Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I PENDAHULUAN

Nyeri myofascial merupakan nyeri myogenous regional yang ditandai dengan jaringan otot yang hipersensitif dan area lokal keras yang disebut trigger point. Kondisi ini terkadang dikenal sebagai myofascial trigger point paint. Hal ini merupakan kelainan yang belum sepenuhnya dimengerti, tetapi biasa terjadi pada pasien dengan keluahan myalgia.1,2 Nyeri myofascial muncul dari otot yang hipersensitif yang disebut trigger points. Jaringan otot pada area ini, perlekatan tendon, atau keduanya seringkali dirasakan sebagai pita taut (taut band) yang ketika dipalpasi, akan menghasilkan nyeri. Asal dari trigger points tidak diketahui. Tetapi, diperkirakan karena adanya ujung saraf di otot tersensitisasi oleh substansi algogenik yang menghasilkan zona hipersensitif. Mungkin terjadi peningkatan suhu lokal di situs trigger point, menunjukkan adanya peningkatan permintaan metabolic, reduksi aliran darah, atau keduanya.1,2,3 Penyebab nyeri myofasial sangat kompleks. Travell dan Simons menggambarkan faktor lokal dan sistemik yang diperkirakan berhubungan dengan nyeri seperti trauma, hipovitamiosis, kondisi umum yang buruk, kelelahan, infeksi viral. Faktor lain yang penting anatara lain stress emosional dan nyeri. Gejala klinis yang paling umum dari nyeri myosfascial adalah keberadaan jaringan otot yang keras dan hipersensitif. Meskipun palpasi dari trigger points menghasilkan nyeri, sensitivitas otot lokal bukan keluhan umum pasien. Keluhan yang paling umum biasanya berhubungan dengan efek eksitasi sentral yang dihasilkan oleh trigger points.2,3 Pada banyak keadaan, pasien hanya menyadari referred pain dan bahkan tidak menyadari trigger points. Contohnya adalah pasien yang mengalami nyeri myofascial trigger point pada otot trapezius menghasilkan referred pain ke regio temple. Keluhan utamanya adalah nyeri temporal, dengan kesadaran sedikit pada trigger point di bahu. Presentasi klinis dapat mengalihkan perhatian dokter dari sumber masalah. Pasien akan mengarahkan perhatian dokter ke daerah nyerinya yaitu temporal dan bukan sumbernya. Dokter harus selalu ingat bahwa

pengobatan akan efektif jika langsung diarahkan pada sumbernya. Maka, dokter harus selalu mencari sumber nyerinya.2,4 Karena trigger poitns dapat nenyebabkan efek eksitatori sentral, sangat penting untuk menyadari semua kemungkinan manifestasi klinisnya. Efek eksitatori sentral dapat muncul sebagai referred pain, hiperalgesia sekunder, protektif ko-kontraksi, atau respon anatomik. Kondisi ini harus diperhatikan saat mengevaluasi pasien.4 Gejala klinis yang penting dari trigger point adalah keadaannya dapat aktif atau laten. Pada keadaan aktif, trigger point menghasilkan efek eksitatori sentral, sehingga seringkali dirasakan nyeri kepala. Karena referred pain tergantung pada sumbernya, palpasi dari trigger point yang aktif seringkali meningkatkan rasa nyeri. Meskipun tidak selalu ada, karakteristik ini sangat membantu dalam diagnosis. Pada keadaan laten, trigger point tidak lagi sensitif terhadap palpasi, maka tidak menghasilkan referred pain. Ketika trigger point berada dalam keadaan laten, sumber ini tidak dapat ditemukan dengan palpasi dan pasoen tidak mengeluhkan nyeri kepala. Pada beberapa keadaan, dokter perlu meminta pasien untuk kembali jika nyeri kepalanya muncul sehingga konfirmasi mengenai nyeri kepalanya dapat diverifikasi dan dapat ditegakkan diagnosis.3,4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Nyeri Myofascial Servikal (Cervical Myofascial Pain) 2.1.1 Definisi Nyeri myofascial adalah nyeri yang disebabkan oleh otot dan fasia sekitarnya. Nyeri myofascial servikal adalah nyeri yang diduga terjadi akibat dari penggunaan otot berlebihan atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan leher. Pada tulang belakang servikal, otot-otot yang paling sering terlibat pada nyeri myofascial adalah m. trapezius, m. levator skapula, rhomboids, supraspinatus, dan infraspinatus.1 Nyeri myofascial di beberapa lokasi pada saat pemeriksaan ditandai oleh adanya titik pemicu (trigger points) yang terletak di otot rangka. Trigger points didefinisikan sebagai daerah hyperirritable yang lokasinya dapat teraba, ketegangan dari serat otot.2 Deskripsi dari nyeri myofascial telah dijelaskan pada pertengahan abad 19, ketika Froriep menjelaskan tentang muskelschwiele, atau kallus otot. Dia menandai kallus ini sebagai daerah nyeri pada otot yang terasa seperti kabel atau band yang berhubungan dengan keluhan rematik. Pada awal tahun 1900-an, Gowers pertama kali menggunakan istilah ini untuk menggambarkan fibrositis rematik otot yang berhubungan dengan nyeri lokal dan daerah yang teraba keras.2 Pada tahun 1938, Kellgren menggambarkan area nyeri yang disebut terkait dengan titik nyeri pada otot. Pada tahun 1940, Janet Travell, mulai menulis tentang trigger points myofascial. Tulisannya yang berhubungan dengan tulisan David Simons yang terus dipandang sebagai literatur dasar tentang masalah nyeri myofascial.3 Yang menjadi perhatian utama pada pasien dengan nyeri myofascial servikal adalah pada kronisitasnya. Kekambuhan nyeri myofascial hal yang umum terjadi. Pengobatan yang tepat akan dapat mencegah otot-otot lain dalam unit fungsional untuk mengkompensasi dan, akibatnya akan menghasilkan masalah yang lebih luas dan kronis. Sakit kepala migrain dan sakit kepala kontraksi otot

terlihat sering terjadi pada pasien dengan nyeri myofascial. Sindrom sendi temporomandibular joint (TMJ) mungkin juga berasal dari myofascial.1,3

2.1.2 Epidemiologi Di Amerika Serikat, nyeri myofascial diperkirakan sering terjadi pada populasi umum. Sebanyak 21% dari pasien pada klinik ortopedi umum mengalami nyeri myofascial. Pada pasien terlihat di pusat-pusat khusus manajemen nyeri, 85-93% pasien memiliki komponen nyeri myofascial.2 Nyeri myofascial servikal terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi didominasi pada kalangan perempuan. Nyeri myofascial tampaknya terjadi lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia hingga usia pertengahan. Insiden menurun secara bertahap setelah usia pertengahan.2,3

2.1.3 Etiologi Nyeri myofascial servikal diperkirakan terjadi akibat penggunaan otot yang berlebihan atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan leher. Penyebab umum yang terjadi di antara pasien ini adalah karena kecelakaan kendaraan bermotor atau kegiatan berulang pada ekstremitas atas.1,2 Pada tulang belakang servikal, otot-otot yang paling sering terlibat pada nyeri myofascial adalah m. trapezius, m. levator skapula, m. rhomboids, m. supraspinatus, dan infraspinatus. Nyeri myofascial trapezius biasanya terjadi ketika seseorang yang melakukan pekerjaan di depan meja kerja yang tidak memiliki lengan kursi yang sesuai atau harus bekerja mengetik pada keyboard yang terlalu tinggi.1,2 Masalah lain yang mungkin memainkan peran pada gambaran klinis nyeri myofascial servikal termasuk disfungsi endokrin, infeksi kronis, kekurangan gizi, postur tubuh yang buruk, dan stres psikologis.1,2,3

2.1.4 Patofisiologi Nyeri myofascial muncul dari otot yang hipersensitif yang disebut trigger points. Jaringan otot pada area ini, perlekatan tendon, atau keduanya seringkali dirasakan sebagai pita taut (taut band) yang ketika dipalpasi, akan menghasilkan nyeri. Asal dari trigger points tidak diketahui. Tetapi, diperkirakan karena adanya ujung saraf di otot tersensitisasi oleh substansi algogenik yang menghasilkan zona hipersensitif.2,3 Menurut ulasan dari Hong dan Simon tentang patofisiologi dan mekanisme elektropsikologi trigger points, pengamatan berikut akan membantu untuk mendefinisikannya lebih lanjut:5 Trigger points dikenal dapat menyebabkan nyeri lokal dan/atau nyeri alih dengan distribusi yang spesifik Palpasi dengan cara yang cepat (yaitu, palpasi gertakan) dapat menimbulkan respon kedutan lokal, suatu kontraksi cepat dari serat otot atau sekitar pita taut, respon kedutan lokal juga dapat ditimbulkan dengan penyisipan jarum secara cepat ke trigger points (lihat gambar di bawah). ROM yang terbatas dan meningkatnya kepekaan untuk meregangkan serat otot dalam suatu pita taut sering terjadi Otot dengan trigger points mungkin menjadi lemah karena nyeri, biasanya, tidak ada perubahan atrofi yang diamati Pasien dengan trigger points mungkin dapat terkait dengan fenomena otonom lokal (misalnya, vasokonstriksi, respon pilomotor, ptosis, hipersekresi) Suatu trigger points myofascial aktif adalah suatu tempat yang ditandai dengan generasi nyeri spontan atau nyeri dalam menanggapi gerakan, sebaliknya, trigger points laten mungkin tidak menghasilkan nyeri hingga dikompresi.

Gambar 2.1 Palpasi secara mendatar pada suatu pita taut (taut band) dan trigger point-nya.2 .

Gambar 2.2 Gambar skematik longitudinal dari taut band, trigger point myofascial, dan respon kedutan lokal.2

Trigger point merupakan region yang terbatas di mana hanya ada sedikit motor unit yang berkontraksi. Jika semua motor unit berkontraksi, akan terjadi pemendekan otot. Kondisi ini disebut myospasme. Karena trigger point hanya terdapat beberapa motor unit yang berkontraksi, tidak terjadi pemendekan otot.2,3 Karakteristik yang unik adalah trigger point merupakan sumber nyeri yang konstan dan oleh sebab itu dapat menghasilkan efek eksitatori sentral. Jika trigger point mengeksitasi grup interneuron aferen, referred pain akan terjadi, biasanya terjadi pada pola yang dapat diprediksi sesuai dengan lokasi trigger point yang terlibat. Pasien seringkali mengeluhkan nyeri kepala.4,5

2.1.5 Gejala Klinis dan Diagnosis Diagnosis nyeri myofascial adalah berdasarkan temuan klinis, tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan nyeri myofascial servikal dapat datang dengan riwayat trauma akut yang berhubungan dengan nyeri otot persisten. Namun, nyeri myofascial juga dapat bermanifestasi tanpa adanya kecelakaan atau cedera yang jelas. Hal ini mungkin berhubungan dengan adanya pekerjaan yang berulang, postur tubuh yang buruk, stres, atau cuaca dingin.2,4 Temuan khas yang dikeluhkan oleh pasien nyeri myofascial servikal juga meliputi: Rentang gerak (ROM)spina servical sering terbatas dan terasa nyeri Pasien mungkin menggambarkan seperti adanya suatu tonjolan atau benjolan yang nyeri pada otot trapezius atau otot paraspinal servikal Pemijatan sering dapat membantu, seperti memberikan rasa panas pada permukaan kulit Tidur pasien mungkin akan terganggu karena nyeri Memutar leher ketika mengemudi sulit dilakukan Pasien mungkin menggambarkan adanya nyeri yang menjalar ke ekstremitas atas, disertai dengan adanya mati rasa dan kesemutan, membuatnya sulit dibedakan dari radikulopai atau pergeseran saraf perifer Mungkin pasien bisa merasa pusing atau mual Pasien mengalami nyeri yang memancar dengan pola khas yang beralih dari trigger points.

Trigger point pada bahu atau otot servikal dapat menghasilkan kokontraksi pada otot mastikasi. Jika hal ini berlanjut, soreness pada otot mastikatori dapat muncul. Penatalaksanaan pada otot mastikatori tidak akan menghilangkan keluhan karena trigger point cervicospinal dan otot bahu.2,3

Pemeriksaan Fisik Temuan umum yang didapatkan pada pemeriksaan fisik meliputi: Pasien yang mengalami nyeri myofascial servikal sering hadir dengan postur tubuh yang buruk, mereka terlihat memiliki bahu bulat dan skapula yang protraksi Trigger points sering terlihat pada m. trapezius, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. rhomboids, dan m. levator skapula Tonjolan otot yang kencang teraba pada otot rangka atau sekitar fasia, respon kedutan lokal seringkali terjadi ketika dilakukan palpasi pada daerah tersebut ROM pada tulang belakang leher dapat terbatas, dengan adanya nyeri ketika dalam posisi meregangkan otot yang terkena Walaupun pasien mungkin mengeluh kelemahan, pada pemeriksaan fisik terhdap kekuatan ekstremitas atas biasanya normal Sensasi kulit biasanya normal ketika diuji secara formal, tidak ada tandatanda saluran panjang yang diamati pada pemeriksaan fisik. Pertimbangan Pemeriksaan Lainnya Seperti yang dinyatakan sebelumnya, diagnosis nyeri myofascial adalah secara klinis, tanpa ada tes laboratorium yang tersedia. Selain itu, pemeriksaan radiologis sering mengungkapkan perubahan yang nonspesifik saja dan biasanya tidak membantu dalam membuat diagnosis nyeri myofascial servikal.2,3 Namun, nyeri myofascial servikal dapat hadir bersamaan dengan kondisi medis yang lebih serius lainnya. Jika gejala-gejala pasien resisten terhadap pengobatan standar untuk nyeri myofascial servikal diindikasikan untuk

pemeriksaan lebih lanjut. Jika ada riwayat trauma, lakukan pemeriksaan fleksi/ekstensi servikal untuk menyingkirkan kemungkinan instabilitas.2,3 Magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu dalam

mengesampingkan kelainan yang signifikan dalam struktur tulang leher atau kanal spinalis. Diskus servikal juga dapat dievaluasi. Jika ada rasa nyeri di bahu atau dinding dada, harus disadari bahwa nyeri viseral bisa merujuk pada daerah-daerah ini dan bahkan menghasilkan beberapa temuan myofascial pada pemeriksaan. Harus dipikirkan terhadap kemungkinan bahwa masalah lain juga dapat hadir.3 Mungkin juga wajar dilakukan pemeriksaan indikator peradangan, menilai fungsi tiroid, dan melakukan panel metabolik dasar untuk menyingkirkan penyakit medis bersamaan tergantung pada presentasi klinis.3 Travell dan Simons menjelaskan tentang suatu penelitian yang melihat isoenzim laktat dehidrogenase (LDH) di mana tercatat adanya pergeseran dalam distribusi isoenzim tersebut, dengan tingkat LDH1 dan LDH2 yang lebih tinggi, sedangkan total LDH tetap dalam batas normal.3

Pemeriksaan elektropsikologi Beberapa artikel penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi perubahan electromyograms/pemeriksaan kecepatan konduksi saraf yang mungkin khas untuk pasien dengan nyeri myofascial. Penelitian-penelitian tersebut agak kontradiktif, dengan beberapa penelitian yang menemukan ada aktivitas elektromiografi nyata dan penelitian lain menemukan aktivitas listrik yang nonspesifik.2 Studi yang dilakukan oleh Simons dan oleh Hobbard dan Berkoff menggambarkan potensial aksi amplitudo rendah yang tercatat di daerah trigger point myofascial. Aktivitas listrik spontan ternyata dapat dideteksi dengan menggunakan rekaman sensitivitas tinggi di lokasi trigger point. Aktivitas listrik spontan mungkin suatu jenis potensi endplate.3 Suatu penelitian oleh Ballyns dkk menjelaskan kegunaan

sonoelastography, yang dapat mengklasifikasikan trigger point myofascial oleh situs yang aktif, laten, dan normal. Dengan menilai area trigger point dan indeks

pulsatilitas dapat membantu dalam menentukan riwayat alam dari sindrom nyeri myofascial ini.6

2.1.6 Penatalaksanaan Pengobatan untuk nyeri myofascial servikal termasuk dengan melakukan terapi fisik, injeksi trigger point, terapi stretch-and-spray, dan kompresi iskemik. Injeksi toksin botulinum juga telah digunakan, meskipun prosedur ini telah memiliki pendapat yang beragam dalam literatur.2,3 Berbagai obat penghilang rasa sakit juga dapat digunakan dalam pengobatan, termasuk obat berikut:1,2,3 Obat-obatan anti-inflamasi non steroid (NSAID) Antidepresan trisiklik Relaksan Otot Analgesik non-narkotik Antikonvulsan

Terapi Fisik Tujuan utama dari terapi fisik adalah untuk mengembalikan keseimbangan antara kerja otot sebagai suatu unit fungsional. Terapis fisik bisa dikembangkan ke arah tujuan yang awalnya dengan mencoba untuk mengurangi rasa nyeri. Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan berbasis modalitas yang dilakukan bersamaan dengan teknik myofascial release dan pemijatan. Peregangan dan stabilisasi leher juga merupakan bagian integral dari pendekatan ini. Pelatihan postural sangat penting pada nyeri myofascial servikal. Evaluasi ergonomis dapat diindikasikan jika kerja berlebihan pada lingkungan kerja berkontribusi terhadap gejala-gejala pasien tersebut.2,6 Dalam sebuah studi oleh Sherman dkk, para penulis menyimpulkan bahwa pemijatan dapat memberikan bantuan jangka pendek untuk nyeri leher kronis. Dalam penelitian acak terkontrol ini, para peneliti mengevaluasi apakah terapi pijat lebih menguntungkan dari buku pengobatan diri untuk pasien dengan nyeri leher kronis. Pasien (n = 64) secara acak menerima hingga 10 pemijatan selama 10 minggu atau menerima buku perawatan diri. Pengukuran Indeks Disabilitas

10

Leher pada 10 minggu menunjukkan peserta yang secara acak ditugaskan untuk pemijatan mengalami peningkatan klinis yang lebih signifikan (39%) daripada peserta pada kelompok buku perawatan diri (14%). Namun, diperlukan penelitian yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil ini.7 Dalam sebuah studi oleh Ma et al, pasien yang menjalani pelatihan biofeedback untuk otot trapezius atas bilateral menunjukkan penurunan lebih besar pada rasa nyeri yang terkait dengan pekerjaan dan aktivasi leher otot yang lebih baik daripada pasien yang menjalani terapi latihan atau modalitas pengobatan pasif.8 Suatu studi oleh Bronfort dkk menyimpulkan bahwa terapi manipulasi tulang belakang maupun program latihan di rumah keduanya lebih unggul dari pemberian obat saja dalam pengobatan nyeri leher akut dan subakut. Tidak ada perbedaan signifikan terlihat pada hasil ketika membandingkan 12 minggu setelah manipulasi dengan program latihan di rumah yang diajarkan oleh seorang ahli terapi dalam 2 sesi terpisah.9

Injeksi pada Trigger Point Beberapa pilihan pengobatan untuk nyeri myofascial servikal telah dibahas dalam literatur. Injeksi trigger point mungkin adalah salah satu cara yang paling dapat diterima untuk mengobati nyeri myofascial selain terapi fisik dan olahraga. Injeksi paling sering dilakukan dengan anestesi lokal, meskipun tusukan dengan jarum kering telah terbukti sama efektifnya.2,10 Rabalah trigger point pada pita taut (taut band), dan tempatkan otot dalam posisi yang sedikit membentang untuk mencegah gerakan. Tahan trigger point antara 2 jari lalu suntikkan dengan tangan yang satunya, dan kemudian arahkan jarum ke daerah tersebut untuk menjamin infiltrasi anestesi yang luas. (Lihat gambar di bawah.)2

11

Gambar 2.3 Palpasi datar untuk melokalisasi dan menahan trigger point untuk dilakukan injeksi. (A) dan (B) menunjukkan menekan 2 jari secara bergantian untuk mengkonfirmasi lokasi dari modul trigger point yang dapat teraba. (C) menunjukkan trigger point diposisikan di tengah antara ujung jari agar tidak geser ke sisi lain selama injeksi.2

Anjurkan pasien untuk agresif tentang kepatuhan dengan protokol peregangan, karena hal itu akan meningkatkan efektivitas suntikan ini. Membuat respon kedutan lokal dapat membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis. Artikel dari Hong dan Simon menjelaskan metode fast-in/fast-out lebih sukses dalam memunculkan respon kedutan lokal. Oleh karena itu, pendekatan ini umumnya adalah teknik yang paling bermanfaat untuk mengurangi nyeri myofascial.5

Stretch and spray Stretch and spray adalah metode lain untuk mengobati nyeri myofascial servikal (lihat gambar di bawah). Teknik ini dilakukan dengan menggunakan semprotan vapocoolant yang disemprotkan pada otot yang terkena setelah ditempatkan dalam keadaan peregangan pasif. Semprotkan vapocoolant ke daerah

12

sekitar trigger point dan area yang mengalami nyeri alih ditekan secara paralel ke arah yang sama. Beberapa penulis menyarankan pertama kali disemprot, baru kemudian dilakukan peregangan, dan kemudian mengulangi penyemprotan.2

Gambar 2.4 Urutan langkah yang dilakukan saat peregangan dan penyemprotan otot pada trigger points myofascial.2

Gambar 2.5 Gambar skematik yang memperlihatkan bagaimana aliran vapocoolant yang disemprotkan.2

13

Kompresi iskemik Kompresi iskemik dilakukan dengan menerapkan tekanan berkelanjutan pada trigger point. Perintahkan pasien untuk menempatkan otot dalam posisi meregang sepenuhnya. Tekan dengan kuat pada trigger point dengan ibu jari. Secara bertahap tingkatkan tekanan untuk mengurangi rasa sakit.2

Botulinum toksin Terapi injeksi toksin Botulinum telah ditinjau secara beragam dalam literatur. Injeksi langsung ke trigger point memberikan hasil yang tidak konsisten. Penggunaan toksin botulinum terbaik mungkin untuk memperbaiki biomekanik abnormal yang mengganggu respon myofascial.10,11,12 Edukasi untuk Pasien Pasien yang mengalami nyeri myofascial servikal perlu diedukasikan mengenai faktor-faktor yang mendasarinya atau masalah yang dapat

menyebabkan nyeri dan kehilangan mobilitas mereka. Ahli terapi fisik dapat memberikan edukasi pada pasien tentang kebiasaan latihan yang tepat dan memerintahkan mereka untuk melakukan program latihan di rumah untuk peregangan dan rekondisi. Pasien juga dapat mengambil manfaat dari latihan dan strategi khusus untuk meningkatkan kesadaran postural dan mekanika tubuh dengan aktivitas sehari-hari. Jika ergonomi tempat kerja yang buruk berkontribusi pada kondisi pasien, berikan instruksi tentang cara yang tepat untuk memodifikasi dan merubah keadaan tempat kerja. Nyeri myofascial servikal adalah suatu kondisi yang dapat diobati jika pasien diberikan edukasi tentang kondisi dan mengambil peran aktif dalam proses pemulihan.1,2,3 2.1.7 Prognosis Jika pasien dengan nyeri myofascial servikal mendapatkan perawatan yang tepat (misalnya, terapi fisik, terapi pijat, teknik peregangan, injeksi pada trigger point), prognosisnya umumnya baik. Namun, kekambuhan bisa umum terjadi. Hasil klinis tampaknya lebih baik bila pengobatan dimulai lebih awal untuk mencegah pola kompensasi yang memperburuk rasa sakit. Peningkatan tingkat kematian tidak terkait dengan nyeri myofascial servikal.1,2

14

Sebuah studi di Turki menemukan bukti bahwa disabilitas pasien pada nyeri myofascial kronis yang paling kuat terkait dengan durasi nyeri. Penilaian laporan ini didasarkan pada data yang dikumpulkan dari 103 pasien wanita dengan gangguan kronis dan dari 30 peserta perempuan yang sehat, menggunakan
Neck Pain and Disability Scale, the Beck Depression Inventory dan suatu skala analog

visual, serta pengukuran ambang batas tekanan nyeri pada trigger points nyeri myofascial servikal umum.1

15

BAB III KESIMPULAN

Nyeri myofascial adalah nyeri yang disebabkan oleh otot dan fasia sekitarnya. Nyeri myofascial servikal adalah nyeri yang diduga terjadi akibat dari penggunaan otot berlebihan atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan leher. Pada tulang belakang servikal, otot-otot yang paling sering terlibat pada nyeri myofascial adalah m. trapezius, m. levator skapula, rhomboids, supraspinatus, dan infraspinatus. Nyeri myofascial di beberapa lokasi pada saat pemeriksaan ditandai oleh adanya titik pemicu (trigger points) yang terletak di otot rangka. Trigger points didefinisikan sebagai daerah hyperirritable yang lokasinya dapat teraba, ketegangan dari serat otot. Nyeri myofascial servikal diperkirakan terjadi akibat penggunaan otot yang berlebihan atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan leher. Penyebab umum yang terjadi di antara pasien ini adalah karena kecelakaan kendaraan bermotor atau kegiatan berulang pada ekstremitas atas. Pengobatan untuk nyeri myofascial servikal termasuk dengan melakukan terapi fisik, injeksi trigger point, terapi stretch-and-spray, dan kompresi iskemik. Injeksi toksin botulinum juga telah digunakan, meskipun prosedur ini telah memiliki pendapat yang beragam dalam literatur.

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Duyur Cakit B, Genc H, Altuntas V, et al. Disability and related factors in patients with chronic cervical myofascial pain. Clin Rheumatol. Feb 18 2009. 2. Phillips D. 2012. Cervical Myofascial Pain. Medscape Reference. Diakses dari 2013. 3. Travell JG, Simons DG. Myofascial Pain and Dysfunction. vol 2. Baltimore, Md: Lippincott Williams & Wilkins; 1992. 4. Harden RN, Cottrill J, Gagnon CM, et al. Botulinum toxin A in the treatment of chronic tension-type headache With cervical myofascial trigger points: a randomized, double-blind, placebo-controlled pilot study. Headache. Oct 10 2008. 5. Hong CZ, Simons DG. Pathophysiologic and electrophysiologic mechanisms of myofascial trigger points. Arch Phys Med Rehabil. Jul 1998;79(7):863-72. 6. Ballyns JJ, Shah JP, Hammond J, Gebreab T, Gerber LH, Sikdar S. Objective sonographic measures for characterizing myofascial trigger points associated with cervical pain. J Ultrasound Med. Oct 2011;30(10):1331-40. 7. [Best Evidence] Sherman KJ, Cherkin DC, Hawkes RJ, Miglioretti DL, Deyo RA. Randomized trial of therapeutic massage for chronic neck pain. Clin J Pain. Mar-Apr 2009;25(3):233-8. 8. Ma C, Szeto GP, Yan T, Wu S, Lin C, Li L. Comparing biofeedback with active exercise and passive treatment for the management of work-related neck and shoulder pain: a randomized controlled trial. Arch Phys Med Rehabil. Jun 2011;92(6):849-58. 9. Bronfort G, Evans R, Anderson AV, Svendsen KH, Bracha Y, Grimm RH. Spinal manipulation, medication, or home exercise with advice for acute and subacute neck pain: a randomized trial. Ann Intern Med. Jan 3 2012;156(1 Pt 1):1-10. 10. Lee SH, Chen CC, Lee CS, et al. Effects of needle electrical intramuscular stimulation on shoulder and cervical myofascial pain syndrome and microcirculation. J Chin Med Assoc. Apr 2008;71(4):200-6. http://emedicine.medscape.com/article/305937. Tanggal akses 3 Mei

17

11. Jabbari B. Botulinum neurotoxins in the treatment of refractory pain. Nat Clin Pract Neurol. Dec 2008;4(12):676-85. 12. Jeynes LC, Gauci CA. Evidence for the use of botulinum toxin in the chronic pain setting--a review of the literature. Pain Pract. Jul-Aug 2008;8(4):269-76.

18

Вам также может понравиться