Вы находитесь на странице: 1из 6

Limfosit

Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfe, namun dapat juaga dijumpai dalam jaringan limfoid ( limpa, tonsil,apendik,bercak payer pada usus halus,sumsum tulang dan timus). Limfisit dalam tubuh berperan dalam sistem imun,melalui pembentukan antibody ( imunitas hormonal) dan limfosit teraktivasi ( imunitas sel T ) melalui jaringan lmifoid. Pada jaringan limpoid terdapat dua kelompok sel besar, satu kelompok yaitu limfosit T yang bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi dan kelompok lain yaitu limfosit B bertangung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas hormonal. Walau sel limfosit tubuh berhasal dari sel batang primitif dalam sumsum tulang yang membentuk limfosit diembrio, sel tersebut tidak mampu membentuk limfosit T dan antibodi. Sebelum dapat melakukan hal itu, mereka harus berdifrensiasi lebih lanjut atau diolah lebih dulu. Kelejar timus melakukan pengolahan terhadap limfosit T Limfosit T setelah pembentukanya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Di sini limfosit T membelah secara cepat dan dalam waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrim untuk bereaksi melawan berbagai antigen yang spesifik. Artinya tiap satu limfosit membentuk reaktivitas yang spesifik untuk melawan antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifitas melawan antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat bermacam-macam limfosit timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan jutaan antigen yang berbeda-beda. Berbagai tipe limfosit T yang diproses ini sekarang meninggalakan timus dan menyebar keseluruh tubuh untuk memenuhi jaringan limfoid disetiap tempat. Proses ini berlangsung beberapa waktu sebelum bayi lahir dan selama beberapa bulan setelah bayi lahir Hati dan sumsum tulang melakukan pengolahan terhadap limfosit B Rincian pengolahan limfosit B sedikit diketahui dari pada yang diketahui mengenai limfosit T. Pada manusia,limfosit B diketahui diolah lebih dahulu dihati selama pertengahan kehidupan janin dan disumsum tulang selama masa akhir janin dan setelah lahir. Nama limfosit B karena mula-mula pengolahannya ditemukan pada bursa fabrikus dari burung,sehingga dinamakan limfosit B. Setelah diolah terlebih dulu,limfosit B seperti juga limfosit T, bermigrasi ke jaringan limfoid diseluruh tubuh dimana mereka menempati daerah yang sedikit lebih kecil dari pada limfosit T Bila antigen spesifik datang berkontak dengan limfosit T dan B di dalam jaringan limfoid, maka limfosit T menjadi teraktivasi membentuk sel T teraktivasi dan limfosit B membentuk antibodi. Sel T teraktivasi dan antibodi ini kemudian bereaksi dengan sangat spesifik terhadap antigen tertentu yang telah mulai perkembangannya. Pembentukan Antibodi Sebelum terpajan dengan antigen yang spesifik,kelompok limfosit B tetap dalam keadaan dormant ( tidur ) didalam jaringan limfoid. Bila ada antigen asing yang masuk,makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya. Disamping itu antigen dapat juga dibawanya ke limfosit T pada saat yang bersamaan. Limfosit B yang spesifik terhadap antigen segera membesar tampak seperti gambar limfoblas, limfoblas kemudian berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablas ( prekursor dari sel plasma ). Sel plasma yang matur kemudian menghasilkan antibodi. Antibodi yang disekresi ini kemudian masuk kedalam cairan linfe dan diangkut ke darah sirkulasi. Proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma kelelahan dan mati. Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan kelompok limfosit B,tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit baru. Sel limfosit baru ini ditambahkan ke limfosit asal. Limfosit B baru ini juga bersirkulasi keseluruh tubuh untuk mendiami jaringan limfoid ( tetap dalam keadaan dormant ). Limfosit ini disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan respon antibodi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat. Sifat Antibodi Antibodi merupakan gamma globulin yang disebut imunoglobulin ( Ig ). Imunoglobulin merupakan sekitar 20% dari seluruh protein plasma. Yang digolongkan menjadi IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE . Antibodi bersifat apesifik untuk antigen tertentu. Mekanisme kerja antibodi Reaksi antigen-antibodi membentuk ikatan komplek,ikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi,netralisasi,aglutinasi,atau presipitasi. 1. Fiksasi komplemen, terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan komplemen diaktivasi melalui jalur klasik yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat organisme atau toksin penyusup.Efek yang paling penting meliputi: a. Opsonisasi. Salah satu produk komplemen ( C3b ) dengan kuat mengaktifkan fagositosis netrofil dan makrofag,menyebabkan sel ini menelan bakteri yang telah dilekati komplek antigen-antibodi. b. Lisis. Kombinasi dari faktor-faktor komplemen multipel mengakibatkan rupturnya membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi seluler keluar. c. Inflamasi. Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui aktivasi sel mast,basofil, dan trombosit darah. 2. Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi tosik antigen dan menjadikannya tidak bebahaya. 3. Aglutinasi. ( penggumpalan ) terjadi bila antigen adalah materi partikulat, seperti bakteri atau sel-sel darah merah.

4. Presipitasi, merubah antigen yang larut ( misal racun tetanus ) menjadi tak laru dan membentuk presifitan ( endapan ) Sifat Sel T Pada waktu terpapar dengan antigen yang sesuai, makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan membawa ke kelompok sel limfosit T. Sel limfosit T akan membelah ( berfroliferasi ) dan melepaskan banyak sel T teraktivasi, kemudian dilepaskan kedalam cairan linfe dan selanjutnya sel sel T ini akan dilewatakan ke dalam sirkulasi dan disebarkan keseluruh tubuh melewati dinding kapiler masuk kedalam ruang jaringan,sekali lagi kembali masuk kedalam cairan linfe dan darah. Proses ini terus berlangsung bolak balik sepanjang bulan atau bahkan bertahun-tahun. Sel memori limfosit T juga dibentuk sama seperti sel memori limfosit B. Molekul-molekul antigen berikat dengan molekul reseptor pada permukaan sel T dengan cara yang sama seperti mereka berikatan dengan antibodi. Pada satu sel T tunggal terdapat sebanyak 100.000 tempat-tempat reseptor. Telah ditemukan beberapa tipe sel T. Sel ini digolongkan dalam tiga kelompok utama: 1. Sel T pembantu. Merupakan sel T yang paling banyak, sel ini membantu dan mengatur fungsi sistem imun. Sel-sel ini melakukan hal tersebut dengan membentuk sel rangkian mediator protein yang disebut limfokin yang bekerja lain dari sistem imun pada sel sumsum tulang. Bila tidak terdapat sel limfokin maka sistem imun akan menjadi lumpuh. Pada kenyataan sel T pembantu ini dihancurkan oleh HIV yang menyebakan tubuh tidak terlindungi oleh infeksi, oleh karena itu menimbulkan yang sekarang dikenal dengan AIDS. Limfokin memiliki perangsan yang sangat kuat dalam menyebabkan proliferasi sel T sitotosik, sel T supresor dan sel plasma dalam pembentukan antibodi. Limfokin juga mempengaruhi makrofag untuk menimbulkan fagositosis. 2. Sel T sitotosik ( sel T pembiunuh ) mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada permukaannya, seperti sel kangker, sel jaringan tranplatasi, dan virus serta beberapa jenis bakteri yang bereproduksi dalam sel hospes. Sel T sitotosik meninggalkan jaringan limfoid dan bermigrasi menuju lokasi sel targetnya,disini sel ini mengikat sel target dan menghancurkannya. 3. Sel T supresor dibandingkan dengan sel-sel yang lain,perihal sel T supresor ini masih sedikit yang diketahui,namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotosik dan sel T pembantu,menjaga agar tidak terjadi reaksi imun yang berlebihan yang mungkin saja dapat merusak tubuh itu sendiri. Efek merusak dari respon imun 1. Hipersensitivitas atau alergi adalah respon imun yang terjadi pada beberapa orang tertentu terhadap zat yang walaupun asing,tidak membahayakan tubuh. Individu yang sistem imunnya berlebihan atau tidak tepat dalam memproduksi perubahan patologis disebut hipersensitif a. Antigen yang mendorong terjadinya respon hipersensitif disebut alergen. Pemaparan terhadap alergen akan mengebalkan atau mensensitifkan individu sehingga pemaparan berikutnya menimbulkan reaksi alergik b. Hipersensitif langsung adalah reaksi alergi yang terjadi dalam satuan waktu menit atau jam setelah pemaparan ulang terhadap antigen i. Anafilaksis terjadi dalam beberapa menit setelah pemaparan ulang pada orang yang sensitif dan akibat pengikatan IgE hospes dengan sel mast dan basofil. Alergen berikatan dengan sel IgE yang memicu pelepasan zat vasoaktif ( mediator anafilaksis ) seperti histamain,serotonin, dan leukotrin. Mediator ini secara bersama-sama menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler,kontraksi otot polos, dan sekresi mukus. Karena sel mast dan basofil terletak diberbagai area dalam tubuh maka reaksi anafilaksis dapat juga melibatkan reaksi lokal seperti urtikaria,eksim,mata merah,kongesti nasal,gatal,kesulitan bernafas.distres saluran gastrointestinal atau kram yang berlebihan. Anafilaksis akut ( syok anafilaksis ) adalah reaksi yang berlebihan yang mengancam kelangsungan hidup yang berkaitan dengan ketidak mampuan bernafas akibat kontraksi bronkiolus dan kegagalan kardiovaskular. ii. Reaksi II ( sitotoksis ) biasanya diperantarai oleh komplemen. Reaksi ini melibatkan penggabumgan antibodi ( IgG atau IgM ) dengan antigen sel darah atau sel jaringan. Contoh reaksi transfusi atau ketidak cocokan Rh. iii. Reaksi III ( komplek imun ) diperantarai olek komplek antigen-antibodi yang mengakumulasi dan mengaktifkan komplemen,trombosit, dan sel fagosit pada area jaringan yang rusak. Contoh artritis rematoid, systemic lupus eritematus dan serum sickness. c. Reaksi IV terjadi setelah 24 jam atau lebih dan diperantarai oleh sel T dan makrofag,bukan sel B dan antibodi. Contoh reaksi tuberkulin,faringa transplatasi dan alergi yang berhubungan dengan dermatitis. 2. Penyakit autoimun, terjadi akibat kegagaln toleransi diri imunologis yang menyebabkan respon imun melawan tubuh sendiri. Contonya artritis rematoid, demam reumatik,glomerulonefritis,miastenia gravis dan LES

AGRANULOSITOSIS
A. Konsep Dasar Penyakit 1. definisi Agranulositosis adalah sumsum tulang berhenti membentuk neutrofil, mengakibatkan tubuh tidak dilindungi terhadap bakteri dan agen lain yang akan menyerang jaringan ( Guyton, 1992 ) Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya neutrofil ( Price Sylvia A, 1995 ) Agranulositosis adalah keadaan yang potensial fatal dimana hampir tidak terdapat leukosit polimorfonuklear atau jumlah granulosit yang lebih rendah dari 2000/mm ( Brunner, 2002 ) 2. Penyebab Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar gamma yang disebabkan oleh ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan (sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik betalaktam, Penicillin, ampicillin, tiourasil). Kemoterapi untuk pengobatan keganasan hematologi atau untuk keganasan lainnya, analgetik dan antihistamin jika sering serta makin banyak digunakan. 3. Patofisiologi Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil (50- 75%), eusinofil (1 2%), basofil (0,5 1%), monosit (6%), limfosit (25-33%). Sel mengalami proliferasi mitotik, diikuti fase pematangan memerlukan waktu bervariasi dari 9 hari untuk eusinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Proses ini akan mengalami percepatan bila ada infeksi. Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan 10 kali jumlah neutrofil yang dihasilkan per hari. Bila infeksi cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Neutrofil merupakan sistem pertahanan priemer tubuh dengan metode fagositosis. Eusinofil mempunyai fagositosis lemah dan berfungsi pada reaksi antigen antibodi. Basofil membawa faktor pengaktifan histamin. Monosit meninggalkan sikulasi menjadi makrofag jaringan. Limfosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit T bergantung pada timus, berumur panjang dibentuk dalam timus, bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif antigen. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel ini bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral. 4. Gejala Klinis a. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi. b. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering. c. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing) d. Tukak pada membran mukosa e. Takikardi f. Disfagia 5. Pemeriksaan Diagnostik a. Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit b. Jumlah eritrosit : menurun (dibawah 5000/mm pada lekopenia dan dibawah 2000/mm pada agranulositosis.) 6. Penatalaksanaan Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya (simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih. Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah pasien harus dilindungi oleh setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium (misal: hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika demam harus ditangani dengan antibiotik sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene mulut juga harus dijaga. Irigasi tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar tetap bersih dari eksudat nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.

B. Konsep Dasar Penanganan 1. Pengkajian a. Aktivitas/istirahat Gejala : keletihan, kelemahan, penurunan semangat untuk kerja, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardia/takipnea, dispnea pada saat bekerja, letargi, lesu kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak bergerak, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. b. Sirkulasi Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, misal : perdarahan GI kronis, menstruasi berat, palpitasi (takikardia kompensasi), demam diraba hangat, kulit memerah. Tanda : pada tekanan darah : terjadi peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnrmalitas EKG, mil : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T, takikardi, pada ekstremitas (warna) terjadi pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Sklera : berwarna biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi). Kuku : mudah patah. Rambut : kering, mudah putus, menipis, hiperemia. c. Makanan/cairan Gejala : penurunan pemasukan diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dispepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan, BAB sering. Tanda : lidah tampak merah (defisiensi asm folat, dan vitamin B12), membran mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut, hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis. Bibir : selitis, misal : inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah, faringitis, ulkus mulut. 2. Diagnosa a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik b. Kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan iritan kimia: terapi radiasi; kebersihan mukut tak efektif. c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal : penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan); pertahanan utama tidak adekuat misal : kerusakan kulit, penyakit kronis, malnutrisi. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan. e. Diare berhubungan dengan radiasi; keracunan; efek samping obat; proses infeksi f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis; gangguan mobilitas; defisit nutrisi. 3. Intervensi a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik Intervensi : a) Observasi vital sign tiap 8 jam Rasional : vital sign adalah salah satu pengukuran untuk mengetahui status kesehatan, salah satunya pengukuran suhu untuk mengetahui terjadinya peningkatan suhu tubuh. Bila panas kadang nadi dan respirasi juga mengalami perubahan sehingga perlu diukur. b) Beri kompres dengan air hangat pada lipatan paha, ketiak, perut, dan dahi. Rasional : pemberian kompres hangat merangsang penurunan panas melalui efek kerja konduksi. c) Beri dan anjurkan banyak minum. Rasional : air merupakan pengatur suhu tubuh, setiap kenaikan suhu tubuh kebutuhan metabolisme akan air juga meningkat dari kebutuhan biasa. d) Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis hindari penggunaan selimut yang tebal. Rasional : baju tipis akan mudah menyerap keringat sehingga mengurangi penguapan. e) Kolaborasi pemberian antipiretik Rasional : antiperik bekerja untuk menurunkan panas dengan bekerja pada hipotalamus untuk rangsangan penurunan panas.

b. Kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan iritan kimia: terapi radiasi; kebersihan mulut tak efektif. Intervensi : a) Inspeksi rongga oral dan perhatikan perubahan pada saliva Rasional : kerusakan pada kelenjar saliva dapat menurunkan produksi saliva, mengakibatkan mulut kering. Penumpukan dan pengaliran saliva dapat terjadi karena penurunan kemampuan menelan atau nyeri tenggorok dan mulut. b) Tunjukkan pasien bagaimana cara menyikat bagian dalam mulut, palatum, lidah dan geligi dengan sering. Rasional : menurunkan bakteri dan resiko infeksi, meningkatkan penyembuhan jaringan dan kenyamanan c) Berikan pelumas pada bibir; berikan irigasi oral sesuai indikasi Rasional : mengatasi efek kekeringan dari tindakan terapeutik; menghilangkan sifat erosif dari sekresi. c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal : penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan); pertahanan utama tidak adekuat misal : kerusakan kulit, penyakit kronis, malnutrisi. Intervensi : a) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dengan atau tanpa demam Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan b) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien Rasional : mencegah kintaminasi silang/kolonisasi bakterial. c) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik Rasional : mungkin digunakan untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan. Intervensi : a) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai Rasional : mengidentifikasi defisiensi. b) Observasi dan catat masukan makanan pasien Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan komsumsi makanan. c) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering dalam porsi hangat. Rasional : makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster. d) Beri dan pantau higiene mulut yang baik. Berikan pencuci mulut yang diencerkan apabila mukosa oral luka Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. e) Berikan obat sesuai indikasi misal : vitamin dan suplemen mineral seperti sianokobalamin (vitamin B12), asam folat (flovite), asam askorbat (vitamin C). Rasional : meningkatkan efektivitas program pengobatan e. Diare berhubungan dengan radiasi; keracunan; efek samping obat; proses infeksi Intervensi : a) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus Rasional : membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji bertanya periode. b) Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare. Rasional : menghindarkan iritan, meningkatkan istirahat usus. c) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik. Rasional : mengobati infeksi supuratif lokal. f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. Intervensi : a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivita, catat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan melakukan tugas. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi b) Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/resiko cedera. c) Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi Rasional : meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.

g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis; gangguan mobilitas; defisit nutrisi. Intervensi : a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak. b) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah statis c) Ubah posisi secara periodik bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur Rasional : meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit. 4. Evaluasi a. Suhu tubuh dalam batas nor,al (36-37C) b. Integritas membran mukosa oral kembali normal c. Tidak terjadi infeksi d. Kebutuhan nutrisi adekuat e. Frekuensi BAB kembali normal f. ADL pasien terpenuhi g. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Вам также может понравиться