya terdapat pemukiman maka peringatan banjir sangat perlu. DTA bendungan Salomekko yang hanya kecil, bila terjadi banjir, jeda antara datangnya hujan dengan datangnya banjir sangat kecil. Peringatan dini berdasar hujan menjadi kurang berguna karena waktu untuk mengolahan dan belum tentu terjadi banjir. Peringatan dini berdasar muka air waduk lebih tepat karena dapat memberi informasi atas ancaman yang lebih nyata.

4.2 DATA HIDROLOGI UNTUK DESAIN


Pada saat dibuat desain Bendunngan Salomekko pos hidrologi sebagai sumber data masih jarang atau bila ada panjang datanya belum cukup memadai untuk dasar perencanaan. Karena alasan tersebut, untuk analisis hidrologi dipakai data dari pos hujan Camming yang berjarak sekitar 24 km dari posisi bendungan, atau 20 km di luar DAS Salomekko. Pada saat perencaan desain, pos hujan Manera dan Biccoing sudah ada tetapi panjang datanya masih belum memadai yaitu hanya sekitar 10 tahun dan 5 tahunan. Pada saat studi ini, data pos hujan Manera dan Biccoing sudah cukup memadai yaitu 32 tahun dan 24 tahun sehingga dapat menjadi dasar untuk mengetahui pelilaku hidrologi di areal studi.

4.2.1

Perbandingan Pola Hujan

Dilihat dari hujan rata-rata bulanan dari pos hujan Camming, Palattae, Biccoing dan Manera masih sama yaitu masuk Pola Curah Hujan Lokal. Pada pola ini, musim dapat dikelompakkan dan diuraikan sebagai berikut: 1. Musim hujan terjadi antara bulan April sampai Agustus, dengan indikasi hujan rata-rata bulanannya > 150 mm. Puncak musim hujan terjadi pada sekitar bulan Mei dan Juni. 2. Musim kemarau terjadi antara bulan September sampai Maret dengan indikasi hujan rata-rata bulanannya < 150 mm. Musim kemarau masih dapat dibagi 2 yaitu: a. Kemaru kering antara bulan September sampai November, petani tidak menanam tanam musiman. b. Kemarau lembab antara bulan Desember sampai Maret, petani menanam tanam musiman seperti padi dan palawija. 4.2.2 Perbandingan Letak Gografis

Letak geografis dari pos-pos hujan baik secara posisi maupun topografi dapat memberikan data hujan yang berbeda. Untuk pola hujan yang dipengaruhi oleh angin timur maka posisi lebih ke timur di daratan berkemungkinan mendapat hujan yang lebih tinggi. Sedangkan bila dilihat dari topografi, makin tinggi sampai batas tertentu, curah hujannya cenderng makin tinggi. Letak geografis dari 4 pos yang ditinjau adalah sebagai berikut: 1. Pos Manera berada paling timur, berada di dataran pantai

IV - 2

LAPORAN EVALUASI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Special Study Bendungan Salomekko

2. Pos Biccoing lebih ke barat dari pos Manera, berada di lereng sebelah timur bukit paling timur. 3. Pos Palattae lebih ke barat dari pos Biccoing, berada di lembah Walanae, sebelah barat bukit paling timur. 4. Pos Camming lebih ke barat dari pos Palattae, berada di lembah Walanae, sebelah barat bukit paling timur.

4.2.3

Perbandingan Tinggi Curah Hujan

Perbandingan curah hujan antara Pos-pos Camming, Palattae, Biccoing dan Manera dapat dilihat pada gambar berikut.
Hujan Rata-rata Bulanan Pos Camming

mm
600 500 400 300 200 100 0

mm
600 500 400 300 200 100 0

Hujan Bulanan Rata-rata Pos Palattae

Oct Oct

Mar

May

Nov Nov

Feb

Aug

Sep

Jan

May

Nov

Aug

Mar

Dec

mm
600 500 400 300

Hujan Rata-rata Bulanan Pos Biccoing

mm
600
500 400

Hujan Rata-rata Bulanan Pos Manera

300
200 100

200
100

0
Oct Nov Aug Feb Sep May Mar Dec

0
Feb May Aug Sep Mar Dec Jan Apr

Jun

Jun

Jan

Secara teoritis keadaan di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pos Manera Curah hujan di pos Manera yang berada di dataran pantai lebih rendah dibanding di pos Biccoing yang berada di lereng bukit. Ketika awan melintas di atas Manera tidak terjadi efek orografis. 2. Pos Biccoing Curah hujan di pos Biccoing adalah yang paling tinggi karena terjadi efek orogarfis pertama dengan kepadatan awan yang masih tinggi. 3. Pos Palattae

Apr

Gambar 4.1 Histogram Hujan Rata-rata Bulanan 4 Pos

Jul

Jul

IV - 3

Dec

Apr

Jun

Feb

Sep

Apr

Oct

Jan

Jun

Jul

Jul

LAPORAN EVALUASI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Special Study Bendungan Salomekko

Pos Palattae berada di lembah sehingga curah hujannya lebih rendah dari curah hujan di pos Biccoing yang secara topografi lebih tinggi. Selain itu posisinya lebih ke barat sehingga kepadatan awannya lebih rendah akibat telah diturunkan di sebelah timurnya. 4. Pos Camming Pos Camming berada di lembah sehingga curah hujannya lebih rendah dari curah hujan di pos Biccoing yang secara topografi lebih tinggi. Selain itu posisinya lebih ke barat sehingga kepadatan awannya lebih rendah akibat telah diturunkan di sebelah timurnya. Berdasar posisi, curah hujan di pos Camming lebih rendah dari pos Palattae. 4.2.4 Perbandingan Hujan Harian Maksimum

Perbandingan curah hujan antara Pos-pos Camming dan Biccoing berkait dengan debit banjir rancangan untuk desain. Apakah masih sesuai data dari pos Camming dipakai untuk desain Bendungan Salomekko. Perbandingan hujan harian maksimum dari kedua pos tersebut ditampilkan dalam gambar berikut.

mm
350 300 250 200 150
100

Perbandingan Hujan Harian Maksimum


Biccoing (1987-2010) Camming (1930-1987) Camming (1988-2010) Linear (Biccoing (1987-2010))
Linear (Camming (1930-1987))

50
0

Linear (Camming (1988-2010))

20%

50%

70%

80%

10%

30%

40%

60%

90%

Probabilitas

Gambar 4.2 Perbandingan Garis Trend Hujan Maksimum

Dari gambar di atas dapat dibaca: 1. Hujan Maksimum pos Biccoing cenderung lebih tinggi dari pada pos Camming, 2. Data yang pos Camming (1930-1987) yang dipakai untuk desain mempunyai trend dengan arah yang serupa dengan pos Biccoing. 3. Data yang pos Camming (1988-2010) mempunyai trend dengan arah yang lebih tinggi dibanding pos Biccoing.

100%

0%

IV - 4

LAPORAN EVALUASI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Special Study Bendungan Salomekko

4.3 PERILAKU WADUK


Perilaku waduk ditinjau dari dua aspek yaitu banjir dan aliran rendah yang telah terjadi selama operasional waduk.

4.3.1

Kejadian Banjir

Banjir terbesar yang menyebabkan genangan paling tinggi terjadi pada tanggal 20 Juni 2006 dengan tinggi genangan hampir mencapai pelimpah darurat. Berdasar data hujan di pos Biccoing, besarnya curah hujan pada hari itu adalah 260 mm. Catatan hujan pada tanggal 20 Juni 2006 tersebut adalah curang hujan tertinggi selama operasi waduk, merupakan curah hujan tertinggi kedua selama pencatatan. Curah hujan tertinggi di pos Biccoing adalah 304 mm yang terjadi pada tahun 1994 sebelum bendungan dibangun. Berdasar data perencanaan hujan 260 mm adalah mendekati hujan dengan kala ulang 25 tahun. Elevasi banjir akibat hujan kala ulang 25 tahun adalah + 77,30 m. Dari kenyataan ini maka terlihat bahwa perilaku banjir masih sesuai dengan perilaku yang diperkirakan dalam desain.

4.3.2

Operasional Waduk

Data operasional waduk dapat menjadi bahan untuk evaluasi perilaku waduk berkait dengan aliran rendah. Berdasar data operasional dari tahun 2007 sampai tahun 2010 dibuat grafik fluktuasi muka air waduk aktual seperti ditampilkan pada gambar berikut.

m
78 76 74 72 70 68 66 64 62 60 Jan 2007 Jan 2008

Muka Air Waduk Aktual

Jan 2009

Jan 2010

Jan 2011

Gambar 4.2 Fluktuasi Muka Air Waduk (2007 2010)

Dari grafik fluktuasi waduk di atas dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Dari 5 tahun data, 3 tahun waduk mencapai penuh yaitu tahun 2007, 2008 dan 2010. Keadaan ini berarti bahwa aliran rendah yang terjadi masih sesuai dengan yang direncanakan, aliran yang tersedia cukup untuk memenuhi waduk sehingga waduk dapat beroperasi dengan normal. 2. Terjadinya waduk kosong yang mendekati elevasi ambang terjadi 4 kali yaitu tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 masing-masing dengan waktu yang singkat. IV - 5

LAPORAN EVALUASI DAN ANALISIS HIDROLOGI

Special Study Bendungan Salomekko

Muka air waduk tidak sampai di bawah ambang pengambilan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa oprasional waduk cukup baik tidak terjadi kekosongan waduk yang lama. 3. Terjadi 2 tahun tidak mencapai penuh yaitu tahun 2009 dan 2011 yang masingmasing hanya mencapai sekitar +70 m. Ini terjadi karena curah hujan yang rendah (tahun kering). Curah hujan tahun 2009 di Boccoing hanya 1755 mm sedangkan curang hujan rata-rata tahunan adalah 2756 mm. Selain itu juga karena operasi waduk yang tidak menggunakan rule curve. 4.3.3 Pemanfaatan Air Waduk

Air waduk direncanakan untuk keperluan tunggal yaitu irigasi, sejauh ini masih sesuai. Tetapi ada sedikit yang berbeda yaitu pola tanam, dalam rencana adalah Palawija dan Padi, tetapi petani cenderung menanam Padi dan Padi. Akibat dari pola tersebut sebenarnya merupakan resiko petani karena keberhasilannya rendah. Kondisi kritis terjadi pada Musim Tanam (MT) I yang masuk dalam musim kemarau. Perlu difahami bahwa MT I yang biasanya dilaksanakan antara bulan Desember sampai Maret meskipun musim kemarau tetapi sering hujan. Karena sering hujan dan ada waduk maka petani cenderung menanam padi, tetapi bila ketersediaan air dari keduanya tidak mencukupi maka dilakukan pengurangan sampai penggiliran dalam pemberian air.

4.4 REKOMENDASI
Berdasar evaluasi dari aspek Klimatologi dan Perilaku Waduk, direkomendasi untuk analisis lebih lanjut sebagai berikut: 1. Pola curah hujan antara pos yang dipakai untuk desain dan pos yang berada di bendungan masih sama, tetapi curah hujan di bendungan lebih tinggi. Analisis aliran rendah perlu dilakukan untuk meninjau ketersediaan air. 2. Berdasar letak geografis dan perbandingan trend hujan maksimum, hujan di bendungan cenderung lebih tinggi sehingga perlu dilakukan analisis banjir berdasar data dari pos di bendungan. 3. Data kejadian banjir tahun 2006 dapat dijadikan pembanding (kalibrasi) untuk analisis banjir berdasar data dari pos di bendungan. 4. Pemanfaatan air yang sedikit berbeda, perlu ditinjau kebutuhan air dengan berbagai alternatif guna membuka kemungkinan peningkatan produksi pangan. 5. Analisis operasi waduk perlu dilakukan guna meningkatkan kenerja waduk termasuk perlu adanya rule curve sebagai pedoman dalam mengoperasikan waduk.

IV - 6

Вам также может понравиться