Вы находитесь на странице: 1из 32

Kebiasaan Minum Soft Drink dan Jamu Berlebihan Disertai Muntah Asam Mengindikasikan GERD

Ellisa 102010164 Fakultas Kedokteran Ukrida Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta Email: liz_thedoctor46@yahoo.com

Pendahuluan Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeluaran asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007). Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:

1. Usia 50 tahun keatas 2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja 3. Kesulitan menelan

4. Terkadang mual-muntah 5. Buang air besar tidak lancar 6. Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999)

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dyspepsia nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002). Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan. Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ percernaan (perlukaan, kanker)

Skenario Ny. A, 50 tahun datang berobat ke poliklinik umum dengan keluhan bila makan cepat kenyang dan perut terasa penuh disertai nyeri ulu hati kadang dan kembung bila makan lebih dari 7 sendok makan. Bila tetap dipaksakan makan, perut terasa penuh sekali sehingga terasa sesak disertai muntah berupa cairan asam. Keluhan seperti ini sudah dirasakan kira-kira 4 bulan. Pasien memiliki kebiasaan minum soft drink dan jamu 2 hari sekali. Anamnesis1,2 Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan auto anamnesis. Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan informasi tentang penyakit pasien. Alo anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyai seputar penyakitnya karena berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa auto ananamnesis karena pasien sendiri dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita. Anamnesa yang dijalankan melalui wawancara ini meliputi: 1. Menanyakan identitas pasien Nama : Ny. A
2

Umur Jenis kelamin 2. Keluhan utama

: 50 tahun : wanita

Keluhan bila makan cepat kenyang dan perut terasa penuh disertai nyeri ulu hati kadang dan kembung bila makan lebih dari 7 sendok makan. Keluhan seperti ini sudah dirasakan kira-kira 4 bulan. Keluhan penyerta perut terasa penuh sekali sehingga terasa sesak disertai muntah berupa cairan asam. 2. Riwayat penyakit sekarang3 Nyeri nya dimana (lokalisasi nyeri) dan seperti apa (deskripsikan: ditusuk-tusuk, kram, terbakar dll) ? Sejak kapan? Pencetusnya apa? Apakah disertai rasa panas? Berat badan menurun atau tidak? Apakah disertai muntah/mual atau tidak? (warna?) Apakah setelah makan kerongkongan terasa asam atau tidak ? (regurgitasi GERD) Apakah disertai perdarahan dan konstipasi? (ulkus peptikum) Apakah nafsu makan terganggu atau tidak? (gastritis) Hilang-timbul atau terus-menerus? Menanyakan kepada pasien, bilamana ia sudah berobat ke dokter atau belum? Sudah mengkonsumsi obat sebelumnya atau belum? Bila sudah, obat (analgetik, antiemetic, antasida, antikolinergik, dll) apa? Dan apakah keadaanya membaik atau memburuk? Bila memburuk, efek sampingnya apa? Apakah mempunyai kebiasaan tertentu yang memperberat sakit?
Pasien memiliki kebiasaan minum soft drink dan jamu 2 hari sekali.

3.

Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pernah mengalami sakit yang seperti ini atau belum? Jika pernah, berapa kali dalam setahun? Adakah riwayat mengalami gangguan pencernaan sebelumnya? Adakah riwayat melakukan tindakan operasi di daerah perut (abdomen)? Adakah riwayat alergi?
3

Adakah riwayat penyakit serius lainnya? Riwayat pekerjaan : apakah pekerjaan sosial sekarang merupakan dari keluhan yang dialami? 4. Riwayat penyakit keluarga Dengan menanyakan penyusunan silsilah keluarga bapak tersebut, maka perihal hereditas dapat ditentukan.2 Adakah riwayat penyakit autoimun dalam keluarga? Bagaimana pengaruh penyakit pada pekerjaan, keluarga, pasangan, dan anak? Pemeriksaan Beberapa pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendiagnosis dyspepsia. Pemeriksaan awal seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat membantu dokter dalam menetapkan masalah dan diagnosis awal yang kemudian dapat dibantu dengan pemeriksaan lanjutan untuk menunjukkan diagnosis pasti. Pemeriksaan Awal Anamnesis Anamnesis yang akurat diperlukan oleh seorang dokter untuk memperoleh gambaran akan keluha yang terjadi, karakteristik dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat local atau manifestasi gangguan sistemik. Harus terjadi persepsi yang sama antara dokter dan pasien dalam menginterpretasikan keluhan yang dialami pasien sehingga diagnosis dapat lebih tepat dan terarah. Pada anamnesis perlu ditanyakan: 1. Keluhan utama 2. Riwayat penyakit sekarang 3. Riwayat penyakit dahulu 4. Riwayat sosial Berdasarkan lokasi nyeri, dapat dilakukan kemungkinan kelainan yang terjadi : Tabel 1. Lokasi nyeri dan sumber nyeri pada sakit di daerah abdomen Lokasi nyeri Epigastrium Dugaan sumber nyeri gaster, pancreas, duodenum

Periumbilikus Kuadran kanan atas Kuadran kiri atas

usus halus, duodenum hati, duodenum, kantung empedu pancreas, limpa, gaster, kolon, ginjal

Perlu diketahui kualitas nyeri yang dialami pasien. Namun hal ini tidak mudah karena kadang kala ekspresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan rasa nyeri. Pada dasarnya harus dibedakan antara nyeri kolik seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan nyeri tumpul yang menetap pada apendisitis. Intensitas nyeri juga dapat membantu dalam diagnosis penyakit. Pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurutkan dari yang paling hebat sampai nyeri yang cukup ringan sesuai dengan ukuran penyakit berikut : perforasi ulkus, pancreatitis akut, kolik ginjal, obstruksi ileus, kolesistitis, apendisitis, tukak peptic, gastroenteritis, dan esofagitis. Pada nyeri kronik banyak faktor psikologis yang berperan sehingga lebih sulit dalam menentukan diagnosis. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat seperti tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal atau peritonitis. Dari pemeriksaan fisik pada pemicu didapatkan nyeri tekan pada epigastrium dan perut sekitar pusar. Hati dan limpa tidak teraba.3 Dari anamnesis yang tepat dibantu pemeriksaan fisik yang baik, seorang dokter sudah dapat menentukan etiologi dan diagnosis penyakit yang dialami pasien. Pada kasus dyspepsia, etiologi yang mungkin adalah : Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti tukak

gaster/duodenum, gastritis, tumor, atau infeksi bakteri Helicobacter pylori. Obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotic, digitalis, teofilin, dll. Penyakit pada hati, pancreas, dan sistem bilier seperti hepatitis, pancreatitis, dan kolesistitis kronik.

Dyspepsia fungsional pada kasus yang tidak terbukti adanya gangguan pada organic dan structural yang dapat menjelaskan gejala-gejala yang terjadi. Sering juga disebut dyspepsia non ulkus.

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi terhadap abdomen. TOPOGRAFI ANATOMI ABDOMEN Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:3 1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah. 2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal. Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS). Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen. Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.

Gambar 1. Pembagian 4 kuadran abdomen3 Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.3

Gambar 2. Pembagian 9 regio abdomen3


7

INSPEKSI Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:3 Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal). Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung). Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,

splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis). Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau tumor apa. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour). Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.

Perhatikan juga gerakan pasien: Pasien sering merubah posisi adanya obstruksi usus. Pasien sering menghindari gerakan iritasi peritoneum generalisata. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi peritonitis. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri pankreatitis parah.

PALPASI Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:3 Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan
8

agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya. Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.3

Tabel 2. Anatomic Location of Organs by Quadrant RIGHT UPPER QUADRANT (RUQ ) Liver Gallbladder Duodenum Head of pancreas Right kidney and adrenal Hepatic flexure of colon Part of ascending and transverse colon RIGHT LOWER QUADRANT (RLQ) Cecum Appendix Right ovary and tube Right ureter Right spermatic cord MIDLINE Aorta Uterus (if enlarged) Bladder (if distended) LEFT UPPER QUADRANT (LUQ) Stomach Spleen Left lobe of liver Body of pancreas Left kidney and adrenal Splenic flexure of colon Part of transverse and descending colon LEFT LOWER QUADRANT (LLQ) Part of descending colon Sigmoid colon Left ovary and tube Left ureter Left spermatic cord

PERKUSI Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).3 Orientasi abdomen secara umum. Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
10

Cairan bebas dalam rongga abdomen Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites: o Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave). Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang. o Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness). Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.

11

Gambar 3. Perkusi pada abdomen3 AUSKULTASI Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.3 Mendengarkan suara peristaltic usus. Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit. Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound). Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang. Mendengarkan suara pembuluh darah. Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
12

Pemeriksaan Penunjang4 Pemeriksaan endoskopi Endoskopi merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa organ di dalam tubuh manusia secara visual dengan cara mengintip melalui alat tersebut atau melalui layar monitor sehingga kelainan yang ada pada organ dapat terlihat dengan jelas. Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memakai alat endoskopi untuk mendiagnosis kelainan-kelainan organ dalam tubuh antara lain saluran cerna, saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen, dll.

Gambar 4. Pemeriksaan Endoskopi (Sumber:http://www.medhelp.org/adam/graphics/images/en/15849.jpg) Untuk pemeriksaan endoskopi saluran pencernaan bagian atas, terdapat beberapa jenis yaitu: Esofagogastroduodenoskopi Jejunoskopi Enteroskopi Kapsul endoskopi kasus dyspepsia, pemeriksaan endoskopi yang digunakan adalah

Pada

Esofagogastroduodenoskopi. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dyspepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut symptomps yaitu adanya
13

penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia diatas 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organic, terutama keganasan, pemeriksaan sehingga ini memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. adana Teknik kelainan

dapat

mengidentifikasi

dengan

akurat

structural/organic intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adana tukak/ulkus, tumor, dll. Pemeriksaan dengan endoskopi juga dapat memiliki fungsi lain yaitu biopsy/ pengambilan contoh jaringan yang dicurigai untuk didapatkan gambaran histopatplogiknya atau mengidentifikasi adanya bakteri seperti Helicobacter pylori.4,5

Gambar 5. Esofagogastroduodenoskopi (Sumber: http://littleleakers.com/images/EGD.gif) Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan endoskopi, dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa
14

esofagus, serta dapat menyingkirkan kelainan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada endoskopi pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai Non-erosive Reflux Disease (NERD) (Makmun,2009).4 Klasifikasi Los Angeles untuk diagnosis dan grading dari esofagitis refluks pertama sekali didiskusikan pada World Congress of Gastroenterology tahun 1994, kemudian dipublikasikan pada tahun1999. Sampai sekarang, klasifikasi Los Angeles ini adalah klasifikasi yang paling banyak digunakan oleh para endoskopis dibandingkan dengan klasifikasi lainnya yang terlebih dulu ada (Savary-Miller, Hetzel/Dent system, MUSE) (Dent, 2008).5 Tabel 3. Klasifikasi Los Angeles (Makmun, 2009) Derajat Kerusakan A B C D Gambaran Endoskopi
Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter< 5 mm Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen )

Pemeriksaan Ultrasonografi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen, misalnya batu kandungan empedu, kolesistitis, sirosis hati,dll.5

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan dan obstruktif yang tidak dapat dilewati oleh skop endoskopi.5 Pada pemeriksaan radiologi untuk saluran cerna bagian atas, digunakan barium sulfat yang merupakan medium kontras yang dapat dilihat oleh sinar X. Saat pasien menelan suspense barium, suspensi itu akan melapisi esophagus dengan barium sehingga imaging dapat diakukan.
15

Gambar 6. Pemeriksaan dengan Barium Enema (Sumber: http://top.ucsf.edu/media/112124/barium%20swallow.jpg) Rapid Urease Test Tes rapid Urease atau tes CLO (Campylobacter like organism) merupakan tes untuk mendiagnosis keberadaan Helicobacter pylori. Dasar dari tes ini adalah untuk mendeteksi enzim urease yang dihasilkan oleh Helicobacter pylori ang mana akan mengkatalisa konversi urea menjadi ammonia dan bikarbonat.4,5 Tes ini dilakukan bersamaan dengan gastrokopi. Biopsy dari mukosa akan diambil dari antrum lambung, lalu dimasukkan ke dalam medium yang mengandung urea dan indikator merah fenol. Urease yang akan dihasilkan Helicobacter pylori akan menghidrolisis urea menjadi ammonia yang mana akan meningkatkan pH dar medium sehingga warna specimen akan berubah dari kuning menjadi merah. Urea Breath Test Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk deteksi infeksi Helicobacter pylori secara non invasive. Cara kerjanya adalah dengan menyeluruh pasien menelan urea yang mengandung isotop karbon. Bila ada aktivitas dari urease Helicobacter pylori maka akan dihasilkan isotop karbondioksida yang diserap dan dikeluarkan melalui pernapasan. Hasilnya dinilai dengan membandingkan kenaikan ekskresi isotop dibandingkan dengan nilai dasar. Bila hasilnya positif maka terdapat infeksi

16

Helicobacter pylori. Penggunaan UBT memiliki kelebihan dibandingkan dengan tes yang menggunakan biopsy karena tes ini dianggap mewakili seluruh permukaan mukosa lambung.4,5

Gambar 7. Urea Breath Test (Sumber:http://www.helico.com/images/breathtest.gif; http://www.ualberta.ca/~csps/JPPS3%282%29/D.Abrams/Figure1.jpg)

Polymerase Chain Reaction PCR merupakan salah satu pilihan yang baik untuk tes keberadaan Helicobacter pylori karena memiliki sensitivitas ang tinggi (94-100%) serta spesifisitas yang tinggi (100%). Bahan ang digunakan adalah specimen biopsy baik yang sudah diparafin maupun bekas tes urease seperti CLO. Keuntungannya adalah kemampuan untuk mendeteksi infeksi dengan intensitas rendah bahkan ekspresi dari berbagai gen bakteri. Selain biopsy mukosa lambung. PCR dapat pula mendeteksi infeksi Helicobacter pylori dengan memeriksa cairan lambung yang perlu dijaga agar jangan sampai terjadi kontaminasi baik dari skop endoskopi maupun rongga mulut atau plak gigi karena dapat memberikan hasil positif palsu.

Diagnosis a) Working diagnosis Working diagnosis yang dijalankan adalah Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ).

17

Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna. Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstraesofagus dan/atau komplikasi (Vakil dkk, 2006). Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barrets esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus (Vakil dkk, 2006), (Makmun, 2009).6-9

b) Differential diagnosis Diagnosis banding adalah NERD (Non Erosive Reflux Disease). Jika pada GERD ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien maka NERD tidak ditemukan kelainan tersebut. Maka pemeriksaan histopatologi/biopsy juga tidak perlu dilakukan. Etiologi Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan-bahan agresif lain seperti pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien GERD. Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD 7,10: 1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier) Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai
18

GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat keadaan.Faktor hormonal, makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES.5,7 2. Mekanisme pembersihan esofagus Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme, yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat intrinsik oleh esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa. Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu, salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh karena itu peristaltik primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus. Selanjutnya kehadiran hernia hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.5,6 3. Daya perusak bahan refluks Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi menambah keluhan pada pasien GERD.5,6 4. Isi lambung dan pengosongannya Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi.5,6

19

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila6: 1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus 2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama.

Epidemiologi Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (19911992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh dan Wong, 2006). Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia (Makmun, 2009).6,11

Patogenesis Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)12,13 Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:6,12,13 1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter) yang tidak adekuat
20

2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan 3. Meningkatnya tekanan intra abdomen Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada bagian ujung ini terdapat otot pengatur ( sfingter ) disebut LES , yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan/ asam lambung, dari bawah keatas ataupun sebaliknya.6,14

Gambar 8. Patogenesis Terjadinya GERD (sumber: www.google.com) Tabel 4. Faktor faktor yang mempengaruhi LES 15 Menaikkan tekanan Hormon Gastrin Motilin Substance P Menurunkan tekanan Secretin Colesistokinin Somastotatin Glukagon Polipeptida Progesteron Makanan Protein Lemak

21

Coklat Pepermint Lain-lain Histamin Antasida Meticlopramid Domperidone Cisapride Kafein Rokok Kehamilan Prostaglandin Morpin

Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena katup antara lambung dan esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esofagus bawah, maupun karena posisi sambungan esofagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi sebagai katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu pengosongan lambung.13 Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul refluks yang hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi mekanisme yang lebih penting adalah peran tonus sfingter yang berkurang, baik dalam keadaan akut maupun menahun.6,8 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks ke esofafus atau orofaring dan menimbulkan gejala. Patogenesis GERD ini multifaktorial dan kompleks, melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens esofagus, barier mukosa esofagus, hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.12 Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah tidak bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isi lambung mengalir ke esofagus. Proporsi minor episode refluks terjadi ketika tekanan sfingter esofagus bawah gagal meningkat saat peningkatan mendadak tekanan intraabdominal atau ketika tekanan sfingter esofagus bawah saat istirahat berkurang secara kronis. Perubahan pada beberapa mekanisme proteksi memungkinkan refluks fisiologis menjadi Gastroesophageal Reflux Disease : klirens dan pertahanan refluks yang tidak
22

memadai, lambatnya pengosongan lambung, kelainan pada pemulihan dan perbaikan epitel, dan menurunnya reflex protektif neural pada saluran aerodigestif.13

Gambaran klinis Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heart burn ), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah, gejala ini dapat lebih buruk pada malam hari.6,16 Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi berulang-ulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%. Yang dimaksud dengan heart burn adalah rasa panas/ membakar yang dirasakan di daerah epigastrium dan bergerak naik ke daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbul malam hari pada waktu berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu membungkuk, atau setelah minum minuman beralkohol, sari buah, kopi, minuman panas atau dingin. Sebaliknya antasida dapat mengurangi rasa sakit tadi. Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat. GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak ( Non Cardiac Chestpain) , suara serak ( hoarseness ) , mulut terasa asam , laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa

23

Gambar 9. Heart burn (sumber: www.google.com) Penatalaksanaan 1. Medika mentosa


6, 15,16

a. Antasida. Tujuan pemberian antasida yang dapat menetralisir asam lambung adalah untuk mengurangi paparan asam di esofagus, mengurangi gejala nyeri uluhati dan memperingan esofagitis. Pengalaman pemakaian antasida pada bayi dan anak belum banyak sehingga tidak direkomendasikan. Pemakaian antasida terbatas hanya untuk jangka pendek saja.
6

b. Antagonis reseptor H2. Cara kerja golongan obat ini adalah menekan sekresi asam dengan menghambat reseptor H2 pada sel parietal lambung. Ranitidin merupakan jenis yang paling sering digunakan. Obat ini efektif untuk mengurangi gejala esofagitis ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. Tetapi efeknya terhadap esofagitis berat belum banyak dilaporkan. c. Obat-obatan prokinetik6 Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih condong kea rah gangguan motilitas. Namun pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam. Contoh obat prokinetik : metoklopramid, domperidon, dan cisapride.
6,8

d. Proton pump Inhibitor. Golongan obat ini mensupresi produksi asam lambung dengan menghambat molekul di kelenjar lambung yang bertanggung jawab mensekresi asam
24

lambung, biasa disebut pompa asam lambung (gastric acid pump). Omeprazol terbukti effektif pada esofagitis berat yang refrakter terhadap antagonis reseptor H2. Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.15 e. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin (Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).6 Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.2,6-12 2. Non medika mentosa Sebagian besar pasien GERD dengan keluhan rasa panas di ulu hati dan regurgitasi asam tanpa adanya kerusakan mukosa biasanya membaik dengan mengubah gaya hidup. Yang dapat dilakukan adalah6 : a. Jangan berbaring setelah makan. b. Hindari mengangkat barang berat. c. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang. d. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan. e. Turunkan berat badan pada pasien yang gemuk. f. Membiasakan tidur dengan lambung tidak terisi penuh. g. Jangan makan terlalu kenyang. h. Hindari makanan berlemak. i. Kurangi atau hentikan pemakaian kopi, alkohol, coklat, dan makanan yang dibubuhi rempah-rempah. j. Jangan merokok.
25

k. Jangan menggunakan obat-obatan yang menurunkan sfingter esofagus bawah.

Nutrisi yang adekuat : diusahakan diberikan nutrisi yang bergizi tinggi dengan kalori, protein lemak dan karbohidrat yang seimbang. Bila belum dapat makan (oral) diberikan secara parenteral dan/atau enteral melalui selang flocare (selang nasogastrik ukuran 7 french). Nutrisi parenteral diberikan sesuai kebutuhan kalori dan elektrolit, seperti Triofusin, Triofusin E 1000, Aminofusin, Intrafusin, AAmiparen Panamin G, Intralipid, Aminosteril, Kalbamin, dll. Nutrisi secara enteral dapat berupa susu komersial (misal: Entrasol, Peptisol, Fresubin, Proten, Nutren) atau makanan cair biasa.6 Vitamin dan zat besi : pada anemia defisiensi vitamin B12/ asam folat perlu diberikan vitamin B12 atau asam folat. Pada anemia defisiensi besi perlu diberikan obat zat besi misal ferrous fumarat, sulfat ferosus, feromia, dll. Pada anemia defisiensi besi perlu juga diberikan vitamin C. Pada kekurangan vitamin A dapat diberikan vitamin A.6 Untuk sebagian pasien dengan derajat penyakit yang lebih berat dan menunjukkan kerusakan mukosa berupa peradangan dan ulserasi, dibutuhkan obat-obat untuk menyembuhkannya. 3. Terapi terhadap komplikasi6 Terapi bedah. Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya

medikamentosa yaitu: 1) Diagnosis tidak benar 2) Pasien GERD sering disertai gejala-gejala lain seperti rasa kembung, cepat kenyang dan mual-mual yang sering tidakmemperikan respon dengan pengobatan PPI serta menutupi perbaikan gejalan refluksnya. 3) Pada beberapa pasien, diperlukan waktu yang lebih lama dalm menyembuhkan esofagitisnya. 4) Kadang-kadangg beberapa kasus Barrets esophagus tidak memberikan respons terhadap terapi PPI. Begitu pula halna dengan

adenokarsinoma. 5) Terjadi striktur 6) Terdapat stasis lambung dan disfungsi LES.

26

Terapi bedah merupakan terapi alternative yang penting jika terpai medikamentosa gagal, atau pada pasien GERD dengan striktur berulang. Umumya pembedahan yang dilakukan adalah fundoplikasi. Pembedahan antirefluks, yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esofagus ( fundoplikasi ), meningkatkan tekanan sfingter bagian bawah dan sebaiknya dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang tidak secara penuh responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis jangka panjang yang tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi striktur yang berulang.6

Gambar 10. Terapi pembedahan fundoplikasi (sumber: www.google.com) Terapi endoskopi6 Walaupun laporannya masih terbatas serta masih dalam konteks penelitian, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terpai endoskopi pada pasien GERD, yaitu a. Penggunaan energy radio frekuensi b. Plikasi gastric endoluminal c. Implantasi endoskopis, yaitu dengan menuntikkan zat implandi bawah mukosa esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian dital menjadi lebih kecil.

Komplikasi Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain6 : a. Esofagitis dan sekuelenya striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma
27

Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan, nyeri pada dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis, anemia, atau sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang menhasilkan disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus.6 b. Nutrisi Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh karena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.6 c. Extra esophagus GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung terhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau mikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang semakin memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih intens (biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).6

Prognosis Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas berapa lama untuk sembuh.6

Pencegahan Pencegahan GERD melalui modifikasi gaya hidup6,12: a. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambungke esofagus Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LESsehingga secara langsung memperngaruhi sel-sel epitel.
28

Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena dapatmenimbulkan distensi lambung. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehinggadapat Mengurangi tekanan intra abdomen. Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi, dan minurnan bersodakarena dapat menstimulasi sekresi asam. Menghindari obat-obat yang yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta-adrenergik, progesteron.

Kesimpulan Hipotesis diterima. Adanya kebiasaan minum soft drink dan jamu berlebihan dapat menyebabkan perut terasa penuh, nyeri ulu hati dan kembung serta muntah asam dapat menimbulkan GERD. Dengan pengobata yang adekuat serta perubahan modifikasi gaya hidup diharapkan pasien tidak mengalami gejala kekambuhan lagi.

Daftar pustaka 1. Gleadle J. At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.h.162-7. 2. Prout BJ, Cooper JG. Pedoman praktis diagnosis klinik. Edisi ke-2. Jakarta: Binarupa Aksara; 2002.h.228-31 3. Swartz HM. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit EGC; 2005.h.239-56 4. Davey P. At A Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.h.43 5. Ekayuda I. Radiologi diagnostic pencitraan diagnostic jilid 2. Edisi 2. Jakarta: Divisi Radiologi Departemen Radiologi FKUI; 2005. 6. Makmun D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.480-7 7. Ruigmez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L. Gastroesophageal reflux disease in children and adolescents in primary care. Scandinavian Journal Of Gastroenterology. 2010; 45(2): 139-146. Available from: MEDLINE with Full Text.

29

8. Wilson LM, Lindseth GN. Gangguan esofagus. Dalam: Price SA,Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC ; 2006. h. 404-16. 9. Guyton and Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2000. hal 1050-2 10. McPhee, Stephen, William FG. Pathophysiology. Gastrointestinal diseases. San Fransisko: McGraw-Hill Companies; 2006. 11. McPhee, Stephen J, Maxine A, Papadakis. Dispepsia. San Fransisko: McGrawHill Companies; 2009. 12. Sylvia AP, Lorraine M, Wilson. Patofisiologi volume 1. Dalam: Glenda NL, penyunting. Gangguan lambung dan duodenum. Edisi ke-6 Jakarta : EGC; 2005. P.417-22. 13. Bucher, Graham P, Laurence H. Dispepsia. Gastroenterology. China: Elsevier Science Limited; 2003.p. 31- 2. 14. Pendit B, Hartanto H, Wulansari P, Maharani DA. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit volume 2. Edisi ke-6. EGC: Jakarta; 2003. 15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-Hills; 2008.p.287 16. Katzung, Betram, Anthony JT, Susan M. Drug used in the treatment of gastroenterintestinal diseases. 9th Edition. McGraw-Hill: Lange; 2004.p. 1469.

30

Differential diagnosis

Gastritis

A. Definisi Gastritis adalah inflamasi pada dinding lapisan gaster mukosa terutama lambung pada dan

berkembang dipenuhi bakteri yang terdapat pada gambar 2.2.3. Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :6

1. Gastritis akut merupakan lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktorfaktor agresik atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung. 2. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori.

B. Etiologi Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari tipenya : 1. Gastritis Akut Alkohol, Obat-obatan : aspirin, digitalis, yodium, sulfas feros kortison, OAINS, Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti : trauma, luka bakar, sepsis, Jenis bahan makanan rempah-rempah seperti : merica, cuka, asam dan Stress. 2. Gastritis Kronik Penyebabnya belum pasti mungkin berhubungan dengan faktor ras, heriditas psikis dan makanan.

C. Patofisiologi Gastritis Peningkatan HCl di lambung luka mukosa lambung 1.Mual & Muntah Gangguan keseimbangan 2. Nyeri Gangguan rasa nyaman 3. Cemas deficit pengetahuan

31

D. Gejala klinis 1.Gastritis akut : Nyeri epigastrum, Nausea, muntah-muntah, anorexia. Cepat sembuh bila penyebab cepat dihilangkan. 2.Gastritis kronik : Tampak pucat, Hb tidak normal, Perut terasa panas, Anorexia, epigstrum terasa tegang, BAO/MAO (Basal acid output/maximal acid output) rendah dapat diketahui dengan biopsi.

E. Komplikasi 1. Gastritis Akut Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik, khusus untuk perdarahan SCBA perlu dibedakan dengan tukan peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama, namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah infeksi. Helicobakteri pulori sebesar 100% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi. 2. Gastritis Kronik Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, periforasi, dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12.6

32

Вам также может понравиться