Вы находитесь на странице: 1из 15

PEMBAHASAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK

Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak kembali marak terjadi di Indonesia, seperti kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Batam dan Bali, kekerasan seksual pada remaja yang bermoduskan menjadi pegawai pajak, kasus pencabulan anak jalanan yang dilakukan oleh koordinatornya dan sebagainya. Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak terutama bagi sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak. Kebanyakan korban kekerasan seksual pada anak berusia sekitar 5 hingga 11 tahun. Bagi pelaku jenis kelamin tidak berpengaruh dalam melakukan kekerasan seksual yang penting bagi pelaku hasrat seksual mereka dapat tersalurkan. Modus pelaku dalam mendekati korban sangatlah berfariasi misalnya mereka tinggal mendekati korban dan mengajak ngobrol saja, ada juga yang membujuk korban, ada juga yang merayu dan ada juga yang memaksa korbanya. Serta modus yang lebih canggih yakni pelaku menggunakan jejaring sosial dengan berkenalan dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosa atau melakukan kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual pada anak di Denpasar yang dilakukan oleh seorang pria yang biasa dipanggil Codet (30). Kasus ini menjadi ramai di masyarakat karena tidak hanya terjadi pada satu anak saja. Untuk saat ini pelaku sudah ditangkap dan diketahui pernah melakukan hal serupa pada tahun 2002 di wilayah Batam. Yang menjadi korbannya adalah anak-anak usia 5-11 tahun. Tersangka melakukan modusnya dengan cara membujuk, merayu hingga memaksa korbannya (www.detik.com, 18 ). Ternyata kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada anak-anak yang usianya lebih muda saja. Remaja putri hingga wanita yang menginjak usia dewasa pun rawan akan bahaya kekerasan seksual. Seperti kasus yang terjadi di Bekasi. Seorang tukang ojek yang mengaku pegawai pajak berhasil mengelabui 3 orang wanita berusia 16,18 hingga 24 tahun. Ia pun melakukan modusnya dengan cara yang lebih modern, dari jejaring sosial yang saat ini sedang marak. Dari situ ia berkenalan dengan korban-korbannya, kemudian mengajak sang korban untuk bertemu dan memperkosa korbannya (www.detik.com). Karena kasus kekerasan seksual pada anak sangat memprihatinkan dan membahayakan, kebanyakan dari ibu-ibu yang memiliki anak merasa resah dan ketakutan jika anak mereka menjadi korban dari kekerasan seksual tersebut. Kadangkala kebanyakan dari mereka menganggap masalah ini sangatlah serius untuk ditanggapi. Jika tidak maka bukan tidak mungkin hal itu akan mengganggu aktifitas mereka sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikan Kekerasan Seksual Pada Anak 1

oleh ibu-ibu adalah memperhatikan orang-orang dianggap mencurigakan ketika mendekati anak dan berhati-hati terhadap kebaikan orang ketika mendekati anak. Haruskah Anak Kita Menjadi Korban? Maraknya video mirip artis akhir-akhir ini mulai meresahkan orangtua. Bagaimana tidak video tersebut dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak melalui internet dan handphone. Anak-anak semakin terpapar dengan adegan-adegan seksual yang belum layak mereka tonton. Bukan hanya itu mereka juga dapat meniru perilaku mirip artis yang adalah tokoh idola sekaligus panutan mereka. Tidak adanya sangsi social,moral, maupun hukum yang tegas membuat anak-anak menganggap tidak ada yang salah dengan perilaku tokoh idola tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini informasi sangat bebas dan mudah diakses oleh anak-anak, baik di desa maupun di kota. Tidak hanya melalui video yang mirip artis, tetapi juga televisi, internet, koran, dan majalah banyak menyajikan informasi seksual yang kurang tepat. Hal ini dapat turut memicu meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan banyak aduan kekerasan pada anak pada tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8 persen terkait dengan kasus kekerasan. Dan dari kasus kekerasan tersebut yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7 persen (53 kasus). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat, jenis kejahatan anak tertinggi sejak tahun 2007 adalah tindak sodomi terhadap anak. Dan para pelakunya biasanya adalah guru sekolah, guru privat termasuk guru ngaji, dan sopir pribadi. Tahun 2007, jumlah kasus sodomi anak, tertinggi di antara jumlah kasus kejahatan anak lainnya. Dari 1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak tahun itu, sebanyak 1.160 kasus atau 61,8 persen, adalah kasus sodomi anak. Dari tahun 2007 sampai akhir Maret 2008, jumlah kasus sodomi anak sendiri sudah naik sebesar 50 persen. Komisi Nasional Perlindungan Anak telah meluncurkan Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak, karena meningkatnya kekerasan tiap tahun pada anak. Pada tahun 2009 lalu ada 1998 kekerasan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2335 kekerasan. Tahun 2011 terjadi 2.509 kasus kekerasan, 58 persennya adalah kasus kekerasan seksual anak. Sedangkan tahun 2012 sebanyak 2.637 kasus, 62 persennya adalah kasus kekerasan seksual anak. Memasuki 2013, khususnya Januari hingga Februari, sudah terjadi 42 kasus kejahatan seksual terhadap anak di wilayah Jabodetabek. Bali Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Bali menyatakan kasus kekerasan seksual dengan pelaku dan korban anak-anak semakin meningkat. Pada bulan Februari 2010 Kekerasan Seksual Pada Anak 2

ada enam kasus perkosaan dan pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak. Sementara pada 2009, KPAI mencatat ada 214 kasus kekerasan terkait anak. Dari 214 kasus itu, sebanyak 25 kasus pemerkosaan anak-anak, dan 58 kasus penganiayaan anak. Sementara anak sebagai pelaku kekerasan sebanyak 29 orang. Sumatera Utara Dari data yang dihimpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia pada periode Januari sampai dengan Maret 2012, terhitung ada 39 orang korban pencabulan di Sumatera Utara dengan usia beragam yaitu mulai dari 4 tahun sampai 18 tahun. Namun kasus yang tertinggi itu terjadi pada anak berusia 17 sampai 18 tahun, mencapai 20 anak. Ada sekitar 18 kasus yang terjadi diakibatkan dari upaya bujuk rayu, yang pelaku utamanya adalah pacar dari korban sendiri. Kasus-kasus pencabulan juga banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat dari korban seperti teman, orang tua tiri, majikan, guru, dan orang yang baru dikenal. Untuk tahun 2011, data kasus pencabulan yang dimiliki Pusaka mencapai 78 kasus. Di asumsikan per tiga bulan, ada 19 kasus pencabulan yang terjadi di Sumut. Sehingga ada lonjakan kenaikan sekitar 100 % pada tri semester pertama pada tahun 2012 ini. Selain dari kasus pencabulan, kasus lainnya yang juga masih berkaitan dengan kekerasan terhadap anak adalah kasus penganiayaan berjumlah 13 kasus, sodomi 9 kasus, pemerkosaan 9 kasus, inses 1 kasus, pembunuhan 3 kasus, penelantaran 1 kasus, serta perampokan ada 4 kasus. Data yang dilaporkan lebih sedikit dibandingkan data yang sebenarnya ada. Hal ini disebabkan tidak semua anak yang mengalami kekerasan seksual mau melaporkan kejadian yang dialami ke orangtua maupun pihak yang berwajib. Hal yang penting dilakukan adalah memberikan pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak sedini mungkin, perlu dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak tidak mendapatkan informasi yang salah dari teman, internet, maupun media lainnya. Orangtua terkadang mengalami kesulitan membicarakan tentang seksualitas kepada anaknya, menganggap hal tersebut masih tabu, ketika anak bertanya kepada orangtua mengenai seksualitas. Orangtua justru memarahi anak dan memerintahkan anak untuk tidak membicarakannya di depan orangtua. Akibatnya anak menjadi takut bertanya ke orangtua.Padahal ketika anak bertanya itu merupakan waktu yang tepat bagi orangtua untuk menjelaskan mengenai seksualitas. Didorong atas rasa keingintahuan yang tinggi, anak akan mencari jawaban atas pertanyaannya ke sumber informasi lain yang belum tentu tepat, seperti teman ataupun internet.

Kekerasan Seksual Pada Anak

Langkah-langkah yang harus dilakukan orangtua ketika menjelaskan mengenai seksualitas adalah: 1. Mendengarkan dengan cermat setiap pertanyaan anak. Posisi duduk sebaiknya sejajar, tatap mata anak agar anak merasa dirinya diperhatikan. 2. Jangan menghindari atau mengabaikan pertanyaan anak. Jawablah segera mungkin pertanyaan anak. Menunda jawaban berarti membuang kesempatan emas berbicara mengenai seks dengan anak. Namun bila orangtua belum siap menjawab maka katakan dengan jujur kepada anak bahwa orangtua akan mencari tahu jawabannya terlebih dahulu. 3. Berilah jawaban hanya pada pertanyaan yang diajukan anak, tidak perlu melebar ke topik yang lain. Bila orangtua bingung dengan pertanyaan anak, ada baiknya bertanya kepada anak tentang maksud pertanyaannya. Seperti ketika anak bertanya mengenai seks, bukan berarti anak sudah mengerti mengenai seks seperti yang dipikirkan oleh orang dewasa. Anak-anak belum mengerti konsep yang abstrak. Mereka akan mempertanyakan istilahistilah yang mereka dengar atau lihat dari televisi, internet, dll. 4. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat dengan bahasa yang mudah dimengerti anak seperti ketika anak bertanya mengenai puting payudara itu apa, jawablah puting payudara adalah tempat dimana adik bayi mengisap susu dari payudara ibu. Ketika anak bertanya mengapa punya laki-laki berbeda dengan punyaku. Jawablah dengan istilah yang tepat seperti alat kelamin laki-laki itu berbeda dengan alat kelamin perempuan. Alat kelamin laki-laki disebut penis sedangkan alat kelamin perempuan disebut vagina. Bukan dengan istilah-istilah seperti burung, dompet, dll. 5. Berikan jawaban dengan nada bicara dan ekspresi muka yang wajar. Jangan merasa tertekan ketika menjawab pertanyaan. Merespon dengan ekspresi wajah terkejut, muka memerah, dan mata terbelalak akan menimbulkan kesan pada anak bahwa pertanyaan yang diajukan salah dan bukan sesuatu yang wajar. Misalnya ketika anak bertanya mengenai kondom. Jawablah dengan tenang bahwa kodom itu adalah alat kesehatan yang dipakai ayah atau laki-laki yang sudah dewasa untuk mencegah kehamilan. 6. Berikan jawaban yang sesuai dengan usia dan kebutuhan anak. Jawaban diberikan bertahap sesuai dengan kemampuan berpikir dan berdasarkan pengalaman dan logika yang dipahami anak. Misalnya jika anak prasekolah (usia4 - 6 tahun) tanpa sengaja melihat hubungan seksual yang dilakukan oleh orangtuanya dan kemudian Kekerasan Seksual Pada Anak 4

bertanya semalam ibu dan ayah sedang apa? Kok bermain kudakudaan? Jawablah itu bukan main kuda-kudaan, tetapi itu cara untuk mengungkapkan kasih sayang dan cinta antara ayah dan ibu. Itu hanya dilakukan oleh suami-istri yang sudah dewasa, bukan oleh anak-anak. 7. Berikan informasi bertahap dan terus-menerus agar anak dapat menyerap informasi dengan baik dan tertanam dalam pikirannya sehingga dapat menjadi bekalnya kelak. 8. Gunakan media dan metode yang beragam agar anak tidak bosan. Misalnya dengan bercerita, membaca, menggambar, menonton DVD pendidikan anak, berdiskusi, bermain peran. Media bergambar sangat disarankan agar anak mudah mengerti dan memahami apa yang dijelaskan. 9. Suasana dialog yang tenang sangat penting dalam membicarakan seksualitas dengan anak karena akan membantu anak mendapatkan pemahaman seks yang benar dari berbagai sudut pandang. (WPF Indonesia dan PKBI; Simanjuntak-Ndraha, 2010) Bila anak bertanya mengenai kekerasan seksual itu apa, usahakan menjawab pertanyaan itu dengan tenang. Jawablah kekerasan seksual itu sangat luas, mulai dari laki-laki bersiul melecehkan kita, mengomentari tubuh kita hingga mulai menyentuh, meraba, memaksa mencium hingga akhirnya memperkosa atau memaksakan hubungan seksual dengan kita. Kadang-kadang laki-laki itu memukul atau menyakiti kita supaya mau menuruti apa yang ia mau (Poerwandari, 2006). Usahakan untuk mengajarkan anak cara-cara yang dapat ia lakukan untuk menghindari diri dari kekerasan seksual, seperti : 1. Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada anggota tubuhnya sendiri sehingga dia dapat menjelaskan dengan tepat apa yang terjadi pada dirinya; jelaskan mana bagian tubuhnya yang boleh diperlihatkan atau dipegang oleh orang lain dan mana yang tidak. 2. Anak harus dibiasakan untuk menolak perlakuan orang lain yang menyebabkan dia merasa tidak nyaman/terganggu/sakit. Kalau ada perlakuan yang tak wajar terhadap dirinya, anak dibiasakan untuk segera bercerita kepada orang tua, guru, atau keluarga yang lain. Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya pada orang lain atau diajak main di tempat yang sepi. 3. Hindari memakaikan aksesori yang terdapat nama anak saat ia berada di sekolah ataupun bermain di luar rumah. Bisa saja ada orang yang menghampiri dan menyebutkan namanya, kemudian berkata bahwa ia disuruh orangtua untuk

Kekerasan Seksual Pada Anak

menjemputnya. Anak pun bisa langsung menurutinya karena merasa orang asing itu mengenalinya. Bila anak kita menjadi korban kekerasan seksual, baik itu pelecehan maupun perkosaan, hal yang perlu dilakukan adalah : 1. Pada umumnya anak tidak langsung bercerita kepada orangtua atas kejadian yang dialami. Namun hal tersebut dapat tampak dari perubahan perilaku pada anak seperti menjadi penakut, ingin terus ditemani, tidak mau makan, susah tidur, mudah marah, mengalami sakit pada alat kelamin, menghindari buang air kecil, menjadi pemalu, maupun menarik diri dari lingkungan. Amati dengan cermat perubahan perilaku pada anak dan tanyai anak dalam situasi yang tenang dan tidak menekan maupun memaksa. Percayailah apa yang dikatakan oleh anak. Berilah perasaan nyaman dan dukungan kepada anak atas apa yang telah dikatakannya. Bila anak belum mau bercerita, mungkin ia masih belum siap. Bersabarlah dan gunakan metode yang lain, tidak bertanya secara langsung, seperti gunakan media boneka atau gambar. Anak akan lebih mudah mengungkapkan hal yang dialami lewat media bermain karena ia tidak merasa terancam. 2. Bila sudah mengetahui apa yang dialami anak, Jangan menyalahkan ataupun memarahi anak atas peristiwa yang terjadi. Melainkan segeralah lapor ke unit pengaduan perempuan dan anak (unit PPA) Polres atau POLDA dan lakukanlah visum. 3. Dampingi anak dan tekankan pada anak bahwa pelakulah yang salah bukan dirinya. Yakinkan anak bahwa mereka tidak berhak disakiti dan bukan mereka yang menyebabkan peristiwa itu terjadi. 4. Segeralah bawa anak ke lembaga konseling untuk mendapatkan dukungan psikologis atas kekerasan seksual yang dialami. 5. Pahami anak bahwa ia membutuhkan waktu dan proses yang lama untuk pemulihan. Anak dapat menunjukkan berbagai macam reaksi meskipun peristiwanya sudah berlangsung lama. Bersabarlah karena dukungan orangtua sangat diperlukan dalam proses pemulihan anak. Ingatlah bahwa kekerasan seksual pada anak dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu anggota keluarga, pihak sekolah, maupun orang lain. Bekali anak dengan pengetahuan seksualitas yang benar agar anak dapat terhindar dari kekerasan seksual.

Kekerasan Seksual Pada Anak

Kekerasan Seksual pada Anak: Dampak Proses Pemulihan Keluarga terhadap Pemulihan Anak Selama beberapa tahun terakhir kecenderungan terjadinya kekerasan seksual pada anak semakin meningkat jumlahnya. Peningkatan jumlah kasus yang terlaporkan dan dilaporkan meningkat secara akumulatif hingga 100 kasus setiap tahunnya antara tahun 2004 ke tahun 2007 (data Komnas Perlindungan Anak, 2008). Secara umum yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual. (CASAT programe, Child Development Institute; Boyscouts of America; Komnas PA). Di Indonesia UU Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU PA no 23 tahun 2002). Menurut beberapa penelitian yang dilansir oleh Protective Service for Children and Young People Department of Health and Community Service (1993) keberadaan dan peranan keluarga sangat penting dalam membantu anak memulihkan diri pasca pengalaman kekerasan seksual mereka. Orang tua (bukan pelaku kekerasan) sangat membantu proses penyesuaian dan pemulihan pada diri anak pasca peristiwa kekerasan seksual. Pasca peristiwa kekerasan yang terjadi orang tua membutuhkan kesempatan untuk mengatasi perasaannya tentang apa yang terjadi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan besar yang terjadi. Mereka membutuhkan kembali kepercayaan diri dan perasaaan dapat mengendalikan situasi yang ada. Poses pemulihan orang tua (bukan pelaku) berkaitan erat dengan resiliensi yang dimiliki oleh orang tua sebagai individu dan juga resiliensi keluarga tersebut. Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual maka Waskito (2008) menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi keluarga terhadap pengalaman kekerasan seksual yang menimpa anaknya, diantaranya: 1. Dukungan sosial dan emosional yang membuat setiap anggota keluarga merasa disayangi, dicintai, didukung, dihargai, dipercaya dan menjadi bagian dari keluarga. 2. Kelekatan/ ikatan emosional yang dimiliki satu sama lain dalam keluarga dikarenakan adanya keterbukaan dimana setiap anggota keluarga saling berbagi perasaan, jujur dan terbuka satu sama lain. 3. Pola komunikasi yang efektif, terbuka, langsung, terarah, kongruen (sesuai antara verbal dan non verbal). Kekerasan Seksual Pada Anak 7

4.

Penghayatan orang tua (keluarga) terhadap proses penanganan kekerasan seksual yang dialami anaknya baik itu penanganan secara hukum maupun penanganan pemulihan secara psikologis (layanan psikologis bagi anak maupun bagi dirinya).

5.

Pemahaman orang tua terhadap peristiwa kekerasan seksual yang dialami oleh anaknya, dampak peristiwa tersebut bagi anaknya dan juga dirinya serta bagaimana mengatasi dan memulihkan diri.

6.

Perlakuan lingkungan yang mendukung dan menguatkan termasuk penerimaan anggota keluarga lain, perlakuan tetangga (lingkungan) termasuk peliputan media yang seringkali menjadi strategi penanganan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak.

7.

Spiritualitas dan nilai-nilai yang dimiliki dan dianut dengan baik oleh sebuah keluarga. Keyakinan spiritual ini juga mencakup ritualritual agama yang dianggap menguatkan. Para orang tua merasa yakin bahwa kekuatan Tuhanlah yang membuat mereka tetap tegar, bangkit dan berjuang kembali menghadapi hidupnya.

8.

Sikap positif yang dimiliki keluarga dalam memandang kehidupan termasuk krisis dan permasalahan yang ada. Cara pandang yang melihat bahwa selalu ada jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi oleh setiap manusia.

9.

Persoalan (stresor) dalam hidup yang muncul pasca terjadinya peristiwa kekerasan seksual. Salah satunya adalah persoalan ekonomi (bila pelaku adalah pencari nafkah dalam keluarga) dan persoalan sosial (pandangan negatif, stigma dari lingkungan sekitar)

10.

Ketrampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang dimiliki keluarga yang terkait dengan perencanaan terhadap masa depan yang dimiliki oleh keluarga dan kendali terhadap permasalahan yang terjadi melalui pelibatan orang tua (keluarga) dalam memutuskan langkahlangkah penanganan secara mandiri.

Bentuk dukungan yang membantu proses pemulihan dari keluarga (orang tua) dari anak yang mengalami kekerasan seksual antara lain : Memberi ruang aman untuk memahami apa yang terjadi dan menerima pengalaman sulit tersebut. Hal ini dapat dimulai dari pemahaman akan diri sendiri, pemahaman akan anak dan pemahaman akan peritiwa kekerasan seksual tersebut Membantu orang tua menyadari bahwa dampak-dampak yang muncul pada mereka dan anak mereka setelah terjadinya peristiwa kekerasan seksual merupakan hal yang wajar dalam situasi yang diluar kewajaran. Kekerasan Seksual Pada Anak 8

Memberikan dukungan informasi pada orang tua berkaitan dengan: o o kekerasan seksual dan dampaknya pada anak dan diri mereka sendiri bagaimana menangani dan membantu pemulihan anak dan pemulihan diri sendiri

Melibatkan orangtua (keluarga) dalam penanganan kasus anaknya sebagai pihak yang signifikan membantu pemulihan anak dan bentuk penghargaan pada mereka sebagai orang tua. Misal dalam membuat keputusan untuk solusi penanganan kasus (hukum, psikologis), penanganan hukum, keputusan advokasi melalui publikasi dan peliputan media dll.

Mengajak mereka turut serta dalam pertemuan dengan orang tua-orang tua lain yang memiliki pengalaman serupa (anaknya juga mengalami kekerasan seksual). Mendorong orang tua (keluarga) untuk ikut serta dalam kelompok dukungan bagi orang tua yang dapat member mereka kesempatan untuk berbagi dan saling menguatkan.

Melakukan kegiatan advokasi dan pendidikan masyarakat tentang isu kekerasan seksual pada anak terhadap lingkungan sekitar anak sehingga dapat memberi dukungan sosial yang optimal bagi orang tua (keluarga).

Melakukan rujukan terhadap layanan kesehatan mental profesional seperti kelompok dukungan, terapi, konseling baik bagi anak maupun bagi anggota keluarga yang lain dengan berkonsultasi dengan pihak orang tua (keluarga).

Dukungan tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh para keluarga penyintas, beberapa diantaranya menurut Wakito (2008) adalah : Membantu pemahaman akan peristiwa kekerasan yang terjadi, dampaknya, bentuk penanganannya dan upaya pemulihan sehingga dapat membantu memahami kondisi anak, menjalankan proses penyesuaian diri dan melakukan upaya pemulihan diri Membuat keluarga merasa tidak sendirian dan merasa dikuatkan (didukung) ketika menghadapi permasalahan kekerasan seksual yang dialami keluarganya, meminimalkan stigma dan pengucilan dengan mendapatkan kembali sistem dukungan sosial Mendapat kesempatan untuk mengungkapkan perasaaan, pikiran dan pendapatnya atas peristiwa yang dialami oleh keluarga. Pengalaman berbagi pada orang lain juga mengembalikan kepercayaan yag hilang pada orang lain.

Kekerasan Seksual Pada Anak

Mengembalikan kembali kepercayaan diri, harga diri, peran dan tanggung jawab orang tua sebagai figur otoritas yang bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang dan pengasuhan anak mereka.

Mendapatkan berbagai masukan dan saran yang dapat dipergunakan untuk mengatasi peristiwa kekerasan seksual tersebut sehingga dapat melakukan berbagai tindakan yang mendukung pemulihan anak secara fisik maupun mental.

Tips mendidik dan menjaga anak dari korban kekerasan seksual 1. Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada tubuhnya sendiri; mana bagian tubuhnya yang boleh diperlihatkan pada/dipegang oleh orang lain dan mana yang tidak. 2. Ajari anak untuk mengenal nama bagian tubuhnya sendiri sehingga dia dapat menjelaskan dengan tepat apa yang terjadi pada dirinya. Ini penting untuk kesaksian. 3. Anak harus dibiasakan untuk menolak perlakuan orang lain yang menyebabkan dia merasa tidak nyaman/terganggu/sakit. Kalau ada perlakuan yang tak wajar terhadap dirinya, anak dibiasakan untuk segera bercerita kepada orang tua, guru, atau keluarga yang lain. Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya pada orang lain atau diajak main di tempat yang sepi. 4. Sebagai orang tua, perhatikanlah sikap dan kebiasaan anak sehari-hari. Bila ada perubahan, seperti menjadi penakut, mudah marah,hiperaktif, suka merusak barang-barang atau menjadi pemalu dan menarik diri dari pergaulan, segeralah lakukan pengamatan dan tanyai anak. Percayailah apa yang dikatakan oleh anak. Berilah perasaan nyaman dan dukungan kepada anak atas apa yang telah dikatakannya. Tips Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak 1. Tidak ada rahasia Ajarkan si kecil untuk selalu terbuka dalam menyampaikan perasaannya. Buat dia selalu bercerita perasaannya baik saat senang, sedih, takut dan gembira. Hal ini membuatnya tidak akan merahasiakan hal sekecil apapun dari Anda, termasuk perlakuan yang diterimanya dari orang sekelilingnya. Dengan begitu Anda tahu siapa saja yang ia temui dan dekat dengannya. 2. Jangan memakaikan aksesori yang terdapat namanya Hindari memakaikan aksesori yang terdapat nama buah hati saat ia bermain di taman atau tempat bermain, dan Anda tidak memperhatikannya dengan seksama. Bisa saja ada orang yang menghampiri dan menyebutkan namanya, kemudian Kekerasan Seksual Pada Anak 10

berkata bahwa ia sedang dicari Anda. Buah hati pun bisa langsung menurutinya karena merasa orang asing tersebut tahu namanya. 3. Ajarkan fungsi dan nama dari tiap organ tubuhnya Ajarkan sedini mungkin fungsi dan nama dari setiap organ tubuhnya termasuk organ vitalnya. Tidak masalah jika ia menyebut vagina, penis atau payudara, karena memang itulah namanya. Hindari menggunakan istilah untuk menyebut organ vitalnya, hal itu malah bisa membuatnya bingung. Katakan pada buah hati organ intim yang mereka miliki harus dijaga baik-baik dan tidak boleh dipegang sembarang orang dan jika ada yang memegangnya ajarkan pada si kecil untuk berteriak dan lari sekencangkencangnya. 4. Kondisikan situasi Jika buah hati sudah cukup umur dan bisa mengerti buatlah cerita dengan awalan pertanyaan bagaimana jika. Misalnya, bagaimana jika ada orang dewasa yang kamu tidak kenal memberikan permen. Jika jawaban si kecil menerima permen dan akan bermain bersamanya segera katakan padanya bahwa hal itu berbahaya. Buatlah buah hati mengerti bahwa situasi tersebut membahayakannya, dengan menyebutkan kemungkinan yang ada seperti bisa saja ia diculik atau disakiti dengan orang asing tersebut. Selain itu juga, ada cara-cara yang hendaknya dilakukan para orang tua, untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak menurut kelompok, yaitu: Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengan anakanak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-anak dan menemaninya di setiap kesempatan yang ada. Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa kalau ada orang lain yang mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu tidak diperbolehkan, apalagi orang lain itu yang tidak dikenal. Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman, sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang yang tidak dikenal sama sekali. Terhadap mereka, si anak tak boleh terlalu ramah, akrab, atau langsung memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yang dikenal dekat. Meski terhitung dekat, sebaiknya sarankan kepada anak untuk menghindari situasi berduaan saja. Kekerasan Seksual Pada Anak 11

Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bila telanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, ajarkan pula untuk selalu menutup pintu dan jendela bila tidur.

Undang-Undang yang Mengatur Perlindungan Anak Dalam penegakan Undang Undang Dasar 1945 maupun Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, pemerintah juga harus melaksanankannya dengan baik. Peraturan tersebut jangan hanya dijadikan catatan tertulis saja, tapi lebih kepada bagaimana aparatur negara ini menegakkan hukum yang telah mereka tulis. Sanksi yang diberikan kepada pelaku kekerasan dan pelecehan seksual pada anak juga seharusnya lebih berat agar pelaku jera dan orang-orang akan takut dan berpikir dua kali untuk melakukannya. Dalam UU Perlindungan Anak, kebijakan penangulangan kekerasan pada anak, dapat diidentifikasi pada bagian upaya perlindungan anak, yaitu mencakup: (1) Diwajibkannya ijin penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2) Diwajibkannya bagi pihak sekolah (lembaga pendidikan) untuk memberikan perlindungan terhadap anak di dalam dan di lingkungan sekolah dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya (Pasal 54); (3) Diwajibkannya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (Pasal 55); (4) penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, dan pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual (Pasal 66); (5) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan (Pasal 69). Di Indonesia pelecehan seksual pada anak-anak delik hukumnya diatur dalam KUHP pada bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pada KUHP bab XIV terdapat pada pasal 285, 287, 288, 290, 292, 293, 294 dan 295. Hukum pidana mengancam siapa saja (laki-laki) yang dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan memaksa seorang anak (perempuan) berhubungan seksual dengannya (pasal 285 KUHP) atau berbuat cabul dengannya (pasal 289 KUHP), pasal 81 dan 82 UU No.23/2002 tentang perlindungan anak bahkan mengancam pelakunya dengan hukuman yang lebih berat.

Kekerasan Seksual Pada Anak

12

Seseorang juga diancam pidana apabila melakukan hubungan seksual tanpa paksaan dengan seorang anak perempuan yang usianya belum cukup 12 tahun dan mengancam dengan delik aduan bila usianya antara 12-15 tahun (pasal 287 KUHP). Delik biasanya juga diberlakukan apabila si anak perempuan yang berusia 12-15 tahun tersebut menderita luka berat atau mati sebagai akibatnya atau ternyata anak tersebut adalah anak, anak tiri, anak angkat, atau anak yang berada di bawah pengawasan si pelaku (pasal 287, 291, dan 294 KUHP). Pasal lain dalam KUHP juga mengancam pidana bagi orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain (pasal 290 KUHP) atau dengan penyesatan atau menyalahgunakan bawahannya (pasal 293 KUHP) atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul (pasal 295 KUHP). Pidana juga diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan cabul dengan sesama jenis kelamin, yang usianya belum dewasa (pasal 292). Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP). Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP). Praktik terbaik Penanganan Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Seorang gadis (H) berusia 15 tahun, masih bersekolah di salah satu SLTP negeri di Kabupaten Maluku Tengah diperkosa oleh gurunya. H adalah gadis ke-20 yang mengalami perkosaan dari pelaku. Pelaku mengancam agar H diam, tidak menceritakan pada siapapun jika masih ingin hidup dan lulus sekolah. Setelah kejadian itu H menjadi murung dan menarik diri dari teman-temannya. Seorang teman sekelasnya menemukan catatan H yang menceritakan kejadian perkosaan itu. Kemudian ia melaporkannya kepada orang tua H. Mendengar informasi tesebut orang tua H menyalahkannya. Bahkan ibu H ingin membunuhnya karena merusak kehormatan keluarga. Peristiwa ini dilaporkan kepada polsek setempat. Pelaku ditangkap karena hasil visum menunjukkan bahwa terjadi perkosaan dan didukung oleh saksi. Di dalam tahanan polisi pelaku ternyata bebas keluar masuk. Hal ini dikarenakan ia memiliki kedekatan dengan Wakil Kepala Kepolisian Sektor (Wakapolsek). Alih-alih berkas perkara sampai ke Kejaksaan, pelaku justru melarikan diri dengan bantuan Wakapolsek. Kasus ini juga akan diberhentikan penyelindikannya (SP3) dengan alasan masuk dalam Daftar Pencarian Orang. Melihat kasus di atas LAPPAN sebagai organisasi yang mendampingi kasus tersebut melihat adanya kejanggalan dalam proses hukum tersebut. LAPPAN melihat fakta hukum Kekerasan Seksual Pada Anak 13

sudah jelas, bukti sudah lengkap, saksi juga sudah. Oleh karenanya LAPPAN mengajukan surat permohonan kepada pihak Profesi dan Pengamanan (ProPam) Polda Maluku untuk melakukan investigasi terhadap kasus tersebut. Hasil dari investigasi tersebut menunjukkan bahwa Polsek tidak serius dalam menangani kasus perkosaan itu. Tindaklanjut dari hasil investigasi adalah Kapolsek dan Wakapolsek yang menangani kasus tersebut dipindahkan. Sementara pengganti Kapolsek yang baru diberi tugas untuk menangkap pelaku dan adili. Pengadilan memutus pelaku dengan hukuman lima tahun penjara, padahal jaksa menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara. Meskipun putusan tersebut dianggap belum adil baik oleh korban maupun keluarga, namun yang lebih penting dari semua itu adalah masa depan anak. Atas dukungan keluarga, LAPPAN mulai membangun pemahaman kepada pihak sekolah tentang kekerasan seksual, khususnya perkosaan. Upaya tersebut membuahkan hasil, karena segenap guru menerima kembali korban sebagai siswa di sekolah itu. Saat ini korban telah menempuh studi di salah satu Perguruan Tinggi di Ambon.

Kekerasan Seksual Pada Anak

14

DAFTAR PUSTAKA

Pulih. Kekerasan Seksual Pada Anak. Pulih. Jakarta: 2010 http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/02/26/5/172061/Awal-2013-42-Anakjadi-Korban-Kejahatan-Seksual http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak

Kekerasan Seksual Pada Anak

15

Вам также может понравиться