Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkemihan terdiri dari: dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Nefritis atau peradangan ginjal, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gejala utamanya adalah tampaknya elemen seperti albumin di dalam air seni. Kondisi ini disebut albuminuria. Sel-sel darah merah dan darah putih dan serpihan granular yang kesemuanya tampak dalam pemeriksaan mikroskopik pada air seni. Gejala ini lebih sering nampak terjadi pada masa kanak-kanak dan dewasa dibanding pada orang-orang setengah baya. Bentuk yang paling umum dijumpai dari nefritis adalah glomerulonefritis. Seringkali terjadi dalam periode 3 sampai 6 minggu setelah infeksi streptokokus.Prognosis biasanya dapat menyembuhkan dan penderita sembuh total. Namun pada beberapa orang gejala ini berkembang menjadi kronis. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan

tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita uremia (darah dalam air seni.Red) dan gagal ginjal. Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit dapat ditimbulkan. Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling sering menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus, keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau kebocoran eritrosit. Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.

Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal. Peran perawat terhadap klien yang tenderita glomerulus nefritis ini adalah tindakan keperawatan tepatnya melakukan asuhan keperawatan sesuai standar yaitu melakukan pengkalian, perumusan diagnosa, merencanakan sesuai diagnosa yang tegak, melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan mengevaluasi tindakan apakah tujuan tercapai atau tindakan harus dirubah untuk mencapai kesejahteraan kesehatan bagi klien glomerulus nefritis. Dalam melakukan tindakan fokus perawat adalah terhadap klien glomerulus nefritis ini adalah cairan yang keluar dan kebutuhan Gizi seperti protein, dan elektrolit yang lolos. A. TUJUAN

Tujuan instruksional umum Mahasiswa-mahasiswa glomerulonefritis. Mahasiswa-mahasiswa glomerulonefritis. Mahasiswa-mahasiswa dapat mengetahui glomerulonefritis. diharapkan dapat mengetahui tanda dan gejala diharapkan mengerti dan memahami tenteng

Tujuan instruksional khusus Mahasiswa-mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan glomerulonefritis. Mahasiswa-mahasiswa glomerulonefritis. Mahasiswa-mahasiswa dapat menyebut penyebab glomerulonefritis. Mahasiswa-mahasiswa dapat menyebutkan komplikasi glomerulonefritis. dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan

B. RUANG LINGKUP Makalah ini dibatasi hanya membahas tentang Asuhan Keperawatan dengan glomerulonefritis.

C. METODE PENULISAN Dalam penulisa makalah ini penulis menggunakan metode deskriftip yaitu metode ilmiah yang bersifat menganalisa data menarik kesimpulan pada selanjutnya disajika dalam bentuk narasi. Adapun penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah teknik pengumpulan data yaitu untuk mempelajari buku-buku tentang glomerulonefritis yang dijadikan sebagai bahan referensi.

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. DEFENISI 1. Glamerulos nefritis adalah peradanga dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, willie, 1993). Glamerulus nefritis adalah sindrom yang ditadai oleh peradangan dari glemerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999) 2. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis..

B. KLASIFIKASI a. Glomerulus Nefritis ringan Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus Glomerulonefritis jenis ini biasanya terjadi setelah infeksi akut. Biasanya didapatkan proteinuria ringan dengan sedikit kelainan sedimen urin yang membaik setelah infeksinya diatasi. Walaupun jarang, bisa dijumpai hematuria makroskopik. normal dan Fungsi ginjal normal dan biasanya tekanan darah tanpa edema. Komplemen serum sedikit menurun. Glomeru-

lonefritis yang sementara ini disebabkan oleh semua jenis infeksi akut seperti infeksi oleh virus, bakteri, riketsia, malaria falsiparum, leptospirosis, trikhinosis dan salmonelosis. Pada . pemeriksaan histopatologis didapatkan hipertrofi mesangial atau proliferasi dengan endapan IgM dan C3 di daerah mesangial dan sepanjang gelung kapiler. Lesi ini meng- hilang dalam 46 minggu.

b. Glomerulonefritis persisten. Merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut,dalam jangka waktu panjang atau pendek.Glomerulonefritis dengan gejala klinik yang lebih jelas, terjadi pada penyakit infeksi yang perjalanannya kronik misal- nya pada penyakit lepra, hepatitis virus B dan filariasis. Mani- festasi klinik berupa proteinuria, sindroma nefritik, sindroma nefrotik bahkan bisa sampai gagal ginjal. Pengobatan infeksi dengan antimikroba bisa berhasil mungkin juga tidak dalam memperbaiki lesi ini. Kortikosteroid memberikan hasil pengobatan yang bervariasi C. ETIOLOGI Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita. Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga 6

pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini.

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. ANATOMI

a. Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang dewasa penjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau ginjal beratnya antara 120-150 gram. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks dan medulla. Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773)

b.

Mikroskopis Tiap tubulus ginjal dan glumerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)

c. Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995). d. Persarafan pada ginjal Menurut Price (1995) Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

2. FISIOLOGI Menurut Syaifuddin (1995) Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tiga tahap pembentukan urine :
a. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanantekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
c.

Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau 9

ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
E. PATOFISIOLOGI Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan streptokukus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan membran plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.

Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus(GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi , timbul poliferasi sel-sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen sebagai antigen-antibodi granular inilah dan yang terlihat sebagai pada nodul-nodul mikroskop subepitel(atau sebagai bungkusan epimembanosa)pada mikroskop elektron dan bentuk berbungkah-bungkah

10

imunofluoresensi,pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai invasi PMN. Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang sangat ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini,ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah,menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir(ESRD). (Price,Sylvia Anderson, Patofisiologi)

11

F. MANIFESTASI KLINIS 1. Tingkat keparahan gangguan ginjal bervariasi, dari hematuria mikroskopis yang asimptomatik dengan fungsi ginjal normal sampai gagal ginjal akut. 2. Berdasarkan tingkat gangguan ginjal, pasien dapat mengalami berbagai derajat edema, hipertensi, dan oliguria. 3. Pasien dapat menderita ensefalopati dan/atau gagal jantung akibat hipertensi atau hipervolemia. Ensefalopati juga dapat diakibatkan secara langung oleh efek toksik bakteri streptokokus pada sistem saraf pusat. 4. Edema biasanya terjadi akibat retensi garam dan air, dan sindrom nefrotik juga dapat muncul pada 10-20% kasus. Edema subglotis akut dan gangguan jalur pernafasan juga dilaporkan terjadi. Fase akut biasanya sembuh dalam 6-8 minggu. Meskipun ekskresi protein dalam urin dan hipertensi menjadi sembuh dalam 4 minggu-6 bulan setelah onset, hematuria mikroskopis persisten dapat tetap ada selama 1-2 tahun setelah gambaran inisial penyakit. 5. Gejala spesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen atau pinggang belakang, dan demam biasa terjadi.

G. KOMPLIKASI Komplikasi akut dari penyakit ini terutama merupakan akibat hipertensi dan disfungsi renal akut. Hipertensi terdapat pada 60% pasien dan menyebabkan ensefalopati hipertensif pada 10% kasus. Komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain kegagalan jantung, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang, serta uremia. H. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan glomerulonefritis akut paska streptokokus terutama ditujukan terhadap efek akut dari insufisiensi renal dan hipertensi. Meskipun pengobatan sistemik dengan penisilin selama 10 hari direkomendasikan untuk membatasi penyebaran organisme nefritogenik, terapi antibiotik tidak berpengaruh terhadap perjalanan penyakit glomerulonefritis. Restriksi natrium, diuresis, dan farmakoterapi dengan antagonis chanel kalsium, vasodilator, ataupun inhibitor 12

enzim pengubah angiotensin merupakan terapi standar yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Bagi pasien dengan ekspansi volume nyata dan kongesti pulmonal yang tidak memberi respon terhadap terapi diperlukan dialisis, baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Untuk terapi umum, pasien disarankan istirahat di tempat tidur selama fase akut. Pasien juga diberi diet kalori adekuat terutama karbohidrat untuk memperkecil katabolisme endogen dan diet rendah garam. Seperti telah disinggung di atas, tidak ada pengobatan spesifik untuk glomerulonefritis akut paska streptokokus. 1. Antibiotik dapat diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgBB/kali IM 2x/hari ataupun penisilin V 50 mg/kgBB/hr PO dibagi 3 dosis untuk infeksi aktif. 2. Apabila sensitif terhadap penisilin, dapat diberi eritromisin 50 mg/kgBB/hari (4 dosis). Antibiotik diberikan selama 10 hari.(2) 3. Untuk pengobatan hipertensi, apabila hipertensi ringan (130/80 mmHg) tidak diberikan anti-hipertensi. Untuk hipertensi sedang (140/100 mmHg) diberi hidralazin 0,1-0,2 mg/kgBB/kali IM atau 0,75 mg/kgBB/hari (4 dosis) PO, atau nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBB (kemasan 5 mg dan 10 mg). Untuk hipertensi berat diberi klonidin drip dengan dosis 0,002 mg/kgBB/8jam + 100 mL dekstrosa 5% (mikro drip) atau nifedipin sublingual.(2) 4. Bila terdapat tanda hipovolemia (edema paru, gagal jantung) disertai oliguria, maka diberi diuretik kuat seperti furosemid dengan dosis 1-2 mg/kgBB/kali.(2) I. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan (bentuk tidak serasi) SDm, leusit, dan gips hialin Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) meurun, klerins kreatinin pada urin digunakan sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan cara arus tengah (midstream) Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun

13

Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi). Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifilaasi jenis protein urin yang dikeluarkan dalam urin. Elektrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-kadar kalium dan klorida.

14

J. WOC
Streptococcus beta hemalitikus Nutrisi non adekuat Infeksi pada tractus respiratory Keluarnya antigen streptococus Antibodi tubuh

Terbentuk kompleks antigen dan antibodi Masuk ke sirkulasi dan terus ke ginjal (glomerulus) Terjadi lesi di glomerulus meradang

Mk : Nyeri
GLOMERULUS NEFRITIS Menarik pengeluaran leukosit dan trombosit Terbentuk nodul sub epitel Terbentuk jaringan parut dikorteks Permukaan ginjal yang tidak rata GLOMERULUS NEFRITIS KRONIK proteinuria hipoalbuminemia fagosit pada membran glomerulus terjadi kebocoran hematuria gangguan keseimbangan elektrolit hipofosfatemia

retensi air Natrium hipokalsemia

Hipertensi oligouri difusi cairan ke ekstra sel oedema


Gangguan keseimbangan asam basa

asidososis

MK:Perubahan kebutuhan nutrisi

MK : resiko infeksi

MK : kelebihan cairan MK : intoleransi aktivitas

15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS A. PENGKAJIAN istirahat / aktivitas Gejala : latihan, kelemahan, maleise Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus Sirkulasi Tanda : hipertensi, edema jaringan umum ( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrom, ) pucat, kecendrungan pendarahan. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih Tanda : perubahan warna urin, seperti kuning pekat, merah, coklat, berawan. Makanan / cairan Gejala : peningkatan berat badan ( odem ), penurunan berat badan ( dehidrasi ). Tanda : perubahan tutgor kulit / kelembabpan, edema ( umum, bagian bawah ) Neurosensori

Gejala : sakit kepala, kejang Tanda : gangguan status mental, contoh penurunana lapang perhatian ketidak mampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau dan penurunan tingkat kesadaran. Nyeri / keamanan

Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala. Tanda : perilaku berhati hati / distraksi, gelisah. Pernapasan

Gejala : napas pendek

16

Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman ( pernapasan kussnaul ); napas amonia. Keamanaan

Gejala : adanya reaksi trasfusi. Tanda : deman ( sepsis, dehidrasi ). Petekie, area kulit ekimosis. Pruritus, kulit kering. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius, malignansi,. Riwayat terpajan toksin, contoh obat, racun lingkungan. Kondisi yang terjadi secara bersamaan: tumor pada saluran perkemihan: sepsis gram negatif; trauma/cedera kekerasan, perdarahan, KID, luka berkemih, cedera listrik, gangguan autoimun (contoh skleroderma,vaskulitis), oklusi vaskular/bedah, DM< gagal jantung/hati. Pertimbangan rencana pemulangan : Memerlukan pilihan/bantuan dengan obat, pengobatan, suplai, transport, tugas pemeliharaaan rumah. B. Diagnosa Keperawatan - Peningkatan volume cairan b/d oliguria - Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan kebutuhan metabolik, anoreksia - Intoleransi aktivitas b/d kelelahan - Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi

17

C. Intervensi Keperawatan a) Peningkatan volume cairan b/d oliguria Tujuan : pasien dapat mempertahankan pemasukan cairan dalam batas yang seimbang setelah dilakukan asuhan keperawatan. KH : Hasil Lab dalam batas normal K=3,0-5,5 Cl=96-106

Na = 135-145 Ca =35-45

Berat badan stabil TTV dalam batas normal S= 36-37,5 0C RR= 12-20 x/mnt

TD = 120/80 mmHg N= 60-100 x/mnt 1. Intervensi

Tidak terdapat edema Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama.

R/ penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 perhari merupakan indikasi adanya retensi cairan. 2. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat, monitor output urin tiap 4 jam. R/perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantin cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan. 3. Awasi berat jenis urine. R/ mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urine. Pada gagal intra renal berat jenis biasanya sama/kurang dari 1,010 menunjukan kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. 4. Rencanakan penggantian cairan padapasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. R/ membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus. 5. Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (pada fitting 1 sampai 4).

18

R/ edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh, tangan kaki area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini, karena jaringan rapuh ini mudah terstensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal. 6. Auskultasi paru dan bunyi jantung. R/ kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dan GJK dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan, bunyi jantung ekstra. 7. Kaji tingkat kesadaran; selidiki perubahan mental, adanya gelisah. R/ dapat menujukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia. Kolaborasi 8. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin;

R/ mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/ gagal ginjal. Meskipun kedua nilai mungkin meningkat, kretinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet dan katabolisme jaringan. Natrium dan kreatinin urine;

R/ pada NTA, integritas fungsi tubular hilang dan resopsi natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium. Kreatinin urine biasanya menurun sesuai dengan peningkatan kreatinin serum. Natrium serum;

R/ hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan (delusi) atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hipernatremia menunjukkan defisit cairan tubuh total. Kalium serum;

19

R/ kekurangan ekskresi ginjal dan/atau retensi selektif kalium untuk mengksekresikan kelebihan ion hidrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan hiperkalemia. Hb/ Ht;

R/ penurunan nilai dapat mengidiksikan hemodilusi (hipervolemia); namun selam gagal lama, anemia sering terjadi sebagai akibat kehilangan/ penurunan produksi Sel Darah Merah. Kemungkinan penyebab lain (perdarahan aktif atau nyata) juga dievaluasi.

Foto dada.

R/ peningkatan ukuran jantung, batas vaskular paru prominen, efusi pleura, infiltrat/ kongesti menunjukkan respon akut terhadap kelebihan cairan atau perubahan kronis sehubungan dengan gagal ginjal dan jantung. 9. Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.

R/ manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber ditambah perkiraan kehilangan yang tak tampak (metabolisme, diaforesis). Gagal prerenal (azotemia) diatasi dengan penggantian cairan dan/atau vasopresor. Pasien oliguria dengan volume sirkulasi adekuat atau kelebihan cairan yang takresponsif terhadap pembatasan cairan dan diuretikmemerlukan dialisis. 10. Berikan obat sesuai indikasi; Diuretik, contoh furosemid (Lasix), mannitol (Osmitrol)

R/ diberikan dini pada fase oliguria pada gagal ginjal akut upaya mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia, dan meningkatkan volume urine adekuat. Antihipertensif, contoh klonidin (Catapres); metildopa (Aldoment); prazosin (Minipress)

20

R/ mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari penurunan aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi. 11. Masukkan/ pertahankan kateter tak menetap, sesuai indikasi. R/ kateterisasi mengeluarkan obstruksi saluran bawah dan memberikan rata-rata pengawasan akurat terhadap pengeluaran urine selama akut. Namun kateter tak menetap dapat dikontraindikasikan sehubungan dengan tingginya resiko infeksi. 12. Siapkan untuk dianalisis sesuai indikasi. R/ dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.

b)

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan

kebutuhan metabolik, anoreksia Tujuan : klien dapat mempertahankan atau meningkatkan berat badan dalam batas normal setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam. KH : -berat badan meningkat kg dalam 3 hari Makan yang disedikan habis satu porsi Hasil lab dalam batas normal Albumin : 3,5-4,5 Protein total: 6,5 Hb : 14-16 Ht : 40-52

Intervensi 1. 2. 3. Timbang berat badan setiap hari dengan alat dan pakaian yang sama. Kaji intake dan output setiap hari Kaji dan catat pemasukan diet. R/ mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan untuk mengubah pemberian nutrisi. R/ untuk mengukur asupan keefektifan nutrisi yang diberikan.

21

R/ membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet kondisis fisik umum, gejala uremik ( contoh mual, anoreksia, gangguan rasa ) dan pembatasan diet mutipel mempengaruhi pemasukan makanan. 4. Beri makan dalam porsi kecil tapi sering (tiap 3 jam) R/meningkatkan nafsu makan, meminimalkan anoresia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik. 5. Tingkatkan kenyamanan pasien dengan memberikan lingkungan yang tenang dan bebas bau. Anjurkan pada keluarga (orang terdekat) untuk membawa makanan yang disukai pasien. R/ lingkungan yang nyaman dan sosialisasi saat makan dengan orang terdekat dapaat meningkatkan asupaan nutrisi dan menurunkan rasa mual, muntah. 6. 7. Jelaskan manfaat makanan terutama saat sakit. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pentingnya asupan nutrisi yang R/ Motivasi pasien untuk mau makan dan menambah pengetahuan. adekuat. R/ dengan memberikan informasi kepada pasien dan keluarga maka dapat meningkatkaan pengetahuan serta membantu dalam proses keperawatan. 8. asetat R/ perwatan mulut menyejukan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada urineria dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonia yang dibentuk oleh perubahan urea. Kolaborasi 9. Pemeriksaan lab, contoh BUN, albumin, serum, transperin, natrium, dan kalium. R/ Indikator kebutuhan nutrisi pembatasan dan kebutuhan / efektifitas terapi. 10. Konsul dengan ahli gizi/tem pendukung nutrisi. Anjurkan perawatan mulut sering / cuci dengan larutan 25 % cairan asam

22

R/ menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan, dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya.contoh, tambahan oral,makanan selang, hiperalimentasi. 11. Berikan kalori tinggi, diet rendah/sedang protein. Termasuk kompleks karbohidrat dan sumber lemak untuk memenuhi kebutuhan kalori (hindari sumber gula pekat). R/ jumlah protein eksogen yang dibutuhan kurang dari normal kecuali pada pasien dialisis karbohidrat memenuhi kebutuhan energi dan membatasi jaringan katabolisme, mencegah pembentukan asam keton dari oksidasi protein dan lemak. 12. Batasi kalium, nutrisi, dan pemasukan posfat sesuai indikasi. R/ pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan/atau selama fase penyembuhan GGA. 13. Kolaborasi dengan dokter, pemberian obat mual, antiemetik. R/ Therapy yang tepat untuk mengurangi nyeri.

c)

Intoleransi aktivitas b/d kelelahan

Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri setelah dilakukan asuhan keperawatan. KH 1. : Klien dapat melakukan ADL secara mandiri seperti mandi, makan, dll. Klien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan. Evaluasi laporan kelelehan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan

Intervensi kemampuan tidur/istirahat dengan tepat. R/ menentukan derajat (berlanjut/perbaikan) dari efek ketidakmampuan. 2. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan. R/ mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi. 3. Idetifikasi faktor stress/psikologis yang dapat memperberat.

23

R/ mengkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah dan takut diakui/diketahui. 4. Rencanakan periode istirahat/bantu mengatur waktu istirahat pasien R/ dengan periode istirahat yang terjadwal menyediakan energi untuk menurunkan energi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal, dapat mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, serta regenerasi jaringan. 5. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi.

R/ mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/normal, memberikan keamanan pada pasien. 6. Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien. R/ meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesehatan dan membatasi frustasi. Kolaborasi 7. Awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium R/ ketidakseimbangan dapat menganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah. d) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi klien dapat menunjukkan tanda-tanda tidak terjadinya infeksi

Tujuan : KH :

setelah dilakukan asuhan keperawatan. Tidak terjadi tanda/gejala infeksi seperti demam. TTV dalam batas normal:

TD : 120/70 mmHg S : 36,5-37,5 C P : 12-20 x/mnt N : 60-100 x/mnt

24

Intervensi 1. 2. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien, keluarga dan staf/perawat. Hindari prosedur invasif, instrument, dan manipulasi kateter tak menetap, R/ menurunkan resiko kontaminasi silang. kapanpun mengkin, gunakan tehnik aseptic bila merawat/manipulasi IV/area invasif. Ubah sisi/balutan perprotokol. Perhatikan edema, drainase purulen. R/ menurunkan introduksi bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis. 3. Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal. Pertahanan sistem drainase urine tertutup dan lepaskan kateter tak menetap sesegera mungkin. R/ menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko Iskemik asenden. 4. Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering. R/ mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru. 5. 6. Kaji integritas kulit. Awasi tanda-tanda vital R/ ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder. R/ demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari proses imflamasi meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon demam. Kolaborasi 7. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Sel Darah Putih dengan diferensial. R/ meskipun peningkatan Sel Darah Putih dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis terlihat pada Gagal Ginjal Akut dan dapat menunjukkan inflamasi/cedera pada ginjal, perpindahan diferensial ke kiri menunjukkan infeksi. 8. Ambil spesimen untuk kultur dan sensitivitas, berikan angtibodi tepat sesuai indikasi. R/ memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7 thn dan pada anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis vena renalis,purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain: Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan natrium. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis. Ganggua harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual. B. Saran Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari penyakit Glomerulonephritis Akut, serta mampu meningkatkan pelayanan

26

kesehatan terama pada penyakit GNA. Selain itujuga, perawat haruslah memahami dan menjelaskan secara rinci mengenai tujuan medis, tata cara yang akan di lakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA FKUI. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaplus; 2002 Price,Sylvia Anderson, Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses penyakit, Jakarta;EGC,2005 Smeltzer,Suzanne C.Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddart, Jakarta;EGC,2001 Doengoes, Marylynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta;EGC,1999 ASKEP Blogspot

27

Вам также может понравиться