Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia, diperlukan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan pendidikan yang baik pula terutama pendidikan formal, sehingga dibutuhkan guru-guru yang professional.guru merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi peserta didik guru sering dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh karena itu guru seyogyanya memiliki prilaku yang kompetensi yang memadai untuk mengembangkan peserta didik secara utuh. Untuk menjalankan tugasnya secara baik dan professional, guru harus menguasai berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terutama kompetensi professional, yang menuntut guru untuk menguasai dan mendalami bidang ilmu yang digelutinya. Kompetensi propesional yang merupakan kemampuan dasar guru menurut Cooper terbagi dalam empat komponen , yakni; Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang study yang dibinanya Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang study yang dibinanya Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan kompetensi guru b. Apa yang dimaksud dengan kompetensi akademik c. Apa saja kompetensi akademik Guru mata pelajaran Kimia pada SMA/MA, SMK/MAK d. Faktor apa yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru
1

e. Upaya upaya dalam meningkatkan keprofesionalan guru f. Fakta-Fakta Kompetensi Akademik Guru Kimia di Indonesia dan Negara-Negara Maju

1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kompetensi guru b. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kompetensi akademik Untuk mengetahui kompetensi akademik Guru mata pelajaran Kimia pada SMA/MA, SMK/MAK c. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru d. Untuk mengetahui upaya upaya dalam meningkatkan keprofesionalan guru e. Untuk mengetahui fakta-fakta kompetensi akademik guru kimia di Indonesia dan Negara-Negara Maju

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi Guru Menurut Mulyasa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Muhaimin, kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugastugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Menurut Muhibbin Syah kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya . Menurut Mulyasa kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, sosial, spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.

B. Kompetensi Akademik Kompetensi akademik adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk dapat menguasai materi dibidang pelajaran yang diajarkan. Kompetensi akademik ini termasuk atau bagian dari kompetensi profesional. Dimana,kompetensi profesional adalah kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan
3

dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga kompetensi ini dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidikdanpengajar.

C. Kompetensi Guru mata pelajaran Kimia pada SMA/MA, SMK/MAK* Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Sedangkan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru kimia adalah: Memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori kimia yang meliputi struktur, dinamika, energetika dan kinetika serta penerapannya secara fleksibel. Memahami proses berpikir kimia dalam mempelajari proses dan gejala alam. Menggunakan bahasa simbolik dalam mendeskripsikan proses dan gejala alam/kimia. Memahami struktur (termasuk hubungan fungsional antar konsep) ilmu Kimia dan ilmu-ilmu lain yang terkait. Bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif tentang proses dan hukum kimia. Menerapkan konsep, hukum, dan teori fisika dan matematika untuk menjelaskan/mendeskripsikan fenomena kimia. Menjelaskan penerapan hukum-hukum kimia dalam teknologi yang terkait dengan kimia terutama yang dapat ditemukan dalam kehidupan seharihari. Memahami lingkup dan kedalaman kimia sekolah. Kreatif dan inovatif dalam penerapan dan pengembangan bidang ilmu yang terkait dengan mata pelajaran kimia. Menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium kimia sekolah. Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran kimia di kelas, laboratorium dan lapangan. Merancang eksperiment kimia untuk keperluan pembelajaran atau penelitian. Melaksanakan eksperiment kimia dengan cara yang benar. Memahami sejarah perkembangan IPA pada umumnya khusunya kimia dan pikiran-pikiran yang mendasari perkembangan tersebut.

D. Faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
5

E. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan. Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001). Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998). Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat. Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan

menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll. Sedangkan upaya dalam meningkatkan kompetensi guru dalam bidang kimia yaitu melalui pelatihan guru in-service. Kapita Selekta Kimia Sekolah Lanjutan merupakan mata kuliah yang strategis dalam program tersebut. Model Pembelajaran Tatanama, Reaksireaksi Kimia dan Stoikiometri dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi guru, terutama dalam penguasaan materi subjek. Model-model ini juga ditujukan untuk memperbaiki keterampilan berpikir kritis, keterampilan proses sains dan keterampilan bertanya guru. Implementasi model melalui penelitian tindakan kelas bagi mahasiswa yang berstatus guru kimia, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam konsepkonsep Tatanama dan Reaksi-reaksi Kimia, tetapi tidak meningkatkan konsep Stoikiometri. Keterampilan bertanya mahasiswajuga meningkat dari tahap hafalan menuju pemahaman dan aplikasi (7 % ke 78 %). Kegagalan mahasiswa pada model Stoikiometri yaitu dalam memecahkan masalah, menganalisis, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi. Model-model pembelajaran ini dapat digunakan untuk memperbaiki mutu guru melalui program pelatihan in-service. F. Fakta-Fakta Kompetensi Akademik Guru Kimia di Indonesia dan Negara-Negara Maju Pada kenyataannya mutu pendidikan di negara kita masih rendah. Kualitas Hasil

pendididkan kita masih berada di bawah rata-rata negara berkembang lainnya.

survai World Competitiveness Year Book tahun 1997-2007 menunjukkan bahwa dari 47 negara yang disurvai, pada tahun 1997 Indonesia berada pada urutan 39, pada tahun
7

1999, berada pada urutan 46. Tahun 2002, dari 49 negara yang disurvai, Indonesia berada pada urutan 47, dan pada 2007 dari 55 negara yang disurvai, Indonesia menempati posisi ke-53. Menurut laporan monitoring global yang dikeluarkan lembaga PBB, UNESCO, tahun 2005 posisi Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Selain itu, menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP), kualitas SDM Indonesia menempati urutan 109 dari 177 negara di dunia. Sedangkan menurut The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang merupakan lembaga konsultan dari Hongkong menyatakan kualitas pendidikan di Indonesia sangat rendah, di antara 12 negara Asia yang diteliti, Indonesia satu tingkat di bawah Vietnam. Khusus bidang MIPA, pendidikan di Indonesia juga masih cukup memprihatinkan. Hasil survai TIMSS tahun 2003 yang diikuti 46 negara, siswa-siswa

Indonesia menempati urutan 34 untuk matematika, dan menempati urutan 36 untuk sains. Singapura menempati urutan pertama untuk dua-duanya, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Jepang, juga mendominasi peringkat atas, sementara

Malaysia menempati urutan 10 untuk matematika, dan 20 untuk sains. Rendahnya per ingkat untuk indonesia dibidang pendidikan ini mencerminkan rendahnya kompetensi akademik guru indonesia. Sedangkan di negara-negara maju seperti amerika dan inggris, dll pendidikannya lebih berkualitas karena guru-gurunya yang juga berkualitas. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang

dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak
8

hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsepkonsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

10

Вам также может понравиться