Вы находитесь на странице: 1из 3

PEMBAHASAN

Granuilasi basah adalah Proses pencampuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Prinsipnya adalah Membasahi massa
tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian massa basah tersebut digranulasi.

Praktikum formulasi teknologi sediaan padat, kelompok kami mendapatkan zat aktif CTM (Chlorpeniramin Maleat) yang di indikasikan sebagai antihistamin. Pada rancangan praformulasi awal kami merencanakan untuk menggunakan bahan-bahan eksipien sebagai berikut::

Berdasarkan literatur zat aktif yang kami gunakan CTM (Chlorpeniramin Maleat) stabil dalam larutan, tahan terhadap pemanasan serta memiliki dosis lazim yang kecil. Metode yang cocok untuk pembuatan tablet CTM menggunakan metode granulasi basah. Pada metode ini terlebih dahulu kami buat larutan pengikat, larutan pengikat yang ditambahkan ini memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada

awal pembentukan granul. Larutan pengikat yang kami gunakan adalah mucilago amprotab. Amprotab yang sudah ditimbang disuspensikan dengan 20 ml aquades panas secara perlahan.Setelah mucilago amprotab jadi, dimasukan sedikit demi sedikit ke dalam campuran zat aktif yaitu CTM, laktosa sbg pengisi dan amprotab sebagai penghancur sampai terbentuk masa yang dapat dikepal (banana breaking) . Setelah diperoleh masa yang kira-kira sudah dapat dikepal (banana breaking) penambahan mucilago dihentikan. Adapun pada saat penimbangan laktosa, dilebihkan sebesar 5% dari angka sebelumnya. Hal ini dikarenakan, pada saat menggerus di lumpang, zat2 tersebut melekat pada pori2 lumpang. Untuk mengatasinya, dilebihkan laktosa 5% sebagai antisipasi masuknya zat pada pori lumpang. kemudian, dalam praktikum ini kami terlalu banyak menuangkan mucilago, sehingga adonan menjadi sangat lembek. Hal ini kurang baik, sehingga ditambahkan laktosa 3 gr. Tahap selanjutnya adalah tahapan pengayakan. Pada metode ini pengayakan dilakukan sebanyak 2 kali. Pertama kali dilakukan pengayakan basah dengan nomor yang lebih kecil, namun pada praktikum ini ayakan yang digunakan dengan pengayak yang sama. Setelah semua masa selesai diayak maka massa tersebut dimasukan ke dalam oven dan dibiarkan 2 jam pada suhu 600C. Kemudian mengayak massa granul yang telah kering. Setelah itu, ditambahkan lubrikan yaitu talk dan mg stearat. Seharusnya setelah proses ini, pencetakan tablet sudah dapat dilaksanakan, namun dalam praktikum ini tidak kami lakukan.

KESIMPULAN
Pemakaian laktosa yang dibarengi dengan pemakain mucilago amili dikhawatirkan akan menghasilkan tablet yang sangat keras. Maka atas pertimbangan tersebut akhirnya kami merubah pengisi tablet menjadi avicel PH 102 dengan harapan dapat diperoleh hasil tablet yang lebih baik Metode pembuatan tablet yang kami pilih untuk zat aktif parasetamol adalah metode granulasi basah, karena berdasarkan literatur, zat aktif yang kami gunakan stabil dalam larutan dan tahan terhadap pemanasan Pada saat pembuatan mucilago amili perlu diingat, bahwa yang ditambahkan adalah suspensi amilum ke dalam air panas yang massanya lebih banyak bukan air panas yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi amilum. Karena apabila air panas yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi amilum, maka akn terbentuk massa yang keras

Kompresibilitasnya tablet yang kami dapat sebesar 27%, kompresibilitas granul dengan nilai tersebut tergolong buruk karena standar kompresibilitas granul yang baik adalah < 20%. Nilai kompresibilits yang buruk ini dapat disebabkan karena terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Granul yang tidak terbentuk ini dapat disebabkan karena larutan pengikat (pasta amilum) yang kami buat belum terbentuk sempurna disamping itu juga kurangnya larutan pengikat yang kami gunakan sehingga massa kepal yang terbentuk tidak sempurna sehingga pada saat pengayakan pertama banyak granul yang kembali menjadi fines

Waktu hancur tablet yang kami dapat tergolong sangat mudah larut. Seperti halnya kompresibilitas hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Dalam hal ini pengikat sangat berperan karena dalam waktu hancur yang berperan adalah daya ikat internal, yaitu ikatan antar granul. Pada dasarnya tablet yang kami hasilkan ini tidak terlihat rapuh bahkan sepertinya sangat kuat namun pada kenyataannya setelah diuji waktu hancurnya ternyata tablet kami sangatlah mudah hancur. Kemungkinan tablet yang kami buat ini terbentuk karena kempaan yang kami paksakan (karena pembuatan secara manual) bukan karena pengaruh pengikat

Dalam evaluasi pembuatan tablet, tablet yang kami hasilkan memiliki waktu hancur yang relatif cepat, dengan friabilitas yang tergolong buruk. Permasalahan ini diakibatkan oleh kurangnya pengikat dalam formulasi atau rancangan awal pembuatan. Analisa solusi kami terhadap permasalahan ini antara lain dengan melakukan granulasi ulang yang secara langsung berimplikasi pada penambahan pengikat. Maka fase dalam akan berlebih dari rancangan awal. Atas kelebihan ini, fase luar harus diseimbangkan.

Вам также может понравиться