Вы находитесь на странице: 1из 52

AKSESIBILITAS DAN KEMUDAHAN DALAM PENGGUNAAN SARANA DAN PRASARANA

KOMISI NASIONAL LANJUT USIA JAKARTA 2010

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perkenan dan bimbingan-NYA sehingga buku yang merupakan informasi Aksesibilitas Dan Kemudahan Dalam Penggunaan Sarana Dan Prasarana Bagi Lanjut Usia telah tersusun. Dengan keterbatasan yang dimiliki, tentunya dibutuhkan perlakuan dan layanan khusus bagi para lanjut usia untuk memudahkan mengakses layanan tersebut. Berbagai layanan dan perlakuan khusus bagi lanjut usia telah ditetapkan melalui berbagai peraturan dan perundang-undangan, Sumber materi penulisan buku ini adalah berbagai Undangundang, Peraturan Pemerintah, Keputusan dan Surat Edaran Menteri terkait dengan aksesibilitas dalam penggunaan sarana dan prasarana bagi lanjut usia. Tujuan penyusunan buku ini merupakan sarana sosialisasi untuk meningkatkan implementasi berbagai peraturan dan perundangundangan yang telah ditetapkan dalam upaya memberikan kemudahan bagi lanjut usia dalam mengakses berbagai layanan serta sarana dan prasarana umum. Diharapkan dengan diterbitkannya buku ini, yang memuat tentang sarana dan prasarana umum yang dapat diakses oleh lansia,

3. Demikian untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik baiknya. Dikeluarkan di : JAKARTA Pada tanggal : 20 APRIL 1999

MENTERI PERHUBUNGAN Ttd GIRI S. HADIHARDJONO


Salinan Surat Edaran ini disampaikan kepada: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Menteri Sekretaris Negara (untuk diketahui) Menteri Sosial (untuk diketahui); Sekretaris Jenderal (untuk diketahui); Inspektur Jenderal (untuk diketahui); Para Direktur Jenderal di lingkungan Dephub (untuk diketahui); Direktur Utama perum Kereta Api; Direktur Utama Perum DAMRI; Direktur Utama (Persero) ASDP; Direktur Utama (Persero) PELNI; Direktur Utama (Persero) Garuda indonesia; Direktur Utama (Persero) Merpati Nusantara Airlines; DPP Organda (untuk diketahui); DPP Gapasdap (untuk diketahui); DPP INACA (untuk diketahui);

ii

Lampiran IV

akan dapat meningkatkan aksesibilitas layanan bagi lanjut usia, sehingga lanjut usia menerima layanan sebagaimana mestinya. Selain itu juga diharapkan para pemangku kebijakan layanan kepada lanjut usia sesuai kapasitasnya. dapat memberikan

SURAT EDARAN
Nomor : SE 3/HK. 206/ PHB-99

Kami menyadari bahwa buku ini masih belum lengkap dan sempurna, sehingga saran dan masukan dari semua pihak sangat diharapkan dalam upaya memberikan informasi kepada lanjut usia, sehingga dapat mengakses kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana pelayanan yang diperuntukan bagi lanjut usia.

TENTANG

PENYEMPURNAAN SURAT EDARAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR SE 11/HK.206/PHB-97 TENTANG PEMBERIAN REDUKSI KEPADA PARA LANJUT USIA YANG BERUMUR 65 TAHUN KE ATAS DALAM MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN

Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi sehingga diterbitkannya buku ini.

Komisi Nasional Lanjut Usia


1. berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. 2. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 11/ HK.206/Phb-97 tanggal 2 Oktober 1997 pada angka 1 yang semula reduksi (potongan) tarif angkutan sebesar 20% diberikan kepada para lanjut usia yang berumur 65 tahun ke atas diubah menjadi berumur 60 tahun ke atas.

Ketua II

Sekretaris Jenderal

Dra. Hj. Inten Soeweno

H. Toni Hartono

cii

DAFTAR ISI
Bab Halaman KATA PENGANTAR ................................................. DAFTAR ISI............................................................... I. PENDAHULUAN........................................................ A. B. Latar Belakang..................................................... Tujuan...................................................................

d. pelaksanaan pemberian reduksi berlaku, sejak tanggal Surat Edaran ini dikeluarkan. 3. Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Laut dan Udara memantau dan mengawasi pelaksanaan Surat Edaran ini. 4. Demikian untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik baiknya.

Dikeluarkan di : JAKARTA Pada tanggal : 2 Oktober 1997

MENTERI PERHUBUNGAN Ttd DR. HARYANTO DHANUTIRTO


Salinan Surat Edaran ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Menteri Sekretaris Negara (untuk diketahui) Menteri Sosial (untuk diketahui); Sekretaris Jenderal (untuk diketahui); Inspektur Jenderal (untuk diketahui); Para Direktur Jenderal di lingkungan Dephub (untuk diketahui); Direktur Utama perum Kereta Api; Direktur Utama Perum DAMRI; Direktur Utama (Persero) ASDP; Direktur Utama (Persero) PELNI; Direktur Utama (Persero) Garuda indonesia; Direktur Utama (Persero) Merpati Nusantara Airlines; DPP Organda (untuk diketahui); DPP Gapasdap (untuk diketahui); DPP INACA (untuk diketahui);

C. Peraturan Perundang-undangan yang digunakan dalam penulisan................................................... II.


BERBAGAI SARANA DAN PRASARANA UMUM YANG DAPAT DIAKSES OLEH LANJUT USIA ............................................................................

A. B.

Pelayanan Kesehatan.......................................... Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.................................................. 1. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum.............................................................. 2. Kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana umum............................................ a. Aksesibilitas pada bangunan umum...............

iv

Lampiran III

b. Aksesibilitas pada jalan umum....................... c. Aksesibilitas pada pertamanan dan tempat rekreasi........................................................... d. Aksesibilitas pada angkutan umum................

SURAT EDARAN
Nomor : SE 11/HK 206/ Phb-97

P E N U T U P................................................... III. Lampiran I ........................................................... Lampiran II .......................................................... Lampiran III .........................................................

TENTANG

PEMBERIAN REDUKSI KEPADA PARA LANJUT USIA YANG BERUMUR 65 TAHUN KE ATAS DALAM MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN

Lampiran IV ........................................................

1. Menindaklanjuti pencanangan Hari Lanjut Usia Nasional Oleh Bapak Presiden pada tanggal 29 Mei 1996 di Semarang dan guna memberikan kemudahan bagi para lanjut usia agar tetap sehat, produktif dan ceria di hari tua, kepada para lanjut usia yang berumur 65 tahun keatas diberikan reduksi (potongan) tarif anggota sebesar 20%. 2. Reduksi yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam butir 1, hanya untuk angkutan penumpang/ orang didalam negeri/antar pulau dan angkutan antar kota, dengan ketentuan sebagai berikut. a. reduksi tetap dapat diberikan pada masa sibuk (peak season), misalnya masa lebaran, natal, tahun baru dan lain sebagainya; b. reduksi diberikan kepada para lanjut usia yang dapat menunjukkan bukti kartu tanda penduduk (KTP); c. reduksi diberikan untuk semua jenis pelayanan atau kelas yang ada;

BAB I PENDAHULUAN

5) tempat parkir; 6) tempat pemberhentian/halte bus. b. jalur pemandu harus berdekatan dengan : 1) kursi taman; 2) tempat sampah; 3) telepon umum. c. perletakan perabot jalan (street furniure) haruslah mudah dicapai oleh setiap orang Untuk persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas bangunanbangunan khusus lainnya yang belum tercakup secara rinci dalam ketentuan ini maka penetapannya secara objektif oleh instansi yang berwenang dapat dilakukan secara kasus demi kasus.

A. Latar Belakang
Jumlah dan pertumbuhan penduduk lanjut usia dari tahun ke tahun terus meningkat dengan pasti. Jumlah dan pertumbuhan ini tidak terlepas dari adanya usia harapan hidup yang terus meningkat. Usia harapan hidup meningkat terjadi karena keberhasilan pembangunan yaitu kemajuan pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, pengetahuan, dan tingkat pendapatan yang semakin meningkat. Tingkat pendidikan ini mempunyai hubungan dengan tingkat pengetahuan, serta tingkat penghasilan seseorang. Orang dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi cenderung akan mempunyai penghasilannya yang lebih baik, sehingga mereka akan memilih sarana kesehatan yang lebih baik pula. Oleh karenanya, semua ini akan berdampak terhadap adanya usia harapan hidup yang semakin meningkat. Jumlah lanjut usia terus meningkat dan menurut proyeksi WHO pada 1995, dibandingkan pada tahun 1990 pertumbuhan penduduk lanjut usia Indonesia pada tahun 2050 mengalami pertumbuhan terbesar di Asia, yaitu sebesar 414%, Thailand 337%,
vi

2. RUANG TERBUKA DAN PENGHIJAUAN Ruang terbuka dan Penghijauan

KETENTUAN MINIMUM

India 242%, dan China 220%. Jumlah lanjut usia Indonesia, menurut sumber BPS bahwa pada tahun 2004 sebesar 16.522.311, tahun 2006 sebesar 17.478.282, dan pada tahun 2008 sebesar 19.502.355 (8,55% dari total penduduk sebesar 228.018.900), sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan jumlahnya mencapai 28 juta jiwa. Sungguh suatu jumlah yang sangat besar sehingga jika tidak dilakukan upaya peningkatan kesejahteraan sosialnya mulai saat ini maka akan menimbulkan permasalahan dan bisa jadi merupakan bom waktu di kemudian hari. Kecenderungan timbulnya masalah ini ditandai pula dengan angka ketergantungan lanjut usia sesuai hasil Susenas BPS 2008 sebesar 13,72%. penduduk usia produktif jika ditambah dengan Angka angka ketergantungan penduduk akan menjadi tinggi dan dirasakan oleh ketergantungan penduduk usia kurang dari 15 tahun, dimana jumlah penduduk kurang dari 15 tahun sebesar 29,13%. Bab III, Hak dan Kewajiban, Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menyebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemudian sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi, antara lain kemudahan prasarana dalam umum. penggunaan Selanjutnya fasilitas, penjabaran sarana, dan sebagaimana

- Menyediakan jalur pemandu masuk dan keluar pada ruang terbuka - Menyediakan ram untuk masuk dan keluar untuk pengguna kursi roda 3. KETENTUAN PARKIR Bangunan parkir dan tempat parkir umum lainnya Lot parkir yang ada 50 lot pertama 50 lot berukitnya Setiap 200 lot Parkir yang ada 3. KETENTUAN PARKIR Bangunan bangunan lain dimana masyarakat umum berkumpul dalam jumlah besar seperti pusat perdagangan swalayan, departemen store, dan bangunan pertemuan KETENTUAN MINIMUM Lot parkir yang aksesibel dapat dihitung sebagai berikut: Lot parkir Aksesibel 1 buah 1 buah 1 buah KETENTUAN MINIMUM Tempat duduk untuk pengunjung penyandang cacat atau orang yang tidak sanggup berdiri dalam waktu lama atau area untuk kursi roda harus tersedia secara memadai

Ketentuan persyaratan pada Ruang Terbuka dan Penghijauan meliputi: a. jalur pemandu disediakan menuju kelengkapan elemen lanskap/perabot/street furniture antara lain: 1) peta situasi/rambu; 2) kamar kecil/toilet umum; 3) tangga; 4) ram;

xcviii

pemberian penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia tersebut dirinci pada Peraturann Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia. Kajian Komisi Nasional Lanjut Usia pada tahun 2009 mendapatkan bahwa jumlah instansi yang seharusnya memberikan layanan terhadap lanjut usia masih sangat terbatas. Tragis memang, kemajuan di bidang pembangunan yang dicapai pemerintah tidak diikuti dengan tingkat partisipasi instansi pemerintah itu sendiri dalam upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Untuk tipe-tipe bangunan dengan penggunaan tertentu, diwajibkan pula untuk memenuhi persyaratan teknis tambahan dari ketentuan-ketentuan seperti telah disebutkan terdahulu, yaitu sebagai berikut:
1. JENIS BANGUNAN Kantor Bank, kantor pos dan kantor jasa pelayanan masyarakat yang sejenis Toko dan bangunan bangunan perdagangan jasa sejenis Hotel, penginapan dan bangunan sejenis KETENTUAN MINIMUM Paling sedikit menyediakan satu buah meja atau kantor pelayanan yang aksesibel Seluruh area perdagangan harus aksesibel Paling sedikit 1(satu) kamar tamu/ tidur dari setiap 200 kamar tamu yang ada dan kelipatan darinya harus aksesibel Paling sedikit 2 (dua) area untuk kursi roda untuk setiap 400 tempat duduk yang ada dan kelipatannya yang sebanding harus tersedia Seluruh area untuk persembahyangan harus aksesibel Paling sedikit 1(satu) kamar, yang sebaiknya terletak pada lantai dasar, harus aksesibel Paling sedikit 1(satu) meja untuk setiap 10 meja makan yang ada dan kelipatannya, harus aksesibel

penggunaan fasilitas, sarana, dan sarana umum sudah menjadi tuntutan yang wajib dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat, namun masih terlihat dimana-mana belum adanya pelaksanaan yang menyeluruh. Selanjutnya secara khusus buku ini akan memberikan pedoman bagaimana aksesibilitas kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Bangunan pertunjukan, bioskop, stadion dan bangunan sejenis dimana susunan tempat duduk permanen tersedia Bangunan keagamaan Bangunan asrama dan sejenisnya Restoran dan tempat makan diluar ruangan

viii

B. Tujuan
Disusunnya pedoman sebagai sumber informasi ini adalah sebagai suatu acuan bagi pemangku kepentingan, masyarakat dan lanjut usia agar mengetahui, memahami dan melaksanakan berbagai ketentuan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum bagi lanjut usia. Diharapkan dengan diketahui dan difahaminya berbagai ketentuan dimaksud, para pemangku kepentingan dan masyarakat umum dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara proporsional, sehingga lanjut usia mendapat kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

C. Peraturan Perundang-Undangan Yang Digunakan Dalam Penulisan


1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia; 3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung; 4. Undang-undang Perkeretaapian; 5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
xcvi

Nomor

23

Tahun

2007

tentang

7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan; 10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Wajib Menyediakan Fasilitas Yang Diperlukan Bagi Lanjut Usia. 11. Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE.11/HK 206/PHB-97 tanggal 2 Oktober 1997, dan Nomor SE.3 / HK.206/PHB-99 tanggal 20 April 1999 tentang Pemberian Reduksi/Potongan Tarif Angkutan Penumpang Dalam Negeri Untuk Semua Kelas Sebesar 20%.

BAB II BERBAGAI SARANA DAN PRASARANA UMUM YANG DAPAT DIAKSES OLEH LANJUT USIA
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia bahwa, layanan yang diberikan kepada lanjut usia antara lain adalah sebagai berikut :

A. Pelayanan Kesehatan

xciv

Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia agar kondisi fisik, mental dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar. Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui peningkatan : a. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan lanjut usia; Penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan diutamakan pada upaya pemampatan penyakit. b. Upaya penyembuhan (kuratif), yang diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik; Geriatrik adalah suatu ilmu yang mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif) sedangkan gerontologi adalah suatu ilmu yang mempelajari aspek yang ada pada lanjut usia (fisik, mental dan psikososial). c. Pengembangan lembaga perawatan lanjut usia yang menderita penyakit kronis dan/atau penyakit terminal. Penyakit terminal adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti kanker stadium akhir. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi lanjut usia yang tidak mampu, diberikan keringanan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

3 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

xii

tempat rambu itu dibaca. c. Jenis-jenis Rambu dan Marka Jenis-jenis Rambu dan Marka yang dapat digunakan antara lain: i. Alarm Lampu Darurat Tuna Rungu Diletakkan pada dinding diatas pintu dan lif. ii. Audio Untuk Tuna Rungu Diletakkan di dinding utara barat timur - selatan pada ruangan pertemuan, seminar, bioskop, dll. iii. Fasilitas Teletext Tunarungu Diletakkan/digantung pada pusat informasi di ruang lobby. iv. Light Sign (papan informasi) Diletakkan di atas loket/informasi pada ruang lobby, ruang loket/informasi dan di atas pintu keberangkatan pada ruang tunggu airport bandara, KA, pelabuhan, dan terminal. v. Fasilitas TV Text Bagi Tunarungu Diletakkan/digantung di atas loket/informasi pada ruang lobby, atau pada sepanjang koridor yang dilewati penumpang. vi. Fasilitas Bahasa Isyarat (sign language) Diletakkan di loket/informasi, pos satuan pengaman yang menyediakan komunikasi menggunakan bahasa isyarat. d. Lokasi penempatan rambu: i. Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa penghalang. ii. Satu kesatuan sistem dengan lingkungannya. iii. Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada kondisi gelap. iv. Tidak mengganggu arus (pejalan kaki dll) dan sirkulasi (buka/tutup pintu, dll).
xcii

Selanjutnya Pasal 19 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyebutkan : (1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif; (2) Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Dalam penjelasannya diuraikan : Manusia usia lanjut adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan. Bantuan untuk manusia usia lanjut berupa penyediaan tenaga, sarana, dan prasarana kesehatan yang dilakukan secara terintegrasi melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi, pelatihan dan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau pemerintah.

Untuk

mendekatkan

pelayanan

kesehatan

kepada buah

P. RAMBU dan MARKA 1 Esensi Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau petunjuk, termasuk di dalamnya perangkat multimedia informasi dan komunikasi bagi penyandang cacat. 2 Persyaratan a. Penggunaan rambu terutama dibutuhkan pada: i. Arah dan tujuan jalur pedestrian; ii. KM/WC umum, telpon umum; iii. Parkir khusus penyandang cacat; iv. Nama fasilitas dan tempat; v. Telepon dan ATM. b. Persyaratan Rambu yang digunakan: i. Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan penyandang cacat lain; ii. Rambu yang berupa gambar dan simbol sebaiknya dengan sistem cetak timbul, sehingga yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya; iii. Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional; iv. Rambu yang menerapkan metode khusus (misal: pembedaan perkerasan tanah, warna kontras, dll); v. Karakter dan latar belakang rambu harus dibuat dari bahan yang tidak silau. Karakter dan simbul harus kontras dengan latar belakangnya, apakah karakter terang di atas gelap, atau sebaliknya; vi. Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar dan tinggi antara 3: 5 dan 1:1, serta ketebalan huruf antara 1: 5 dan 1:10; vii. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai dengan jarak pandang dari

mayarakat, pemerintah telah membangun sebanyak 8.111

Puskesmas, dan jumlah Puskesmas Santun Lanjut Usia sebanyak 414 buah. Direncanakan pada tahun 2010 akan dibangun sebanyak 232 buah Puskesmas Santun Lanjut Usia. Kebijakan yang diselenggarakan dalam pelaksanaan Puskesmas Santun Lanjut Usia adalah : a. Pembinaan lanjut usia dilaksanakan secara holistik, terpadu dengan peran akktif lembaga pemerintah/ lembaga swasta/perguruan tinggi/ profesi/ masyarakat; b. Mengutamakan upaya promotif - preventif, disamping upaya kuratif - rehabilitatif kemandirian; c. Membangun partisipasi masyarakat, swasta termasuk lanjut usia itu sendiri secara kekeluargaan dan kegotongroyongan; d. Pelayanan dilaksanakan dengan menerapkan kendali mutu; e. Memantapkan f. kemampuan pengelola program melalui untuk peningkatan kesehatan dan

pendidikan dan pelaltihan; Penertapan teknologi kesehatan lanjut usia; g. Meningkatkan sistem informasi; h. Kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas. tepat gguna dalam pembinaan

xiv

Program kegiatannya adalah : a. Peningkatan dan pemantapan upaya pelayanan kesehatan lanjut usia di sarana pelayanan kesehatan dasar; b. Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia; c. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan bagi lanjut usia; d. Perawatan kesehatan bagi lanjut usia dan keluarga di rumah (home care); e. Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok lanjut usia; f. Pengembangan lembaga tempat perawatan bagi lanjut usia.

Ciri-ciri Puskesmas Santun Lanjut Usia : a. Pelayanannya baik, berkualitas, dan sopan; b. Memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan kepada lanjut usia; c. Memberikan keringanan/penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi lanjut usia yang tidak mampu; d. Memberikan dukungan/bimbingan pada lanjut usia dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya; e. Melakukan pelayanan kesehatan secara pro aktif;

f. Melakukan kerjasama dengan lembaga pemerintah dan


lembaga swasta.

xc

Puskesmas Santun Lanjut Usia melakukan pelayanan di : a. Dalam gedung, yaitu : Memberikan kemudahan Pelayanan : dalam akses dan biaya (poli fisik, laboratorium, khusus, loket terpisah, mendahulukan lanjut usia); pemeriksaan penyuluhan/konseling dan pengobatan.

xvi

b. Luar gedung, yaitu : Pembinaan kepada kelompok lanjut usia; Perawatan kesehatan masyarakat; Pelayanan kesehatan di Panti Sosial Tresna Wredha.

Kegiatan di kelompok lanjut usia adalah : a. Pemeriksanaan aktivitas sehari-hari; b. Pemeriksanaan status mendal; c. Pemeriksaan status gizi; d. Pengukuran tekanan darah, denyut nadi; e. Pemeriksaan Hb, gula darah, protein;
lxxxviii

f. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas; g. Penyuluhan kesehatan; h. Kunjungan kader dan tenaga kesehatan ke rumah lanjut usia yang tidak datang. Kegiatan tambahan di kelompok lanjut usia : a. Pemberian makanan tambahan sebagai contoh menu makanan; b. Kegiatan olahraga; c. Kerohanian; d. Rekreasi; e. Forum diskusi; f. Penyaluran dan pengembangan hobi. Perawatan kesehatan lanjut usia di rumah (home care) : a. Bentuk pelayanan kesehatan komprehensif yang dilakukan di rumah lanjut usia; b. Melibatkan lanjut usia serta keluarga untuk berpartisipasi dalam kegiatan perawatan lanjut usia; c. Bertujuan memandirikan lanjut usia dan keluarganya. Pelayanan kesehatan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Wredha : Untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan lanjut usia dalam menangani kesehatannya secara mandiri;

xviii

Memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. B. Pelayanan Untuk Mendapatkan Kemudahan Dalam

Penggunaan Fasilitas, Sarana, dan Prasarana Umum Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dimaksudkan adalah layanan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum sebagai perwujudan rasa hormat dan penghargaan kepada lanjut usia.
A. MEJA BUJUR SANGKAR

Pelayanan a. Pemberian

untuk

mendapatkan dalam

kemudahan

dalam

penggunaan fasilitas umum dilaksanakan melalui : kemudahan pelayanan administrasi pemerintah dan masyarakat pada umumnya;

lxxxvi

b. Pemberian kemudahan dalam pelayanan dan keringanan biaya; c. Pemberian kemudahan dalam melakukan perjalanan; d. Pemberian fasilitas rekreasi dan olahraga khusus. Pelayanan administrasi adalah kemudahan bagi lanjut usia dalam urusan-urusan yang bersangkut paut dengan urusan administrasi, seperti kartu tanda penduduk (KTP) seumur hidup, pelayanan membayar pajak, pengembalian uang, dan pelayanan kesehatan. Kemudahan dalam pelayanan dan keringanan biaya merupakan suatu penghargaan bagi lanjut usia yang akan menikmati dan/atau memenuhi berbagai kebutuhan baik transportasi maupun akomodasi seperti tiket (bus, kereta api, pesawat, kapal laut) dan penginapan. Kemudahan dalam melakukan perjalanan merupakan suatu penyediaan fasilitas bagi lanjut usia, dalam bentuk antara lain penyediaan loket khusus, tempat duduk khusus, dan kartu wisata khusus, agar merreka tidak mendapat hambatan dalam melakukan perjalanan seperti melaksanakan ibadah, ziarah atau wisata. Penyediaan fasilitas rekreasi dan olah raga khusus dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan rasa senang, bahagia, dan kebugaran kepada lanjut usia agar dapat mengisi

3 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

xx

O. PERABOT 1 Esensi Perletakan/penataan lay-out barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan/memberikan ruang gerak dan sirkulasi yang cukup bagi penyandang cacat. 2 Persyaratan a. Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan gedung harus dapat digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan darurat. b. Dalam suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat banyak, seperti bangunan pertemuan, konperensi pertunjukan dan kegiatan yang sejenis maka jumlah tempat duduk aksesibel yang harus disediakan adalah: KAPASITAS TOTAL TEMPAT DUDUK 4-25 26-50 51-300 301-500 >500 JUMLAH TEMPAT DUDUK YANG AKSESIBEL 1 2 4 6 6,+1 untuk setiap ratusan

waktu luang dengan menikmati rekreasi dan olah raga yang secara khusus disediakan baginya. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam

penggunaan sarana dan prasarana umum dimaksudkan untuk memberikan aksesibilitas terutama di tempat-tempat umum yang dapat menghambat mobilitas lanjut usia. 1. Kemudahan Dalam Penggunaan Fasilitas Umum Pemerintah memberikan kemudahan dalam pelayanan administrasi pemerintah kepada lanjut usia untuk : a. Memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP) seumur hidup; b. Melaksanakan kewajiban membayar pajak; c. Memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik pemerintah; d. Melaksanakan perrnikahan; e. Melaksanakan kegiatan lain yang berkenaan dengan pelayanan umum; (pembayaran listrik, telepon, air minum dan sebagainya). Pemerintah dan masyarakat memberikan kemudahan dalam pelayanan dan keringanan biaya kepada lanjut usia untuk : a. Pembelian tiket perjalanan dengan menggunakan sarana angkutan umum (bus, kereta api, pesawat, kapal laut); b. Akomodasi; (biaya penginapan di hotel, wisma, dan penginapan lainnya)

lxxxiv

c. Pembayanan pajak; (Pajak Bumi dan Bagunan) d. Pembelian tiket masuk tempat rekreasi. Pemerintah dan masyarakat memberikan kemudahan dalam melakukan perjalanan kepada lanjut usia untuk : a. Penyediaan tempat duduk khusus; b. Penyediaan loket khusus; c. Penyediaan kartu wisata khusus; d. Penyediaan informasi sebagai himbauan untuk mendahulukan lanjut usia. Penyediaan informasi adalah pemasangan tulisan-tulisan sebagai himbauan untuk mendahulukan lanjut usia dalam melakukan perjalanan seperti di stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara. Pemerintah dan masyarakat menyediakan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus kepada lanjut usia dalam bentuk : a. Menyediakan tempat duduk khusus di tempat rekreasi; b. Penyediaan alat bantu lanjut usia di tempat rekreasi; c. Pemanfaatan taman-taman untuk olahraga; d. Penyelenggaraan wisata lanjut usia; e. Menyediakan tempat kebugaran. Fasilitas rekreasi dan olahraga khusus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk memberikan rasa senang, bahagia,

xxii

dan kebugaran kepada lanjut usia agar dapat mengisi waktu luang dengan menikmati rekreasi dan olahraga.

2. Kemudahan Dalam Penggunaan Sarana Dan Prasarana Umum


Setiap pengadaan sarana dan prasarana umum oleh pemerintah dan/atau masyarakat dilaksanakan dengan

menyediakan aksesibilitas bagi lanjut usia.

Penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia pada sarana dan prasarana umum sebagaimana dimaksudkan adalah untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang lanjut usia dalam melaksanakan fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
lxxxii

Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan sarana, dan prasarana umum dimaksudkan untuk memberikan aksesibilitas terutama di tempat-tempat umum yang dapat menghambat mobilitas lanjut usia. Aksesibilitas adalah tersedianya sarana dan prasarana umum yang dapat memudahkan mobilitas lanjut usia di tempat-tempat umum, seperti jalan untuk kursi roda, jalan bagi mereka yang bertongkat, pintu, tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat, dan tempat penyeberangan bagi pejalan kaki. Penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia pada sarana dan prasarana umum dapat berbentuk : a. Fisik, dan b. Non fisik Penyediaaan aksesibilitas yang berbentuk fisik dilaksanakan pada sarana dan prasarana umum yang meliputi: a. Aksesibilitas pada bangunan umum; Asas fasilitas dan aksesibilitas adalah : 1) Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang. 2) Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.

3 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

xxiv

N. PERLENGKAPAN DAN PERALATAN KONTROL 1 Esensi Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua, orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil) untuk melakukan kontrol peralatan tertentu, seperti sistem alarm, tombol/stop kontak, dan pencahayaan. 2 Persyaratan-persyaratan a. Sistem alarm/ peringatan i. Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari sistem peringatan suara (vocal alarms), sistem peringatan bergetar vibrating alarms) dan berbagai petunjuk serta penandaan untuk melarikan diri pada situasi darurat . ii. Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah pengoperasian sistem alarm, termasuk peralatan bergetar (vibraing devices) di bawah bantal. iii. Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan satu tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau sampai dengan memutar lengan. b. Tombol dan stop kontak Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh penyandang cacat.

3) Kegunaan, yaitu setiap orang dapat menggunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. 4) Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan menggunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam sautu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.

lxxx

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002, pada paragraf 5 Persyaratan Kemudahan, dimana pasal 27 menyebutkan : (1) Persyaratan kemudahan sebagaimana dimaksud meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung; (2) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam gedung sebagaimana dimaksud meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia; (3) Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi; Aksesibilitas pada bangunan umum sebagaimana disebutkan dilaksanakan dengan menyediakan : a. Akses ke, dari, dan di dalam bangunan gedung; b. Tangga dan lift khusus untuk bangunan bertingkat; c. Tempat parkir dan tempat naik turun penumpang; d. Tempat duduk khusus; e. Pegangan tangan pada tangga, dinding, kamar mandi, dan toilet;
xxvi

3 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

f.

Telepon umum;

g. Tempat minum; h. Tanda-tanda peringatan darurat dan sinyal. Adapun selengkapnya mengenai aksesibilitas pada

bangunan umum sebagaimana dijabarkan pada Undangundang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan. b. Aksesibilitas pada jalan umum. Aksesibilitas pada jalan umum sebagaimana dimaksud, dilaksanakan dengan menyediakan : 1) Akses ke dan dari jalan umum; 2) Akses ke tempat pemberhentian bis/kendaraan; 3) Jembatan penyeberangan; 4) Jalur penyeberangan bagi pejalan kaki; 5) Tempat parkir dan naik turun penumpang; 6) Tempat pemberhentian kendaraan umum; 7) Tanda-tanda/rambu-rambu dan/atau marka jalan;

lxxviii

8) Trotoar bagi pejalan kaki atau pemakai kursi roda; 9) Terowongan penyeberangan.

M. TELEPON
1 Esensi Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang sedang mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum. 2 Persyaratan a. Telepon umum disarankan menggunakan tombol tekan, harus terletak pada lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang tua, orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil. b. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telpon umum sehingga memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan menggunakan telpon. c. Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang telpon terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm. d. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan alat kontrol volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau. e. Bagi tuna rungu sebaiknya disediakan "telepon text", khususnya untuk di kantor pos, bangunan komersial, dan fasilitas publik lainnya. f. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telpon dalam huruf Braille dan dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (talking sign) yang terpasang di dekat telpon umum. g. Panjang kabel gagang telpon harus memungkinkan pengguna kursi roda untuk menggunakan telpon dengan posisi yang nyaman, dengan ketinggian 75 cm. h. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan gerak pengguna dan site yang tersedia.

c. Aksesibilitas pada pertamanan dan tempat rekreasi. Aksesibilitas pada pertamanan dan tempat rekreasi sebagaimana menyediakan : 1) Akses ke, dari, dan di dalam pertamanan dan tempat rekreasi; dimaksud, dilaksanakan dengan

xxviii

2) Tempat parkir dan tempat naik turun penumbang; 3) Tempat duduk khusus/istirahat; 4) Tempat telepon; 5) Tempat minum; 6) Toilet; 7) Tanda-tanda atau sinyal.

lxxvi

d. Aksesibilitas pada angkutan umum. Aksesibilitas pada angkutan umum sebagaimana dimaksud, dilaksanakan dengan menyediakan : 1) Tangga naik/turun; 2) Tempat duduk khusus yang aman dan nyaman; 3) Alat bantu; 4) Tanda-tanda atau sinyal.

Kemudian sebagai rasa penghargaan dan penghormatan kepada lanjut usia, Menteri Perhubungan telah mengeluarkan surat yang sampai saat ini masih tetap berlaku, yaitu : 1) Surat Edaran Nomor SE.11/HK.206/PHB-97 tanggal 2 Oktober 1997; 2) Surat Edaran Nomor SE.3/HK.206/PHB-99 tanggal 20 April 1999.

xxx

L. WASTAFEL 1 Esensi Fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau gosok gigi yang bisa digunakan untuk semua orang. 2 Persyaratan a. Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan lebar depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan baik. b. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel. c. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda. d. Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna kursi roda. e. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit. 3 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

Kepada para lanjut usia, dengan menunjukkan bukti Kartu Tanda Penduduk (KTP) diberikan reduksi/ potongan tarif angkutan penumpang dalam negeri untuk semua kelas yang ada sebesar 20%, termasuk pada masa sibuk/peak season, seperti lebaran, natal, tahun baru dan sebagainya. Diharapkan pemerintah daerah melalui dinas terkait untuk : 1) Ikut serta menyosialisasikan kepada para pengusaha transportasi di wilayahnya untuk tetap memberikan potongan reduksi tarif kepada para lanjut usia dalam menggunakan jasa transportasi; 2) Agar dalam penyusunan peraturan daerah yang terkait dengan penetapan tarif angkutan surat edaran Menteri Perhubungan tersebut dapat menjadi rujukan serta mengawasi pelaksanaan-nya. Pada setiap tahun dalam rangka memperingati Hari Lanjut Usia Nasional, Menteri Perhubungan selalu mengeluarkan surat kepada Direksi BUMN sektor transportasi yang melayani jasa transportasi dan jajaran Kementerian Perhubungan untuk memberikan pembebasan biaya-biaya tertentu kepada para lanjut usia,

lxxiv

seperti pembebasan bea passenger service charge (PSC)/pungutan jasa penumpang pesawat (PJP2U). Salah satu kebijakan Kementerian Perhubungan dalam mendukung kesejahteraan lanjut usia adalah agar pada setiap sarana dan prasarana transportasi disediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi para lanjut usia, seperti : 1) Prioritas pelayanan penumpang lanjut usia pada saat embarkasi/debarkasi atau naik/turun kapal/ pesawat terbang. 2) Penyediaan kursi roda dan akses untuk kursi roda dengan terminal; 3) Penyediaan kamar mandi/toilet khusus; 4) Penyediaan lift khusus; 5) Penyediaan penumpang; 6) Penyediaan tenaga medis; 7) Penyediaan loket khusus bagi lanjut usia. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk legalitas, pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan bandar udara wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi lanjut usia seperti kemudahan akses antara tempat parkir dengan
xxxii

ruang

tunggu

khusus di terminal

bangunan terminal dan kemudahan bagi pengguna kursi roda serta memberikan pelayanan khusus bagi lanjut usia. Selain itu Pasal 131, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, menyebutkan : (1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia; (2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan. Kemudian pada Pasal 42, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, disebutkan : (1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia; (2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.

lxxii

Demikian juga pada pasal 134, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur : (1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga; (2) Pelayanan berupa perlakukan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi : a. Pemberian prioritas tambahan tempat duduk; b. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara; c. Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara; d. Sarana bantu bagi orang sakit; e. Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara; f. Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan g. Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat

(handrail) pada posisi yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu. c. Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm

atau alat pemberi tanda lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat.
d. Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang bisa dibuka dari luar pada kondisi darurat (emergency). e. Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu bukaan keluar. f. Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan dengannya harus bebas dari elemen-elemen yang runcing atau membahayakan

g. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit. 3 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

xxxiv

dan aksesibilitas pada: i. Ukuran dasar ruang/ruang lantai bebas;

dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit. (3) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan. Sedangkan pada pasal 239, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur : (1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha bandar udara atau penyelenggara angkutan bandar udara; (2) Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pemberian prioritas pelayanan di terminal; b. Menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat selama di terminal; c. Sarana bantu bagi orang sakit; d. Menyediakan fasilitas untuk ibu merawat bayi (nursery); e. Tersedianya personel yang khusus bertugas untuk melayani atau berkomunikasi dengan penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia, serta

ii. Jalur pedestrian; iii. Jalur pemandu; iv. Area parkir; v. Ram; vi. Rambu dan Marka; d. Setiap pembangunan lingkungan di luar bangunan harus memperhatikan pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada: i. Ukuran dasar ruang / ruang lantai bebas;

ii. Jalur pedestrian; iii. Jalur pemandu; iv. Area parkir; v. Ram; vi. Rambu dan Marka. K. PANCURAN 1 Esensi Merupakan fasilitas mandi dengan pancuran (shower) yang bisa digunakan oleh semua orang, khususnya bagi pengguna kursi roda . 2 Persyaratan a. Bilik pancuran (showe cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar dengan ketinggian disesuaikan dengan cara-cara perilaku memindahkan badan pengguna kursi roda. b. Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat

lxx

f.

Tersedianya informasi atau petunjuk tentang keselamatan bangunan bagi penumpang di terminal dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia.

oleh petugas pelayanan untuk pemeliharaan dan perawatan bangunan. 5. Prinsip Penerapan

tujuan

Dalam rangka menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas, digunakan prinsip-prinsip penerapan sebagai berikut: a. Setiap pembangunan bangunan gedung, tapak bangunan, dan lingkungan di luar bangunan harus dilakukan secara terpadu. b. Setiap kegiatan pembangunan bangunan gedung harus memperhatikan semua pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada: i. Ukuran dasar ruang/ ruang lantai bebas;

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 242 mengatur : (1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit; (2) Perlakukan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Aksesibilitas; b. Prioritas pelayanan; dan c. Fasilitas pelayanan. Selanjutnya penyediaan aksesibilitas yang berbentuk non fisik meliputi : a. Pelayanan informasi; Layanan informasi sebagaimana dimaksud, dilaksanakan dalam bentuk penyediaan dan penyebarluasan informasi

ii. Pintu; iii. Ram; iv. Tangga; v. Lif; vi. Lif Tangga (stairway lift); vii. Toilet; viii. Pancuran; ix. Wastafel; x. Telepon; xi. Perabot; xii. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol; xiii. Rambu dan Marka. c. Setiap pembangunan tapak bangunan gedung harus memperhatikan pedoman teknis fasilitas

xxxvi

v. Bangunan gedung yang merupakan bangunan darurat: Bangunan sementara, yang didirikan tidak dengan konstruksi permanen tapi dimaksudkan untuk digunakan secara penuh oleh masyarakat umum selama lebih dari 5 (lima) tahun, diwajibkan memenuhi pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas.

yang menyangkut segala bentuk pelayanan yang disediakan bagi lanjut usia. b. Pelayanan khusus. Layanan khusus sebagaimana dimaksud, dilaksanakan dalam bentuk : 1) Penyediaan tanda-tanda khusus, berbunyi dan gambar pada tempat-tempat khusus yang disediakan pada setiap sarana dan prasarana pembangunan/fasilitas umum; 2) Penyediaan media massa sebagai sumber informasi dan sarana komunikasi antara lanjut usia. Penyediaan aksesibilitas oleh pemerintah dan masyarakat dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan lanjut usia dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Sarana dan prasarana yang telah ada dan belum dilengkapi dengan aksesibilitas wajib dilengkapi dengan aksesibilitas

b. Penerapan Tidak Wajib. Ketentuan dalam pedoman ini bersifat tidak wajib bagi bangunan sebagai berikut: i. Bangunan yang dapat dibuktikan, berdasarkan pendapat ahli yang berkompeten dan disetujui oleh pemerintah daerah, bahwa pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas tidak dapat dipenuhi karena adanya kondisi site bangunan, kondisi sistem struktur dan kondisi lainnya yang spesifik.

ii. Bangunan sementara yang tidak digunakan oleh masyarakat umum dan hanya digunakan dalam waktu terbatas. iii. Bangunan penunjang struktur dan bangunan untuk peralatan yang digunakan secara langsung di dalam suatu proses pelaksanaan pembangunan, seperti perancah, gudang material dan direksi keet. iv. Bangunan dan bagian bangunan yang dimaksudkan untuk tidak dihuni secara tetap dalam waktu yang lama, yang dicapai hanya melalui tangga, dengan merangkak, gang yang sempit, atau ruang lif barang, dan bagi ruang ruang yang hanya dapat dicapai secara tertentu

sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

lxviii

BAB III PENUTUP


Buku ini adalah sebagai sumber informasi untuk aksesibilitas kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana bagi lanjut usia. Mudah-mudahan dengan terbitnya buku ini para lanjut usia dapat mengetahui dan kepada para pemangku kepentingan dapat memberikan layanan sebagaimana mestinya. Kepada semua pihak yang membantu hingga tersusunnya buku ini diucapkan terima kasih.

Setiap bangunan gedung dan/atau bagian dari bangunan gedung yang telah ada wajib memenuhi pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas secara bertahap yang diatur oleh pemerintah daerah, minimal pada lantai dasar, terkecuali pada bangunan gedung pelayanan kesehatan, bangunan gedung pelayanan transportasi, dan bangunan gedung hunian masal semua lantai bangunan yang ada harus memenuhi pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas. ii. Bangunan gedung yang akan dibangun: Setiap bangunan gedung yang akan dibangun, harus memenuhi seluruh pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas yang ditetapkan dalam pedoman ini. iii. Bangunan gedung yang mengalami perubahan dan penambahan: Setiap bangunan gedung yang mengalami perubahan dan penambahan bangunan yang menyebabkan perubahan, baik pada fungsi maupun luas bangunan, maka pada bagian bangunan yang berubah harus memenuhi semua pedoman yang ditetapkan, sedangkan pada bagian bangunan yang tetap, diharuskan memenuhi pedoman sesuai ketentuan butir i. iv. Bangunan gedung yang dilindungi: Bangunan gedung yang merupakan bangunan bersejarah harus memenuhi pedoman teknis aksesibiltas, dengan tetap mengikuti pedoman dan standar teknis pelestarian bangunan yang berlaku.

xxxviii

perkantoran, kantor pos, bank, gedung pelayanan umum lainnya, bidang perdagangan, gedung pabrik perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, restoran, terminal, bandara, pelabuhan laut, stasiun kereta api; d. Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya meliputi: bangunan untuk pendidikan, kebudayaan, museum, perpustakaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, bioskop, tempat pertunjukan, gedung konferensi; e. Bangunan gedung fungsi khusus meliputi: bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan; f. Fasilitas umum seperti taman kota, kebun binatang, tempat pemakaman umum dan ruang publik lainnya.

Lampiran I

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 71 TAHUN 1999 tentang AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, telah diatur ketentuan mengenai aksesibilitas/ kemudahan bagi penyandang cacat di bidang saranan dan prasaranan perhubungan; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur aksesibilitas / kemudahan yang disediakan bagi penyadang cacat di bidang sarana dan prasarana perhubungan dengan Keputusan Menteri Perhubungan; : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 28,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3276); 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989

3. Fasilitas umum lingkungan (Ruang terbuka dan penghijauan) a. Ruang terbuka aktif: setiap ruang terbuka yang diperuntukkan untuk umum sebagai tempat interaksi sosial, harus memenuhi pedoman teknis aksesibilitas yang ditetapkan dalam pedoman ini; b. Ruang terbuka pasif: setiap ruang terbuka yang terjadi dari hasil perencanaan bangunan secara terpadu seharusnya memenuhi seluruh pedoman teknis aksesibilitas yang ditetapkan. 4. Penerapan a. Penerapan Wajib. Ketentuan dalam pedoman ini bersifat wajib bagi bangunan sebagai berikut: i. Bangunan gedung yang telah ada: Mengingat

lxvi

ten-tang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3391); 3. Undang - undang Nomor13Tahun1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479); 4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480; 5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481); 6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493); 7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 tentang Penyelenggaraan Pos (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3303); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3514); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran
xl

yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.


4. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain. C. PENERAPAN PEDOMAN 1. Lingkup Peraturan Menteri ini menetapkan pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas, yang diperlukan oleh setiap bangunan gedung, termasuk ruang terbuka dan penghijauan yang dikunjungi dan digunakan oleh semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia. Bangunan gedung yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri adalah semua bangunan, tapak bangunan dan lingkungan luar bangunannya, baik yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta, maupun perorangan, yang berfungsi selain sebagai rumah tinggal pribadi yang didirikan, dikunjungi dan mungkin digunakan oleh semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia dan lansia. 2. Jenis Bangunan gedung Jenis bangunan gedung yang dimaksudkan dalam pedoman ini adalah bangunan yang berfungsi sebagai: a. Bangunan

gedung fungsi hunian, meliputi: rumah susun, rumah flat, asrama, panti asuhan, apartemen, hotel, dll;

b. Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi: masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng serta bangunan keagamaan lainnya; c. Bangunan gedung fungsi usaha, meliputi: gedung

BAB I KETENTUAN UMUM

A. MAKSUD DAN TUJUAN Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi kegiatan pembangunan, yang meliputi perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan yang aksesibel bagi semua orang dengan mengutamakan semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia. Tujuan dari penyusunan pedoman teknis ini adalah untuk mewujudkan kesamaan, kesetaraan, kedudukan dan hak kewajiban serta peningkatan peran penyandang cacat dan lansia diperlukan sarana dan upaya yang memadai, terpadu/inklusif dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat mencapai kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat dan lansia.

B. ASAS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS 1. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat

umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.
2. Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. 3. Kegunaan,

yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan

Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530) 13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3610); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3754); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3777); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kere- ta Api (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3795); 17. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Organisasi Departemen; 18. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun

lxiv

1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 192 Tahun 1998; 19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.91/OT.002/ Phb80 dan KM.164/OT. 002/Phb80 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 64 Tahun 1998; Memperhatikan : 1. Surat Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembina BUMN Nomor S 449/M PBUMN/1998 tanggal 25 November 1998; 2. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/ 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG AKSESI-BILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN. BAB I KETENTUANUMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan a. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi
xlii

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 30 /PRT/2006 TANGGAL 1 DESEMBER 2006

Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM A. B. C.


BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PENERAPAN PEDOMAN


PERSYARATAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS

I-1 I-1 I-1

A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N. O. P.

UKURAN DASAR RUANG JALUR PEDESTRIAN JALUR PEMANDU AREA PARKIR PINTU RAM TANGGA LIF LIF TANGGA (STAIRWAY LIF) TOILET PANCURAN WASTAFEL TELEPON PERLENGKAPAN DAN PERALATAN KONTROL PERABOT RAMBU DAN MARKA KETENTUAN PENUTUP

II-1 II-8 II-11 II-15 II-20 II-25 II-31 II-35 II-40 II-42 II-46 II-50 II-53 II-55 II-59 II-66 III-1

BAB III

BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 7 Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas bangunan gedung sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini, dinyatakan tetap berlaku.
c. b.

BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 (1) (2) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dengan berlakunya Peraturan ini, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Desember 2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM,
f. d. e.

(3)

penyandang cacat dan orang sakit guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan; Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk melakukan kegiatan secara selayaknya yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat mental dan fisik; Pelayanan yang diberikan kepada penyandang cacat dan orang sakit adalah pemberian kemudahan maupun pelayanan agar supaya diperoleh kesepadanan perlakuan dalam menggunakan jasa transportasi, pos dan telekomunikasi; Perusahaan adalah perusahaan yang menyediakan jasa transportasi, pos dan telekomunikasi; Prasarana angkutan adalah prasarana angkutan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan sarana angkutan umum yang merupakan simpul jaringan transportasi yang dapat berupa terminal, stasiun, pelabuhan, atau banda rudara; Sarana angkutan adalah alat angkutan modal transportasi darat, laut dan udara yang dapat berupa kendaraan bermotor, kereta api, kapal, atau pesawat udara. BAB II KEWAJIBAN PENYELENGGARA. ANGKUTAN Pasal 2

DJOKO KIRMANTO

(1) Penyelenggara angkutan wajib melaksanakan pengakutan penyandang cacat dan orang sakit dengan aman, selamat, cepat, lancar tertib, teratur dan nyaman Penyelenggara angkutan (2) Guna melaksanakan hal sebagaiamana dimaksud dalam ayat 1), penyelenggara angkutan harus didukung dengan

lxii

prasarana dan sarana pelayanan yang dapat memberikan kemudahan bagi penyandang cacat dan orang sakit. BAB III FASILITAS PELAYANAN UNTUK PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA ANGKUTAN KERETA API Bagian Pertama Sarana Angkutan Kereta Api Pasal 3 (1) Saranan angkutan api harus dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan khusus yang diperlukan dan mwemenuhi syarat untuk memberikan pelayanan bagi penumpang penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanankhusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi a. ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna memberikan kemudahan dalam bergerak; b. ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna; c. penempatan ruang untuk penyandang cacat dan orang sakit diharuskan memiliki aksesibilitas tanpa hambatan untuk keperluan ke peturasan; d. alat bantu untuk naik turun dari dan ke sarana pengangkut; e. informasi perjalanan di kereta api.

Pasal 6 (1) Untuk terwujudnya tertib penyediaan fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan, Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kemampuan aparat dan masyarakat dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan bangunan gedung dan lingkungan, Pemerintah Daerah harus menggunakan persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau penerbitan perizinan mendirikan bangunan gedung yang diperlukan. Terhadap aparat Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan atau Kabupaten/Kota yang bertugas dalam penentuan dan pengendalian bangunan gedung yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dikenakan sanksi dan atau ketentuan pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)

(3)

(4)

xliv

i. j. k. l. m. n. o. p.

Lif tangga (stairway lift); Toilet; Pancuran; Wastafel; Telepon; Perlengkapan dan Peralatan Kontrol; Perabot; Rambu dan Marka.

Bagian Kedua Prasarana Angkutan Kereta Api Pasal 4 (1) Badan penyelenggara perkeretaapian wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dan memberikan pelayanan khusus bagi penyandang cacat dan orang sakit di stasiun kareta api. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. kondisi keluar masuk stasiun harus landai; b. kondisi peturasan yang dapat dimanfaatkan penyandang cacat dan orang sakit tanpa bantuan pihak lain; c. kondisi peron yang memudahkan penyandang cacat dan orang sakit untuk naik turun daridankesaranaangkutankeretaapi; d. wajib menyediakan personil yang dapat membantu penyandang cacat dan orang sakit; e. papan informasi perjalanankereta api yang ditulis dengan huruf braille atau tanda melaluibunyi bagi penyandang cacat tuna netra f. tempat duduk bagi penempatan kursiroda pada sisi aman di dekat pintu keluar / masuk; g. papan informasi dengan tanda huruf yang besar diserta warna yang jelas dan dalam jumlah yang cukup banyak bagi penyandang cacat tuna grahita, tuna rungu dan tuna aksara; h. kemudahan untuk mendapatkan tiket angkutan.

(2)

Rincian persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran peraturan ini merupakan satu kesatuan pengaturan yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Bagian Ketiga Pengaturan Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Pasal 5

(1)

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan di daerah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan ini. Dalam hal daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyediaan fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan berpedoman pada Peraturan ini. Dalam hal daerah telah mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum Peraturan ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus menyesuaikan dengan Peraturan ini.

(2)

(3)

lx

BAB IV FASILITAS PELAYANAN UNTUK PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA ANGKUTAN JALAN Bagian Pertama Sarana Angkutan Jalan Pasal 5 (1) Sarana angkutan jalan harus dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan angkutan jalan harus dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan khusus yang diperlukan dan memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan bagi penumpang penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. ruang yang dirancang dan disediakan secarak husus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna memberikan kemudahan dalam bergerak; b. alat bantu untuk naik turun dari dan ke sarana pengangkut. (3) Pengendara tuna rungu atau cacat kaki atau tangan dalam berlalu lintas di jalan wajib diberi tanda khusus pada kendaraannya agar dapat lebih dikenal oleh pemakai jalan lainnya. BagianKedua Prasarana Angkutan Jalan Pasal6 (1) Penyelenggara / pengelola prasarana angkutan alan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dan memberikan pelayanan khusus bagi penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
xlvi

BAB II PERSYARATAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS Bagian Kesatu Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas Pasal 3 (1) Dalam merencanakan, dan melaksanakan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan fasilitas dan aksesibilitas. Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas yang diatur dalam Peraturan ini. Bagian Kedua Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pasal 4 (1) Persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. Ukuran dasar ruang; Jalur pedestrian; Jalur pemandu; Area parkir; Pintu; Ram; Tangga; Lif;

(2)

baginya untuk melakukan penghidupan secara wajar. 6. 7.

kegiatan

kehidupan

dan

Lanjut usia, selanjutnya disebut lansia adalah seseorang yang telah mencapai 60 (enampuluh) tahun ke atas. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut sebagai Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah kabupaten atau kota beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Gubernur. Bagian Kedua Maksud, Tujuan dan Lingkup Pasal 2

8.

(1)

Pedoman Teknis ini dimaksudkan sebagai acuan dalam penyediaan fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan. Pedoman Teknis ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan menciptakan lingkungan binaan yang ramah bagi semua orang, termasuk penyandang cacat dan lansia. Lingkup Pedoman Teknis ini meliputi asas, penerapan persyaratan, dan persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas bangunan gedung dan lingkungan.

a. kondisi keluar masuk terminal harus landai; b. kondisi peturasan yang dapat dimanfaatkan penyandang cacat danorang sakit tanpa bantuan pihak lain; c. pengadaan jalur khusus akses keluar masuk terminal; d. konstruksi tempat pemberhentian kendaraan umum yang sejajar dengan permukaan pintu masuk kendaraan umum; e. pemberian kemudahan dalam pembelian tiket; f. pada terminal angkutan umum dilengkapi dengan papan informasi tentang daftar trayek angkutan jalan dilengkapi dengan rekaman petunjuk yang dapat dibunyikan bila dibutuhkan (atau ditulis dengan huruf braille); g. pada tempat pemberhentian kendaraan umum dapat dilengkapi dengan daftar trayek dilengkapi dengan rekaman yang dapat dibunyikan bila dibutuhkan (atau ditulis dengan huruf braille); h. pada tempat penyeberangan jalan yang dikendalikan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas yang sering dilalui oleh penyandang cacat netra, dapat dilengkapi dengan alat pemberi isyarat bunyi pada saat alat pemberi isyarat untuk pejalan kaki berwarna hijau atau merah; i. ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna memberikan kemudahan dalam bergerak. BAB V FASILITAS PELAYANAN UNTUK PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA ANGKUTAN DI PERAIRAN Bagian Pertama Sarana Angkutan di Perairan Pasal 7 (1) Sarana angkutan di perairan harus dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan khusus yang diperlukan dan

(2)

(3)

lviii

memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan bagi penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna memberikan kemudahan dalam bergerak; b. penempatan ruang untuk penyandang cacat dan orang sakit diupayakan mudah menjangkau peturasan; c. alat bantu untuk naik turun dari dan kesarana pengangkut; d. tempat duduk atau ruangan kosong untuk ditempati kursi roda; e. peturasan khusus yang disesuaikan dengan kondisi penyandang cacat dan orang sakit. Bagian Kedua Prasarana Angkutan di Perairan Pasal 8 (1) Penyelenggara pelabuhan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dan memberikan pelayanan khusus bagi penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk penyandang cacat dan orang sakit guna memberikan kemudahan dalam bergerak; b. kemudahan penempatan kendaraan penyandang cacat dan orang sakit yang memungkinkan kecepatan akses antara lapangan parkir kendaraan dengan bangunan terminal penumpang; c. kemudahan pemberian prioritas untuk mendapatkan tiket angkutan termasuk pendamping bagi penyandang cacat dan orang sakit yang betul-betul diperlukan; d. pemberian pelayanan untuk kemudahan naik turun ke dan dari kapal;
xlviii

BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan khusus. Fasilitas adalah semua atau sebagian dari kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung dan lingkungannya agar dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Lingkungan adalah area sekitar bangunan gedung atau kelompok bangunan gedung yang dapat diakses dan digunakan oleh semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelemahan/kekurangan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan

2.

3.

4.

5.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Kabinet Indonesia Bersatu; 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN.

e. penyediaan personi lyang dapat membantu penumpang penyandang cacat dan orang sakit. BAB VI FASILITAS PELAYANAN UNTUK PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA ANGKUTAN UDARA Bagian Pertama Sarana Angkutan Udara Pasal 9 (1) Sarana angkutan udara niaga harus dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan khusus yang diperlukan dan memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan bagi penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. fasilitas kemudahan naik dan turun dari dan atau ke pesawat udara; b. penyediaan tempat untuk kursi roda di dalam pesawat udara atau tempat yang memberi kemudahan apabila terjadi keadaan darurat; c. sarana bantu bagi penyandang cacat dan orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; d. pemberian prioritas tambahan tempat duduk; e. pemberian prioritas utama dalam pelayanan perjalanan di pesawat udara; f. tersedianya personil yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat dan orang sakit; g. tersedia buku petunjuk tentang keamanan dan keselamatan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat dan orang sakit.

lvi

Bagian Kedua Prasarana Angkutan Udara Pasal 10 (1) Penyelenggara bandar udara wajib melengkapi dengan fasilitas yang diperlukan dan memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan khusus bagi penumpang penyandang cacat dan orang sakit. Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan kemudahan bagi penyandang cacat dan orang sakit mulai dari tempat parkir kendaraan dibandar udara, terminal udara sampai ke dalam pesawat udara yang meliputi : a. kemudahan bagi pengguna kursi roda dan alat bantu lainnya bagi penyandang cacat dan orang sakit untuk memanfaatkan berbagai fasilitas di bandar udara; b. penyediaan lapangan parkir kendaraan penyandang cacat dan orang sakit yang memungkinkan kecepatan akses antara lapangan parkir kendaraan dengan bangunan terminal bandar udara; c. penyediaan ruang tunggu khusus yang memungkinkan kecepatan akses antara bangunan terminal dengan pesawat udara dengan dilengkapi fasilitas telepon dan peturasan; d. lift khusus di terminal bandar udara yang dirancang untuk 2 (dua) tingkat atau lebih; e. penyediaan peralatan pendengaran dan pengelihatan yang lemah agar dapat memperoleh informasi tentang penerbangan secara jelas; f. pembuatan jalan khusus dari terminal keberangkatan ke parkir pesawat / apron maupun kedatangan di bandar udara yang tidak menggunakan garbarata atau pada saat garbarata tidak berfungsi.

Lampiran II

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 30/PRT/M/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan 56 ayat (5), Pasal 58 ayat (5), Pasal 59 ayat (5), dan Pasal 60 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4532);

(2)

Mengingat

24. Direksi PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines; 25. Direksi PT. Pos Indonesia; 26. Direksi Telkom; 27. Direksi PT Indosat; 28. DPP INSA, Pelra, Gapasdap, Organ da, dan INACA.

BAB VII FASILITAS PELAYANAN UNTUK PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA POS DAN TELEKOMUNIKASI Pasal 11

(1) Penyelenggara jasa pos dan telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dan memberikan pelayanan yang dapat dimanfaatkan bagi penyandang cacat dan orang sakit. (2) Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penyediaan loket pos dan telepon umum khusus yang disesuaikan dengan kondisi penyandang cacat dan orang sakit. (3) Fasilitas dan pelayanan jasa pos dan telekomunikasi sebagaimana yang mudah dijangkau oleh penyandang cacat dan orang sakit. (4) Gedung penyelenggaraan dinas pos dan telekomunikasi harus landai atau apabila bertingkat/dengan trap harus menyediakan ramp. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 12 Pemberian informasi berupa tanda-tanda khusus, bunyi dan gambar-gambar serta huruf braille pada tempat-tempat khusus di semua sarana dan prasarana perhubungan harus dilakukan oleh setiap penyelenggara sarana dan prasarana perhubungan. Pasal 13 Penyediaan fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini tidak dipungut biaya.

liv

Pasal 14 Penyelenggara sarana dan prasarana perhubungan dapat memberikan potongan tarif bagi penyandang cacat dan orang sakit untuk suatu masa atau peristiwa tertentu. Pasal 15

Pasal 18 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 8 September 1999 MENTERI PERHUBUNGAN

Penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan orang sakit di bidang sarana dan prasarana perhubungan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan bagi penyandang cacat dan orang sakit. Pasal 16 Direktur Jenderal di lingkungan Departemen Perhubungan melaksanakan pembinaan teknis operasional terhadap pelaksanaan Keputusanini. BAB IX KETENTUANPENUTUP Pasal 17 Dengan berlakunya Keputusanini, semua peraturan perundang undangan yang setingkat atau lebih rendah dari Keputusan ini yang mengatur mengenai penyelenggaraan angkutan jalan, angkutan perairan, angkutan perkeretaapian dan angkutan udara, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Keputusan ini

ttd GIRI S. HADIHARDJONO SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan; 2. Menteri Negara Koordinator Bidang EKUIN; 3. Menteri Negara Koordinator Bidang WASBANG dan PAN; 4. Menteri Negara Koordinator Bidang KESRA dan TASKIN; 5. Menteri Negara Sekretaris Negara; 6. Menteri Pekerjaan Umum; 7. Menteri Keuangan; 8. Menteri Dalam Negeri; 9. Menteri Kehakiman; 10. Menteri Sosial; 11. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 12. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 13. Sekjen, Irjen, para Dirjen dan para Kabadan di lingkungan Dephub; 14. Para Karo di lingkungan Setjen Departemen Perhubungan; 15. Para Kakanwil Departemen Perhubungan; 16. Direksi Perum PPD; 17. Direksi Perum Damri; 18. Direksi Perumka; 19. Direksi PT. (Persero) ASDP; 20. Direksi PT. (Persero) Pelindo I, II, III dan IV; 21. Direksi PT. (Persero) Pelni; 22. Direksi PT. (Persero) Angkasa Pura I dan II; 23. Direksi PT. (Persero) Garuda Indonesia;

lii

Вам также может понравиться