Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Istilah uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis) , corpus ciliare (uveitis intermediet, sikltis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid (koroiditis).
Epidemiologi Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20% kasus kebutaan yang tercatat di negara-negara maju. Uveitis lebih banyak ditemukan di negara-negara berkembang dibandingkan di negara-negara aju karena lebih tingginya angka prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negara-negara berkembang. Insidens uveitis sekitar 15 dari 100.000 orang, dengan 75% adalah kasus uveitis anterior.
Klasifikasi Klasifikasi secara anatomis : Uveitis anterior. Inflamasi pada jaringan uveal mulai dari iris sampai pars plicata dari korpus siliaris. Terbagi menjadi : Iritis, diamana inflamasi predominan mempengaruhi iris. Iridocyctitis, dimana inflamasi meliputi daerah iris dan pars plicata korpus siliaris secara bersamaan. Cyclitis, dimana inflamasi predominan mempengaruhi pars plicata korpus siliaris. Uveitis intermediet. Inflamasi mengenai pars plana, retina perifer dan lapisan khoroid yang mendasarinya. Dapat disebut juga pars planitis. Uveitis posterior. Inflamasi yang mengacu pada daerah koroid (koroiditis). Selalu dihubungkan dengan inflamasi pada retina, sehingga disebut juga korioretinitis. Pan-uveitis. Inflamasi pada seluruh traktus uvea.
Klasifikasi secara klinis : Uveitis akut. Memiliki onset simptomatis yang mendadak dan penyakit ini berlangsung selama 6 minggu 3 bulan.
Uveitis kronis. Acap kali memiliki onset yang tersembunyi dan asimptomatis. Penyakit ini persisten lebih dari 3 bulan bahkan tahunan dan biasanya terdiagnosa saat sudah terjadi defek visual.
Klasifikasi berdasarkan gambaran patologis : Uveitis supuratif atau purulen. Uveitis non-supuratif. Terbagi menjadi 2 kelompok (Klasifikasi Wood) : Uveitis non-granulomatosa Uveitis granulomatosa
Klasifikasi berdasarkan etiologi (Duke Elder) : Uveitis infeksi Uveitis alergi Uveitis toksik Uveitis trauma Uveitis yang behubungan dengan penyakit sistemik non-infeksi Uveitis idiopatik
Etiologi Meskipun sudah banyak dilakukan penelitian eksperimental dan investigasi dengan metode yang mutakhir, namun tetap saja etiologi dan imunologi dari uveitis masih belum banyak dimengerti. Bahkan sampai saat ini, penyebab dari kondisi klinis ini masih kontroversial (sekedar dugaan) dan kebanyakan memiliki etiologi yang tidak diketahui. Konsep etiologi dari uveitis yang diusulkan oleh Duke Elder secara umum adalah : 1. Uveitis infeksi. Dalam kasus ini, infeksi pada uveal diinduksi oleh invasi organik yang eksogen, sekunder maupun endogen. Tipe infeksi : Bakterial : o Granulomatosa : TB, lepra, sifilis bucellosis o Piogenik : streptokokus, stafilokokus, pneumokokus dan gonokokus. Viral : herpes simpleks, herpes
zooster dan CMV. Fungal : aspergilosis, candidiasis, dan blastomikosis. Parasit : toksoplasmosis, toksokariasis, onkokersiasis dan amoebiasis Riketsia : scrub typhus dan tifus epidemik. 2. Uveitis alergi (berhubungan dengan hipersensitivitas). Kejadian yang paling umum ditemukan di praktek klinis. Subjek kompleks hipersensitivitas yang dihubungkan dengan inflamasi uveal masih belum jelas dimengerti. Dapat disebabkan oleh berbagai jalan : a. Alergi mikrobial b. Uveitis anafilaktik c. Uveitis atopik d. Uveitis autoimun e. Uveitis yang terkait dengan HLA-27 3. Uveitis toksik 4. Uveitis taruma. Sering terjadi suatu kebetulan atau cedera operasi pada jaringan uveal. Berbagai mekanisme yang dapat menimbulkan uveitis karena trauma adalah : a. Efek mekanis langsung dari trauma b. Efek iritatif dari produk darah paska pendarahan intraokuler (hemoftalmus) c. Invasi mikroba d. Efek kimiawi dari retensi benda asing di intraokuler e. Oftalmia simpatik di mata lainnya 5. Uveitis yang behubungan dengan penyakit sistemik non-infeksi. Penyakit sistemik tertentu yang seringkali berkomplikasi uveitis adalah : sarkoidosis, penyakit kolagen (poliarteritis nodosa, lupus eritromatosus diseminata, rematik dan artritis rematoid), penyakit metabolik (DM dan gout), penyakit sistem saraf pusat (sklerosisi diseminata) dan penyakit kulit (psoriasis, liken planus, eritema nodosum, pemfigus, dll). 6. Uveitis idiopatik a. Entitas uveitis yang spesifik idiopatik Kondisi tertentu yang memiliki karakteristik spesial seperti pars planitis, oftalmia simpatis dan Fuchss heterochromic iridocyclitis. b. Entitas uveitis yang non-spesifik idiopatik Kondisi yang tidak termasuk pada kelompok etiologi yang diketahui. Ada sekitar 25% kasus uveitis yang masuk di kelompok ini.
Patologi Karena vaskularitasnya yang ekstrim dan kelonggaran dari jaringan uveal, maka respon inflamasi menjadi berlebihan dan menimbulkan hasil yang khusus. Klasifikasi patologis seringkali berguna untuk mendapatkan orientasi terhadap persoalan uveitis, baik penatalaksanaan maupun terapinya. 1. Patologi uveitis supuratif Reaksi patologis dengan karakteristiknya yang khas berupa adanya curahan eksudat purulen dan infiltrasi PMN dari jaringan uveal, kamar anterior dan posterior, serta ruang vitreous. Hasilnya adalaha penebalan seluruh jaringan uveal dan nekrosis, serta orbita yang terisi oleh pus. 2. Patologi uveitis non-granulomatosa Perubahan patologis dari reaksi non granulomatosa terdiri dari dialatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang nyata, rusaknya blood aqueous barrier dengan tumpahan eksudat fibrin dan infiltrasi limfosit, sel plasma dan makrofag dari jaringan uveal, kamar anterior dan posterior, serta ruang vitreous. Inflamasi ini biasanya difus. Hasilnya adalah iris menjadi waterlogged, edem, keruh dengan kripta dan kerutkerut yang kabur. Sebagai konsekuensinya mobilitas iris jadi menurun, pupil mengecil karna iritasi sfingter dan pembengkakan pembuluh darah radialis iris. Eksudat dan limfosit tumpah ke kamar anterior menghasilkan aqueous flare dan deposit dari keratik presipitat halus dibelakang kornea. Karna adanya eksudat di kamar posterior maka bagian posterior iris menempel pada permukaan kapsul anterior lensa menyebabkan pembentukan sinekia posterior. Pada inflamasi yang parah karna tumpahan eksudat dari prosesus siliaris, dibelakang lensa, membran eksudatif yang disebut cyclitic membrane dapat terbentuk. Paska penyembuhan, pin-point areas dari nekrosis dan atrofi menjadi berbekas. Serangan berikutnyalah yang menyebabkan perubahan struktural seperti atrofi, gliosis, dan fibrosis yang menimbulkan adhesi, jaringan parut dan akhirnya mendestruksi mata. 3. Patologi uveitis granulomatosa Reaksi patologis dari uveitis granulomatosa memiliki karakteristik berupa infiltrasi limfosit, sel plasma, dengan mobilisasi dan proliferasi dari MN yang akhirnya menjadi epiteloid dan giant cell, dan berkumpul menjadi nodul. Nodul iris biasanya terbentuk di garis pupil (Koeppes nodules). Sekumpulan nodular yang sama terdeposit dibelakang kornea dalam bentuk mutton fat keratik presipitat dan aqueous flare yang minim. Nekosis pada struktur yang berdekatan memacu proses penyembuhan yang menghasilkan fibrosis dan gliosis area yang terkena. Manifestasi Klinis
a. Uveitis anterior Gejala : Nyeri, biasanya memburuk saat malam hari, nyeri menjalar sepanjang alur cabang persarafan nervus trigeminus. Mata merah, karena kongesti circumcorneal. Fotofobia dan blefarospasme, karna refleks serabut saraf sensoris nervus V (iritasi) dan serabut saraf motorik nervus VII, yang menginervasi Mm. Orbicularis oculi. Lakrimasi, refleks yang diperantarai oleh nervus V (aferen) dan serabut saraf sekretomotor nervus VII (eferen). Gangguan penglihatan. Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya gangguan visus ini adalah induced myopia karna spasme siliar, kekeruhan kornea(edem dan deposit KP), kekeruhan aqueous, blok pupil karna eksudat, komplikasi katarak, kekeruhan vitrous, cyclitic membrane, edem makular, papilitis atau glaukoma sekunder. Tanda : Edem kelopak mata Kongesti sirkumkorneal Corneal signs : edem kornea, KP dan opasifikasi posterior kornea.
Anterior chamber signs : aqueous cells, aqueous flare, hipopion, hifema, perubahan kedalaman dan bentuk kamar anterior dan perubahan sudut kamar anterior. Iris signs : hilangnya pola normal iris, perubahan warna, nodul (Koeppes dan Bussacas), sinekia posterior dan rubeosis iridis. Pupillary signs : pupil menyempit, bentuk pupil irreguler, ectropion pupillae, reaksi pupil menurun dan oklusi pupil karna eksudat. Perubahan lensa : pigment dispersal, eksudat dan komplikasi katarak. Perubahan vitreous : eksudat dan sel inflamasi. b. Uveitis intermediet
Gejala : Penglhatan kabur Floaters Tanda : Vitritis (sel di vitreous) Snowballs (gumpalan sel inflamasi di inferior vitreous) Eksudat di inferior pars plana (snowbank) c. Uveitis posterior Gejala : Penglihatan kabur Floaters Tidak nyeri Tanda : Tanda vitritis, koroiditis dan vaskulitis. Fokus koroiditis multipel Bercak inflamasi berwarna putih-kekuningan Edem papil Jukstapapillar koroiditis Vena retina memiliki kaliber yang irreguler
Pemeriksaan Penunjang (Investiga si) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Chest X-ray X-ray lumbosacral spine and sacroiliac joints Serologis Pemeriksaan lab. darah lengkap LED Antibodi toksoplasma Biopsi vitreous
Penatalaksanaan Tujuan terapi adalah : 1. Meredakan nyeri dan inflamasi pada mata. 2. Mencegah kerusakan struktur mata ; khususnya makula dan nervus optikus yang dapat menimbulkan kehilangan penglihatan secara permanen. 3. Menatalaksana uderlying cause.
Rujuk pasien kepada seorang ophtalmologist untuk investigasi dan manajemen lebih lanjut. Untuk uveitis penatalaksanaannya adalah reducing regiment steroid topikal untuk meredakan inflamasi dan siklopegik serta dilating drop untuk menghilangkan nyeri dan mencegah formasi sinekia posterior. Kortikosteroid, untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit. Dokter mungkin meresepkan obat tetes mata atau pil baik. Antibiotik atau obat antivirus, tergantung pada apa yang menyebabkan uveitis Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs), untuk mengurangi peradangan Obat untuk menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresor) - dalam kasus di mana penggunaan kortikosteroid tidak berhasil Komplikasi
Glaukoma Katarak Edema makula Ablasio retina Kerusakan nervus optikus Kehilangan penglihatan
Prognosis Prognosis uveitis tergantung dari beberapa hal meliputi derajat keparahan, lokasi dan penyebab peradangan. Uveitis anterior cenderung lebih cepat merspon pengobatan dibandingkan uveitis intermediet, posterior atau difus. Keterlibatan retina, korid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis yang lebih buruk.
Pencegahan Uveitis tidak selalu dapat dicegah terutama untuk etiologi yang masih idiopatik. Namun tetap dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk kasus tertentu, seperti penggunaan pelindung mata untuk menghindari trauma mata pada pekerja yang beresiko (pengeboran, pemotong rumput, dll), vaksinasi, mejaga higienitas diri, cuci tangan dan rutin melakukan general check-up.
REFERENSI :
Bruce James, Chris Chew dan Anthony Brown. 2003. Lecture Notes on Ophtalmology, 9th Edition. United Kingdom : Blackwell Crick, Ronald Pitts dan Peng Tee Khaw. 2003. A Textbook of Clinical Ophtalmology, 3rd Edition. Singapore : Worl Scientific Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophtalmology, 4th Edition. New Delhi : New Age International Lang, Gerhard K. 2006. Ophtalmology a Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition . German : Thieme Mayo Clinic. 2012 Uveitis. Retrieved 8 Maret, 2013, http://www.mayoclinic.com/health/uveitis/DS00677/DSECTION=complications MedicineNet. 2012. Uveitis. Retrieved 8 Maret, 2013, http://www.medicinenet.com/uveitis/page4.htm#can_uveitis_be_prevented from
from
Olver, Jane dan Lorraine Cassidy. 2005. Ophtalmology at a Glance. United Kingdom : Blackwell Riordan-Eva, Paul dan John P. Whitcher (alih bahasa : Brahm U. Pendit). 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta : EGC University of Maryland Medical Center. 2010. Uveitis. Retrieved 8 Maret, 2013, from http://www.umm.edu/altmed/articles/uveitis-000171.htm