Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Sistem mastikasi, yang mana merupakan unit fungsional dalam pengunyahan mempunyai komponen-komponen yang keseluruhannya harus dapat bekerja serentak secara dinamis dan sinergis dengan fungsi penelanan. Lebih jauh lagi, keterhubungan anatomis antara saluran pernafasan dan pencernaan baik pada tahap bukal maupun faringeal, harus dijadikan pertimbangan dalam pengkajian fungsi stomatognasi secara menyeluruh sehingga perjalanan makanan di sepanjang saluran cerna dapat berjalan lancar (Salleh, 2009). Fungsi sistem pengunyahan (mastikasi) jauh lebih bervariasi dari yang di implikasikan oleh namanya. Selain untuk makan dan minum, sistem ini juga berfungsi untuk bicara dan menyanyi, untuk tersenyum dan menyeringai, dan untuk melakukan semua ekspresi lainnya. Juga untuk berkelahi, mengutarakan kasih sayang, merasakan makanan, menyentuh, memperindah wajah, dan untuk mengutarakan kemarahan. Mulut terasa kering bila kita takut dan berair bila kita melihat makanan. Kita bernafas melalui mulut ketika melakukan olahraga yang berat, dengan kemungkinan gigi geligi saling mengerot. Mulut juga melakukan tahap awal pengunyahan dan penelanan, yang mendorong terjadinya proses metabolsme dan nutrisi. Gangguan-gangguan yang muncul dalam system stomatognasi dapat berupa gejala-gejala ringan yang mungkin diabaikan oleh pasien, seperti bruksim atau gangguan ringan pada otot kunyah dan telan, tetapi dapat pula menjadi fatal bilamana gangguan terjadi pada fungsi penelanan dan pernafasan seperti misalnya tersumbatnya jalan nafas oleh bolus (tersedak), oedema ataupun abses parafaringeal (Nazar, 2010). Karena pentingnya topik mengenai sistem stomatognasi tertama kaitannya dengan fungsi penelanan dan pengunyahan bagi profesi dokter gigi, berikut akan di ulas mengenai Fungsi Pengunyahan & Penelanan Pada Sistem Stomatognasi 1

yang diharapkan dapat membantu para calon dokter gigi yang masih berada dilingkungan akademis untuk memahami sejak awal mengenai kerja fisiologis dari sistem ini serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan stomatognathi dan fungsinya? 2. Apa yang dimaksud dengan mastikasi dan bagaimana prosesnya? 3. Apa yang dimaksud dengan penelanan dan bagaimana prosesnya? 4. Apa saja saraf dan otot yang berpengaruh pada proses penguyahan dan penelanan? 5. Apa peran saliva dalam proses penguyahan dan penelanan?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui hubungan sistem mastikasi dan deglutasi. 2. Untuk mengetahui komponen yang berperan dalam sistem mastikasi. 3. Untuk mengetahui gangguan pada sistem deglutasi.

1.4 Hipotesa Neuromuskular dan organ yang berhubungan di bidang kedokteran gigi yang terdapat pada proses penguyahan dan penelanan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Stomatognathi Stomatognathi dalam praktek kedokteran gigi merupakan ilmu yang mempertimbangkan hubungan antara gigi geligi, rahang, persendian temporomandibula, kraniofasial dan oklusi gigi (Andriyani, 2001). Komponen sistem stomatognasi meliputi gigi-geligi beserta jaringan pendukungnya, otot, persyarafan maupun persendian antara maksila dan mandibula. Termasuk dalam fungsi stomatognasi adalah pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan berbicara. Masingmasing fungsi sangat erat hubungannya dan kadang-kadang dua atau lebih

fungsi ini dapat dilakukan secara bersama-sama. Fungsi stomatognasi yang akan dibahas di sini adalah pengunyahan dan penelanan makanan dan selama proses pengunyahan, komponen-komponen yang terlibat adalah tulang, otot-otot, ligament dan gigi (Andriyani, 2001). Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap bukal, tahap faringeal dan tahap esophageal. Aktivitas otot penelanan dimulai dengan kerja secara volunter dan akan berubah menjadi refleks involunter. Refleks lain yang dapat terjadi pada aktivitas penelanan adalah batuk, muntah dan menghisap, diakibatkan rangsangan-rangsangan sensorik (Andriyani, 2001). Pada sistem stomatognasi, proses pengunyahan dan penelanan merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan otot-otot, persendian temporomandibula, gigi dan persyarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi yang berfungsi optimal, akan menghasilkan makanan yang berubah menjadi konsistensi relatif halus yang disebut dengan bolus (Andriyani, 2001).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pengunyahan Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga merubah ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk ditelan. Penghancuran makanan dilakukan oleh gigi geligi dangan bantuan otot-otot pengunyahan dan pergerakan kondilus mandibula melalui artikulasi temporo mandibula. Gerakan artikulasi temporomandibula adalah gerakan kapitulum mandibula yang terjadi pada waktu mengunyah seperti gerakan memajukan mandibula, gerakan memundurkan mandibula dan gerakan mandibula kesamping kiri dan kanan (Andriyani, 2001). Mengunyah terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula dan tahap berkontaknya gigi

antagonis satu sama lain atau kontak gigi dengan bolus makanan, dimana setiap tahap mengunyah berakhir 0,5 sampai 1,2 detik (Andriyani, 2001). 2.2.1 Mandibula dan Otot-otot Penggeraknya Sistem pengunyahan pada manusia dimaksudkan terutama untuk mencerna makanan dan menyiapkannya sebelum ditelan. Untuk mencerna, menggerus, memotong dan menelan makanan, lengkung gigi geligi atas dan bawah harus dapat dipisahkan dan bergerak dengan kuat searah atau berlawanan arah satu sama lain (mesio-distal, belakang-depan, atau atas bawah). Cara paling sederhana untuk melakukan hal ini adalah satu lengkung gigi harus dalam posisi tetap dan gigi-gigi yang berhubungan dengannya digerakkan. Gigi geligi atas pada manusia melekat tetap pada dasar tengkorak. Supaya dapat bergerak, gigi-gigi bawah tertanam dalam sebuah tulang yaitu mandibula, yang dapat digerakkan dan digunakan sebagai sebuah pengungkit untuk mengaplikasikan tenaga. Makanan dihancurkan dan dipotong dengan menggerakkan lengkungan gigi bawah melaluinya, searah atau berlawanan dengan lengkungan dari gigi geligi atas yang tetap kedudukannya. Adapun otot-otot utama yang berfungsi untuk membantu proses mastikasi adalah : a. M.Masseter Masseter adalah suatu massa otot yang tebal, berbentuk empat persegi panjang disebelah pinggir wajah. Melekat diantara permukaan lateral dari ramus mandibula dan arcus zygomaticus persis dibawah kulit. Masseter digunakan untuk penghancuran dan penggilingan makanan. Selain untuk mengangkat mandibula ke vertikal, masseter dapat memberikan vektor anterior pada rahang selama rahanag diangkat dari suatu posisi depresi ke posisi interkuspal maksimal pada busur mid-sagital pengangkatan. Initerjadi karena penyebaran kontraksi dari fasikuli yang paling anterior ke yang paling posterior (Kraus, Jordan, Abrams, 1969). Kaput profunda dapat memberikan efek retrusi (Sicher, 1951). Ada kemungkinan bahwa kaput superfisialis yang kuat itu mempunyai peranan penting pada komponen anterior sewaktu mandibula mendekati relasi

sentrik (kawamura, 1968; Williamson, 1980). Cabang masseter dari saraf kranialis kelima memasok persarafan. Pasokan arteri berasal dari cabangcabang arteri masseterika. b. M.Temporalis Merupakan otot berempal dua dengan origo berbentuk kipas dan tendon yang sangat besar, kuat, serta berinsersio kedalam prosesus koronoideus, krista temporalis profunda dan batas anterior ramus mandibula. Pada pokoknya otot ini dalah suatu elevator dan retraktor (pengangkat dan penarik) mandibula dan apabila otot diaktifkan secara bertahap, dari anterior ke posterior, maka arah dari tarikan serabut-serabut berkontraksi akan menjadi sama seperti perjalanan kearah atas dari prosesus koronoideus ketika mandibula diangkat dari suatu posisi tertekan (Kraus, Jordan dan Abrams, 1969).

Gambar.1

M. temporalis dan M. mesetter

c. Pterygoideus Medialis Pterygoideus medialis adalah suatu massa jaringan otot yang kuat, empat persegi panjang, terletak pada sisi medial dari ramus mandibula. Otot ini tidak selebar atau setebal masseter. Batas posteriornya tersusun serupa dengan batas posterior dari masseter pada proyeksi lateral, tetapi batas anteriornya terletak lebih distal kearah dorsal (Schumacher, 1961). Pada potongan horizontal, separuh atas dari pterygoideus medialis berbentuk baji dengan pinggir yang tipis menghadap kearah belakang. Setengah bawahnya berbentuk oval. d. Pterygoideus Lateralis Otot pterygoideus lateralis menempati suatu posisi yang dalam dan tersembunyi. Posisi ini dianggap disebabkan oleh fungsi protraksi mandibula. Karena dulunya pergerakan mandibula adalah suatu problem yang relatif kecil dan karena posisinya yang dalam dan ukurannya kecil, massa otot ini kurang mendapat perhatian dan hampir terabaikan oleh para ahli ilmu anatomi yang dulu. Secara anatomi dan fungsional, bagian atas dan bawah dari pterygoideus lateralis kemungkinan adalah dua otot yang berbeda. Pada umumnya, peranan dari kedua bagian ini adalah berkenaan dengan posisi dan keseimbangan persatuan kondil-diskus pada eminensia artikularis selama adanya gerakan-gerakan fungsional dan kemungkinan juga pada posisi postural. Demikian juga bagian inferior aktif apabila persatuan kondil-diskus protrusi (tertarik kedepan) dan distabilkan pada posisi protrusi. Karena itu pterygoideus lateralis terlibat dalam gerakan mandibula. Gangguan fungsi normal pterygoideus lateralis yang berat mengakibatkan fungsi mandibula sangat terbatas atau mengalami kegagalan. (McDevitt, 2002)

Gambar.2 M. Pterygoideus 2.2.2. Proses Pengunyahan Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga merubah ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk ditelan. Penghancuran makanan dilakukan oleh gigi geligi dangan bantuan otot-otot pengunyahan dan pergerakan kondilus mandibula melalui artikulasi temporo mandibula. Gerakan artikulasi temporomandibula adalah gerakan kapitulum mandibula yang terjadi pada waktu mengunyah seperti gerakan memajukan mandibula, gerakan memundurkan mandibula dan gerakan mandibula kesamping kiri dan kanan (Andriyani, 2001). Mengunyah terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula dan tahap berkontaknya gigi antagonis satu sama lain atau kontak gigi dengan bolus makanan, dimana setiap tahap mengunyah berakhir 0,5 sampai 1,2 detik (Andriyani, 2001).

2.2.3 Aktivitas Otot Otot-otot yang terutama bertanggung jawab untuk menggerakkan mandibula selama proses pengunyahan adalah m.masseter, m.temporalis, m.pterygoideus lateralis, m.pterygoideus medialis. Otot pengunyahan tambahan 1992). Selama proses pengunyahan, otot yang aktif pada saat gerakan membuka mandibula adalah muskulus pterygoideus lateralis. Pada saat bersamaan mandibula m.temporalis, tertutup m.masseter dan m.pterygoideus dan medialis, juga sedangkan m.pterygoideus lateralis dalam keadaan relaksasi. Sementara perlahan, m.temporalis m.masseter berkontraksi membantu gigi geligi saling berkontak pada oklusi normal. Sedangkan oleh penelitian elektromiografi oleh Perry (1957) dan Harrizz (1957) melaporkan bahwa selama proses pengunyahan m.temporalis mendahului m.masseter. Pada fenomena yang sama dijumpai saat m.digastrikus menunjukkan aksi potensial ketika mandibula bergerak dari posisi istirahat ke posisi oklusi, walaupun m.digastrikus tidak ikut serta dalam mengangkat mandibula tetapi akan mempertahankan kontak gigi geligi (Evelyn, 1992). Lidah berperan penting selama proses pengunyahan, karena lidah berfungsi membawa dan mempertahankan makanan diantara permukaan. Oklusi gigi-geligi, membuang objek seperti biji, benda asing, fragmen tulang dan substansi yang tidak enak rasanya, serta berfungsi untuk membawa massa makanan yang sudah dikunyah kepalatum sebelum akhirnya ditelan. Lidah juga berperan penting dalam mempertahankan kebersihan mulut, yaitu untuk menghilangkan debris makanan pada gigiva, vestibulum dan dasar mulut (Andriyani, 2001). 2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Penelanan seperti muskulus mylohyoideus, m.geniohyoideus, m.stylohyoideus, m.infrahyodeus, m.buccinator dan labium oris (Evelyn,

Proses penelanan adalah aktivitas terkoordinasi yang melibatkan beberapa macam otot-otot dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring dan otot laring. Aktivitas otot penelanan dimulai sebagai kerja volunter dan kemudian berubah menjadi refleks involunter (Andriyani, 2001). Hollinshead, Longmore (1985) menyatakan bahwa peristiwa menelan adalah peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai didalam mulut, kemudian mulut tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke palatum sehingga mendorong bolus ke arah isthmus faucium menuju faring untuk selanjutnya di teruskan ke esophagus (Andriyani, 2001). 2.3.1 Aktivitas Otot Berkovitz (1995) dan William (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium yang bekerja secara volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter. Kavum oris terbagi menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris proprium. Vestibulum oris adalah ruang antara gigigeligi dan batas mukosa bagian dalam dari pipi dan labium oris. Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara arkus dentalis superior dan inferior. Batas anterior dan lateral kavum oris proprium adalah permukaan lingual gigi geligi dan prosesus alveolaris (Andriyani, 2001). a. Otot di dalam kavum oris proprium Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot-otot lidah dan otot-otot palatum lunak. Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik dan ekstrinsik. Otot-otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu muskulus longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis lingua provunda, muskulus transfersus lingua dan muskulus vertikalis lingua. Otot ekstrinsik lidah merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu muskulus genioglossus untuk mengerakan bagian tengah lidah ke belakang dan muskulus styloglossus yang menarik lidah keatas dan kebawah. Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu muskulus tensor dan muskulus levator veli palatini untuk mengangkat faring

dan muskulus palatoglossus yang menyebabkan terangkatnya uvula (Evelyn, 1992). b. Otot faring Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya melingkar dan otot- otot yang menbujur faring. Otot-otot melingkar terdiri atas muskulus konstriktor faringis superior, muskulus konstriktror faringis media dan muskulus konstriktor faringis inferior (Evelyn, 1992). Sedangkan otot- otot membujur faring yaitu muskulus stilofaringeus. Faring tertarik kearah medial untuk saling mendekat. Setelah itu lipatan- lipatan faring membentuk celah sagital yang akan di lewati makanan menuju kedalam faring posterior celah ini melakukan kerja selektif sehingga makanan yang telah di kunyah dapat lewat dengan mudah (Evelyn, 1992) c. Otot laring. Terbagi dua yaitu otot laring instrinsik dan otot laring ekstrinsik. Otot laring ekstrinsik yaitu muskulus krikotiroideus, sedangan otot- otot laring intrinsic yaitu muskulus tireoepiglottikus dan muskulus aritenoideus pada laring terdapat dua sfingter yaitu aditus laringis dan rima glottidis. Aditus laringis berfungsi hanya pada saat menelan. Ketika bolus makanan di pindahkan kebelakang diantara lidah dan palatum lunak laring tertarik keatas. Aditus laringis di persempit oleh kerja muskulus arytinoideus obliqus dan muskulus oroepiglottikus. Bolus makanan atau cairan, kini masuk ke esophagus dengan mengelincir di atas epiglottis atau turun lewat alur pada sisi aditus laringis rima glottidis berfungsi sebagai sfingter pada saat batuk atau bersin tetapi yang terpenting adalah epiglottis membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara, dimana akan mempengaruhi tegangan pita suara pada waktu bicara (Evelyn, 1992). 2.3.2 Tahap-Tahap Mekanisme Penelanan Makanan Penelanan makanan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap volunter atau tahap oral/bukal, tahap faringeal atau involunter dan tahap esophageal.

Setiap tahap ini umumnya melakukan gerak yang berkesinambungan dan berlangsung dengan cepat (Andriyani, 2001). a. Tahap Bukal atau Tahap Volunter Setelah makanan dikunyah dan berbentuk bolus,pergerakan vertical lidah akan mendorong bolus kea rah isthmus faucium. Isthmus faucium merupakan daerah paling dorsal kavum oris yang dibatasi oleh palatum bagian superior dan bagian inferior oleh radiks lidah. Pada waktu makanan melewati isthmus faucium muskulus palatoglossus berkontraksi menyempitkan isthmus faucium sehingga mencegah kembalinya makanan ke dalam rongga mulut. Setelah makanan sampai pada orofaring dengan diikuti oleh kontraksi muskulus levator dan muskulus tensor veli palatini dibantu oleh muskulus palatofaringeus sehinggga menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring. Keadaan ini terjadi agar makanan tidak masuk ke dalam nasofaring menuju hidung akan tetapi makanan akan terdorong ke dalam orofaring (Andriyani, 2001).

b. Tahap Faringeal atau Tahap Involunter Pada tahap ini faring mulai berperan, yaitu muskulus stylofaringeus dan muskulus palatofaringeus berkontraksi sehingga menarik faring kea rah cranial yang memungkinkan makanan terdororng kea rah laringofaring(Andriyani, 2001). Pada saat bersamaan otot-otot laring yaitu muskulus aritenoideus obliqus dan muskulus transversus serta muskulus krikoariteniodeus lateral berkontraksi yang menyebabkan penyempitan aditus laringis. Kedua kartilago aritenoidea pada saat ini berkontraksi, kemudian tertarik dan saling mendekati sampai bertemu dengan epiglotis, rima glotidis tertutup sehingga makanan tidak masuk kedalam laring tetapi berada dalam laringofaring (Andriyani, 2001).

c. Tahap Esofageal Pada tahap ini muskulus konstriktor faring berkontraksi bergantian dari atske bawah mendorong bolus makanan ke bawah melewati laring. Dengan terangkatnya laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh otot-otot dinding faring berkontraksi. Makanan yang telah memasuki esophagus akan dialirkan ke lambung melalui gerak peristaltic. Gerak peristaltic esophagus ada dua tipe, yaitu: peristaltic primer dan peristaltic sekunder. Gerak peristaltic primer merupakan gelombang peristaltik yang mendorong makanan di faring menuju esophagus selama tahap faringeal. Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang ada di esophagus ke lambung maka gelombang peristaltic sekunder yang dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan akan mendorong sisa makanan ke lambung (Andriyani, 2001). 2.4 Sistem Pernapasan Sistem pernapasan tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai tempat pertukaran udara pernapasan. Pernafasan pada manusia memerlukan saluran pernafasan dan paru-paru. Saluran pernafasan berfungsi sebagai saluran udara masuk mennuju paru-paru dan keluar dari paru-paru. Paru-paru sebagai tempat pertukaran udara pernafasan yaitu: oksigen dan kabondioksida. Saluran udara pernafasan tersusun atas: lubagn hidung, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkeolus. Lubang hidung sampai bronchiolus disebut pars konduktoria karena fungsinya sebagai saluran udara repirasi. Secara lebih rinci bagian-bagian saluran pernafasan dan fungsinya adalah sebagai berikut: 2.4.1 Laring (kotak suara) Laring menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan di topang oleh sembilan kartilago; 3 berpasang dan 3 tidak berpasang. 1. kartilago tidak berpasang

a. kartilago tiroid (jakun), terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibta hormone yang di sekresi saat pubertas. b. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid. c. Epiglotis adalah katup kartilago elastis yagn melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan. 2. kartilago berpasang a. kartilago aritenoid, terletak diatas dan dikedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epithelium squamosa bertingkat. b. Kartilago kornikulata, melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid. c. Kartilago kuneiform, berupa batang-batang kecil yang membantu menonpang jaringan lunak. 3. dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring. a. pasangan bagian atas adalah lipatan ventricular (pita suara semum) yang tidak berfungsi saat produksi suara. b. Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka diantara kedua pita ini adalah glottis. 4. saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan glotis berbbentuk triangular. 5. saat menelan, pita suara terakduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk celah sempit. 6. dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi.

2.4.2

Organ Pernapasan

1. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung. Hidung terdiri dari : a. b. c. Bagian luar dinding hidung terdiri dari kulit Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah tiga buah yakni konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah), konka nasalis media (karang hidung bagian tengah), konka nasalis superior (karang hidung bagian atas). Diantara konka tersebut terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebuat koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis (Syaifuddin, 2006). 2. Faring Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: keatas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut, tempat berhubungan ini bernama istmus fausium, kebawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, kebelakang

lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Disebelah belakang terdapat epiglotis, yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan. Rongga tekak dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. 2. 3. Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring (Syaifuddin, 2006). 2.5 Gangguan Fungsi Stomatognasi 2.5.1 Disfagia Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan ada dua tahap, pertama, yaitu melewatkan bolus ke bagian belakang tenggorokan dan kedua, tahap mengawali refleks menelan makanan. Disfagia yang terjadi setelah tahap mengawali refleks menelan biasanya disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan jarang terjadi, hal ini karena adanya lesi di dalam laringofaring dan esophagus (Andriyani, 2001). Beberapa penyebab lain terjadinya disfagia antara lain pernah dilaporkan oleh Gankroger (1993), yaitu disfagia karena trauma akut benda asing yang masuk ke dalam faring dan laring, disertai rasa sakit yang hebat sehingga penderita mengalami kesulitan menelan makanan (Andriyani, 2001). Schlie-phake dkk (1998) juga melaporkan bahwa pasien yang mengalami operasi pengambilan karsinoma sel skuamosa di dasar mulut, akan mengalami kesulitan dalam menggerakkan lidah Karen aperubahan

bentuk otot-otot lidah, selain itu juga akan mengalami perubahan kualitas suara yaitu suara menjadi terdengar lebih besar dan lebih berat (Andriyani, 2001). Gejala khas disfagia pada pasien seperti gejala sukar menelan makanan atau penyakit lain perlu diwaspadai karena dalam perkembangannya akan merusak fungsi otot-otot yang berperan dalam peristiwa menelan. Oleh karena itu perlu dilakukan diagnosis yang tepat penyebab keadaan ini agar diperoleh hasil perawatan yang sempurna tanpa merusak otot-otot yang berperan dalam proses ini (Andriyani, 2001). Disfagia pada karsinoma esophagus yang tidak dapat dioperasi sering dapat dibantu dengan memasukkan sebuah pipa metal atau plastic dengan bantuan sebuah endoskopi. Endoskopi yang sering dipakai adalah endoskop fibreoptik, karena resiko untuk menimbulkan kerusakan mukosa esophagus lebih rendah disbanding dengan endoskop tradisional yang besar dan kaku (Andriyani, 2001). Disfagia adalah keadaan terganggunya peristiwa deglutasi

(menelan). Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otototot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia umumnya merupakan gejala dari kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus (Andriyani, 2001). Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan di esofagus bagian torakal. Tetapi bila sumbatan berada di leher, kelainannya terletak di faring atau esofagus bagian servikal (Andriyani, 2001). Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paruparu saat menelan, batuk saat menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saat menelan makanan, suara lemah, dan berat badan menurun.

Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasi makanan yang menempel di tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar di dada yang berlangsung kronis, belching, dan sakit tenggorokan (Andriyani, 2001). Disfagia juga dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang cepat berkurang (Andriyani, 2001). Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut. Oleh karena itu, insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan juga pada pasien stroke. Kurang lebih 51-73% pasien stroke menderita disfagia (Andriyani, 2001). Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia motorik, dan disfagia oleh gangguan emosi atau psikogenik. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak arteri subklavia dekstra yang abnormal juga dapat menyebabkan disfagia, yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal, lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm (Andriyani, 2001). Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus akan menyebabkan gangguan kontraksi

dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan scleroderma esophagus (Andriyani, 2001). Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat (factor psikogenik). Kelainan ini disebut globus histerikus. Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah (Andriyani, 2001). Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus, aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esophagus (Andriyani, 2001). Penyakit-penyakit yang memiliki gejala disfagia adalah antara lain keganasan kepala-leher, penyakit neurologik progresif seperti penyakit Parkinson, multiple sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme esofagus difus, lower esophageal (Schatzki) ring, striktur esofagus, dan keganasan esophagus (Andriyani, 2001). 2.5.2 Tersedak (chocking)

Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah, darah atau cairan lain. Tersedak bisa terjadi jika sumber udara tersumbat. Tersedak juga bisa terjadi jika adaya benda asing disaluran nafas yang menghalangi udara masuk keparu-paru. Tersedak mungkin disebabkan oleh kelainan otot-otot volunter dalam proses menelan khususnya pada klien dengan penyakit-penyakit (otot rangka) atau persarafan yaitu penderita adermatomiiositis, miastenia grafis, distrofi otot, polio, kelumpuhan pseudobular dan kelainan otak dan sum-sum tulang belakang seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotropik. Tersedak merupakan salah satu gejala klini dari dispagia dan terjadi bila ada problem dari bagian proses menelan, misalnya kelemahan otot pipi atau lidah yang menyebabkan kesukaran untuk memindahkan makanan ke sekeliling mulut untuk dikunyah. Makan yang ukurannya sangat besar utuk ditelan akan masuk ke tenggorokkan dan menutup jalan nafas. Kedua, karena ketidak mampuan untuk memulai reflek menelan yang merupakan suatu rangsangan sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat melewati faring dengan aman, seperti adanya gangguan stroke, atau gangguan syaraf lain sehingga terjadi ketidakmampuan utnuk memulai gerakan otot yang dapat memindahkan makanan-makan dari mulut ke lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot faring sehingga terjadi ketidak mampuan memindahkan keseluruhan makan ke lambung akibatnya sebagian makanan akan jatuh atau tertarik kedalam saluran nafas (trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru (Arsyad, 2008). Tersedak menyebabkan tersumbatnya saluran pernapasan di sekitar tenggorokan (laring) atau saluran pernapasan (trakea). Aliran udara menuju paru-paru pun terhambat sehingga aliran darah yang menuju otak dan organ tubuh lain terputus. Karena itu perlu dilakukan tindakan pertama yang efektif untuk menyelamatkan nyawa dengan tindakan Heimlich. Tersedak biasanya terjadi karena makanan yang kurang dikunyah dengan baik memasuki saluran yang salah. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, bisa berakibat fatal (Arsyad, 2008).

2.5.3 Bruksism Bruksism adalah kebiasaan seseorang mengkerot-kerotkan giginya atau menggertakkan gigi-geligi serta menekan kuat gigi-geligi tanpa fungsi. Keadaan ini sering terjadi secara tidak sadar dan terutama pada malam hari disaat sedang tidur. Keadaan ini akan menyebabkan bunyi gemerutuk gigi, rasa capoai pada otot saat bangun pagi, rahanh terasa terkunci sehingga akan merasakan rasa sakit pada daerah sendi rahang dan kecenderungan untuk menggigit pipi, bibir atau lidah. Selain itu, gigi akan menjadi cepat aus sehingga akan berpengaruh pada pengunyahan dan penelanan makanan (Andriyani, 2001).

BAB 3 KONSEP MAPPING

Sistem Stomatognathi

Mastikasi

Nasofaring

Diofaring

Larigofaring

Normal

Tidak normal

Tersedak Penanganan

BAB 4 PEMBAHASAN

Sistem stomatognathi adalah sistem yang terintegrasi antar rahang. Komponen sistem stomatognathi meliputi gigi-geligi beserta jaringan pendukungnya, otot, persyarafan maupun persendian antara maksila dan mandibula. Stomatognati dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang mempertimbangkan hubungan antara gigi geligi, rahang, persendian temporomandibula dan oklusi gigi. Yang termasuk dalam fungsi stomatognati adalah pengunyahan, penelanan, pernapasan, dan berbicara Pada sistem stomatognati, proses pengunyahan dan penelanan merupakan suatu proses yang kompleks, melipatkan otot-otot, persendian temporomandibula, gigi dan persyarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi berfungsi optimal, akan menghasilkan makanan yang berubah menjadi konsistensi relatif halus yang disebut dengan bolus Pengunyahan merupakan kegiatan penghancuran makanan atau menggiling makanan dengan bantuan gigi geligi, berubah bentuk dan konsistensinya menjadi bolus yang bercampur atau dibasahi saliva. Otot-otot utama pengunyahan adalah muskulus masetter, muskulus temporalis, muskulus pterygoideus lateralis dan muskulus pterygoideus medialis. Selain itu juga dibantu oleh otot tambahan seperti muskulus mylohioideus, muskulus geniohyoideus, muskulus stylohioideus, muskulus infra hyoideus, muskulus buccinators dan labium oris. Otot-otot pengunyahan ini berkontraksi diikuti dengan gerakan kondilus mandibula melewati melalui artikulasi temporomandibula. Gerakan capitulum mandibula selama pengunyahan menghasilkan gerakan membuka mandibula, gerakan memundurkan mandibula, gerakan mandibula kesamping kiri dan kanan. Lidah juga berperan penting selama proses pengunyahan, berfungsi membawa dan mempertahankan makanan diantara permukaan oklusal gigi geligi, serta berperan dalam mempertahankan kebersihan mulut yaitu untuk menghilangkan debris makanan pada gingival, vestibulum dan dasar mulut. Penelanan 22 makanan merupakan aktivitas terkoordinasi yang

melibatkan otot-otot didalam mulut, otot palatum lunak yang bekerja secara volunter, serta otot faring dan otot laring yang bekerja secara involunter. Pada umumnya tahap-tahap penelanan makanan terdiri dari: tahap bukkal (volunter),

tahap faringeal (involunter) dan tahap esophageal. Selama proses penelanan mungkin terjadi refleks seperti batuk, muntah ataupun menghisap. Secara otomatis proses penelanan dijalankan oleh syaraf cranial yaitu syaraf trigeminal, syaraf glossofaringeal, syaraf vagus dan syaraf hippoglossus. Kelainan pada sistem stomatognasi seperti disfagia dan bruksism dapat disebabkan karena kelainan neuromuskuler, trauma akut, benda asing dan stress. Pada pasien disfagia kadang-kadang sukar menggerakkan lidah dan mengalami perubahan kualitas suara, sedangkan pada bruksism menyebabkan otot tegang dan kelainan neurologis seperti nyeri ataupun pusing.

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Sistem mastikasi memiliki hubungan yang erat dengan sistem deglutasi. Apabila mastikasi dilakukan dengan benar, penelanan juga akan menjadi lancar karena makanan yang keras sudah menjadi bolus. b. Komponen yang berperan dalam sistem mastikasi yakni gigi geligi, kelenjar saliva, lidah, otot pengunyah, dan sendi temporomandibula. c. Dalam sistem deglutasi, terdapat 3 jenis gangguan yakni chocking, disfagia, dan bruksism. 5.2 Saran Diharapkan setelah mengetahui peran gigi geligi pada sistem mastikasi, mahasiswa FKG IIK Bhakti Wiyata dapat menjelaskan serta memahami komponen dan mekanisme sistem mastikasi dan deglutasi.

DAFTAR PUSTAKA

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta. EGC

Anita andriyani : Aspek fisiologis pengunyahan dan penelanan pada system stomagtonathi e-repository USU 2001 McDevitt, W.E. 2002. Anatomi Fungsional dari Sistem Pengunyahan. Jakarta : EGC. Syaifuddin.2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk mahasiswa keperawatan.Jakarta : EGC. Thomson, Hamish. 2007. Oklusi. Jakarta : EGC.

Вам также может понравиться