Вы находитесь на странице: 1из 5

Harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri, yaitu perasaan dihargai dan dibutuhkan dalam suatu anggota

atau kelompok masyarakat (Mc Marth, 1995, h.97). Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman individu. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Klass dan Hodge (dalam Tjahjaningsih, 1994, h.10) yang mengemukakan bahwa harga diri adalah hasil evaluasi yang dibuat dan dipertahankan individu, yang diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta penerimaan, penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap individu tersebut. Salah satu aspek harga diri adalah significance, yaitu menunjukkan adanya kepedulian, perhatian dan afeksi yang diterima individu dari orang lain yang mengindikasikan penerimaan dan popularitas individu di lingkungan sosialnya. Rasa percaya diri dapat mengindikasikan harga diri individu (Buss, 1995, h. 178). Ciri-ciri individu yang memiliki harga diri yang tinggi yaitu dapat menerima keadaan dirinya (Burns, 1993, h. 72). Individu dapat menerima semua kelemahan dan kelebihan dirinya tanpa menimbulkan penilaian negatif terhadap diri sendiri. Menurut Buss (1995, h. 202) individu dengan harga diri rendah lebih bersikap pesimis terhadap kemampuan sendiri, melindungi harga dirinya dan memiliki standar tujuan yang rendah. Remaja yang sedang dalam proses pencarian identitas diri, penilaian orang lain menjadi sangat penting bagi dirinya karena hal ini berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan remaja akan harga diri. Remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sangat membutuhkan harga diri karena harga diri mencapai puncaknya pada masa remaja (Goebel dan Brown dalam Tjahjaningsih, 1994, h. 11). Harga diri remaja berkembang dan terbentuk dari interaksinya dengan orang lain, melalui penghargaan, penerimaan, dan respon sikap yang baik dari orang lain secara terus menerus. Penilaian orang lain terhadap segala atribut yang melekat pada diri remaja sangat berpengaruh terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri. B. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967, h. 4-5) harga diri lebih mengarah pada suatu evaluasi diri yang dibuat dan dilakukan oleh individu itu sendiri dan sebagian besar merupakan hasil interpretasi individu dengan lingkungannya yang berupa sejumlah penghargaan, penerimaan dan perlakuan yang diterima oleh individu tersebut. Harga diri juga dinyatakan sebagai suatu penilaian pribadi tentang rasa keberhargaannya, yang diekspresikan dalam sikap-sikap yang dipegang individu terhadap dirinya sendiri. Coopersmith (1967, h. 159) menegaskan bahwa harga diri adalah suatu bentuk penilaian yang dibuat dan biasanya dipertahankan oleh individu mengenai dirinya. Penilaian tersebut menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan sejauh mana individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil dan berharga, karena harga diri tumbuh dan berkembang pada diri seseorang dari sejumlah penghargaan, penerimaan dan perlakuan yang diperoleh dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Buss (1995, h. 178) menyatakan bahwa harga diri memiliki dua makna, yaitu kecintaan pada diri sendiri (self love) dan percaya diri (self confidence). Kedua makna tersebut terpisah tetapi saling berhubungan, seseorang bisa menyukai dirinya namun kurang percaya diri khususnya

saat berhadapan dengan tugas tertentu, akan tetapi seseorang juga bisa merasa percaya diri tetapi tidak merasa berharga. Burns (1993, h. 69) menambahkan bahwa harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap. Sejalan dengan pengertian tersebut Dariuszky (2004, h. 6) menyatakan harga diri sebagai nilai yang diberikan atas diri sendiri. Harga diri tinggi merupakan nilai positif sedangkan harga diri rendah merupakan penilaian negatif terhadap diri sendiri. Definisi yang dikemukakan diatas memandang harga diri sebagai proses evaluasi atau pemberian nilai terhadap diri sendiri yang berkisar dari negatif sampai positif. Nilai yang diberikan pada diri sendiri tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya. Harga diri sebagai proses menilai diri sendiri menurut Brisset (Burns, 1993, h. 70) mencakup dua proses psikologis yang saling melengkapi, yaitu proses evaluasi diri dan harga diri. Proses evaluasi diri mengacu pada penilaian arti penting seseorang sedangkan proses harga diri mengacu pada tanggung jawab atas penilaian yang dibuat atas dasar kriteria dan standar yang melibatkan orang lain, tingkat keberhasilan, moral dan norma tingkah laku. Pendapat lain tentang harga diri menurut James (dalam Buss,1995, h. 177) yang menyatakan bahwa harga diri merupakan perbandingan dari keinginan untuk berhasil dengan keberhasilan yang telah dicapai. Individu yang mempunyai harapan untuk berhasil dan mampu mencapainya, maka individu tersebut memiliki harga diri tinggi. Harga diri menurut James tersebut melibatkan proses komparasi antara harapan dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang bersifat positif atau negatif. Penilaian positif terhadap diri sendiri disebut sebagai harga diri yang tinggi, dan penilaian negatif terhadap diri disebut sebagai harga diri rendah. Harga diri tinggi ditunjukkan dengan adanya penghargaan terhadap diri sendiri atau menganggap dirinya punya arti, sedangkan harga diri rendah cenderung menganggap dirinya tidak berguna. 2. Aspek Harga Diri Coopersmith (1967, h. 38) mengemukakan empat aspek harga diri, yaitu : a. Power, yaitu suatu kemampuan untuk bisa mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain yang didasari oleh adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. b. Significance, menunjukkan adanya kepedulian, perhatian dan afeksi yang diterima individu dari orang lain yang mengindikasikan penerimaan dan popularitas individu di lingkungan sosialnya. c. Virtue, menunjukkan adanya suatu ketaatan untuk mengikuti standar moral dan standar etika. d. Competence, menunjukkan adanya suatu kemampuan untuk sukses dalam memenuhi tuntutan prestasi yang ditandai dengan keberhasilan dalam mengerjakan bermacam tugas dengan baik. Buss (1995, h. 189) memiliki batasan yang berbeda mengenai aspek harga diri. Menurut Buss, harga diri terbagi dalam dua aspek yaitu aspek percaya diri dan aspek kecintaan pada diri sendiri. a. Aspek percaya diri (self confidence) Aspek percaya diri terdiri atas tiga komponen, yaitu :

1. Penampilan (appearance) Penampilan yang menarik dari seseorang menimbulkan kesan pertama yang dapat mendukung hubungan interpersonal. Salah satu sumber harga diri yang berkaitan dengan penampilan adalah kecantikan. Seseorang cantik atau tampan dinilai lebih menarik dan dianggap memiliki harga diri yang lebih tinggi dari orang-orang yang tidak cantik. 2. Kemampuan (ability) dan prestasi (performance) Kemampuan seperti bakat, keterampilan dan prestasi dapat menjadi sumber harga diri bila diukur atau dibandingkan dengan standar pembandingnya. Secara umum seseorang yang berbakat dinilai memiliki harga diri tinggi dari pada orang yang tidak memiliki bakat atau keterampilan. Bakat dan prestasi saling berhubungan, namun tidak selalu konsisten karena tidak semua orang yang memiliki bakat memiliki usaha yang kuat untuk berprestasi, dan orang yang berprestasi belum tentu memiliki bakat. Kesenjangan antara bakat dan prestasi dapat menurunkan harga diri, misalnya kurangnya kesempatan dan standar yang terlalu tinggi. Pandangan yang menganggap penyebab kegagalan karena faktor kurang beruntung dinilai sebagai individu yang punya harga diri tinggi, sedangkan anggapan kegagalan karena kemampuan yang rendah dinilai sebagai harga diri rendah. 3. Kekuatan (power) Kekuatan yang berhubungan dengan harga diri berkatian dengan tiga hal, yaitu dominasi, status dan uang, serta pengaruh lingkungan. Seseorang yang mendominasi orang lain dinilai lebih superior dan dinilai lebih baik sehingga meningkatkan harga dirinya. Kekuatan yang dimiliki seseorang bisa berasal dari status yang berasal dari orang lain salah satunya dari orang tua (ascribed status) dan status yang diperoleh sendiri (achieved status). Status yang diperoleh sendiri dapat meningkatkan harga diri karena sumber harga dirinya berasal dari kemenangannya dalam kompetisi. Kekuatan yang ketiga disebut sebagai pengaruh lingkungan. Kekuatan tersebut diperoleh bila seseorang mampu mengubah lingkungan dan keberhasilan tersebut membuatnya merasa berkuasa sehingga harga dirinya dapat meningkat. b. Aspek kecintaan pada diri (self love) 1. Penghargaan sosial (social rewards) Harga diri secara nyata dapat ditingkatkan melalui kasih sayang, pujian dan rasa hormat dari orang lain yang sifatnya lebih objektif dan realistis. Kasih sayang dari orang lain akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri. Seseorang yang merasa disayangi menganggap dirinya berharga dan layak untuk disayangi. Pujian yang diterima seseorang dapat mengubah penilaian terhadap dirinya menjadi positif sehingga dapat meningkatkan harga dirinya, begitu juga dengan penghormatan dari orang lain. 2. Pengalaman (vicariousnes) Pengalaman dapat berasal dari tiga sumber, yaitu kejayaan, refleksi dan perbandingan. Orang tua umumnya lebih tinggi harga dirinya dibandingkan anak-anak karena orang tua sudah mencapai kejayaan. Membandingkan diri dengan orang lain dapat menimbulkan persaingan, dan bila dapat memenangkan persaingan tersebut, maka harga dirinya lebih tinggi dibanding yang kalah persaingan. Sumber harga diri yang lain berasal dari benda-benda yang dimiliki seseorang, misalnya rumah, mobil dan lain-lain, benda-benda yang dimiliki seseorang mencerminkan nilai pribadinya sehingga dapat menaikkan penilaian terhadap dirinya. Aspek-aspek harga diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh Buss yaitu aspek percaya diri dan kecintaan pada diri. Aspek percaya diri yang meliputi penampilan, kemampuan dan prestasi, kekuatan, sedangkan aspek kecintaan pada diri yang meliputi penghargaan sosial dan pengalaman. 3. Karakteristik Harga Diri

Individu yang memiliki harga diri tinggi biasanya dapat menerima keadaan dirinya (Burns, 1993, h. 72). Individu dapat menerima semua kelemahan dan kelebihan dirinya tanpa menimbulkan penilaian negatif terhadap diri sendiri. Individu yang memiliki harga diri tinggi juga lebih aktif dan dapat merasa nyaman dalam interaksi sosial. Campbell (dalam Michener dan DeLamater, 1999, h. 95) menambahkan bahwa individu dengan harga diri tinggi mudah bersosialisasi sehingga nampak populer, percaya terhadap pendapat sendiri dan memiliki penilaian yang tepat terhadap diri sendiri. Fleksibilitas individu dengan harga diri tinggi dalam bergaul memudahkan dalam memberikan respon yang tepat terhadap situasi yang terjadi karena tidak ragu untuk mengemukakan pendapat pribadinya. Dariuszky (2004, h.12) menggambarkan individu dengan harga diri tinggi berani mengambil resiko, mempunyai harapan yang realistis terhadap usahanya, dapat menghargai keberhasilannya, memandang dirinya sederajat dengan individu lain, melakukan aktivitas untuk memperbaiki diri, menerima dan bahagia dengan keadaan dirinya, serta memiliki perasaan-perasaan yang positif. Ciri-ciri individu yang mempunyai harga diri rendah menurut Dariuszky (2004, h. 13) adalah menunjukkan adanya penilaian yang buruk terhadap kemampuan diri sendiri. Individu kurang menghargai keberhasilan, merasa rendah diri saat berhadapan dengan individu lain, tidak termotivasi untuk memperbaiki diri, dan mudah mengalami depresi. Perbedaan ciri harga diri tinggi dan rendah juga dikemukan oleh Buss (1995, h. 202). Menurut Buss individu dengan harga diri rendah lebih bersikap pesimis, melindungi harga dirinya dan memiliki standar tujuan yang rendah. Sebaliknya individu dengan harga diri tinggi, bersikap optimis, bersedia meningkatkan harga dirinya sehingga memiliki standar tujuan yang tinggi. Saat menghadapi kegagalan, mampu mencoba memperbaiki dengan melakukan kompensasi, dan bagi yang mengetahui jika individu lain lebih rendah dari dirinya bukanlah hal yang penting. Perbedaan ciri harga diri tinggi dan rendah ternyata berkaitan dengan jenis kelamin. Steinberg (2002, h. 266) menyatakan bahwa remaja wanita cenderung memiliki harga diri yang rendah dibanding remaja laki laki kerena remaja wanita sangat bergantung pada penilaian orang lain terhadap dirinya. Remaja wanita sangat mementingkan penampilan dan keberhasilan akademis, sehingga bila gambaran idealnya bertentangan dengan diri yang sebenarnya, penilaian mereka terhadap diri sendiri menurun. Buss (1995, h. 183) menyatakan bahwa atribusi diri dari laki-laki yang menganggap kegagalan karena faktor lingkungan, berkaitan dengan harga diri laki-laki yang tinggi, sedangkan atribusi diri wanita yang menilai kegagalan karena ketidakmampuan dirinya berkaitan dengan harga diri wanita yang rendah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah ditunjukkan dengan adanya penilaian yang bersifat negatif terhadap diri sendiri, pesimis terhadap kemampuan sendiri, dan mengalami hambatan dalam berinteraksi. Individu dengan harga diri yang tinggi menunjukkan ciri yang berlawanan karena dapat menerima diri sendiri dan memiliki motivasi untuk terlibat dengan orang lain dan memperbaiki kekurangannya.

Branden, N. 1969. The Psychology of Self Esteem. New York : Nash Publishing Corporation. Buss. A. H. 1995. Personality : Temperament Social Behavior and The Self.

Boston : Allyn and Bacon. Coppersmith, S. 1967. The Antecendent Of Self Esteem. San Francisco : Freeman. Dariuszky. G. 2004. Membangun Harga Diri. Bandung : CV. Pionir Jaya.

Вам также может понравиться